Sunday, November 10, 2013

3 Perkebunan Sawit Anggota RSPO Langgar Aturan Kesepakatan Kerja

Hutan Rakyat Institute, sebuah lembaga riset lingkungan dan sosial di Medan, Sumatera Utara (Sumut), merilis laporan yang mengungkapkan, tiga perkebunan sawit anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), di daerah itu melanggar prinsip dan kriteria organisasi ini. Temuan inipun akan diserahkan kepada RSPO, yang akan mengadakan pertemuan di Medan, 11-14 November 2013.

Hotler Zidan Parsaoran, Direktur Hutan Rakyat Institute, Jumat (8/11/13), kepada Mongabay, di Medan, mengatakan, penelitian ini untuk membuktikan apakah anggota RSPO di Sumut telah memenuhi komitmen dalam prinsip, kriteria, dan indikator yang disepakati anggota RSPO atau tidak. Ternyata setelah pengumpulan bukti, ditemukan ada tiga perusahaan sama sekali melanggar aturan.

Tiga perusahaan itu, PT Bakrie Sumatera Plantation Koala Piasa Estate, di Kecamatan Tinggi Raja, Kabupaten Asahan; PT London Sumatera Turangie Estate, di Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat, dan PT Langkat Nusantara Kepong Kebun Gohor Lama, di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat.

Pengabaian prinsip RSPO oleh perusahaan-perusahaan ini antara lain, tidak ada dokumentasi perikatan kerja antara pekerja dengan perusahaan, baik buruh harian lepas, kontraktor, termasuk sebagian besar pekerja menjadi buruh tetap.

Perusahaan  juga melibatkan istri atau anak menjadi buruh, membantu pekerjaan di kebun, karena target kerja dan upah minim. Penggunaan buruh tanpa perikatan kerja jelas, katanya, memunculkan persoalan perlindungan tenaga kerja.

Kartika Natalia, peneliti Hutan Rakyat Institute, menambahkan, kondisi ini menunjukkan perusahaan-perusahaan ini minim melindungi perempuan, terutama yang kerja di penyemprotan dan pemupukan. Sedang, istri buruh yang dilibatkan bekerja memenuhi target suami, juga tidak aman.

Mereka, katanya, melaksanakan tugas tanpa menggunakan alat pelindung kerja memadai.  Juga masih ditemukan anak dipekerjakan di perkebunan. Anak-anak ini bekerja di perkebunan sawit asing di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat.  “Mereka tidak memiliki ikatan kerja dengan perkebunan, namun target kerja tinggi dan harapan buruh akan premi, menjadi alasan utama kehadiran anak di perkebunan sawit,” ujar dia.

Selain itu, besaran upah buruh perkebunan tidak mencukupi kebutuhan hidup layak. Mereka harus menerima upah murah, dan masih harus menghadapi denda berupa pemotongan upah, akibat melanggar beberapa kebijakan sepihak perkebunan. “Perkebunan juga memindahkan tanggung jawab penyediaan alat kerja dan alat perlindungan kerja, kepada buruh dengan mengurangi upah yang diterima mereka.”

Saurlin, juga peneliti Hutan Rakyat Institute, mengatakan, ditemukan pula potensi kecelakaan kerja cukup tinggi.  Keadaan ini,  dibarengi tiada penyebaran informasi cukup bagi pekerja tentang risiko dan penanggulangan kecelakaan, terutama penyediaan P3K dan pondok berlindung ketika cuaca buruk. Serta  pembiaran buruh bekerja tanpa menggunakan peralatan perlengkapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3). “Ini kenyataan di perkebunan sawit, dan itu ditemukan pada tiga perusahaan itu, yang lagi-lagi anggota RSPO.”

Adapun sejumlah poin standar RSPO seperti komitmen terhadap transparansi, memenuhi hukum dan peraturan berlaku, komitmen kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang, dan penggunaan praktik terbaik tepat oleh perkebunan dan pabrik.

Lalu, tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dan keragaman hayati, pertimbangan bertanggungjawab atas karyawan, individu, dan komunitas yang terkena dampak perkebunan dan pabrik, pengembangan perkebunan baru yang bertanggungjawab serta komitmen perbaikan terus menerus pada wilayah-wilayah utama aktivitas.


Sedangkan standar IFC memuat sejumlah kriteria meliputi penilaian sosial, lingkungan dan sistem managemen, tenaga kerja dan kondisi kerja, pencegahan pencemaran dan penggunaan, dan kesehatan, keselamatan dan keamanan masyarakat. Kemudian pembebasan lahan dan pemukiman kembali, konservasi keragaman hayati dan pengelolaan sumbser daya alam berkelanjutan, masyarakat adat serta warisan budaya. (www.mongabay.co.id)

No comments:

Post a Comment