* PT
Telekomunikasi Indonesia Tbk.
Bisnis telco (operator
telekomunikasi) di Indonesia telah menjadi red ocean dan sudah tidak kondusif
lagi. Persaingan ketat sekitar 10 telco kini tidak dapat dikendalikan oleh
regulasi yang ada. Untuk memenangi kompetisi, Telkom lebih memilih menjadi
perusahaan yang inovatif dan membangun organisasi pembelajar yang efektif.
DULU KITA mengenal Telkom sepertinya ‘hanya’ sebagai
penyedia jasa telepon tetap (fixed
wireline) yang ‘seenaknya’ melayani keluhan pelanggan. Hari ini mengajukan
komplain, boleh jadi sepekan kemudian baru disambangi petugas pelayanan
perbaikan. Kini, era itu telah berlalu. Tanggapan atas klaim pelanggan telepon
tetap dituntaskan dalam hitungan jam. Dan, kini, Telkom tidak lagi semata-mata
dikenal melalui jasa telekomunikasi telepon tetap.
Zaman telah berubah. Perilaku pasar
berubah. Tuntutan pasar pun tidak lagi sebatas tersedianya telepon tetap.
Bahkan, trend bisnis fixed wireline
yang telah lama menjadi andalan Telkom terus menurun tajam. Tuntutan pasar
menginginkan semakin beragam. Pada era online
sekarang ini, pasar menuntut tersedianya produk-produk jasa informasi dan media
yang mudah dan harga terjangkau. Telkom rupanya tidak tinggal diam.
Di tengah persaingan industri
telekomunikasi, informasi dan media yang kian sengit, Telkom menjawab tuntutan
pasar dengan berbagai produk inovatif yang semakin mudah dan murah. Satu di
antaranya Speedy autosetting yang
ditujukan buat mereka yang baru mengenal internet. Hasil inovasi karyawan Telkom
ini dipasarkan untuk menjawab pelanggan pemula tidak mau ribet dalam proses
instalasi Speedy, sebagaimana
pelanggan Telkomnet Instan pada awalnya.
Speedy
Autosetting –yang
lahir dari Festival Inovasi 2009—membekali pelanggan dengan CD instalasi Speedy. Cukup dengan CD instalasi
tersebut pelanggan dapat melakukan proses instalasi tanpa harus merasa rumit,
apalagi bagi pelanggan yang tidak memahami parameter teknis. Inovasi ini mampu
membantu pengguna pemula lebih mudah mengakses internet.
Masih berbau jasa internet, Telkom terus aktif
mendorong inovasi dalam bisnis IME (Information,
Multimedia dan Edutainment). Hal
ini terlihat di Festival Inovasi 2010 yang salah satu pemenangnya adalah inovasi
berbasis IME, yakni Speedy Kids.
Inovasi berbasis edukasi online dengan
memanfaatkan Speedy ini lahir untuk menjawab
kebutuhan pelanggan. Pelanggan yang menginginkan permainan (game) online edukatif. Telkom lalu meluncurkan
situs www.kidevo.com yang menyediakan game-game
online edukatif yang aman buat
diakses oleh anak-anak. Terlihat pula pada produk Flexinet yang lahir buat merespon kebutuhan pelanggan akan data dan
internet. Flexinet memberi kemudahan
akses internet kepada pelanggan. Akses internet via Flexi yang semula sering
mengalami overload dan gagal sambung
ini dapat diatasi berkat terciptanya Flexinet
PPS. Dengan inovasi tersebut, gagal akses dapat ditekan pada titik minimal.
Flexinet, yang merupakan Best
Innovator pada 2010, kini semakin akrab dengan pengguna internet dan bahkan
telah di-upgrade ke teknologi terbaru
EVDO.
Di bisnis information, Telkom kini punya antara lain Data Center, e-Health, dan Unified
Comm. Masih ada lagi Delima, cara
mudah kirim uang dan TELKOM Solution
Business Partner.
Lalu di bisnis multimedia, Telkom
bangga dengan produk Grooviatv dan YesTV. “Ke depan produk multimedia kami
mampu menyediakan sampai 100 channel dengan iuran bulanan yang sangat
terjangkau,” ujar Direktur Utama PT Telkom Indonesia Arief Yahya.
SEJARAH PANJANG Telkom terentang lebih dari 100
tahun. Dimulai dari tahun 1882, saat didirikan sebuah badan usaha swasta
penyedia layanan pos dan telegraf. Layanan komunikasi kemudian dikonsolidasikan
oleh Pemerintah Hindia Belanda ke dalam jawatan Post Telegraaf Telefoon (PTT). Sebelumnya, pada tanggal 23 Oktober
1856, dimulai pengoperasian layanan jasa telegraf elektromagnetik pertama yang
menghubungkan Jakarta (Batavia) dengan Bogor (Buitenzorg). Pada tahun 2009
momen tersebut (tanggal 23 Oktober) dijadikan patokan hari lahir PT Telkom.
Tonggak sejarah penting terjadi tahun
1961. Status jawatan diubah menjadi Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi
(PN Postel). Kemudian pada tahun1965, PN Postel dipecah dua, masing-masing:
Perusahaan Negara Pos dan Giro (PN Pos & Giro) dan Perusahaan Negara Telekomunikasi
(PN Telekomunikasi).
Selanjutnya PN Telekomunikasi berubah
nama menjadi Perusahaan Umum Telekomunikasi (Perumtel) pada tahun 1974. Perumtel
menyelenggarakan jasa telekomunikasi nasional dan internasional. Tahun 1980,
Pemerintah RI mengambil alih seluruh saham PT Indonesian Satellite Corporation
Tbk. (Indosat). Lalu, Indosat dijadikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
mengemban misi menyelenggarakan jasa telekomunikasi internasional, terpisah
dari Perumtel. Pada tahun 1989, ditetapkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989
tentang Telekomunikasi, yang juga mengatur peran swasta dalam penyelenggaraan
telekomunikasi.
Pada tahun 1991, Perumtel bermetamorfose
ke Perusahaan Perseroan (Persero) Telekomunikasi Indonesia berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1991. Dan, 14 November 1995, dilakukan
Penawaran Umum Perdana saham Telkom. Sejak itu saham Telkom tercatat dan
diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ), Bursa Efek Surabaya (BES), Bursa
Saham New York (NYSE) dan Bursa Saham London (LSE). Saham Telkom juga
diperdagangkan tanpa pencatatan di Bursa Saham Tokyo. Jumlah saham yang dilepas
saat itu adalah 933 juta lembar saham.
Tahun 1999 Pemerintah meluncurkan UU
Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Peraturan perundangan ini
melahirkan deregulasi dan liberalisasi di sektor jasa telekomunikasi, serta
membuat lanskap industri telekomunikasi di Indonesia sama sekali berbeda dibandingkan
masa-masa ketika sektor ini dimonopoli oleh Telkom dan Indosat. Persaingan yang
sangat ketat dan cenderung hiperkompetitif kemudian menjadi dinamika yang
menantang untuk dimenangkan.
Dibanding dengan kawasan Asia lain,
Indonesia merupakan negeri dengan jumlah operator telekomunikasi terbanyak.
India dengan penduduk sekitar 1 miliar jiwa hanya memiliki enam operator,
demikian juga di Cina yang berpenduduk 1,5 miliar jiwa cuma terdapat 2
operator. Catatan lain, Thailand memiliki 5 operator, Hong Kong 5 operator,
Singapura 3 operator, Filipina 3 operator, Malaysia 3 operator. Di Indonesia
terdapat sedikitnya 10 operator telekomunikasi (atau biasa disingkat telco)
untuk melayani 240 juta penduduk. Mereka terdiri dari Telkom, Indosat, XL
Axiata, Bakrie Telecom, Telkomsel, SmartFren, Lippo Telecom, Huchison Telecom,
Sampoerna Telecom, dan PSN.
Kendati persaingan bisnis di sektor
jasa telekomunikasi berlangsung begitu ketat, posisi Telkom sejauh ini tetap
tak tergoyahkan. Banyak pihak memprediksi, ketika tren bisnis telepon tetap (fixed wireline) yang menjadi andalan
Telkom terus mengalami penurunan tajam, BUMN ini juga bakal tersingkir.
Faktanya tidak demikian.
Posisi Telkom tetap yang terdepan
dilihat dari indikator-indikator utama kinerja bisnis. Secara gabungan (blended), penguasaan pangsa pasar (market share) Telkom atas semua jenis
layanan telekomunikasi, yaitu telepon tetap kabel (fixed wireline), telepon tetap nirkabel (fixed wireless), dan telepon seluler (GSM), adalah yang paling
besar dibandingkan dengan operator-operator lainnya, yaitu sekitar 50%. Khusus
di segmen layanan seluler, Telkom --melalui anak perusahaannya Telkomsel--
terus memimpin dengan penguasaan pangsa pasar yang pada posisi Triwulan 3 tahun
2011 mencapai 44%.
Tahun 2011 jumlah pelanggan telephony Telkom mencapai 129,86 juta,
atau naik 7,8% dibanding tahun sebelumnya. Jumlah tersebut terdiri dari: 107,02
pelanggan seluler, 8,6 juta pelanggan wireline
(telepon kabel), dan 14,24 juta pelanggan Flexi.
BUAH SUKSES yang dipetik Telkom Indonesia tidak
terlepas dari kepekaannya dalam melihat kondisinya yang besar kemungkinan
terjebak pada kondisi penurunan, sehingga mesti mampu menemukan kurva
pertumbuhan baru. Juga berkat kepiawaian Telkom melihat peluang baru yang harus
segera direbut. Saat ini Telkom tengah menjalankan agenda transformasi portofolio
bisnis untuk menghindarkan diri dari decline
condition, menemukan ‘second curve’
baru, serta menangkap peluang bisnis masa depan. Ini berarti seluruh elemen
dalam perusahaan harus bekerja cerdas sekaligus berani meninggalkan zona
nyaman.
Buat mendukung transformasi
portofolio bisnis tersebut, Telkom terlebih dulu melakukan transformasi
infrastruktur dan operasi yang dapat menjalankan bisnis TIME, yaitu dari fixed line dan narrowband ke mobile dan broadband, dari wireline menjadi wireline
plus dan wireless.
Dari sisi organisasi dan pengelolaan
sumberdaya manusia, Telkom juga melakukan up-grade
kompetensi, belief, attitude,
komitmen dan behavior insan Telkom,
agar sesuai dengan bisnis baru Telkom. Hal yang sama dilakukan pula terhadap customer dan supplier/partner Telkom. Selain itu juga dilakukan restrukturisasi
organisasi konservatif menjadi organisasi visioner yang memungkinkan setiap
unit memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, fokus, efektif dan efisien,
yang mengutamakan sinergi kapabilitas dan kepribadian andal para karyawan.
Sebagai sarana (vehicle) dalam menjalankan bisnis TIME, Telkom membangun sinergi
dengan anak perusahaan yang telah ada, membentuk anak perusahaan baru atau
mengakuisisi perusahaan lain yang mempunyai kompetensi Information, Multimedia and Edutainment. Perusahaan-perusahaan yang
tergabung dalam Telkom Group tersebut, antara lain Telkomsel, Metra,
TelkomVision, Infomedia, Telkom Indonesia International, PINs, dan Mitratel.
Selain itu, Telkom juga melakukan transformasi
budaya karena antara culture dan realita
harus sejalan dan selaras. Saat ini zaman telah berubah, tren teknologi berganti,
lifestyle berubah, kebutuhan dan
keinginan customer pun terus berkembang. Bahkan, segmen pelanggan yang dilayani
telah pula berubah drastis dalam beberapa tahun belakangan. Kini karakteristik
pelanggan di industri ini berada pada segmen gen Y dan digital native (umur belasan hingga 35 tahunan), yang sedikit tua juga
telah menyesuaikan kebutuhannya sesuai dengan kebutuhan segmen ini.
Seiring perubahan ini, Telkom harus pula
berubah. Bukan sekadar beradaptasi dengan perubahan yang terjadi saat ini,
namun harus mampu mengantisipasi perubahan ke depan. Perubahan yang dilakukan
harus lebih cepat daripada perubahan lingkungan bisnis. Di sinilah Telkom
menyadari benar bahwa perubahan budaya (culture)
perusahaan menjadi sangat penting. Perubahan budaya perusahaan harus sejalan
dengan realita perubahan tatanan kehidupan dan lingkungan industri yang
dimasuki.
Sebagai costumer-centric company, Telkom sigap menyesuaikan diri sesuai
tuntutan pasar. Agar tidak ditinggalkan customer, Telkom bertransformasi. Untuk
itu Telkom menetapkan empat pilar transformasi, yaitu transformasi bisnis;
transformasi infrastruktur dan sistem operasi; transformasi Human Resources
(HR) dan organisasi; serta transformasi budaya.
Telkom memahami betul bahwa transformasi
budaya merupakan pondasi sekaligus pelumas bagi kesuksesan keseluruhan agenda transformasi
perusahaan. Budaya (culture) adalah
ruh dalam menjalankan organisasi dan bisnis ini. Jika transformasi bisnis,
infrastruktur & sistem operasi serta HR & organisasi telah dilakukan,
maka selanjutnya dilakukan transformasi budaya sebagai penyempurna keberhasilan
proses transformasi secara keseluruhan.
Sekadar pengetahuan bahwa culture Telkom tidak berubah. Telkom
hanya
menyesuaikan
culture dengan realita yang ada. Saat
ini karakteristik industri dan pelanggan telah berubah. Untuk itu culture harus disesuaikan. Pasar telah
berubah, kebutuhan dan keinginan customer pun berubah. Culture adalah demonstrated behavior,
kalau keinginan pasarnya berubah, maka perusahaan harus mendemonstrasikan perilaku
yang berbeda sesuai dengan tuntutan pasar tersebut. Dengan demikian,
keberpihakan pada pasar tetap terjaga.
Committed
2 U is Still Our Basic Belief. Committed 2 U masih menjadi basic
belief dalam transformasi budaya Telkom, karena masih relevan dengan
perkembangan zaman dan industri yang dimasuki. Hal ini membuktikan bahwa Telkom
hanya menyesuaikan atau memperkaya culture
sebelumnya, bukan mengubah. Telkom memandang culture harus selalu disesuaikan dengan tuntutan lingkungan
bisnisnya agar culture selalu sinkron
dengan tuntutan masanya.
Corporate
culture baru Telkom
bernama Telkom Way. Pada dasarnya,
nilai-nilai yang terkandung dalam Telkom Way tidak berseberangan dengan The Telkom Way 135, yang merupakan Corporate Culture sebelumnya, bahkan semakin
menguatkan.
Value pertama dalam Telkom Way, commitment to long term
menunjukkan bahwa segala sesuatu yang dilakukan tidak boleh untuk tujuan sesaat
atau jangka pendek. Namun, harus mempunyai implikasi jangka panjang. Nilai ini
serupa dengan customer value dalam
TTW 135.
Sementara customer first dalam Telkom Way adalah pengayaan dari excellent service dalam TTW 135.
Keduanya memiliki jiwa melayani demi kepuasan dan kepercayaan pelanggan.
Caring
meritocracy dalam Telkom Way adalah pendalaman dari competent people, di mana di dalam
keduanya terdapat reward dan consequencies/punishment. Ini berarti
performa kerja akan menjadi penentu reward
atau bahkan punishment yang akan diterima.
Sementara co-creation of win-win partnership dan collaborative innovation lebih mengarah pada bagaimana sikap
perusahaan dalam mengembangkan kemitraan ke luar dan ke dalam, dalam rangka
menghasilkan produk dan memberikan pelayanan terbaik kepada stakeholder perusahaan.
Transformasi budaya tentu tidak
semata-mata wacana di atas kertas. Perlu pula diperkuat dengan pengembangan knowledge workers melalui teladan
kepemimpinan manajemen senior. Dalam pandangan Telkom, menjalankan budaya bukan
kewajiban dan tanggung jawab orang per orang atau unit tertentu saja, tapi
menjadi kewajiban semua unsur yang berkaitan dengan perusahaan. Mulai dari BoD,
senior leader, seluruh karyawan, tenaga outsource
bahkan unsur-unsur eksternal seperti vendor/suplier, semuanya terlibat aktif
dan menyukseskan transformasi dan implementasi budaya ini dalam keseharian
kerja. Sebagai perusahaan berbasis pengetahuan, Telkom menyelenggarakan
pelatihan untuk mengembangkan gaya kepemimpinan TIME mulai dari low dan middle level hingga top
management.
Langkah transformasi budaya diperkuat
dengan pengembangan gaya kepemimpinan TIME inilah yang membuat para panelis
MAKE menilai Telkom memang memiliki kekuatan dalam menciptakan budaya
perusahaan yang didorong oleh pengetahuan dan mengembangkan knowledge workers melalui kepemimpinan
manajemen senior, yakni kriteria pertama dan kedua dalam MAKE.
BERKAT KEKUATAN knowledge
workers dengan kultur perusahan yang adaptif dan teladan kepemimpinan
manajemen senior, insan Telkom kini mampu bergerak melayani produk atau jasa
yang sesuai dengan ekspektasi pelanggan.
Untuk memastikan proses value creation berjalan sesuai dengan
ekspektasi pelanggan, Telkom membentuk dua direktorat, masing-masing Direktorat
Enterprise & Wholesale Service (EWS) dan Direktorat Konsumer. Direktorat
EWS menangani segmen High-End Market
(HEM) yang terbagi ke dalam wholesale
market dan enterprise market.
Termasuk dalam wholesale market
adalah para pelanggan kategori Other
Licenced Operator (OLO), yaitu operator-operator telekomunikasi selain
Telkom, antara lain XL, Indosat, Esia, Three, dan SmartFren. Sedangkan segmen enterprise market terdiri dari para
pelanggan kelas korporasi (corporate
customers) dan pelanggan bisnis (business
customers). Direktorat EWS memiliki tiga divisi untuk melayani pelanggan,
yaitu: Divisi CIS (Divisi Carrier and
Interconnection Service); Dives (Divisi Enterprise
Service), dan DBS (Divisi Business
Service).
Berbeda dengan Direktorat EWS yang
menangani beragam segmentasi yang sangat variatif dan spesifik, Direktorat
Konsumer melalui Divisi Consumer Service-1 (wilayah Barat: Sumatera, DKI, Jawa
Barat dan Banten); Divisi Consumer Service-2 (wilayah Timur: Jawa Tengah, DIY,
Jawa Timur, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi dan wilayah kepulauan Indonesia
bagian Timur); dan DTF (Divisi Telkom Flexi) mengelola pasar konsumer dengan
segmentasi pelanggan yang relatif lebih sederhana, yakni personal customer.
Meski umumnya yang masuk segmen konsumer bukanlah pelanggan blue chips, namun bagi Telkom perlakuan
yang prima terhadap segmen ini tetaplah penting mengingat secara agregat
kontribusi pelanggan konsumer cukup signifikan.
Segmentasi tersebut tentu saja
mempermudah Telkom dalam mengelola pelanggan, terutama dalam kaitan menentukan
cara-cara dan saluran-saluran apa yang paling tepat untuk berhubungan dengan
mereka (customer relation management).
Di sisi lain, dalam praktiknya, saluran-saluran pelayanan tersebut sangat
bermanfaat untuk menangkap berbagai informasi dan insight tentang apa yang menjadi ekspektasi sesungguhnya customer
terhadap Telkom. Banyak produk, layanan, atau metode/pendekatan customer service dibangun dengan rujukan
pengetahuan yang dihimpun melalui saluran-saluran pelayanan tadi.
Selain melalui saluran-saluran pelayanan
tadi, informasi dan insight tentang
pelanggan secara lebih komprehensif juga diperoleh melalui penyelenggaraan
survei kepuasan dan loyalitas pelanggan (CSLS, customer satisfaction & loyalty survey). Melalui CSLS, Telkom
antara lain mendapatkan informasi tentang Indeks Kepuasan Pelanggan (CSI),
Indeks Loyalitas Pelanggan (CLI), dan Indeks Ketidak-puasan Pelanggan (CDI, customer dissatisfaction index).
Pendekatan yang juga dipandang
efektif dalam menggali pengetahuan tentang pelanggan adalah dengan membangun
forum-forum komunikasi atau Community of
Practice (CoP) yang melibatkan para pelanggan. Pendekatan ini banyak
dipraktikkan oleh unit-unit kerja yang mengelola segmen pelanggan enterprise.
Dengan berbagai pendekatan ke
customer, para panelis MAKE menilai Telkom memang memiliki kekuatan dalam
mengelola customer knowledge, yaitu
kriteria ketujuh dalam MAKE. Telkom memanfaatkan pengetahuan customernya ini buat
meningkatkan kepuasan pelanggan. Dan, dengan begitu, dapat mendorong terjadinya
customer acquisition dan customer rentention. Kepuasan customer
inilah yang pada akhirnya akan bisa membawa keuntungan bagi Telkom, para
pemegang saham dan stakeholder. Ini tergambar, antara lain, pada kinerja
keuangan, tahun 2011 Telkom berhasil membukukan pendapatan Rp71,3 triliun, atau
naik 3,8% dibanding pendapatan tahun sebelumnya, dan pendapatan tersebut berada
jauh di atas telco-telco yang lain. Laba bersih Telkom tercatat masih yang
tertinggi, yaitu Rp11 triliun. Bahkan, bila tanpa memperhitungkan biaya ekstra
yang dikeluarkan sebagai bagian dari strategi jangka panjang, laba bersih
Telkom mencapai Rp12,10 triliun. ***
Boks:
Langkah paling mendasar adalah
melakukan transformasi portofolio bisnis dari InfoCom yang masih sangat berorientasi pada bisnis T (Telecommunication) ke TIME (Telecommunication, Information, Media,
dan Edutainment). àtransformasi
portofolio bisnis Telkom
Menjadi pelaku utama dunia
telekomunikasi, informasi, media and edutainment di kawasan. (To become a leading TIME player in the
region) àvisi Telkom
Indonesia
No comments:
Post a Comment