* Richard
Budihadianto
CEO
GMF AeroAsia
Tanya (T): Membayangkan
regulasi yang demikian ketat, tentu akuisisi knowledge-nya perawatan pesawat terbang lumayan complicated?
Jawab
(J): Kalau bicara knowledge, oil company
lebih regulated daripada kami. Sangat regulated dan diatur sekali. Ya, kami
memang ketat diatur. Kami punya 20 approval,
minimal ada 20 auditor datang mengaudit kinerja kami dua kali setahun.
Industri
ini memang menuntut orang-orang yang punya knowledge
yang cukup. Misalkan saya masuk di GMF, latar belakang saya teknik mesin, ya harus
belajar lagi. Hitung-hitung hanya 10% ilmu saya yang kepakai. Di industri ini, seorang
S-1 seperti saya butuh waktu paling cepat tiga tahun, untuk benar-benar
produktif. Artinya sudah memperoleh C of C atau lisensi. Selama sekitar tiga
tahun itu ya hanya belajar dan belajar.
Siapapun
yang baru masuk ke sini, wajib mengikuti training dulu. Basic training sarjana sekitar 1,5 bulan. Sedangkan lulusan SLTA
selama 18 bulan. Selama itu hanya di-training
untuk mengerti tentang pesawat, hal-hal dasar, namanya basic aircraft technical knowledge. Usai itu masuk ke tipe pesawat
tertentu, sekitar sebulan. Itu baru classroom. Belum boleh mengerjakan apa-apa,
hanya jadi asisten. Kalau ada licensee,
kami ikut di belakangnya saja. kalau toh bekerja baru sebatas buka atau ganti
ban. Tidak boleh melakukan sendiri, apalagi melakukan sign, gak boleh. Harus didampingi orang yang sudah bersertifikat.
T: Butuh berapa lama seorang
pekerja baru sampai berhak sertifikat kompetensi?
J:
Kalau dia rajin, seorang S-1 bisa dapat sertifikat sekitar tiga tahun. Setelah
itu dia boleh pekerjaan dengan manual
maintenance tanpa pendamping. Itu baru 100% produktif. Untuk yang non-S-1,
biasanya paling cepat lima tahun.
T: Mengapa begitu
lama?
J:
Saya sempat jadi engineer liaison untuk dua tipe pesawat. Satu liaison itu
hanya boleh bekerja di pesawat itu, tidak boleh ditempat lain. Untuk memperoleh
license itu, selain persyaratan
mendasar tadi, selama enam bulan wajib proses kerja di lapangan dengan mengisi
STK (Surat Tanda Kecakapan). Di situ ada semua pekerjaan yang harus dilakukan
sendiri. Dari yang pling ringan seperti nge-greese
landing gear sampai fly control. Mereka harus mencatat tanggal
pelaksanaan pekerjaan lalu dicap dan diparaf licensee-nya. Cepat-lambatnya memenuhi surat kecakapan itu juga adakah
kesempatan pekerjaan itu. Kalau dia cuma ganti ban, ya cuma satu item yang
terpenuhi. Padahal banyak pekerjaan yang harus dipenuhi sebelum dites menjadi engineer.
T: Bagaimana knowledge management membantu SDM GMF
dalam mengakuisisi pengetahuan?
J:
Kami sudah lakukan. Karena setiap apa yang kami kerjakan, kami tulis. Kerusakan
apapun dicatat. Pekerja senior mensosialisasikan cara kerja semacam ini ke yunior
supaya tidak terjadi lagi kasus yang sama. Kalau tidak disosialisasikan, bisa
kejadian lagi. Banyak hal simpel tapi menyebabkan pesawat delay. Semua kejadian, baik yang bagus maupun yang jelek, kami record lalu di-share. Banyak juga catatan kejadian yang kami bawa ke learning center.
Teknisi
kami tersebar di mana-mana. Bersyukur IT sekarang sudah bagus. Zaman saya dulu,
kejadian di sini, mau ngomong dengan teknisi di Jayapura, sulit, mereka yang di
Jayapura makin sedikit informasi. Sekarang semuanya online. Itu semua kami record.
Sekarang lebih canggih, mau ganti engine
divideokan. Orang-orang yang belum pernah ganti engine bisa belajar dari tayangan video.
T: Pekerjaan perawatan
pesawat ini butuh kultur safety, bagaimana GMF menanamkan kultur ini?
J:
Di industri ini, dari dulu sampai sekarang, kultur safety memang sangat
diutamakan. Kami terus tanamkan, indoktrinasi tersu-menerus. Kalau orang baru
masuk, kami langsung brainwash,
sampai kultur safety itu benar-benar masuk ke kepala. Sampai, tiap melihat apa
saja, sensitifitas safety-nya tinggi. Kadang pekerja tidak sensitif karena
tidak tahu dampaknya. Urusan ngedongkrak pesawat kan ada prosedurnya, tertulis
dan banyak item, tidak boleh ada yang dilompati. Kalau sampai dilompati bisa
saja pesawat miring, jatuh, dan sebagainya. Bisa dibayangkan, pesawat jatuh
saat didongkrak. Berapa miliar kerugian, cuma gara-gara teledor membaca manual.
Berbicara
perbengkelan pesawat, kita harus mendapat approval AMO (Aircraft Maintenance
Organization) 145. Terutama dari Federal Aviaton Administration (FAA) dan
European Aviaton Safety Agency (EASA). Demi safety, industri ini very regulated. Itulah yang membuat kami
sejak start itu sudah learning organization. Semuanya diatur
dan kami harus mengikuti aturan yang ada. Perkembangan sistem, konsep ataupun
teknologinya, banyak pabrikan yang belajar dari pengalaman lapangan kami. Semua
kejadian itu di-record,
didokumentasikan, dipelajari bersama, dibahas bersama dan hasilnya kami kirim
ke pabrik. Mereka membuat analisa, riset lagi, membuat improvement-improvement di
produk. Perbaikan sistem itu mereka mendapat masukan dari operator.
T: Sebagai perusahaan
MRO pesawat, GMS ini seperti satu-satunya di Indonesia?
J:
Kelihatannya seperti single player. Saat
ini ada 70 perusahaan perawatan pesawat yang tercatat di Direktorat Kelaikan
Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) Kementerian Perhubungan.
Sebanyak 29 di antaranya menjadi anggota Indonesian Aircraft Maintenance Shop
Association (IASMA).
T: Berbicara
maintenance yang komprehensif, berapa banyak di Indonesia?
J:
Yang paling lengkap hanya kami, GMS AeroAsia. Ada yang yang hanya small part. Bicara size, kami nomor
satu. Nomor duanya hanya 10 persen, lalu dua, tiga, empat dan seterusnya di
bawah 10 persen semua. Kalau mau part, misalkan engine, ada Nusantara
Turbin dan Propulsi yang merupakan anak perusahaan PT Dirgantara Indonesia di
Bandung. Ada lagi perusahaan yang hanya mengerjakan airframe atau rangka pesawat-pesawat kecil. Praktis, kalau bicara
industri perawatan pesawat di Indonesia, GMF sebagai representasi.
Kalau
GMF mati, ya industrinya mati. Kami juga punya misi nasional. Dulu zaman Menteri
Perhubungan Jusman Syafii Djamal (2004-2009), GMF dijadikan center of excellence. Di negara lain
banyak yang perusahaan sejenis GMF yang besar. Di Singapura misalkan, banyak
yang besar, jauh lebih besar daripada kami.
T: Dari sisi
persaingan, GMF tidak ada lagi “pesaing”?
J:
Kami orientasinya sudah bukan lagi lokal. Persaingan kami sekarang regional
atau global. Kami bersaing dengan Singapura, Malaysia, Hongkong, Taipei dan
China. Mereka selalu menjadi pesaing kita dalam tender global.
Pasar
global diprediksi tumbuh rata-rata 4 persen per tahun antara 2012 dan 2022.
Industri ini diperkirakan tumbuh dari US$62,4 miliar menjadi US$92,9 miliar
dalam rentang waktu 10 tahun tersebut.***
No comments:
Post a Comment