* Budi
Gunadi Sadikin
President
Director PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
Kini kita berada di
zaman online yang serba terbuka, cepat dan tak berbatas
geografis. Perilaku pasar perbankan pun berubah. Berkat kehadiran jejaring
sosial seperti twitter dan facebook, nasabah bisa ngoceh seenaknya di komunitas
dunia maya. Bila tidak direspon secara benar, maka institusi bisnis perbankan
bisa terancam kehilangan pasar. Sebab itu, President Director PT Bank Mandiri
(Persero) Tbk Budi Gunadi Sadikin pun langsung nimbrung ke dunia maya dengan
membuka akun twitter. “Gen-Y yang
sekarang sangat online minded harus di-entertain secara benar agar Bank Mandiri
memperoleh masukan sehingga mampu merumuskan IT strategy secara tepat,” ujar Budi Gunadi kepada tim Dunamis. Berikut petikan wawancara dengannya seputar
langkah Bank Mandiri di tengah pasar yang terus berubah:
T: Ke depan ini Bank Mandiri
ingin seperti apa?
J:
Sejak kepemimpinan Pak Agus (Agus Martowardojo, kini Menteri Keuangan), Bank
Mandiri secara disiplin telah menyusun rencana jangka panjang atau semacam Repelita.
Ada periode 2005-2009 dan 2010-2014. Ketika saya memimpin, saya akan meneruskan
Repelita ketiga, 2015-2019. Waktu itu 2005-2009 kami targetkan 10 besar di
ASEAN, lalu 2009-2014 kami mau masuk nomor lima, dan 2015-2019 kami masuk nomor
tiga. Kami ingin terus memperbaiki diri dan menjadi yang terbaik. Kami tidak
ingin dicaplok oleh, misalkan CIMG yang sekali jalan mampu beli Niaga dan
Lippo. Kami ingin terus eksis. Sebab itu, kami punya target-target pertumbuhan,
baik laba maupun pasar. Kami sudah berhasil menembus target 2008-2009 tembus,
target 2010-2014 mudah-mudahan tembus juga.
T: Bagaimana upaya mencapainya?
J:
Sejak 2009 kami punya tiga strategi: Wholesale
transaction, Retail deposit & payment, dan Retail Financing. Periode 2009-2014 strategi kami jelas. Yang
menarik dari strategi ini, dua di bidang retail
dan satu wholesale. Padahal, selama
ini Bank Mandiri tidak bermain di retail, tapi bank korporasi. Kita lihat lebih
dalam lagi, wholesale transaction dan
retail financing lebih ke pendanaan. Untuk
kredit, kami konsentrasi penuh di retail. Kami jelaskan ke teman-teman di Mandiri
bahwa untuk kredit dan pendanaan lebih ditekankan ke retail. Itu yang akan kami
kejar di periode 2009-2014.
Banyak orang bertanya-tanya kok
strateginya begitu? Mengapa tidak memberi kredit seperti dulu-dulu, misalkan
memberi kredit infrastruktur. Kami meyakini dengan tiga strategi itulah kami
akan memperoleh market yang tinggi harga juga harus sama tinggi. Ada dua
komponen penting untuk mengejar market tinggi tersebut, yakni ROI (Return on Invesment) tinggi dan tumbuh berkelanjutan.
ROI tinggi berati untung sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya. Produk
kredit itu modalnya banyak. Sebab itu, kami mengambil kredit di retail. Memperkaya
porsi itu, bukan menghapuskan sama sekali apa yang telah ada selama ini. Kami
sudah jalankan secara konsisten selama empat tahun belakangan. Mudah-mudahan target
2014 akan tercapai. Dengan begitu, semua IT policy, IT strategy, dan lainnya harus
mendukung tiga strategi tersebut.
T: Ok, ada yang lebih
spesifik, bagaimana peran knowledge management?
J:
Gambarannya begini, kompetensi orang-orang Mandiri lebih bagus di korporasi, orang
Mandiri bukan ahli di retail. Jadi, di balik kata-kata tiga strategi tadi, orang-orang
Mandiri harus mampu di retail. Dan retail dengan korporasi jelas berbeda. Misalkan
masuk ke mikro, wah tidak bisa dengan penampilan rapi berdasi, karena kami
masuk pasar. Baju kami ganti seperti ini, baju biasa dengan logo Bank Mandiri
di punggung (sembari menunjukkan baju seragam orang Mandiri untuk turun ke
pasar). Kreditnya pun kecil-kecil. Berbeda dengan kredit korporasi. Dapat
diibaratkan lredit korporasi itu seperti kita makan nasi goreng pakai daging
ayam, telor ceplok, dengan sajian lengkap. Orang Mandiri biasa membikin
kreditnya begitu. Sekarang dibikin mikro, seperti makan prasmanan. Adanya nasi
goreng plus sate atau bubur ayam, mana yang mau dipilih. Strukturnya sudah
standar. Jelas berbeda sekali cara pendekatannya ke nasabah.
Nah, bagaimana hal ini harus jalan. Agar
cepat tumbuh, kami mengambil SDM yang kompeten dari luar, terutama di level
menengah. Begitu program itu berjalan, ada yang memang bisa kami ambil
seterusnya, ada pula yang putus di tengah jalan. Level menengah kan gak banyak.
Bagusnya orang-orang Mandiri itu cepat sekali belajar, ada kesalahan langsung
perbaiki, ada salah perbaiki lagi. Kalau ada perubahan, maka langkah mengubahnya
bisa cepat. Orang-orang tidak takut melakukan perubahan. Cepat sekali
menyesuaikan diri.
Retail itu kan bisa mikro, kartu kredit,
bisa pula KPR. Setelah mikro mulai berjalan, kita lihat bagaimana approval
mikro, ada yang salah kita perbaiki. Sementara di consumer sudah terasa berjalan.
Kami bisa copy atau meniru saja sehingga cepat. Secara informal, di sini KM
diciptakan, kami tidak berangkat dari segala sesuatu sudah direncanakan,
presentasi lalu baru berjalan. Bukan begitu. Cukup sederhana, orang mau
melakukan perubahan, dua bulan tiga bulan berjalan, ada yang kurang langsung diperbaiki.
T: Mengambil tenaga dari
luar tentu menghadapi kultur yang berbeda. Bagaimana menanganinya?
J:
Kultur Mandiri sudah cukup bagus. Bahkan lebih bagus dibandingkan BUMN lain. Mandiri
itu kan berasal dari empat bank yang kolaps. Kultur orang-orang Mandiri untuk berubah
itu luar biasa. Ini yang membedakan dengan bank lain seperti BNI atau BRI.
Kalau kami harus belajar dengan orang lain, maka tidak perlu dirisaukan. Mereka
tidak memiliki pengalaman kredit mikro, kemudian harus ke kredit mikro. Ketika
harus berubah, ya berubah. Ada orang lain masuk, mereka menerima saja, tidak
melawan. Proses belajarnya cepat sekali. Itulah mengapa mereka cepat belajar
retail, mikro, dan consumer banking. Tidak ada sama sekali arogansi bahwa ini
orang dalam dan itu orang luar.
T: Dan faktanya
Mandiri tumbuh luar biasa, seberapa
kritikal peran pembelajaran formal?
J:
ibaratnya memang orang mau mati diberikan kesempatan hidup lagi. Nanti selesai
2014, sepuluh tahun perjalanan yang cukup bagus, saya kemudian membawa satu
tahapan masuk great company yang
berkelanjutan. Sebagaimana kita tahu banyak great
company yang turun daripada yang bertahan. Kita lihat misalkan Lehman
Brothers yang kini tinggal nama, Microsoft sudah dekat-dekat hilang, begitu
pula Nokia. Banyak company zaman dulu yang kini tinggal nama. Ini yang saya
tekankan ke teman-teman di Mandiri, bagaimana terus menjaga Mandiri tetap ada.
Dulu ada atau mampu bertahan karena terjadi krisis. Jangan sampai sekarang juga
diciptakan krisis. Yang perlu kami ciptakan adalah mental crisis di segenap
pegawai Mandiri.
Kalau ke depan mau menjadi yang
terbaik maka next generation harus diperbaiki.
Next generation harus lebih baik daripada
generasi sekarang. Itu harus terjadi, harus terjadi. Ukurannya itu gampang. Untuk
ukuran di Indonesia, orang Mandiri sudah boleh bangga. Dirut-dirut 30 BPD, 20 di
antaranya berasal dari Mandiri. Dua direktur BI juga dari Mandiri. Mantan Dirut
Mandiri sudah menjadi Menteri Keuangan dan Gubernur BI. The next, kalau orang cari bankir terbaik, ya orang Mandiri. Itu
menyangkut kualitas.
Perlu proses sistematis untuk
menghasilkan orang-orang yang hebat. Itu sebabnya kami membikin Mandiri
University. Saya maunya menciptakan orang-orang seperti Pak Robby Djohan.
Besar-besaran mimpi.
T: Satu hal menarik di
zaman Pak Robby, misalkan seorang senior ditarik ke HR merasa ada kesalahan. Tapi
Pak Robby bisa buktikan keputusannya tepat. Bagaimana keadaan sekarang?
J:
Beberapa waktu lalu kami mau tunjuk orang untuk menempati corporate secretary. Ada satu nama, ke sana ke mari tak ada yang
mau menampung dan akhirnya masuk ke HR, kemudian orang itu disodorkan ke corporate
secretary. Saya katakan dicoret saja. Kemudian di GM kredit, muncul tiga nama,
pilih yang terbaik. Begitu juga untuk mereka yang mimpin Mandiri University,
pilih yang terbaik. Logikanya, bagaimana mau menghasilkan lulusan terbaik kalau
pengajarnya tidak bagus. Jadi bukan untuk menakut-nakuti teman-teman di HR. Kami
tempatkan orang-orang terbaik di posisi-posisi strategis.
T: Selain memilih orang,
tentu proses training juga penting. Ada orang yang seperti sengaja tidak mau
belajar?
J: Di Mandiri juga sempat terjadi. Bagi saya,
yang seperti itu lebih menunjukkan komitmen. Jadwal belajar atau training bisa
dijadwal secara baik. Misalkan jangan bikin training di bulan Juni karena sedang
mengejar target. Kami akan terus memperbaiki. Kami yang ada di eksekutif ini
sekali dalam dua tahun dikirim ke luar
negeri, ke kelas-kelas universitas terbaik. Kami tidak mau serba terpepet,
akhirnya tidak bisa memperoleh kelas yang bagus. Sekarang ada yang bulan Mei,
bahkan sudah bulan Juli, baru memasukkan proposal. Seharusnya Januari sudah
selesai urusannya. Harvard itu sudah siap bulan Januari-Februari. Itu kami
bereskan. Kami sudah cukup baik namun belum sempurna.
T: Sekarang sudah
muncul Gen-Y, new generation, banyak costumer dari kalangan ini. Bagaimana Bank
Mandiri meng-entertain mereka?
J:
Menarik sekali ini. Saya sampai membuka akun twitter untuk masuk ke komunitas mereka.
Ada yang membentuk komunitas Bank Mandiri di jejaring sosial twitter. Saya bukan
akun twitter gara-gara Meneg BUMN Dahlan Iskan membuka akun twitter dan
orang-orang komplain ke sana. Semula saya tidak mengerti, harus belajar dan
harus mengerti. Anak-anak sekarang itu apa saja diomongin di twitter. Saya punya seorang area manager yang kerjanya
curhat terus-menerus di twitter, menunjuk siapa yang benar dan siapa yang
salah. Saya merasakan sesungguhnya di sana ada masalah. Orang muda terbuka di
sana, ada ekspresi diri di sana. Tertangkap apa maunya. Itu menyangkut karakter
orang. Dari twitter saya bisa memantau orang, yang ini mentalnya jelek maka
lepas saja. Yang itu mentalnya bagus, harus dipertahankan.
Gen-Y harus kami entertain sesuai
medianya. Ilustrasinya, kalau mau mengajari orang naik sepeda ya kita harus
bisa naik sepeda. Selain itu juga harus mengerti. Orang yang tidak mengerti,
pasti dia tidak bisa ngajari. Seorang
Budi Sadikin tidak akan bisa mengajari kewirausahaan karena seumur hidupnya
jadi pegawai.
Sebab itu, kami mengambil tenaga
yang expert dari luar. Saya ingin
yang saya lakukan ini menjadi sistem. Benar-benar menicptakan bankir yang mampu
menangkap pengetahuan dari Gen-Y ini. Itu yang kami ambil untuk merumuskan IT strategy
ke depan, bukan lagi hanya sebatas financial strategy. ***
No comments:
Post a Comment