Thursday, August 1, 2013

Perusahaan MRO Kelas Dunia Pilihan Pelanggan



* GMF AeroAsia

 Garuda Maintenance Facility (GMF) AeroAsia siap bersaing di tingkat regional atau global. GFM mengaku Singapura, Malaysia, Hongkong, Taipei dan China menjadi pesaing utama dalam tender global. SDM berkemampuan intelektual kuat menjadi kunci memenangkan persaingan ini.



SEKALI waktu Direktur Utama PT GMF AeroAsia Richard Budihadianto turun langsung di bengkel perawatan pesawat. Melihat langsung teknisi GMF yang tengah melakukan perawatan rutin pesawat Airbus milik Garuda. Richard bukannya tidak percaya pada teknisi di lapangan. Dia tidak ingin insiden kecil, sekadar contoh nose landing gear terlipat karena karena tidak mengikuti tahap demi tahap pelepasan, terulang. Kepatuhan teknisi lapangan mengikuti maintenance manual menjadi titik perhatian utama Richard.
Bagi Richard, seorang teknisi prawatan pesawat GMF harus menjadi knowledge worker. Untuk itu dia mesti memiliki pengetahuan yang lengkap tentang hal-ihwal perawatan dan perbaikan pesawat terbang dan harus mampu membaca setiap maintenace manual secara cermat dan benar. Ini bukan hanya agar sang teknisi dapat melakukan pekerjaan tanpa cacat dan selamat, akan tetapi juga agar mampu bekerja lebih efisien. Dengan begitu customer menaruh trust dan menjalin kontrak kerjasama secara berkelanjutan.
Banyak insiden kecil terjadi lantaran mengabaikan maintenance manual. Peristiwa semacam ini tidak hanya terjadi di area line maintenance dan base maintenance. Tapi, juga pernah terjadi di shop yang mengakibatkan hasil maintenance tidak sesuai dengan standar.
Selain mesti taat azaz pada maintenance manual, teknisi GMF mesti mengantongi lisensi atau ceritficate of competency (C of C) agar dapat bekerja sesuai prosedur dan berpikir lebih bijak melaksanakan pekerjaannya. Hal ini berbeda dengan seseorang yang bekerja hanya berdasarkan pengalaman dan tidak mengetahui SOP (Standard Operation Procedure) pekerjaannya. Beberapa saat lalu, sebagaimana dilansir oleh Bagian Safety Performance Monitoring/TQY GMF, pernah terjadi hal yang sangat memprihatinkan menimpa salah seorang teknisi yang terjepit keranjang elevator aiicho (Condor). Dari hasil investigasi, ditemukan salah satu fakta bahwa si operator yang mengendalikan alat tersebut tidak memiliki certificate of competency kendati sudah beberapa kali mengoperasikan alat tersebut dengan melihat pengalaman seniornya.
Di sinilah GMF berusaha mengembangkan dan melatih kayawan berdasarkan konsep dan perangkat modal intelektual si karyawan. “Di lingkungan industri perawatan pesawat terbang dibutuhkan keahlian khusus dalam menjalankan perintah yang diterima. Keahlian tersebut akan diakui bila seseorang telah memiliki certificate of competency. Tidak hanya demi keselamatan diri si pekerja, tapi juga akan mempermudah seorang atasan memberikan perintah kerja kepada orang yang berkompeten di bidangnya,” tegas Richard Budihadianto. Richard tidak ingin tragedi itu berulang. Dia mengajak semua teknisi dan engineer GMF lebih aware mengenai kemampuan/pengetahuan yang dituangkan dalam certificate of competency.
Teknisi perawatan pesawat bersertifikat ini kini menjadi salah satu kekuatan GMF dalam memuaskan customernya. Berkat SDM yang berkemampuan intelektual mumpuni dan berkompeten, mulai April 2013 GMF memperoleh kepercayaan dari otoritas penerbangan sipil Australia, Civil Aviation Safety Authority, untuk merawat pesawat-pesawat di bawah registrasi Australia.  



PERJALANAN GMF AeroAsia telah melewati fase yang relatif panjang. Dimulai tahun 1949 sebagai Divisi Teknik Garuda Indonesia Airlines. Tugas utama Divisi ini adalah merawat pesawat-pesawat milik Garuda. Setelah tumbuh dan berkembang, tahun 1984, Garuda Indonesia mentransformasi Divisi ini menjadi Garuda Maintenance Facility Support Center. Tujuannya, untuk memaksimalkan peran dan distribusnya.
Kemudian, dari support center, institusi ini dikembangkan menjadi Strategic Business Unit (SBU) yang disebut SBU Garuda Maintenance Facility. Sebagai SBU, meski masih berada di bawah Garuda Indonesia, GMF memiliki otonomi sendiri dalam mengelola keuangan dan sumber daya manusia. Pada April 2002, SBU ini spin-off dari Garuda Indonesia dan bermetamorfose menjadi Garuda Maintenance Facility AeroAsia.
Kini, dengan mengusung visi “Worldclass MRO of customer choice”, GMF AeroAsia mampu memberikan pelayanan prima kepada costumer. Bahkan, GMF menjadi salah satu perusahaan maintenance, repair and overhaul (MRO) terbesar di regional Asia Tenggara.
Untuk menggapai visi menjadi perusahaan MRO kelas dunia pilihan pelanggan, GMF AeroAsia berencana mengembangkan usahanya di Bintan, Kepulauan Riau. GMF akan menyewa lahan pemerintah daerah Pulau Bintan untuk membangun hanggar MRO guna membidik pelanggan maskapai dari luar negeri. “Rencananya kami akan membangun sendiri. Arahnya untuk menggaet pelanggan luar negeri,” jelas Direktur Utama GMF AeroAsia Richard Budihadianto.
GMF sangat optimis untuk bisa bersaing di tingkat regional, bahkan global. Hal ini tidak terlepas dari pelayanan perawatan yang prima. Perawatan yang meliputi line maintenance, base maintenance, engine maintenance, component maintenance dan engineering services. Dan didukung sumber daya manusia yang menjunjung tinggi integritas (integrity), profesional, teamwork, concern for people dan customer focused.



BILAMANA MELIHAT perjalanan historinya, learning organization menjadi kata kunci bagi GMF untuk tumbuh dan berkembang lalu siap bersaing di kancah regional dan global. GMF ingin bersaing dengan mengdepankan sumber daya manusia yang dikembangkan melalui organisasi pembelajar. Contohnya, setiap karyawan GFM diwajibkan menuliskan apa saja yang telah dikerjakan. Kata Richard Budihadianto, “Setiap apa yang kami kerjakan, kami tulis. Kerusakan apapun ditulis. Karyawan senior harus mensosialisasikan tulisan itu ke yang lebih yunior atau anak buahnya supaya tidak terjadi lagi kesalahan serupa. Banyak hal simpel tapi menyebabkan pesawat delay. Kalau tidak disosialisasikan, bisa kejadian lagi.”

Richard menyebut kini tidak hanya menuliskan pengalaman untuk dijadikan pembelajaran karyawan di tempat lain. GMF pun sudah memanfaatkan teknolgi informasi untuk menyebarkan pengetahuan yang semula hanya merupakan pengalaman seorang karyawan. “Kami punya teknisi tersebar di mana-mana, bersyukur, information technology (IT) sekarang sudah bagus. Sekarang semuanya bisa online. Yang lebih menggmbirakan, karyawan GMF sudah memvideokan pekerjaan mengganti engine. Bagi karyawan yang belum pernah mengerjakan ganti engine, pekerjaan ini merupakan pengalaman baru yang berisiko. Dengan rekaman video yang di-share, kami berharap dapat mengurangi risiko-risiko yang dikhawatirkan,” terang Richard.
Dulu, sebelum zaman online, untuk mengedukasi pengetahuan baru perawatan pesawat terbang, karyawan GMF di Jakarta harus berkomunikasi dengan karyawan di Jayapura dan Denpasar melalui faksimili. Kadang memakan waktu cukup lama karena harus mem-faks berlembar-lembar maintenance manual. “Banyak hal simpel tapi menyebabkan pesawat harus delay. Kalau yang simpel ini tidak disosialisasikan, bisa terulang terus,” jelas Richard Budihadianto sembari menambahkan bahwa GMF senantiasa mengembangkan dan memanfaatkan berbagai perangkat, teknologi dan metodologi pembelajaran –terutama dalam mengelola pengalaman (tacit) seorang kayawan menjadi pengetahuan perusahaan (explicit).
Berkat pengembangan perangkat dan teknologi dengan menyediakan situs http://portal.gmf.co.id, karyawan GMF tidak perlu repot-repot lagi berbagi pengetahuan baru. Dengan demikian, kata Richard, GMF semakin mudah mengembangkan modal intelektual segenap karyawannya. Karyawan semakin profesional dan benar-benar fokus pada costumer.



UNTUK TETAP dapat mengedukasi karyawan agar semakin profesional, GMF harus mampu memaksimalkan modal intelektual perusahaan. Sejatinya modal intelektual dapat dimaksimalkan jika perusahaan ditopang oleh para knowledge worker atau pekerja yang berpengetahuan. Dalam implementasi knowledge management (KM), memaksimal modal intelektual tercermin pada kriteria keempat, dari delapan kriteria Most Admired Knowledge Enterprise (MAKE), yakni maximizing the value of intellectual capital.
          Ada sejumlah upaya inspiratif yang dilakukan GMF AeroAsia dalam memaksimal modal intelektual di perusahaannya.
          Pertama, membangun dan memaksimalkan modal intelektual dengan mensertifikasi semua teknisi dan engineer GMF. Terutama sertifikasi dari Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. Karena, Direktorat Penerbangan Sipil yang berwenang mengawasi Aircraft Maintenance Training Organization (AMTO) di Indonesia.
“Di pendidikan kami harus mengikuti aturan yang ditetapkan AMTO, tepatnya AMTO 147 yang diadopsi dari ATO (Approved Training Organization), kemudian masing-masing negara punya regulator sendiri yang mengatur. Di Amerika ada FAA, Eropa ada EASA, dan Singapura punya CAAS. Di Indonesia ada Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) yang dulu dikenal Direktorat Sertifikasi dan Kelaikan Udara. Direktorat inilah yang mengatur semua yang berkaitan dengan civil aviation,” papar Richard.
          Jadi GMF tidak sekadar memaksimalkan kemampuan dan mengembangkan modal intelektual segenap karyawannya. Dengan mengacu pada sertifikasi atau pemberian lisensi oleh institusi yang berwenang, GMF sekaligus merasa ada yang mengatur, mengawasi dan menentukan kualifikasi dan parameternya jelas. Tidak perlu repot-repot membuat deskripsi dan ukuran-ukuran kualifikasi karyawannya.
          Kedua, menjalin kerjasama dengan perusahaan penerbangan dan pabrikan pesawat kelas dunia, seperti Boeing, Airbus, Honeywell, General Electric, Rolls Royce, KLM, Lufthansa dan SR Technic. Berkat keseriusannya merajut hubungan dengan pabrikan kelas dunia, kini sejumlah pabrikan Eropa dan Amerika Serikat –antara lain Airbus dan Boeing-- mulai mempercayakan pekerjaan maintenance, repair dan overhaul produk mereka kepada GMF AeroAsia. “Para pemakai produk mereka di kawasan Asia Pasifik diarahkan untuk melakukan perawatan di GMF,” ujar Richard Budihadianto.
          Tidak hanya Eropa dan Amerika Serikat yang menaruh rasa percaya pada GMF. Mulai April 2013, otoritas penerbangan sipil Australia, Civil Aviation Safety Authority (CASA), memberi kewenangan kepada GMF untuk merawat pesawat-pesawat di bawah registrasi Australia. Rating yang disetujui CASA mencakup pesawat Boeing tipe B737-600, B737-700, B737-800, B737-900, dan juga pesawat Airbus tipe A318, A319, A320 dan A321. Seluruhnya memiliki base maintenance di Cengkareng (Banten) dan line maintenance di Denpasar (Bali).
          Ketiga, Learning Center Unit (LCU) GMF membentuk sesi sharing dan focus group disscusion (FGD) dengan mendorong berbagai topik dan tema sebagai bagian dari transfer pengetahuan (knowledge transfer). Diskusi tidak hanya melalui tatap muka, juga diskusi online lewat mailing list. Melalui dokumentasi library yang tertata, LCU juga mengelola dokumentasi aircraft, engine dan component yang bisa diakses karyawan GMF lewat fasilitas intranet.
Topik yang biasa dikedepankan antara lain ramp & transit check, towing & ground handling, cabin maintenance dan fundamental of troubleshooting.
          Dan keempat, menyelenggarakan workshop mengambil topik khusus dengan tujuan untuk perbaikan performance karyawan. Misalkan workshop khusus aircraft maintenance engineer B737. Tema bahasan yang diberikan antara lain electronic avionics, airframe powerplant dan engine run up.
Sekali lagi hal ini semakin memperkaya modal intelektualitas segenap teknisi dan engineer GMF AeroAsia. Berkat kekayaan modal intelektual yang komprehensif, tahun 2011 lalu, GMF menerima kunjungan 636 mahasiswa yang ingin belajar tentang perawatan pesawat terbang. Mereka terdiri dari 381 mahasiswa diploma dan 255 orang mahasiswa universitas. Rata-rata waktu belajar sekitar satu bulan.



MENCIPTAKAN SUATU ORGANISASI PEMBELAJAR dalam menjaga kontinyuitas peningkatan modal intelektualitas dan menciptakan knowledge worker di GMF AeroAsia. Bersyukur GMF memiliki Richard Budihadianto yang telah kenyang dengan asam-garam di bisnis perawatan pesawat terbang. Selaku pucuk pimpinan, Richard memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap karyawan GMF untk belajar, baik secara internal maupun eksternal.
          “Kami membiayai salah satu engineer untuk sekolah ke Amerika Serikat selama sekitar 1,5 bulan menghabiskan dana setara biaya dua master degree di dalam negeri. Bisa dibayangkan berapa besar biaya training seorang engineer. Dan, mereka harus punya. Siapapun yang baru masuk ke sini, sebelum bekerja di pesawat, dikasih training dulu,” tutur Richard Budihadianto.
          Setiap karyawan baru GMF –baik D-3, S-1 maupun S-3-- wajib mengikuti program pengembangan selama sekitar dua tahun sebelum diangkat menjadi karyawan tetap. Program yang diikuti bermaterikan Orientation Training, Character Building, Human Capital Socialization, Initial Human Factor Training, Safety Management System (SMS), Basic Aircraft Technical Knowledge (BATK), dan On the Job Training & Assignment at all unit Production.  
GMF AeroAsia tidak hanya sebatas menerapkan pembelajaran melalui training. Melalui strategi pembelajaran yang dinamai GMF KM Policy, proses pembelajaran dilakukan dengan metode Experiment with new Approach, Learning from past experience, Learning from Best Practice, Learning from Customer Knowledge, New Idea and Innovation, dan Transferring knowledge. Transfer pengetahuan dapat dilakukan lewat antara lain Sharing Session, Training/Seminar, Mentoring/Coaching, Counseling & Mentoring, Workshop, Community of Practices, After Action Review, Discussion Forum, Benchmarking, KM Portal, KM Repository, Bulletin/Magazine, dan Library.
Untuk menyebarkan strategi pembelajaran tersebut, GMF yang kini memilki sekitar 3.200 orang karyawan membentuk Divisi Learning Center & Knowledge Management dan Learning Center Unit (LCU) di setiap departemen. Learning Center & Knowledge Management yang dipimpin seorang Vice President memiliki dua divisi, yaitu Learning Center dan divisi Knowledge Management. Masing-masing divisi dipimpin oleh seorang General Manager. General Manager Learning Center bertindak sebagai Chief Learning Officer bagi perusahaan.
GMF tidak hanya menguatkan pembelajaran di internal perusahaan. Secara eksternal, GMF aktif menjalin kerjasama dengan perusahaan dan pabrikan penerbangan kelas dunia seperti Boeing, Airbus, General Electric, Rolls-Royce dan CFMI. GMF senantiasa meng-update pengetahuan baru dari pabrikan dan mengirimkan pekerjanya untuk mengikuti training pada fasilitas/program yang mereka sediakan. Dalam hal memperkaya dan memperbaui pengetahuan ihwal komponen pesawat terbang, GMF menjalin kerjasama dengan produsen antara lain Honeywell, Litton, Thales, Panasonic dan Rockwell Collins.
GMF pun aktif melakukan benchmarking dengan mengirimkan pekerja ke perusahaan penerbangan kelas dunia seperti Lufthansa, Swiss Air, dan KLM. Untuk memperkuat pembelajaran mereka yang berada di tingkat manajerial, GMF bekerjasama dengan Prasetiya Mulya Business School. Mereka wajib mengikuti program Certification Business Management dan program Strategic Leadership Development. Sejak 2011, GMF memperoleh scholarship program untuk mengikuti program Master Degree IPMI Business School dan Institut Aeronautique et spatial (Toulouse, Prancis).
Dengan pengayaan pengetahuan yang semakin komplit, GMF berharap semua karyawannya memiliki catatan training, pengalaman dan lisensi yang semakin lengkap. Dan pada saatnya kemudian, GMF pun berbagi pengetahuan kepada pihak-pihak terkait yang potensial. Misalkan GMF membuka diri untuk mendidik siswa SMK penerbangan dan membuka peluang magang bagi siswa dan guru SMK penerbangan. “Kami membuka peluang yang luas bagi guru dan siswa untuk magang. Kami juga terlibat aktif dalam penyusunan kurikulum di SMK penerbangan agar bisa sesuai dengan standar industri penerbangan. Selain itu, manual perawatan pun diberikan ke skolah-sekolah untuk dipelajari siswa dan guru,” jelas Executive Vice President Base Operation GMF AeroAsia M. Suprijadi.
Dengan kinerja dan langkah-langkah pembelajaran semacam itu, tak heran bila kini GMF AeroAsia menjadi salah satu perusahaan perawatan pesata yang semakin diperhitungkan di regional Asia-Pasifik dan global. ***



===============
  
Worldclass MRO of customer choice.(GMF AeroAsia Vision)


“Professional, skillfully and sincerely concluding our tasks in compliance with applicable technical, business and ethical standards.” (GMF AeroAsia Value)


“Kami membiayai salah satu engineer sekolah ke Amerika Serikat selama sekitar 1,5 bulan menghabiskan dana setara dengan biaya dua master degree di dalam negeri.” (Richard Budihadianto)

No comments:

Post a Comment