Wednesday, August 14, 2013

Orang Bank Mandiri Cepat Berubah dan Belajar

* Budi Gunadi Sadikin
President Director PT Bank Mandiri (Persero) Tbk



Kini kita berada di zaman online yang serba terbuka, cepat dan tak berbatas geografis. Perilaku pasar perbankan pun berubah. Berkat kehadiran jejaring sosial seperti twitter dan facebook, nasabah bisa ngoceh seenaknya di komunitas dunia maya. Bila tidak direspon secara benar, maka institusi bisnis perbankan bisa terancam kehilangan pasar. Sebab itu, President Director PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Budi Gunadi Sadikin pun langsung nimbrung ke dunia maya dengan membuka akun twitter. “Gen-Y yang sekarang sangat online minded harus di-entertain secara benar agar Bank Mandiri memperoleh masukan sehingga mampu merumuskan IT strategy secara tepat,” ujar Budi Gunadi kepada tim Dunamis. Berikut petikan wawancara dengannya seputar langkah Bank Mandiri di tengah pasar yang terus berubah: 



T: Ke depan ini Bank Mandiri ingin seperti apa?
J: Sejak kepemimpinan Pak Agus (Agus Martowardojo, kini Menteri Keuangan), Bank Mandiri secara disiplin telah menyusun rencana jangka panjang atau semacam Repelita. Ada periode 2005-2009 dan 2010-2014. Ketika saya memimpin, saya akan meneruskan Repelita ketiga, 2015-2019. Waktu itu 2005-2009 kami targetkan 10 besar di ASEAN, lalu 2009-2014 kami mau masuk nomor lima, dan 2015-2019 kami masuk nomor tiga. Kami ingin terus memperbaiki diri dan menjadi yang terbaik. Kami tidak ingin dicaplok oleh, misalkan CIMG yang sekali jalan mampu beli Niaga dan Lippo. Kami ingin terus eksis. Sebab itu, kami punya target-target pertumbuhan, baik laba maupun pasar. Kami sudah berhasil menembus target 2008-2009 tembus, target 2010-2014 mudah-mudahan tembus juga.

T: Bagaimana upaya mencapainya?
J: Sejak 2009 kami punya tiga strategi: Wholesale transaction, Retail deposit & payment, dan Retail Financing. Periode 2009-2014 strategi kami jelas. Yang menarik dari strategi ini, dua di bidang retail dan satu wholesale. Padahal, selama ini Bank Mandiri tidak bermain di retail, tapi bank korporasi. Kita lihat lebih dalam lagi, wholesale transaction dan retail financing lebih ke pendanaan. Untuk kredit, kami  konsentrasi penuh  di retail. Kami jelaskan ke teman-teman di Mandiri bahwa untuk kredit dan pendanaan lebih ditekankan ke retail. Itu yang akan kami kejar di periode 2009-2014.
Banyak orang bertanya-tanya kok strateginya begitu? Mengapa tidak memberi kredit seperti dulu-dulu, misalkan memberi kredit infrastruktur. Kami meyakini dengan tiga strategi itulah kami akan memperoleh market yang tinggi harga juga harus sama tinggi. Ada dua komponen penting untuk mengejar market tinggi tersebut, yakni ROI (Return on Invesment) tinggi dan tumbuh berkelanjutan. ROI tinggi berati untung sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya. Produk kredit itu modalnya banyak. Sebab itu, kami mengambil kredit di retail. Memperkaya porsi itu, bukan menghapuskan sama sekali apa yang telah ada selama ini. Kami sudah jalankan secara konsisten selama empat tahun belakangan. Mudah-mudahan target 2014 akan tercapai. Dengan begitu, semua IT policy, IT strategy, dan lainnya harus mendukung tiga strategi tersebut.

T: Ok, ada yang lebih spesifik, bagaimana peran knowledge management?
J: Gambarannya begini, kompetensi orang-orang Mandiri lebih bagus di korporasi, orang Mandiri bukan ahli di retail. Jadi, di balik kata-kata tiga strategi tadi, orang-orang Mandiri harus mampu di retail. Dan retail dengan korporasi jelas berbeda. Misalkan masuk ke mikro, wah tidak bisa dengan penampilan rapi berdasi, karena kami masuk pasar. Baju kami ganti seperti ini, baju biasa dengan logo Bank Mandiri di punggung (sembari menunjukkan baju seragam orang Mandiri untuk turun ke pasar). Kreditnya pun kecil-kecil. Berbeda dengan kredit korporasi. Dapat diibaratkan lredit korporasi itu seperti kita makan nasi goreng pakai daging ayam, telor ceplok, dengan sajian lengkap. Orang Mandiri biasa membikin kreditnya begitu. Sekarang dibikin mikro, seperti makan prasmanan. Adanya nasi goreng plus sate atau bubur ayam, mana yang mau dipilih. Strukturnya sudah standar. Jelas berbeda sekali cara pendekatannya ke nasabah.
Nah, bagaimana hal ini harus jalan. Agar cepat tumbuh, kami mengambil SDM yang kompeten dari luar, terutama di level menengah. Begitu program itu berjalan, ada yang memang bisa kami ambil seterusnya, ada pula yang putus di tengah jalan. Level menengah kan gak banyak. Bagusnya orang-orang Mandiri itu cepat sekali belajar, ada kesalahan langsung perbaiki, ada salah perbaiki lagi. Kalau ada perubahan, maka langkah mengubahnya bisa cepat. Orang-orang tidak takut melakukan perubahan. Cepat sekali menyesuaikan diri.
Retail itu kan bisa mikro, kartu kredit, bisa pula KPR. Setelah mikro mulai berjalan, kita lihat bagaimana approval mikro, ada yang salah kita perbaiki. Sementara di consumer sudah terasa berjalan. Kami bisa copy atau meniru saja sehingga cepat. Secara informal, di sini KM diciptakan, kami tidak berangkat dari segala sesuatu sudah direncanakan, presentasi lalu baru berjalan. Bukan begitu. Cukup sederhana, orang mau melakukan perubahan, dua bulan tiga bulan berjalan, ada yang kurang langsung diperbaiki.

T: Mengambil tenaga dari luar tentu menghadapi kultur yang berbeda. Bagaimana menanganinya?
J: Kultur Mandiri sudah cukup bagus. Bahkan lebih bagus dibandingkan BUMN lain. Mandiri itu kan berasal dari empat bank yang kolaps. Kultur orang-orang Mandiri untuk berubah itu luar biasa. Ini yang membedakan dengan bank lain seperti BNI atau BRI. Kalau kami harus belajar dengan orang lain, maka tidak perlu dirisaukan. Mereka tidak memiliki pengalaman kredit mikro, kemudian harus ke kredit mikro. Ketika harus berubah, ya berubah. Ada orang lain masuk, mereka menerima saja, tidak melawan. Proses belajarnya cepat sekali. Itulah mengapa mereka cepat belajar retail, mikro, dan consumer banking. Tidak ada sama sekali arogansi bahwa ini orang dalam dan itu orang luar.

T: Dan faktanya Mandiri tumbuh  luar biasa, seberapa kritikal peran pembelajaran formal?
J: ibaratnya memang orang mau mati diberikan kesempatan hidup lagi. Nanti selesai 2014, sepuluh tahun perjalanan yang cukup bagus, saya kemudian membawa satu tahapan masuk great company yang berkelanjutan. Sebagaimana kita tahu banyak great company yang turun daripada yang bertahan. Kita lihat misalkan Lehman Brothers yang kini tinggal nama, Microsoft sudah dekat-dekat hilang, begitu pula Nokia. Banyak company zaman dulu yang kini tinggal nama. Ini yang saya tekankan ke teman-teman di Mandiri, bagaimana terus menjaga Mandiri tetap ada. Dulu ada atau mampu bertahan karena terjadi krisis. Jangan sampai sekarang juga diciptakan krisis. Yang perlu kami ciptakan adalah mental crisis di segenap pegawai Mandiri.
Kalau ke depan mau menjadi yang terbaik maka next generation harus diperbaiki. Next generation harus lebih baik daripada generasi sekarang. Itu harus terjadi, harus terjadi. Ukurannya itu gampang. Untuk ukuran di Indonesia, orang Mandiri sudah boleh bangga. Dirut-dirut 30 BPD, 20 di antaranya berasal dari Mandiri. Dua direktur BI juga dari Mandiri. Mantan Dirut Mandiri sudah menjadi Menteri Keuangan dan Gubernur BI. The next, kalau orang cari bankir terbaik, ya orang Mandiri. Itu menyangkut kualitas.
Perlu proses sistematis untuk menghasilkan orang-orang yang hebat. Itu sebabnya kami membikin Mandiri University. Saya maunya menciptakan orang-orang seperti Pak Robby Djohan. Besar-besaran mimpi.

T: Satu hal menarik di zaman Pak Robby, misalkan seorang senior ditarik ke HR merasa ada kesalahan. Tapi Pak Robby bisa buktikan keputusannya tepat. Bagaimana keadaan sekarang?
J: Beberapa waktu lalu kami mau tunjuk orang untuk menempati corporate secretary. Ada satu nama, ke sana ke mari tak ada yang mau menampung dan akhirnya masuk ke HR, kemudian orang itu disodorkan ke corporate secretary. Saya katakan dicoret saja. Kemudian di GM kredit, muncul tiga nama, pilih yang terbaik. Begitu juga untuk mereka yang mimpin Mandiri University, pilih yang terbaik. Logikanya, bagaimana mau menghasilkan lulusan terbaik kalau pengajarnya tidak bagus. Jadi bukan untuk menakut-nakuti teman-teman di HR. Kami tempatkan orang-orang terbaik di posisi-posisi strategis.

T: Selain memilih orang, tentu proses training juga penting. Ada orang yang seperti sengaja tidak mau belajar?
 J: Di Mandiri juga sempat terjadi. Bagi saya, yang seperti itu lebih menunjukkan komitmen. Jadwal belajar atau training bisa dijadwal secara baik. Misalkan jangan bikin training di bulan Juni karena sedang mengejar target. Kami akan terus memperbaiki. Kami yang ada di eksekutif ini sekali dalam  dua tahun dikirim ke luar negeri, ke kelas-kelas universitas terbaik. Kami tidak mau serba terpepet, akhirnya tidak bisa memperoleh kelas yang bagus. Sekarang ada yang bulan Mei, bahkan sudah bulan Juli, baru memasukkan proposal. Seharusnya Januari sudah selesai urusannya. Harvard itu sudah siap bulan Januari-Februari. Itu kami bereskan. Kami sudah cukup baik namun belum sempurna.

T: Sekarang sudah muncul Gen-Y, new generation, banyak costumer dari kalangan ini. Bagaimana Bank Mandiri meng-entertain mereka?
J: Menarik sekali ini. Saya sampai membuka akun twitter untuk masuk ke komunitas mereka. Ada yang membentuk komunitas Bank Mandiri di jejaring sosial twitter. Saya bukan akun twitter gara-gara Meneg BUMN Dahlan Iskan membuka akun twitter dan orang-orang komplain ke sana. Semula saya tidak mengerti, harus belajar dan harus mengerti. Anak-anak sekarang itu apa saja diomongin di twitter. Saya punya seorang area manager yang kerjanya curhat terus-menerus di twitter, menunjuk siapa yang benar dan siapa yang salah. Saya merasakan sesungguhnya di sana ada masalah. Orang muda terbuka di sana, ada ekspresi diri di sana. Tertangkap apa maunya. Itu menyangkut karakter orang. Dari twitter saya bisa memantau orang, yang ini mentalnya jelek maka lepas saja. Yang itu mentalnya bagus, harus dipertahankan.
Gen-Y harus kami entertain sesuai medianya. Ilustrasinya, kalau mau mengajari orang naik sepeda ya kita harus bisa naik sepeda. Selain itu juga harus mengerti. Orang yang tidak mengerti, pasti dia tidak bisa ngajari. Seorang Budi Sadikin tidak akan bisa mengajari kewirausahaan karena seumur hidupnya jadi pegawai.

Sebab itu, kami mengambil tenaga yang expert dari luar. Saya ingin yang saya lakukan ini menjadi sistem. Benar-benar menicptakan bankir yang mampu menangkap pengetahuan dari Gen-Y ini. Itu yang kami ambil untuk merumuskan IT strategy ke depan, bukan lagi hanya sebatas financial strategy. ***

No comments:

Post a Comment