Saturday, April 18, 2015

BPJS Kesehatan: Pasti Ada yang Tidak Puas

BPJS Kesehatan: Pasti Ada yang Tidak Puas Pasien di ruang tunggu poli kesehatan fasilitas rawat jalan RS Fatmawati, Jakarta, 18 Maret 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
 
"Interupsi pimpinan..."

Sebuah suara dengan tenang memecah penjelasan agenda sidang paripurna yang tengah dibacakan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, 18 Februari lalu. Fahri menjawab singkat meminta pemilik suara menunda interupsi hingga dia selesai membacakan agenda sidang.

Hanya semenit berselang, suara itu kembali menggema di ruang sidang paripurna. "Interupsi pimpinan..."

Suara itu milik politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Rieke Diah Pitaloka. Dalam sidang dengan agenda laporan badan legislasi, laporan mahkamah kehormatan dewan, dan pembacaan pidato Ketua DPR itu, Rieke menginterupsi soal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Ada tiga hal yang didesak Rieke untuk dilakukan terhadap BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program jaminan kesehatan nasional (JKN). "Mendesak audit manajemen dan keuangan BPJS Kesehatan sebelum dana Rp 5 triliun digunakan, sehingga kita bisa mengetahui bahwa asumsi defisit yang dialami BPJS Kesehatan tahun 2015 memang bisa dipertanggungjawabkan kepada publik," kata Rieke dengan suara lantang.



Dua hal lain yaitu BPJS Kesehatan diminta tidak lagi beralasan tidak punya dana untuk menanggung klaim JKN setelah duit Rp 5 triliun diberikan. Dia juga meminta pemerintah merevisi Paal 25 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 11 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang menyatakan, pelayanan kesehatan tidak dijamin untuk pengobatan di luar negeri.

Interupsi Rieke memang juga menjadi pertanyaan publik selama ini mengenai kinerja BPJS Kesehatan yang telah mulai beroperasi per 1 Januari 2014. Bagaimana BPJS Kesehatan menanggapi pertanyaan skeptis dari publik mengenai kinerja lembaga pimpinan Fahmi Idris tersebut? Benarkah BPJS Kesehatan mengalami defisit?

Berikut petikan wawancara wartawan CNN Indonesia Yohannie Linggasari dengan Kepala Humas BPJS Kesehatan Irfan Humaidi:

Bagaimana pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan setelah berlangsung 1 Januari 2014?

Ada survei awal tahun tentang BPJS Kesehatan. Survei menunjukan 81 persen peserta puas. Pasti ada yang enggak puas. Tapi saya mau kasih gambaran, berapa banyak orang yang terkena penyakit? Kalau mereka bayar sendiri bisa habis Rp 20 juta hingga Rp 40 juta. Berapa banyak operasi jantung yang nilainya RP 150 juta? Termasuk yang cuci darah setiap dua kali seminggu, kemoterapi, penyakit ginjal, paru-paru.

Kami sudah menangani 35 juta kasus di FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) dari yang murah hingga paling mahal. Data kami paling banyak caesar, ada ratusan ribu yang kami tanggung biaya persalinannya.

Untuk penyakit jantung, dalam hal pembiayaan sekali membayar Rp 150 juta. RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) hampir Rp 100 miliar kami bayar setiap bulan. Asuransi swasta mungkin enggak ada yang segitu banyaknya. Kalau kasus di FKTL (Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan) sekitar 5 juta kasus, sudah termasuk operasi.

Berapa pemasukan dan pengeluaran BPJS Kesehatan untuk membiayai semua itu selama tahun 2014?

Pemasukan Rp 41,06 triliun per Des 2014, pengeluaran Rp 42,6 triliun dengan klaim rasio berarti 103,88 persen karena insurance effect. Untuk tahun 2015, kami targetkan klaim rasio 98,25 persen, target pendapatan Rp 55 triliun, dengan target peserta 168,6 juta peserta. Berarti ada tambahan 35 juta orang tahun ini.

Kami sudah bekerja keras untuk mengolektif iuran. Jangan salah, PBPU (pekerja bukan penerima upah) banyak juga yang enggak bayar iuran. Saat sakit, mereka bayar, begitu sembuh enggak bayar lagi.

Pemerintah menyiapkan dana triliunan rupiah untuk membayari ongkos kesehatan masyarakat di seluruh Indonesia. (CNN Indonesia/Laudy Gracivia)
Dari mana saja sumber dana BPJS Kesehatan?

Dana cadangan yang ada sekitar RP 5 triliun. Kalau masih terjadi biaya manfaat lebih tinggi dibanding iuran, ada dana talangan maksimal 10 persen dari aset BPJS Kesehatan. Aset kami kurang lebih Rp 11 triliun, berarti ada Rp 1,1 triliun dana talangan. Selain itu ada suntikan dana dari Kementerian Keuangan, ini anggaran yang berbeda, sebesar Rp 5 triliun.

Dana cadangan, kami bentuk dan tidak dipakai untuk likuiditas. Kalau dana talangan dan suntikan dana akan dipakai kalau ada defisit. Pemerintah sudah berkomitmen. Tahun ini kami prediksi masih akan ada insurance effect sehingga defisit, maka itu pemerintah turun tangan.

Jadi kalau BPJS Kesehatan dibilang defisit, enggak benar. Duitnya ada banyak. Aset kami ada dua yaitu aset dari rekening BPJS Kesehatan dan aset dari rekening DJS (dana jaminan sosial). Kalau untuk klaim RS dan dana kapitasi, pakai DJS, lalu untuk membayar AC dan biaya operasional pakai anggaran di rekening BPJS Kesehatan.

Berdasarkan informasi yang kami terima, BPJS Kesehatan defisit Rp 4 triliun?

Enggak sampai sebesar itu. Tadi saya sudah sampaikan, iuran RP 41,06 triliun dan biaya manfaat yang kami keluarkan Rp 42,6 triliun. Jadi 103,88 persen klaim rasio. Itu belum diaudit. Nanti ada yang sudah diaudit per Maret 2015. Kami ada anggarannya. Jadi untuk RS, puskesmas, FKTP, enggak perlu khawatir. Jangan terbawa isu bahwa BPJS Kesehatan defisit dan tidak bisa membayar klaim.

KPK menemukan potensi fraud dalam penggunaan dana kapitasi. Bagaimana BPJS Kesehatan menanggapi temuan tersebut?

Kami punya aplikasi pcare sebagai monitoring untuk mengetahui berapa jumlah kunjungan, berapa rujukan, dan akan dievaluasi. Artinya, apakah rujukan terlalu besar atau tidak. Apakah yang dirujuk itu adalah salah satu dari 155 diagnosa? Tingkat rujukan, tingkat kontak, program rujuk balik, dan program promotif preventif, semua akan berakibat pada pembayaran ke puskesmas. Kapitasinya ada with hold. Artinya, mungkin akan ditahan sebagian kalau tingkat rujukan tinggi.

Puskesmas juga harus memprediksi biaya tahun depan, termasuk jasa medis yang didapat dari BPJS Kesehatan. Harus dianggarkan, sehingga pada 2016 bisa klaim ke keuangan daerah. Kalau enggak dianggarkan, enggak akan turun meskipun BPJS Kesehatan sudah bayar.

BPJS sudah berjalan setahun, hasil pemeriksaan dan verifikasi selama ini bagaimana?

Kami melakukan tindakan persuasif. Kalau RS akhirnya mengaku salah, kami berhenti di situ. Kami melakukan pencegahan, enggak mau langsung penindakan. Selama ini masalah selesai di pencegahan dan itu memang banyak.

Bagaimana bentuk pertanggungjawaban penggunaan dana kapitasi di puskesmas?

Duit enggak langsung ditransfer ke puskesmas. Pertanggungjawabannya kalau jasa medis sudah diterima. Sisanya untuk dukungan operasional puskesmas bergantung mekanisme daerah masing-masing. Apakah dikelola langsung oleh puskesmas atau di-blended duit itu ke keuangan daerah. Kalau begitu tentu pertanggungjawabannya ke mekanisme keuangan daerah.

Kalau pertanggungjawaban ke BPJS Kesehatan adalah soal layanan, sudah ada di pcare. Asal pasien mendapat pelayanan, puskesmas melakukan promotif preventif, mengendalikan rujukan ke rumah sakit, dan tetap memeriksa 155 diagnosa penyakit tanpa merujuk. Jadi pertanggungjawaban ada dua, dari sisi pelayanan dan keuangan daerah.

Berdasar kajian KPK, jika penerima bantuan iuran (PBI) dibolehkan pindah dari puskesmas ke FKTP milik swasta, maka ada potensi fraud karena puskesmas dengan FKTP swasta bisa bekerja sama. Menurut Anda?

Silakan merujuk pasien ke RS swasta atau pemerintah selama sesuai ketentuan. Kalau terdekat ke RS swasta, memang kenapa? Asal RS swasta itu tipe C atau D karena kami bayar sama.

Bagaimana pendapat Anda terkait belum ada regulasi yang mengatur kelebihan dana kapitasi di puskesmas?

Kelebihan seperti apa? Puskesmas harus melakukan promotif preventif, jadi pola pikirnya bukan semakin banyak pasien datang, maka semakin banyak pendapatan. Sebaliknya, semakin banyak promotif preventif, mencegah orang sakit, sehingga ada surplus buat mereka. Saya rasa itu bagian dari jasa medis, tidak ada kelebihan.

Jika puskesmas menggunakan dana kapitasi, maka bagi rumah sakit diberlakukan sistem klaim. Bagaimana BPJS Kesehatan memastikan tidak terjadi klaim palsu?

Kalau ada klaim caesar, kami cek medical record, untuk menyamakan antara diagnosa dengan tindakan yang diambil.

Ada kejadian bahwa petugas puskesmas mendapat hadiah dari petugas rumah sakit karena petugas puskesmas kerap membuat surat rujukan agar pasien ke RS tertentu. Tanggapan Anda?

Saya baru dengar informasi itu. Tapi prinsipnya, kalau memang seseorang harus dirujuk karena kompetensi puskesmas itu tidak ada, apalagi di luar 155 penyakit itu, memang sudah sesuai prosedur untuk dirujuk.

Kecuali kalau sebenarnya kompetensi di puskesmas bisa melayani tapi tetap dirujuk, perlu ditelusuri. Kami berterima kasih kalau ada data seperti itu, bisa kami memperingatkan. Kami juga akan minta ke dinas kesehatan untuk pembinaan.

Ada informasi bahwa RS memberlakukan kuota maksimal 20 persen dari seluruh kamar yang tersedia untuk peserta BPJS Kesehatan. Apakah Anda juga tahu informasi itu?

Saya tidak pernah dengar soal itu. Faktanya, justru semakin lama, semakin banyak pasien BPJS Kesehatan yang dilayani RS, terutama di RS swasta. Sekarang malah saya dapat laporan ada banyak RS yang pasien BPJS-nya mencapai 60 persen dari keseluruhan pasien di RS itu.

Bagaimana BPJS Kesehatan memastikan agar fasilitas puskesmas bisa layak dan mampu menangani 155 jenis penyakit tanpa merujuk ke RS?

Kami sudah kerja sama dengan 17 ribu faskes tingkat pertama, 9 ribu di antaranya puskesmas dan sisanya 8 ribu-an adalah klinik dan dokter praktik perorangan. Kami juga menyadari pertumbuhan puskesmas enggak mungkin secepat klinik atau dokter perorangan karena swasta lebih bisa mengembangkan diri, sementara puskesmas harus menunggu anggaran pemerintah.

Jadi kami kembangkan klinik swasta dan praktik dokter perorangan. Misal kerja sama dengan BUMN kalau mereka punya klinik. Jadi di satu sisi kami menambah FKTP di luar puskesmas, di sisi lain juga memberdayakan puskesmas. (http://www.cnnindonesia.com/)

No comments:

Post a Comment