Wednesday, August 14, 2013

Semua Berangkat dari Ekspektasi Pelanggan

* PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.




Bisnis telco (operator telekomunikasi) di Indonesia telah menjadi red ocean dan sudah tidak kondusif lagi. Persaingan ketat sekitar 10 telco kini tidak dapat dikendalikan oleh regulasi yang ada. Untuk memenangi kompetisi, Telkom lebih memilih menjadi perusahaan yang inovatif dan membangun organisasi pembelajar yang efektif.



DULU KITA mengenal Telkom sepertinya ‘hanya’ sebagai penyedia jasa telepon tetap (fixed wireline) yang ‘seenaknya’ melayani keluhan pelanggan. Hari ini mengajukan komplain, boleh jadi sepekan kemudian baru disambangi petugas pelayanan perbaikan. Kini, era itu telah berlalu. Tanggapan atas klaim pelanggan telepon tetap dituntaskan dalam hitungan jam. Dan, kini, Telkom tidak lagi semata-mata dikenal melalui jasa telekomunikasi telepon tetap.
Zaman telah berubah. Perilaku pasar berubah. Tuntutan pasar pun tidak lagi sebatas tersedianya telepon tetap. Bahkan, trend bisnis fixed wireline yang telah lama menjadi andalan Telkom terus menurun tajam. Tuntutan pasar menginginkan semakin beragam. Pada era online sekarang ini, pasar menuntut tersedianya produk-produk jasa informasi dan media yang mudah dan harga terjangkau. Telkom rupanya tidak tinggal diam.
Di tengah persaingan industri telekomunikasi, informasi dan media yang kian sengit, Telkom menjawab tuntutan pasar dengan berbagai produk inovatif yang semakin mudah dan murah. Satu di antaranya Speedy autosetting yang ditujukan buat mereka yang baru mengenal internet. Hasil inovasi karyawan Telkom ini dipasarkan untuk menjawab pelanggan pemula tidak mau ribet dalam proses instalasi Speedy, sebagaimana pelanggan Telkomnet Instan pada awalnya.
Speedy Autosetting –yang lahir dari Festival Inovasi 2009—membekali pelanggan dengan CD instalasi Speedy. Cukup dengan CD instalasi tersebut pelanggan dapat melakukan proses instalasi tanpa harus merasa rumit, apalagi bagi pelanggan yang tidak memahami parameter teknis. Inovasi ini mampu membantu pengguna pemula lebih mudah mengakses internet.
           Masih berbau jasa internet, Telkom terus aktif mendorong inovasi dalam bisnis IME (Information, Multimedia dan Edutainment). Hal ini terlihat di Festival Inovasi 2010 yang salah satu pemenangnya adalah inovasi berbasis IME, yakni Speedy Kids. Inovasi berbasis edukasi online dengan memanfaatkan Speedy ini lahir untuk menjawab kebutuhan pelanggan. Pelanggan yang menginginkan permainan (game) online edukatif. Telkom lalu meluncurkan situs www.kidevo.com yang menyediakan game-game online edukatif yang aman buat diakses oleh anak-anak. Terlihat pula pada produk Flexinet yang lahir buat merespon kebutuhan pelanggan akan data dan internet. Flexinet memberi kemudahan akses internet kepada pelanggan. Akses internet via Flexi yang semula sering mengalami overload dan gagal sambung ini dapat diatasi berkat terciptanya Flexinet PPS. Dengan inovasi tersebut, gagal akses dapat ditekan pada titik minimal. Flexinet, yang merupakan Best Innovator pada 2010, kini semakin akrab dengan pengguna internet dan bahkan telah di-upgrade ke teknologi terbaru EVDO.
          Di bisnis information, Telkom kini punya antara lain Data Center, e-Health, dan Unified Comm. Masih ada lagi Delima, cara mudah kirim uang dan TELKOM Solution Business Partner.
Lalu di bisnis multimedia, Telkom bangga dengan produk Grooviatv dan YesTV. “Ke depan produk multimedia kami mampu menyediakan sampai 100 channel dengan iuran bulanan yang sangat terjangkau,” ujar Direktur Utama PT Telkom Indonesia Arief Yahya.




SEJARAH PANJANG Telkom terentang lebih dari 100 tahun. Dimulai dari tahun 1882, saat didirikan sebuah badan usaha swasta penyedia layanan pos dan telegraf. Layanan komunikasi kemudian dikonsolidasikan oleh Pemerintah Hindia Belanda ke dalam jawatan Post Telegraaf Telefoon (PTT). Sebelumnya, pada tanggal 23 Oktober 1856, dimulai pengoperasian layanan jasa telegraf elektromagnetik pertama yang menghubungkan Jakarta (Batavia) dengan Bogor (Buitenzorg). Pada tahun 2009 momen tersebut (tanggal 23 Oktober) dijadikan patokan hari lahir PT Telkom.
Tonggak sejarah penting terjadi tahun 1961. Status jawatan diubah menjadi Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel). Kemudian pada tahun1965, PN Postel dipecah dua, masing-masing: Perusahaan Negara Pos dan Giro (PN Pos & Giro) dan Perusahaan Negara Telekomunikasi (PN Telekomunikasi).
Selanjutnya PN Telekomunikasi berubah nama menjadi Perusahaan Umum Telekomunikasi (Perumtel) pada tahun 1974. Perumtel menyelenggarakan jasa telekomunikasi nasional dan internasional. Tahun 1980, Pemerintah RI mengambil alih seluruh saham PT Indonesian Satellite Corporation Tbk. (Indosat). Lalu, Indosat dijadikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengemban misi menyelenggarakan jasa telekomunikasi internasional, terpisah dari Perumtel. Pada tahun 1989, ditetapkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, yang juga mengatur peran swasta dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
Pada tahun 1991, Perumtel bermetamorfose ke Perusahaan Perseroan (Persero) Telekomunikasi Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1991. Dan, 14 November 1995, dilakukan Penawaran Umum Perdana saham Telkom. Sejak itu saham Telkom tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ), Bursa Efek Surabaya (BES), Bursa Saham New York (NYSE) dan Bursa Saham London (LSE). Saham Telkom juga diperdagangkan tanpa pencatatan di Bursa Saham Tokyo. Jumlah saham yang dilepas saat itu adalah 933 juta lembar saham.
Tahun 1999 Pemerintah meluncurkan UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Peraturan perundangan ini melahirkan deregulasi dan liberalisasi di sektor jasa telekomunikasi, serta membuat lanskap industri telekomunikasi di Indonesia sama sekali berbeda dibandingkan masa-masa ketika sektor ini dimonopoli oleh Telkom dan Indosat. Persaingan yang sangat ketat dan cenderung hiperkompetitif kemudian menjadi dinamika yang menantang untuk dimenangkan.
Dibanding dengan kawasan Asia lain, Indonesia merupakan negeri dengan jumlah operator telekomunikasi terbanyak. India dengan penduduk sekitar 1 miliar jiwa hanya memiliki enam operator, demikian juga di Cina yang berpenduduk 1,5 miliar jiwa cuma terdapat 2 operator. Catatan lain, Thailand memiliki 5 operator, Hong Kong 5 operator, Singapura 3 operator, Filipina 3 operator, Malaysia 3 operator. Di Indonesia terdapat sedikitnya 10 operator telekomunikasi (atau biasa disingkat telco) untuk melayani 240 juta penduduk. Mereka terdiri dari Telkom, Indosat, XL Axiata, Bakrie Telecom, Telkomsel, SmartFren, Lippo Telecom, Huchison Telecom, Sampoerna Telecom, dan PSN.
Kendati persaingan bisnis di sektor jasa telekomunikasi berlangsung begitu ketat, posisi Telkom sejauh ini tetap tak tergoyahkan. Banyak pihak memprediksi, ketika tren bisnis telepon tetap (fixed wireline) yang menjadi andalan Telkom terus mengalami penurunan tajam, BUMN ini juga bakal tersingkir. Faktanya tidak demikian.
Posisi Telkom tetap yang terdepan dilihat dari indikator-indikator utama kinerja bisnis. Secara gabungan (blended), penguasaan pangsa pasar (market share) Telkom atas semua jenis layanan telekomunikasi, yaitu telepon tetap kabel (fixed wireline), telepon tetap nirkabel (fixed wireless), dan telepon seluler (GSM), adalah yang paling besar dibandingkan dengan operator-operator lainnya, yaitu sekitar 50%. Khusus di segmen layanan seluler, Telkom --melalui anak perusahaannya Telkomsel-- terus memimpin dengan penguasaan pangsa pasar yang pada posisi Triwulan 3 tahun 2011 mencapai 44%.
Tahun 2011 jumlah pelanggan telephony Telkom mencapai 129,86 juta, atau naik 7,8% dibanding tahun sebelumnya. Jumlah tersebut terdiri dari: 107,02 pelanggan seluler, 8,6 juta pelanggan wireline (telepon kabel), dan 14,24 juta pelanggan Flexi.



BUAH SUKSES yang dipetik Telkom Indonesia tidak terlepas dari kepekaannya dalam melihat kondisinya yang besar kemungkinan terjebak pada kondisi penurunan, sehingga mesti mampu menemukan kurva pertumbuhan baru. Juga berkat kepiawaian Telkom melihat peluang baru yang harus segera direbut. Saat ini Telkom tengah menjalankan agenda transformasi portofolio bisnis untuk menghindarkan diri dari decline condition, menemukan ‘second curve’ baru, serta menangkap peluang bisnis masa depan. Ini berarti seluruh elemen dalam perusahaan harus bekerja cerdas sekaligus berani meninggalkan zona nyaman.
Buat mendukung transformasi portofolio bisnis tersebut, Telkom terlebih dulu melakukan transformasi infrastruktur dan operasi yang dapat menjalankan bisnis TIME, yaitu dari fixed line dan narrowband ke mobile dan broadband, dari wireline menjadi wireline plus dan wireless.
Dari sisi organisasi dan pengelolaan sumberdaya manusia, Telkom juga melakukan up-grade kompetensi, belief, attitude, komitmen dan behavior insan Telkom, agar sesuai dengan bisnis baru Telkom. Hal yang sama dilakukan pula terhadap customer dan supplier/partner Telkom. Selain itu juga dilakukan restrukturisasi organisasi konservatif menjadi organisasi visioner yang memungkinkan setiap unit memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas, fokus, efektif dan efisien, yang mengutamakan sinergi kapabilitas dan kepribadian andal para karyawan.
Sebagai sarana (vehicle) dalam menjalankan bisnis TIME, Telkom membangun sinergi dengan anak perusahaan yang telah ada, membentuk anak perusahaan baru atau mengakuisisi perusahaan lain yang mempunyai kompetensi Information, Multimedia and Edutainment. Perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Telkom Group tersebut, antara lain Telkomsel, Metra, TelkomVision, Infomedia, Telkom Indonesia International, PINs, dan Mitratel.
Selain itu, Telkom juga melakukan transformasi budaya karena antara culture dan realita harus sejalan dan selaras. Saat ini zaman telah berubah, tren teknologi berganti, lifestyle berubah, kebutuhan dan keinginan customer pun terus berkembang. Bahkan, segmen pelanggan yang dilayani telah pula berubah drastis dalam beberapa tahun belakangan. Kini karakteristik pelanggan di industri ini berada pada segmen gen Y dan digital native (umur belasan hingga 35 tahunan), yang sedikit tua juga telah menyesuaikan kebutuhannya sesuai dengan kebutuhan segmen ini.
Seiring perubahan ini, Telkom harus pula berubah. Bukan sekadar beradaptasi dengan perubahan yang terjadi saat ini, namun harus mampu mengantisipasi perubahan ke depan. Perubahan yang dilakukan harus lebih cepat daripada perubahan lingkungan bisnis. Di sinilah Telkom menyadari benar bahwa perubahan budaya (culture) perusahaan menjadi sangat penting. Perubahan budaya perusahaan harus sejalan dengan realita perubahan tatanan kehidupan dan lingkungan industri yang dimasuki.
          Sebagai costumer-centric company, Telkom sigap menyesuaikan diri sesuai tuntutan pasar. Agar tidak ditinggalkan customer, Telkom bertransformasi. Untuk itu Telkom menetapkan empat pilar transformasi, yaitu transformasi bisnis; transformasi infrastruktur dan sistem operasi; transformasi Human Resources (HR) dan organisasi; serta transformasi budaya.
Telkom memahami betul bahwa transformasi budaya merupakan pondasi sekaligus pelumas bagi kesuksesan keseluruhan agenda transformasi perusahaan. Budaya (culture) adalah ruh dalam menjalankan organisasi dan bisnis ini. Jika transformasi bisnis, infrastruktur & sistem operasi serta HR & organisasi telah dilakukan, maka selanjutnya dilakukan transformasi budaya sebagai penyempurna keberhasilan proses transformasi secara keseluruhan.
Sekadar pengetahuan bahwa culture Telkom tidak berubah. Telkom hanya
menyesuaikan culture dengan realita yang ada. Saat ini karakteristik industri dan pelanggan telah berubah. Untuk itu culture harus disesuaikan. Pasar telah berubah, kebutuhan dan keinginan customer pun berubah. Culture adalah demonstrated behavior, kalau keinginan pasarnya berubah, maka perusahaan harus mendemonstrasikan perilaku yang berbeda sesuai dengan tuntutan pasar tersebut. Dengan demikian, keberpihakan pada pasar tetap terjaga.
Committed 2 U is Still Our Basic Belief. Committed 2 U masih menjadi basic belief dalam transformasi budaya Telkom, karena masih relevan dengan perkembangan zaman dan industri yang dimasuki. Hal ini membuktikan bahwa Telkom hanya menyesuaikan atau memperkaya culture sebelumnya, bukan mengubah. Telkom memandang culture harus selalu disesuaikan dengan tuntutan lingkungan bisnisnya agar culture selalu sinkron dengan tuntutan masanya.
Corporate culture baru Telkom bernama Telkom Way. Pada dasarnya, nilai-nilai yang terkandung dalam Telkom Way tidak berseberangan dengan The Telkom Way 135, yang merupakan Corporate Culture sebelumnya, bahkan semakin menguatkan.
Value pertama dalam Telkom Way, commitment to long term menunjukkan bahwa segala sesuatu yang dilakukan tidak boleh untuk tujuan sesaat atau jangka pendek. Namun, harus mempunyai implikasi jangka panjang. Nilai ini serupa dengan customer value dalam TTW 135.
Sementara customer first dalam Telkom Way adalah pengayaan dari excellent service dalam TTW 135. Keduanya memiliki jiwa melayani demi kepuasan dan kepercayaan pelanggan.
Caring meritocracy dalam Telkom Way adalah pendalaman dari competent people, di mana di dalam keduanya terdapat reward dan consequencies/punishment. Ini berarti performa kerja akan menjadi penentu reward atau bahkan punishment yang akan diterima.
Sementara co-creation of win-win partnership dan collaborative innovation lebih mengarah pada bagaimana sikap perusahaan dalam mengembangkan kemitraan ke luar dan ke dalam, dalam rangka menghasilkan produk dan memberikan pelayanan terbaik kepada stakeholder perusahaan.
          Transformasi budaya tentu tidak semata-mata wacana di atas kertas. Perlu pula diperkuat dengan pengembangan knowledge workers melalui teladan kepemimpinan manajemen senior. Dalam pandangan Telkom, menjalankan budaya bukan kewajiban dan tanggung jawab orang per orang atau unit tertentu saja, tapi menjadi kewajiban semua unsur yang berkaitan dengan perusahaan. Mulai dari BoD, senior leader, seluruh karyawan, tenaga outsource bahkan unsur-unsur eksternal seperti vendor/suplier, semuanya terlibat aktif dan menyukseskan transformasi dan implementasi budaya ini dalam keseharian kerja. Sebagai perusahaan berbasis pengetahuan, Telkom menyelenggarakan pelatihan untuk mengembangkan gaya kepemimpinan TIME mulai dari low dan middle level hingga top management.
          Langkah transformasi budaya diperkuat dengan pengembangan gaya kepemimpinan TIME inilah yang membuat para panelis MAKE menilai Telkom memang memiliki kekuatan dalam menciptakan budaya perusahaan yang didorong oleh pengetahuan dan mengembangkan knowledge workers melalui kepemimpinan manajemen senior, yakni kriteria pertama dan kedua dalam MAKE.



BERKAT KEKUATAN knowledge workers dengan kultur perusahan yang adaptif dan teladan kepemimpinan manajemen senior, insan Telkom kini mampu bergerak melayani produk atau jasa yang sesuai dengan ekspektasi pelanggan.
Untuk memastikan proses value creation berjalan sesuai dengan ekspektasi pelanggan, Telkom membentuk dua direktorat, masing-masing Direktorat Enterprise & Wholesale Service (EWS) dan Direktorat Konsumer. Direktorat EWS menangani segmen High-End Market (HEM) yang terbagi ke dalam wholesale market dan enterprise market. Termasuk dalam wholesale market adalah para pelanggan kategori Other Licenced Operator (OLO), yaitu operator-operator telekomunikasi selain Telkom, antara lain XL, Indosat, Esia, Three, dan SmartFren. Sedangkan segmen enterprise market terdiri dari para pelanggan kelas korporasi (corporate customers) dan pelanggan bisnis (business customers). Direktorat EWS memiliki tiga divisi untuk melayani pelanggan, yaitu: Divisi CIS (Divisi Carrier and Interconnection Service); Dives (Divisi Enterprise Service), dan DBS (Divisi Business Service).
Berbeda dengan Direktorat EWS yang menangani beragam segmentasi yang sangat variatif dan spesifik, Direktorat Konsumer melalui Divisi Consumer Service-1 (wilayah Barat: Sumatera, DKI, Jawa Barat dan Banten); Divisi Consumer Service-2 (wilayah Timur: Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi dan wilayah kepulauan Indonesia bagian Timur); dan DTF (Divisi Telkom Flexi) mengelola pasar konsumer dengan segmentasi pelanggan yang relatif lebih sederhana, yakni personal customer. Meski umumnya yang masuk segmen konsumer bukanlah pelanggan blue chips, namun bagi Telkom perlakuan yang prima terhadap segmen ini tetaplah penting mengingat secara agregat kontribusi pelanggan konsumer cukup signifikan.
          Segmentasi tersebut tentu saja mempermudah Telkom dalam mengelola pelanggan, terutama dalam kaitan menentukan cara-cara dan saluran-saluran apa yang paling tepat untuk berhubungan dengan mereka (customer relation management). Di sisi lain, dalam praktiknya, saluran-saluran pelayanan tersebut sangat bermanfaat untuk menangkap berbagai informasi dan insight tentang apa yang menjadi ekspektasi sesungguhnya customer terhadap Telkom. Banyak produk, layanan, atau metode/pendekatan customer service dibangun dengan rujukan pengetahuan yang dihimpun melalui saluran-saluran pelayanan tadi.
          Selain melalui saluran-saluran pelayanan tadi, informasi dan insight tentang pelanggan secara lebih komprehensif juga diperoleh melalui penyelenggaraan survei kepuasan dan loyalitas pelanggan (CSLS, customer satisfaction & loyalty survey). Melalui CSLS, Telkom antara lain mendapatkan informasi tentang Indeks Kepuasan Pelanggan (CSI), Indeks Loyalitas Pelanggan (CLI), dan Indeks Ketidak-puasan Pelanggan (CDI, customer dissatisfaction index).
Pendekatan yang juga dipandang efektif dalam menggali pengetahuan tentang pelanggan adalah dengan membangun forum-forum komunikasi atau Community of Practice (CoP) yang melibatkan para pelanggan. Pendekatan ini banyak dipraktikkan oleh unit-unit kerja yang mengelola segmen pelanggan enterprise.
Dengan berbagai pendekatan ke customer, para panelis MAKE menilai Telkom memang memiliki kekuatan dalam mengelola customer knowledge, yaitu kriteria ketujuh dalam MAKE. Telkom memanfaatkan pengetahuan customernya ini buat meningkatkan kepuasan pelanggan. Dan, dengan begitu, dapat mendorong terjadinya customer acquisition dan customer rentention. Kepuasan customer inilah yang pada akhirnya akan bisa membawa keuntungan bagi Telkom, para pemegang saham dan stakeholder. Ini tergambar, antara lain, pada kinerja keuangan, tahun 2011 Telkom berhasil membukukan pendapatan Rp71,3 triliun, atau naik 3,8% dibanding pendapatan tahun sebelumnya, dan pendapatan tersebut berada jauh di atas telco-telco yang lain. Laba bersih Telkom tercatat masih yang tertinggi, yaitu Rp11 triliun. Bahkan, bila tanpa memperhitungkan biaya ekstra yang dikeluarkan sebagai bagian dari strategi jangka panjang, laba bersih Telkom mencapai Rp12,10 triliun. ***



Boks:

Langkah paling mendasar adalah melakukan transformasi portofolio bisnis dari InfoCom yang masih sangat berorientasi pada bisnis T (Telecommunication) ke TIME (Telecommunication, Information, Media, dan Edutainment). àtransformasi portofolio bisnis Telkom



Menjadi pelaku utama dunia telekomunikasi, informasi, media and edutainment di kawasan. (To become a leading TIME player in the region) àvisi Telkom Indonesia

No comments:

Post a Comment