Penuaan
merupakan indikator keberhasilan pembangunan namun pada saat yang bersamaan
populasi yang menua menimbulkan berbagai macam permasalahan.
"Sejak
dini pemerintah perlu merancang desain kebijakan kependudukan yang bersifat
'population-responsive' yang menjawab kondisi kependudukan pada saat ini,
menjadikan penduduk sebagai fokus dan dasar utama pembangunan," ujar
Kepala BKKBN, Prof. Fasli Jalal, Rabu (31/7).
Pendapatnya
disampaikan dalam Seminar UNFPA, BKKBN dan Yayasan Emong Lansia Mengenai
Penyebab Konsekuensi, dan Penentuan Kebijakan Berdasarkan Sensus Penduduk Tahun
2010 di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (31/7).
Sensus
penduduk yang dilakukan pada 2010, mencatat sekitar 18.000.000 penduduk lanjut
usia atau 8 persen dari total jumlah penduduk di Indonesia. Dengan menurunnya
angka kelahiran maka pada 2050 jumlah penduduk lansia bisa mencapai 80.000.000
jiwa.
Di
antara persoalan paling mendesak tentang lansia di seluruh dunia adalah jaminan
pendapatan dan kesehatan.
Fasli
mengatakan fenomena saat ini menunjukkan keluarga merupakan penanggung jawab
utama dalam pengasuhan dan dukungan keuangan atas berbagai tanggungan lansia.
Akan tetapi, bantuan pribadi dari keluarga tidak dapat lagi secara otomatis
dianggap sebagai satu-satunya sumber pendapatan bagi anggota keluarga lansia.
Untuk
mengatasi permasalahan tersebut, para pakar dalam seminar tersebut menyarankan
diperlukannya investasi dalam sistem pensiun, akses ke layanan kesehatan yang
terjangkau dan memadai, sistem transportasi dan perumahan yang ramah bagi
lansia, dan penghapusan diskriminasi,
kekerasan, dan pelecehan dengan sasaran para lansia.
"Lebih
lanjut, kebijakan bersifat 'population-influencing' perlu dirumuskan dalam
menghadapi tantangan dan sebagai upaya antisipasi menghadapi kondisi penuaan
penduduk di masa yang akan datang. Tujuannya, untuk meningkatkan kualitas
kesehatan, partisipasi sosial, dan keamanan sosial penduduk berusia
lanjut," ujarnya. (www.beritasatu.com)
No comments:
Post a Comment