Tuesday, February 25, 2014

Shalat Wanita yang Paling Baik


Ummu Humaid, istri Abu Humaid al-Saidi, datang menjumpai Rasulullah Saw, dia bermohon, "Wahai Rasulullah, aku ingin shalat bersamamu." Rasulullah Saw kemudian bersabda, "Aku tahu kau suka shalat bersamaku. Shalatmu di kamarmu lebih baik daripada shalatmu di rumahmu dan shalatmu di rumahmu lebih baik daripada shalat di masjid kaummu dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik daripada shalatmu di masjidku."
Lantas Nabi memerintahkan agar membuatkannya tempat shalat di atas rumahnya dan dibuat gelap. Dia pun shalat di sana sampai meninggal dunia.[1]

Ajari Aku, Wahai Rasulullah Saw
Terkisah dari Ummu Anas, ibu Imran bin Abi Anas, bahwa dia menemui Rasulullah Saw. Ummu Anas lalu berucap, Semoga Allah menjadikanmu di tempat yang tinggi di surga dan aku bersamamu. Ya Rasulullah, ajari aku satu amal saleh agar aku bisa mengamalkan dan mengajarkannya."
Kemudian Rasulullah Saw bersabda, "Kerjakan shalat, karena shalat itu jihad yang paling besar. Tinggalkan maksiat, karena itu adalah hijrah yang paling mulia. Banyaklah mengingat Allah SWT karena itu merupakan amal yang paling Allah sukai sampai kau menemui-Nya."[2]
Dari Ummi Anas, dia berkata, "Wahai Rasulullah, berilah aku nasehat." Lantas Rasulullah Saw bersabda, "Tinggalkan maksiat, karena itu adalah hijrah yang paling mulia. Jagalah ibadah fardhu karena itu jihad yang paling mulia dan banyaklah mengingat Allah SWT, karena engkau tidak menemui-Nya dengan sesuatu yang lebih Dia cintai selain banyak-banyak menyebut-Nya."[3]

Satu Pelajaran dari Nabi Muhamad Saw
Dari Abdullah bin Amir bin Rabi'ah, dia berkisah, "Suatu hari, tatkala Rasulullah Saw berada di rumah kami, ibuku memanggilku, Ke sini! Ke marilah, aku akan memberimu sesuatu. Lalu Rasulullah Saw bertanya pada ibuku, Kamu mau memberinya apa? Ibuku menjawab, Aku akan memberinya sebutir kurma. Rasulullah Saw bersabda, Jika kau tidak memberikannya, kau akan dicatat sebagai orang yang berdusta." Ibuku termasuk orang yang masuk Islam sejak lama, membaiat Nabi Saw dan melakukan dua kali hijrah.
Dia meriwayatkan satu peristiwa yang mengagumkan pada masa Umar bin Khattab menjelang ke-Islam-annya. Ummu Abdullah bercerita, ”Demi Allah, kami akan berangkat ke Habsyah dan Amir (suaminya) pergi mencari beberapa keperluan kami. Lalu datang Umar yang masih musyrik dan berdiri di depanku. Kami pernah mendapat bencana dan kesulitan darinya.
Umar bertanya kepada Ummu Abdullah, "Ummu Abdullah, sudah mau berangkat?"
Jawab Ummu Abdullah, "Ya. Demi Allah, kami akan berangkat menuju bumi Allah. Kalian telah menyiksa kami, sehingga Allah SWT memberi kami jalan keluar."
Umar berkata, "Semoga Allah menyertai kalian."
Ummu Abdullah menuturkan, "Aku melihat kelembutan yang sebelumnya belum pernah aku lihat pada diri Umar. Kemudian Umar pulang dan kepergian kami membuatnya sedih, seperti yang aku lihat dalam raut mukanya.”
Tak lama berselang, Amir datang membawa keperluan mereka. Ummu Abdullah menyapa, "Wahai Abu Abdillah, kalau saja kau lihat Umar tadi. Dia sangat lembut dan amat bersedih atas kepergian kita."  
Amir bertanya, "Kau ingin dia masuk Islam?"
Ummu Abdullah menjawab, "Ya."
Amir menukas, "Orang yang tadi kamu lihat tidak akan masuk Islam sampai keledai keluarga Khattab masuk Islam."
Ummu Abdullah berkata, "Engkau berputus asa pada Umar karena engkau melihat kekerasan dan kekejamannya pada Islam."[4]

Engkau Najis dengan Kesyirikanmu
Fathimah binti al-Khattab masuk Islam, disusul kemudian oleh suaminya, Said bin Zaid. Tetapi mereka berdua menyembunyikan ke-Islam-annya dari Umar. Khubab bin al-Art mendatangi mereka berdua untuk mengajari membaca al-Qur’an.
Suatu hari, Umar bin Khattab keluar rumah sambil menghunus pedangnya hendak membunuh Rasulullah Saw dan beberapa orang sahabatnya. Umar menerima kabar bahwa mereka akan berkumpul di satu rumah dekat Shafa. Mereka terdiri dari laki-laki dan wanita. Lalu Nu'aim bin Abdullah al-Nuham – seorang laki-laki asal Makkah dari Bani Adiy bin Ka'ab yang telah masuk Islam dan menyembunyikan ke-Islam-annya karena takut pada kaumnya – menemui Umar dan bertanya, "Mau ke mana kau, Umar?"
Jawab Umar, "Aku ingin membunuh Muhamad yang telah memecah belah Quraisy, memupus mimpi mereka, menghina agama mereka dan mencela tuhan-tuhan mereka, aku mau membunuhnya."
Lantas Nu'aim berkata, "Demi Allah, kau telah ditipu oleh dirimu sendiri, Umar. Kau pikir Bani Abdi Manaf akan membiarkanmu berjalan di atas permukaan bumi kalau kau membunuh Muhamad? Kenapa kau tidak kembali ke keluargamu dan mengurus mereka?"
Umar balik bertanya, "Keluargaku yang mana?"
Tutur Nu'aim, "Iparmu Said bin Zaid bin Amr dan adikmu Fathimah binti al-Khattab. Demi Allah, mereka telah masuk Islam dan mengikuti ajaran Muhamad, kau urus saja mereka."
Spontan Umar lansung pulang mencari adik dan iparnya yang saat itu sedang bersama Khubab bin al-Art yang membawa satu lembaran yang di dalamnya terdapat surat al-Qur’an "Thâha" untuk dia ajarkan pada mereka. Ketika mereka mendengar kedatangan Umar, Khubab bersembunyi di suatu tempat di rumah itu dan Fathimah menyembunyikan lembaran tersebut. Saat hampir tiba di rumahnya, Umar mendengar bacaan Khubab. Di kala dia masuk rumah, Umar bertanya, "Suara apa yang aku dengar tadi?"
Keduanya menjawab, "Tidak ada suara apa-apa."
Umar mendesak, "Tidak. Aku diberitahu bahwa kalian berdua telah mengikuti agama Muhamad." Lalu dia memukul iparnya, kemudian Fatimah menahannya agar dia berhenti memukul suaminya. Umar terus memukuli dan melukainya. Ketika Umar melakukan itu, Fatimah menegaskan, "Ya, kami telah masuk Islam dan beriman kepada Allah SWT dan rasul-Nya, lakukan apa yang kau ingin lakukan wahai Umar."
Tatkala Umar melihat darah di wajah adiknya, dia menyesali perbuatannya. Lalu dia meminta adiknya, "Berikan lembaran yang aku dengar kalian baca tadi, aku mau melihat apa yang dibawa Muhamad." Umar adalah orang yang bisa baca tulis.
Fathimah langsung menjawab, "Kami khawatir kau akan merusaknya."
Umar berkata, "Jangan takut." Lalu dia bersumpah dengan nama tuhan-tuhannya untuk mengembalikan lembaran tersebut setelah selesai membacanya.
Ketika Umar mengatakan hal itu, Fathimah sangat berharap Umar akan masuk Islam. Lalu Fathimah berkata, "Saudaraku, engkau ini najis karena kemusyrikanmu dan lembaran ini hanya boleh disentuh oleh orang yang suci."
Umar bangun lantas mandi. Dan kemudian Fathimah memberikan lembaran yang di dalamny terdapat surat ‘Thâhâ’ itu padanya. Umar membacanya. Saat dia baru membaca sebagian lembaran itu, di bergumam, "Alangkah indah dan mulia perkataan ini!"
Ketika Khubab mendengar gumaman itu, dia keluar dan berujar, "Umar, demi Allah, aku sungguh berharap Allah  SWT memilihmu berkat doa Nabi. Kemarin aku mendengar beliau berdoa, Ya Allah, kuatkan Islam dengan Abu Hakam bin Hisyam atau dengan Umar bin Khattab." 
Saat itu pula, Umar berkata pada Khubab, "Tunjukkan aku pada Muhamad, aku mau mendatanginya dan masuk Islam."
Khubab mengatakan, "Beliau berada di sebuah rumah dekat Shafa bersama beberapa orang sahabatnya.”
Lalu Umar mengambil pedang dan menghunusnya, kemudian menuju tempat Rasulullah Saw dan para sahabatnya. Sesampainya di sana, dia langsung mengetuk pintu. Ketika mereka mendengar suara Umar, seorang sahabat Nabi bangkit lalu melihat dari celah pintu dan melihat Umar menghunus pedangnya. Dalam keadaan gemetar dia kembali ke tempat Nabi Saw dan memberitahukan, "Wahai Rasulullah, Umar datang dengan menghunus pedang."
Kemudian Hamzah bin Abdul Muthalib berkata, "Izinkan dia masuk, jika dia ingin kebaikan, akan kita berikan. Tetapi jika dia ingin keburukan, akan kita bunuh dia dengan pedangnya.
Sambung Nabi Saw, "Izinkan dia masuk." Selanjutnya sahabat tadi mengizinkan Umar masuk. Rasulullah Saw lantas bangkit dan menemuinya di kamar. Beliau mengambil selendangnya lalu menarik kuat-kuat dan berujar, "Apa yang kau inginkan wahai Umar? Demi Allah, aku tidak melihat kau akan berhenti sampai Allah  menurunkan musibah padamu."
Umar pun berkata, "Wahai Rasulullah, aku datang padamu untuk beriman pada Allah SWT dan rasul-Nya serta apa yang dibawa dari sisi-Nya." Mendengar pernyataan Umar ini, Rasulullah Saw bertakbir keras sampai didengar seluruh sahabat yang ada di rumah itu bahwa Umar telah masuk Islam.[5]


[1]HR Ahmad (6/371).
[2] Majma’ Al-Zawâid (10/75)
[3] Ibid,
[4]Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah (1/215).
[5]Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah (1/215-217), Ibn Sa’ad, al-Thabaqât al-Kubra (3/91), Baihaqi, Dalâil al-Nubuwah (2/219).

No comments:

Post a Comment