Saturday, May 31, 2014

Optimalkan JKN, Padang Bentuk Bendahara khusus Kapitasi


detail berita
BPJS Kesehatan (Foto: Arif/Okezone)
DANA kapitasi pelayanan primer Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dipotong lebih dari 50 persen oleh pemerintah daerah menjadi hambatan tersendiri untuk bisa memaksimalkan programnya.

Menanggapi hal itu, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno menegaskan, pihaknya siap menjalankan Perpres No. 32/2014 dan Permenkes No. 19/2014 terkait Perubahan Pola Penyaluran dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) milik Pemda.

''Kami menyambut baik dan siap untuk segera membentuk bendahara FKTP agar dana kapitasi dari BPJS tidak perlu lagi melalui kas daerah, melainkan langsung bisa diterima Puskesmas,'' katanya dalam acara Kunjungan Lapangan Tematik Media yang bertema Massa Tahun 2014, di Kantor Gubernur Sumatera Barat, baru-baru ini.

Dia mengakui, permasalahan pembagian dana kapitasi juga dialami puskesmas yang ada di wilayahnya. ''Kami akan tindaklanjuti, berkoordinasi dengan Bupati dan Wali Kota. Kami pastikan dana kapitasi dialokasikan sepenuhnya untuk pelayanan dan pembiayaan operasional puskesmas, melalui pembuatan bendahara khusus kapitasi di setiap daerah'' tegasnya.

Irwan menerangkan, sejak diberlakukannya JKN, masyarakat peserta program Jamkesda otomatis masuk dalam program yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Saat ini, sudah ada 73,36 persen dari 5,1 juta total penduduk Sumbar terdaftar dalam program JKN.

Untuk program Jamkes Sumbar Sakato sebelumnya, Pemprov sudah mengalokasikan dana sharing 40:60 dengan besaran sekira Rp75 miliar. ''Tentunya, kami terus mendorong peserta JKN mandiri, di luar Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan TNI/ Polri,'' urainya.

Sementara, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar Rosmini Safitri mengatakan bahwa implementasi pembentukan bendahara FKTP akan dimulai pertengahan Juni mendatang. Awal Juni, dirinya akan mengumpulkan tim terkait untuk membicarakan soal implementasi penyaluran dana lewat bendahara FKTP.

Sekjen Kemkes Supriyantoro membenarkan bahwa kebijakan baru terkait pembentukan bendahara FKTP harus segera dijalankan, sebagai bentuk evaluasi pelaksanaan JKN. ''Implementasinya sangat tergantung pada keputusan kepala daerah, akan dikawal untuk segera direalisasikan,'' ungkapnya dalam kesempatan yang sama. (health.okezone.com)

Alokasi Dana Bansos 2014, Berikut Rinciannya

dan abansos
Alokasi Dana Bansos 2014

Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan dalam siaran persnya, Jumat (30/5/2014), menyebutkan Bantuan Sosial (Bansos) dalam APBN 2014 senilai Rp91,8 triliun dan akan didistribusikan ke dalam beberapa program dan kementerian.
Seperti dikutip dari laman resmi Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan, Jumat disebutkan bahwa sebanyak Rp19,9 triliun dana Bansos dialokasikan untuk kegiatan pembinaan, pengembangan pembiayaan dan jaminan pemeliharaan kesehatan, terutama untuk penyelenggaraan penerima bantuan iuran (PBI) jaminan kesehatan di Kementerian Kesehatan.
Sebelumnya, hingga 25 Maret, realisasi bansos Rp10,2 triliun atau 11,2% dari pagu. terutama untuk program BOS, BSM, dan TPG, PBI dan pelaksanaan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu
Dana Rp11,9 triliun disalurkan untuk program pendidikan Islam, antara lain bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan siswa miskin (BSM) MI, MTs, MA serta tunjangan profesi guru (TPG) guru swasta di Kementerian Agama.
Sementara itu, Rp11,3 triliun untuk program pendidikan dasar antara lain untuk BSM SD, SMP, dan TPG guru swasta di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Dana  sebesar Rp9 triliun akan dialokasikan untuk program pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa, antara lain untuk pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan di Kementerian Dalam Negeri.
Program pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman mendapat alokasi Rp3,7 triliun, antara lain untuk pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kementerian Pekerjaan Umum.
Kegiatan tanggap darurat penanganan bencana alam Rp3 triliun untuk penanganan kejadian bencana alam selama 2014 melalui bagian anggaran bendahara umum negara (BA BUN).
Adapun, Rp4,5 triliun dianggarkan untuk kegiatan jaminan kesejahteraan sosial (bantuan tunai bersyarat/program keluarga harapan) bagi rumah tangga sangat miskin (RTSM) di Kementerian Sosial.
Selain itu, dana sebesar Rp1,3 triliun disalurkan untuk program penyediaan dan pengembangan prasarana dan sarana pertanian, antara lain untuk perluasan areal dan pengelolaan lahan pertanian di Kementerian Pertanian. (http://pewartaekbis.com)

Premi BPJS Tenaga Honorer Nunukan Dianggarkan Rp2 Miliar

Premi BPJS Tenaga Honorer Nunukan Dianggarkan Rp2 Miliar
Warta Kota/Wahyu Tri Laksono
ilustrasi 

 Pemerintah Kabupaten Nunukan menganggarkan hingga Rp 2 miliar untuk pembayaran premi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bagi tenaga honorer dilingkungan Pemerintah Kabupaten Nunukan.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nunukan Dokter Haji Andi Akhmad mengatakan, saat ini pihaknya sedang mengumpulkan data terakhir para tenaga honorer yang berhak unntuk diikutsertakan sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) Daerah BPJS.
Ia mengatakan, dana Rp2 miliar itu dialokasikan untuk para tenaga honorer sebagai bagian dari pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). (www.tribunnews.com)

Mempersiapkan Pensiun

Ilustrasi. (Foto: Okezone) Ilustrasi. (Foto: Okezone)  

SETIAP orang tentu menginginkan saat pensiun masih dapat menikmati kehidupan seperti saat masih bekerja. Usia pensiun pekerja Indonesia ditetapkan di usia 55 tahun. Lebih dari usia tersebut, karyawan Indonesia sudah masuk kategori non-produktif atau pensiun. Praktis ketika itu terjadi, kebutuhan harus disesuaikan dengan dana yang diterima dari dana pensiun masing-masing.

Bagi mantan pegawai swasta, uang pensiun biasanya akan diberikan seluruhnya sesuai dengan masa kerjanya. Sedangkan untuk pegawai negeri, uang pensiun diberikan per bulan. Meski begitu, baik pensiunan swasta ataupun pegawai negeri, uang pensiun yang diterima pastinya tidak sebesar gaji yang diterima ketika masih aktif bekerja.

Biasanya uang pensiun yang diterima seorang karyawan yang berkarier hingga masa produktifnya hanya bisa mencukupi 30 persen dari kebutuhan normal. Artinya, para pensiunan harus bisa hidup dengan 30 persen dari income mereka. Mau tidak mau, gaya hidup saat pensiun harus benar-benar disesuaikan.

Persoalannya, banyak orang  tidak mau mengubah gaya hidup, dari yang biasanya cukup, menjadi kurang dari sebelumnya. Apalagi usia pensiun itu diibaratkan sebagai liburan setiap hari. Dan umumnya hari libur, dana yang dikeluarkan ketika libur biasanya lebih banyak dibandingkan hari kerja. Bayangkan kalau ini liburannya setiap hari. Berapa banyak pengeluaran yang harus ditanggung oleh dana pensiun saja?

Bagaimana cara mudah menghitung kebutuhan pensiun?  Rata-rata orang Indonesia untuk laki-laki usia hidupnya mencapai 68 tahun, sedangkan perempuan 70 tahun. Uang pensiun yang diperoleh saat mengakhiri masa kerja dibagi 13 tahun karena usia pensiun di Indonesia 55 tahun. Dibagi lagi 12 karena per bulan. Berapa tahun akan habis, dengan gaya hidup seperti sekarang?  Dengan kesadaran hidup sehat yang meningkat, angka harapan hidup Indonesia semakin tinggi. Artinya, jumlah tahun yang harus dipersiapkan pun  makin banyak.

Dengan hitungan tersebut umumnya akan ketemu angka pendapatan 30 persen dari gaji sekarang. Sedangkan idealnya adalah 70 persen dari gaji terakhir. Bagaimana   mensiasatinya?

Jawabannya adalah dengan  berinvestasi di instrumen yang bisa dicairkan setiap saat dan memberikan return yang memadai, salah satunya adalah di reksa dana. Namun, yang lebih penting adalah memunculkan kesadaran investasi terlebih dahulu. Karena semakin dini investasi, seseorang akan semakin nyaman dan tenang di masa depan.

Untuk itu penting bagi kita untuk mulai mencicil masa depan. Semakin tinggi dan dini kita mulai berinvestasi, beban kita akan semakin rendah. Mungkinkah seseorang akan memperoleh Rp1 miliar dalam 20 tahun? Mungkin saja, dengan jangka waktu investasi yang panjang seorang investor bisa berinvestasi dengan cara mencicil. Reksa dana merupakan salah satu produk investasi yang bisa dibeli dengan cara mencicil dengan harga yang terjangkau dan juga memberikan return yang tinggi.

Pilihan reksa dana bisa diperoleh di sejumlah bank, atau bisa dengan membeli di perusahaan-perusahaan manajer investasi. Rata-rata pembelian reksa dana cukup murah Rp200 ribu per transaksi yang akan dibelikan dalam bentuk unit reksa dana. Harga reksa dana setiap hari dipublikasi di media cetak sehingga memudahkan masyarakat dan investor untuk mencaritahu harga unit yang ingin dibeli atau yang telah diinvestasikan. (http://economy.okezone.com)

Apakah menjadi tanggungan perusahaan?

Di perusahaan saya, ada pekerja pabrik yang meninggal karena kecelakaan lalu lintas sewaktu perjalanan pulang dari kantor menuju ke rumah. Perusahaan sudah memberikan uang duka kepada pihak keluarga sebesar Rp5 juta, tetapi pihak keluarga keberatan dengan uang yang sebesar itu. Mereka menuntut 20 kali lebih besar dari sebelumnya. Mengingat kecelakaan di sini bukan kecelakaan kerja. Apakah kecelakaan lalu lintas tersebut dapat didefinisikan ke dalam kecelakaan kerja? Berapakah seharusnya perusahaan memberikan uang duka tersebut mengingat pegawai tersebut sudah bekerja hampir delapan tahun? Terima kasih.
david c 
 
Jawaban:
http://images.hukumonline.com/frontend/lt4b458a94cb6b2/lt4f828e52d1043.jpg

Untuk menjawab pertanyaan di atas kita perlu menyimak UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (UU Jamsostek). Dalam UU Jamsostek diatur perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.
Menurut UU Jamsostek, tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima jaminan Kecelakaan Kerja. Dalam UU ini disebutkan bahwa yang dimaksud kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
Jika kecelakaan yang dialami oleh pekerja pabrik adalah dalam perjalanan pulang ke rumah dari tempat kerjanya, maka tenaga kerja tersebut berhak menerima jaminan kecelakaan kerja yang meliputi:
a.    Biaya pengangkutan;
b.    Biaya pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan;
c.    Biaya rehabilitasi;
d.    Santunan berupa uang yang meliputi:
1.    Santunan sementara tidak mampu bekerja;
2.    Santunan cacad sebagian untuk selama-lamanya;
3.    Santunan cacad total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental;
4.    Santunan kematian
Namun jika yang terjadi adalah meninggalnya buruh tersebut bukan akibat kecelakaan kerja, keluarganya berhak atas Jaminan Kematian. Jaminan yang dimaksud meliputi biaya pemakaman dan santunan berupa uang (Pasal 12 ayat [1] dan ayat [2] UU Jamsostek).
Mengenai besaran santunan kematian yang seharusnya diterima keluarga, diatur dalam PP No. 76 Tahun 2007 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek. Dalam peraturan itu tidak disebutkan adanya hubungan uang santunan kematian dengan masa kerja. Pasal 22 PP No. 14 Tahun 1993 mengatur bahwa jaminan kematian dibayar sekaligus kepada janda atau duda atau anak, yang meliputi:
a.    Santunan kematian sebesar Rp 10.000.000
b.    Santunan berkala sebesar Rp 200.000 per bulan diberikan selama 24 bulan
c.    Biaya pemakaman sebesar Rp 2.000.000
Selain itu, pasal 166 UU Ketenagakerjaan mengatur dalam hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan perhitungan dua kali uang pesangon yang ditetapkan berdasarkan masa kerja. Dalam hal ini, karena pekerja pabrik tersebut telah bekerja lebih dari tujuh tahun tetapi kurang dari delapan tahun maka pekerja pabrik tersebut berhak mendapatkan dua kali delapan bulan upah per bulan (pasal 156 ayat [2] UU Ketenagakerjaan).
Selain dua kali uang pesangon, ahli waris juga berhak memperoleh satu kali uang penghargaan masa kerja sebesar tiga bulan upah yang bergantung pada masa kerja (pasal 156 ayat [3] UU Ketenagakerjaan) dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima (pasal 156 ayat [4] UU ketenagakerjaan). Uang penggantian hak tersebut meliputi:
a.    Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b.    Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
c.    Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
d.    Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama.

Peraturan perundang-undangan terkait:
1.     Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2.     Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2007 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (www.hukumonline.com)

Hak Ahli Waris Jika Pekerja Meninggal Dunia

Saya mau tanya, apa saja klaim yang harus diajukan ke perusahaan tempat istri saya bekerja? Kompensasi apa yang diberikan perusahaan swasta dalam menerima klaim tenaga kerja tersebut? Istri saya telah meninggal pada 3 Mei 2013 lalu tapi hanya mendapatkan santunan kematian dan jamsostek saja. Apakah hanya itu penghargaan yang didapat untuk mendiang istri saya tersebut?
abbaw1 
 
Jawaban:
http://images.hukumonline.com/frontend/lt5165540a9b53c/lt51655436e57b1.jpg
Terima kasih untuk pertanyaan Anda.
 
Sebelumnya, kami turut berduka cita sedalam-dalamnya atas meninggalnya istri Anda.
 
Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Demikian yang disebut dalam Pasal 61 ayat (5) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).
 
Kami berasumsi bahwa yang ingin mengajukan klaim ke perusahaan tempat istri Anda bekerja dan yang menerima hak-hak setelah istri Anda meninggal dunia ini adalah ahli waris karena yang berhak menerima hak-hak dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia itu adalah ahli warisnya, sebagaimana yang disebut dalam Pasal 61 ayat (5) UU Ketenagakerjaan. Selain itu, berdasarkan cerita Anda, kami menyimpulkan bahwa semasa istri Anda hidup dan bekerja, dia diikutsertakan dalam program Jamsostek untuk tunjangan kematian yang diurus oleh perusahaan tempatnya bekerja.
 
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. SE-07/MEN/1990 Tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah Dan Pendapatan Non Upah, tunjangan kematian adalah salah satu komponen upah yang diterima pekerja dalam bentuk tunjangan tetap. Adapun tunjangan tetap adalah suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok.
 
Kemudian, mengutip dari laman resmi Jamsostek, Jaminan kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan kematian diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Pengusaha wajib menanggung iuran Program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dari upah sebulan dengan jaminan kematian yang diberikan adalah Rp21.000.000,- terdiri dari Rp14.200.000,- santunan kematian dan Rp2 juta biaya pemakaman dan santunan berkala.
 
 
“Jaminan Kematian dibayarkan kepada Janda atau Duda atau Anak meliputi:
a.    santunan kematian dibayarkan sekaligus sebesar Rp14.200.000,00 (empat belas juta dua ratus ribu rupiah);
b.    biaya pemakaman dibayarkan sekaligus sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah); dan santunan berkala dibayarkan sebesar Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per bulan selama 24 (dua puluh empat) bulan atau dibayarkan dimuka sekaligus sebesar Rp4.800.000,00 (empat juta delapan ratus ribu rupiah) atas pilihan Janda atau Duda atau Anak tenaga kerja yang bersangkutan.”
 
Dari informasi dalam laman Jamsostek tersebut, kami menyimpulkan bahwa santunan kematian yang diterima ahli waris istri Anda itu merupakan bagian dari tunjangan kematian yang dibayarkan dari program Jamsostek. Jika jumlah santunan yang diterima oleh ahli waris istri Anda adalah sebesar Rp21.000.000,00, maka hal tersebut telah sesuai dengan PP 53/2012.
 
Kemudian, kami akan berfokus pada pertanyaan Anda berikutnya mengenai hak apa saja yang dapat diklaimoleh ahli waris istri Anda. Jika memang tunjangan kematian tersebut telah dibayarkan kepada ahli waris, ada hak lain yang sebenarnya juga diterima oleh ahli waris istri Anda.
 
Menurut Pasal 61 ayat (1) huruf a UU Ketenagakerjaan, apabila pekerja meninggal dunia, maka perjanjian kerja berakhir. Jika hubungan kerja itu berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia, maka berdasarkan Pasal 166 UU Ketenagakerjaan, kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan perhitungan 2 (dua) kali uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), 1 (satu) kali uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
 
Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, selain tunjangan kematian yang diberikan oleh Jamsostek kepada ahli waris istri Anda, ahli waris juga mendapatkan sejumlah uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian sebagaimana yang disebut dalam Pasal 166 UU Ketenagakerjaan. Jika memang perusahaan tempat istri Anda bekerja belum memberikannya, ketiga jenis uang kompensasi pemutusan hubungan kerja tersebut dapat Anda mintakan/klaim ke perusahaan tersebut. (www.hukumonline.com)
 
Dasar hukum:
3.    Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE-07/MEN/1990 Tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah
 
Referensi:
http://www.jamsostek.co.id/content/i.php?mid=3&id=18, diakses pada 15 Juli 2013 pukul 11.54 WIB.

Pemkab Kudus Serahkan Dana Santunan Kematian Rp 1,25 Miliar

Pemkab Kudus Serahkan Dana Santunan Kematian Rp 1,25 Miliar
TRIBUNJATENG.COM/M ZAINAL ARIFIN
Bupati Kudus Musthofa menyerahkan santunan dana kematian senilai total Rp 1,25 miliar di Pendopo Kabupaten, Kamis (3/4/2014). 

Pemkab Kudus mencairkan santunan kematian senilai Rp 1,25 miliar di Pendapa Kabupaten Kudus, Kamis (3/4/2014). Santunan kematian tersebut diserahkan kepada 1.172 orang ahli waris dari 9 kecamatan yang ada di Kudus.
Ribuan ahli waris yang akan menerima santunan kematian, secara tertib antri satu persatu sesuai kecamatan masing-masing. Mereka kemudian dilayani para petugas yang disiapkan untuk sembilan Kecamatan yang ada.
Bupati Kudus, Musthofa, yang tampak melihat proses penyerahan tersebut, mengatakan bahwa penyerahan ini merupakan pencairan tahap I dari 4 tahap yang di rencanakan.
"Ini adalah bagian dari kewajiban pemerintah daerah untuk memberikan apa yang menjadi hak masyarakat. Saya mohon maaf jika ada keterlambatan. Hal itu disebabkan karena anggaran pada tahun lalu gagal dibahas oleh anggota dewan," katanya.
Namun Musthofa meminta agar masyarakat tidak perlu khawatir karena program tersebut masih berjalan. Dia menegaskan, program yang dirasa terbaik bagi masyarakat tetap akan dipertahankan.
"Termasuk santunan kematian ini, menurut saya telah nyata-nyata memberikan manfaat kepada masyarakat secara luas, terutama bagi warga yang tidak mampu," ujarnya.
Musthofa mengingatkan kepada para ahli waris penerima agar para kerabat yang sudah meninggal tersebut tak lupa untuk didoakan. Selain itu, santunan yang diberikan agar dipergunakan secara baik. (www.tribunnews.com)

Friday, May 30, 2014

Hindari Salah Sasaran, Bantuan Dibagikan Dalam Bentuk Barang

Mulai tahun ini, bantuan sosial dibagikan dalam bentuk barang. Dimana sebelumnya dalam bentuk uang. Langkah ini dilakukan untuk menghindari dan mengantisipasi salah sasaran. Salah satunya adalah bantuan dari pemerintah kepada orang dengan kecacatan berat ODKB. Kepala Bidang (kabid) Sosial Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Boyolali, Hanik Nuril Qoyyimah, mengemukakan, tahun-tahun lalu bantuan yang diberikan berupa uang. Dimana perorang mendapat bantuan Rp 100 ribu. Namun mulai tahun ini, bantuan diubah dalam bentuk barang, seperti beras, minyak goreng dan mie instan.
“Tahun lalu dalam bentuk uang, tapi mulai tahun ini bentuk barang, perubahan ini dilakukan untuk menghindari salah sasaran,” ungkap Hanik, ditemui usai pembagian bantuan di  Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi Utomo Boyolali, Rabu (28/5/2014).
Dijelaskan, saat ini tercatat ada 80 ODKB di Kabupaten Boyolali yang mendapatkan bantuan dari pemerintah. Sebagian bantuan bersumber dari APBN, sisanya dari APBD.  Namun untuk bantuan kali ini hanya diberikan untuk 45 ODKB. Kriteria untuk ODKB sendiri dimana yang bersangkutan karena kecacatanya hidupnya bergantung dengan orang lain dan tidak bisa melakukan aktivitas sendiri. Bantuan jaminan sosial itu diterima warga sasaran sepanjang masih hidup. (www.timlo.net)

Nelayan di Bangka Belitung Belum Tersentuh BPJS

1400753778979306597
Seorang warga menunjukan kartu BPJS Kesehatan yang telah siap pakai. ANTARA FOTO/Lucky.R
Meski profesi sebagai nelayan penuh tantangan dan rawan akan kecelakaan di laut akan tetapi hingga hari ini, kalangan nelayanbelum terdaftar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Bangka Belitung Johan Murod mengaku, program BPJS memang masih banyak belum menyentuh nelayan yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
"Mungkin sudah ada nelayan yang urus BPJS sendiri tapi masih banyak lagi yang tak mengerti soal BPJS, kita menghimbau agar pihak pengusaha perikanan segera mendaftarkan pekerja nelayannya masuk BPJS apalagi profesi nelayan yang berada di bawah naungan Dinas Pertanian dan Perikanan baik provinsi maupun kabupaten/kota hingga saat ini belum ada," ujarnya.
Di Bangka Belitung, kata Johan, terdapat lebih seribu usaha bidang perikanan yang mempekerjakan ratusan ribu pekerja. "Bila Dinas Pertanian dan Perikanan membutuhkan data nelayan, HNSI siap memberikannya," kata Johan juga berharap, instansi terkait khususnya Dinas Perikanan harus bekerjasama BPJS untuk segera memperhatikan nasib pekerja nelayan
Johan menyebutkan pendapatan yang terbatas menyebabkan nelayan kurang tertarik menjadi peserta BPJS sehingga hampir seluruh nelayan yang ada belum terdaftar."Agak sulit bahkan tidak mungkin mengingat iuran yang wajib dibayarkan kepada BPJS berpotensi mengurangi pendapatan nelayan," ujarnya.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Pangkalpinang, Mahmul Ahyar, SE menyebutkan hal tersebut seharusnya tidak menjadi kendala. Pekerja informal seperti pedagang, buruh bangunan, supir, nelayan, tukang ojek, tukang becak dan lainnya wajib menjadi peserta BPJS. Menurutnya, iuran Rp12.000 per bulan per peserta akan melindungi nelayan dari risiko ketika melakukan pekerjaannya.
Ahyar memaparkan, peserta pekerja informal dapat memilih program jaminan kecelakaan kerja dengan iuran satu persen dari gaji yang dilaporkan. Sedangkan program jaminan hari tua, pekerja informal diwajibkan menyetor dua persen dari penghasilan.
"Program lain, jaminan kematian dengan premi sebesar 0,3 persen dari gaji, serta jaminan kesehatan sebesar tiga persen untuk lajang dan enam persen bagi keluarga. Kami menanggung suami, istri dan tiga orang anak," ucapnya. Untuk menetapkan standar perhitungan premi yang didasarkan pada rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP) di daerah masing-masing. (m.kompasiana.com)

Jaminan Hari Tua Untuk Rakyat Kecil Nusantara

Untuk mengukur keadilan seorang pemimpin maka tak perlu memakai banyak parameter yang njlimet, bertele tele dan teoritis, namun yang palng gampang adalah bagaimana kondisi kesejahteraan rakyat terbawah yang dipimpinnnya. Sudahkah mereka hidup sejahtera, sudahkah mereka menikmati kehidupan yang layak di negeri yang sangat kaya raya ini? Kalau belum maka pada dasarnya belum ada satu pun pemimpin yang benera benar adil di negeri ini.

Banyak fakta yang tak bisa kita bantah bahwa jumlah rakyat miskin setiap hari kian bertambah, sementara kekayaan alam nusantara tiap detik dibawa kabur oleh penjajah terselubung yang membuat negeri ini makin kurus. Ibarat sebuah keluarga maka Indonesia merupakan keluarga kaya raya , keluarga yang dipenuhi dengan harta yang melimpah tetapi semua kekayaan itu belum mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya.

Nusantara tak ubahnya orang tua yang kaya raya tetapi memiliki banyak anak yang kelaparan, banyak bayi kekurangan gizi, banyak pasangan muda tak mampu membeli susu untuk buah hati tercintanya dan banyak putra bangsa yang harus kandas cita citanya karena tak pernah diberi kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Siapa sebenarnya pemilik negeri ini, rakyat Indonesia atau kekuatan asing yang jadi bos di negeri ini? Sekali lagi mari kita bertanya siapa sebenarnya yang menjadi bos besar di negeri ini, rakyat atau bangsa lain yang secara terselubung telah mengendalikan roda perjalanan negeri ini? Benarkah kita dianggap tak mampu mengelola dan memberdayakan semua kekayaan yang masih dipendam di bumi atau kita salah dalam memilih pemimpin , kita salah dalam memberi kepercayaan karena kebodohan kita sendiri ?

Ada jutaan pertanyaan yang harus terus kita temukan jawabannya, sebab Tuhan telah menganugerahi negeri ini dengan bekal kekayaan alam yang melimpah, kita tak mungkin memberi kepercayaan pada kekuatan asing untuk mengelola sumber daya alam yang kita miliki. Kita tak mungkin memberi mandat kepada pihak asing alam menentukan nasib negeri ini dimasa yang akan datang.

Nasib rakyat sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pemimpin yang mengendalikan negeri ini, kesejahteraan rakyat tidak bisa diserahkan kepada kekuatan asing, karena kekuatan asing di negeri ini pada dasarnya hanyalah pelengkap yang tidak punya hak untuk mengatur ataupun mempengaruhi kebijakan pemerintah dan cita cita besar bangsa Indonesia.

Pemimpin negeri punya kewajiban penuh untuk membuat rakyat hidup layak dan sejahtera. Rakyat terkecil adalah sebagai ukurannya, kalau rakyat terbawah sejahtera maka tidak perlu bertanya bagaimana tingkat kesejahteraan orang orang yang berada di atasnya. Pemimpin terbaik sepanjang masa adalah mereka yang mampu memberikan kepastian masa depan bagi rakyatnya, mereka berjuang untuk rakyat dan tak akan pernah mau menerima segala pandangan yang mengorbankan rakyat kecil.

Kita tak memerlukan pemimpin yang selalu membuat alasan ketika diminta untuk menjalankan kewajibannya, kita tak memerlukan pemimpin yang arogan , yang selalu menindas rakyat dan menjadikan penderitaan rakyat sebagai bahan kampanye di pemilihan umum untuk mendekati rakyat.

Rakyat terbawah , yang kini masih hidup di bawah garis kemiskinan harus mendapatkan kepastian hidup, mereka adalah bagian tak terpisahkan dari keluarga besar Indonesia. Nasib dan kesejahteraan mereka menjadi tanggung jawab para pemmpin penting di negeri ini. Semoga Tuhan memberikan kekuatan terbaik kepada para pemimpin agar mereka bisa menjamin kehidupan yang lebih baik untuk semua rakyat di negeri ini. Terima kasih. (http://calegdprpkb.blogspot.com/)

Tabungan Sebagai Jaminan Hari Tua Petani




Petani perlu memperbaiki nasib, petani tidak ada jaminan hari tua karenanya petani perlu meningkatkan hasil padi agar bisa menabung setiap kali panen. Demikian disampaikan Bapak Walikota Payakumbuh (Reza Palefi) ketika memberikan sambutan pada Temu Lapang dan Panen Perdana Varietas Unggul Baru (VUB) Padi Sawah pada kegiatan SL PTT di Kelompok Sungai Durian Hilir Kecamatan Limpasi Tigo Nagari Kota Payakumbuh tanggal 3 Juni 2013. Acara menghadirkan Kepala Dinas Pertanian Kota Payakumbuh, para Kepala BPP Kota Payakumbuh, peneliti dari BPTP Sumbar dan pemuka-pemuka masyarakat Kecamatan Limpasi Tigo Nagari.
Lebih lanjut, Bapak Walikota Kota Payakumbuh menyampaikan ucapan terimakasih kepada BPTP Sumbar yang telah memberikan bimbingan teknologi dan bantuan lainnya kepada masyarakat tani di Kota Payakumbuh. Bimbingan teknologi ini diharapkan terus berlanjut sehingga hasil padi di Kota Payakumbuh mencapai 10 t/ha. Dengan hasil yang tinggi tersebut petani akan bisa menabung minimal 1 t/ha setiap musim panen untuk jaminan hari tua. Kelompok tani atau gapoktan secara professional harus mampu mengelola tabungan para petani tersebut. Bapak Walikota berjanji, jika Kelompok Sungai Durian Hilir Kecamatan Limpasi Tigo Nagari bersedia sebagai pilot proyek kita duduk bersama dan berdiskusi untuk merealisasikannya.
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kota Payakumbuh pada kesempatan ini menguraikan tentang SL PTT padi sawah. Pelaksanaan SL PTT tersebut utamanya akan menerapkan teknologi seperti penggunaan varietas unggul, penggunaan benih bermutu, penggunaan pupuk berimbang dan beberapa komponen teknologi lainnya. Hasil ubinan varietas Junjung (Varietas lokal yang telah diputihkan) yang menerapkan teknologi PTT padi sawah mampu menghasilkan produksi mencapai 8,96 t/ha gabah kering panen. Sedangkan, varietas lain seperti Inpari-21 hasil gabah kering panennya hanya 8,64 t/ha. Teknologi utama yang diterapkan antara lain penggunaan bibit umur muda dan 2-3 batang per rumpun, system tanam jajar legowo 6:1, penggunaan pupuk berimbang, penggunaan BWD dan pengendalian OPT berdasarkan PHT. Keberhasilan dalam meningkatkan hasil panen padi melalui pelaksanaan SL PTT tidak lepas dari peran serta dan atas kerjasama yang baik antara Dinas Pertanian, Penyuluh, BPTP Sumbar dan petani sebagai kooperator. Oleh sebab itu, kerjasama yang baik ini hendaknya terus terbina dan berlanjut demi sehingga petani menjadi lebih sejahtera.
Peneliti BPTP Sumatera Barat Ir. Irmansyah Rusli, MS dalam kapasitas mewakili Kepala BPTP Sumbar meyampaikan berbagai kegiatan-kegiatan pendampingan SL PTT Kota Payakumbuh di tiga kecamatan yaitu Limpasi Tigo Nagari, Payakumbuh Timur dan Payakumbuh Utara. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain Demplot Display VUB Padi Sawah dan Bimbingan Teknologi melalui pelatihan serta penyebaran media cetak. (http://sumbar.litbang.deptan.go.id)

Digenjot, Kepesertaan Pekerja Sektor Informal

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Cabang Purwokerto makin getol menyosialisasikan program BPJS kepada masyarakat untuk mengoptimalkan kepesertaan pekerja sektor informal.Kabid Pemasaran BPJS Ketenagakerjaan Cabang Purwokerto, Yunan Shahada mengatakan, potensi kepesertaan dari sektor informal sangat besar. Potensi itu di antaranya dari kalangan pedagang kaki lima, penderes nira, sopir dan pedagang di pasar tradisional.
"Kami sedang fokus pada peningkatan jumlah peserta tenaga kerja yang melakukan pekerjaan luar hibungan kerja. Apalagi program-program BPJS Ketenagakerjaan yang ditawarkan mendapatkan respon positif dari mereka," katanya, Kamis (29/5).
Yunan mengatakan, kepesertaan tenaga kerja informal hingga saat ini tercatat sekitar 6.000 orang. Jumlah itu meningkat dibanding kepesertaan pada tahun lalu yakni 3.286 orang. "Potensi ini yang kini terus kami gali, selain mendorong perusahaan-perusahaan di wilayah kerja kami untuk meningkatkan kepesertaannya," ujar dia.
Pekerja di luar hubungan kerja atau sektor informal sekarang sangat mudah mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan. Mereka dapat mendaftarkan diri untuk mendapatkan perlindungan dari risiko kecelakaan kerja (jaminan kecelakaan kerja) dan kematian (jaminan kematian).
"Kami melayani peserta secara perorangan, tapi akan lebih baik bila mereka memiliki wadah atau paguyuban," katanya.
Dikatakan untuk mendapatkan dua program perlindungan tersebut, calon peserta cuma membayar iuran sebesar Rp 13 ribu per bulan. Manfaat yang diperoleh pekerja, di antaranya untuk perawatan kecelakaan kerja di rumah sakit kelas satu biaya sampai dengan Rp 20 juta. Mendapat santunan kematian sebesar Rp 48 juta atau santunan cacat total sebesar Rp 56 juta sebagai penggantian penghasilan yang hilang dan jaminan kematian di luar hubungan kerja Rp 21 juta. (www.suaramerdeka.com)

Apa yang Kita Kejar?

alam 
Kawan, dunia ini memang melenakkan, banyak keindahan dan kenikmatan, serta kesenangan yang ditawarkannya. Dunia menggoda siapa saja yang berada di dalamnya. Tak ayal, banyak dari kita yang terjerembab dalam kesenangan semu yang ditawarkan oleh dunia. Ketahuilah kawan, dunia ini ibarat air laut, semakin kau minum, maka akan semakin haus. Ya, semakin kita mengejar dunia, maka akan semakin kita terpedaya olehnya.
Kawan, apa yang hendak kita kejar di kehidupan yang singkat ini ? Harta ? Lihatlah Qarun, manusia yang paling kaya pada masanya, namun akhirnya dia terhinakan oleh kekayaannya sendiri. Jabatan ? Ingatkah kalian dengan Fir’aun ? dia adalah manusia paling angkuh di dunia, sombong dan melampaui batas. Fir’aun adalah raja tersohor, bahkan dia tak segan mengakui dirinya sebagai tuhan yang berhak menetapkan hukum sesuai dengan kehendaknya. Namun kita sudah sama-sama mengetahui, bahwa Fir’aun pada akhirnya pun mati dalam keadaaan hina dan dihinakan dengan jabatan kekuasaannya. Lantas, apa yang kita kejar selama hidup di dunia ini ?
Miris betul, ketika media mengabarkan para pejabat Negara yang korupsi, hanya untuk memenuhi kantong dan isi perutnya sendiri, tanpa dia perhatikan kondisi rakyatnya yang menjerit kelaparan. Sedih sekali, melihat kelakuan para elit politik yang saling berebut kekuasaan yang pada akhirnya banyak mereka salah gunakan. Belum lagi masyarakat yang lainnya, menghabiskan waktu hanya untuk bersenang-senang dengan dunia. Dia tinggalkan seruan kebaikan, dan beralih pada seruan kemaksiatan.
Apa yang kita kejar di dunia ini ? Kelak semua yang ada di Dunia ini, perlahan-lahan akan meninggalkan kita. Paras yang cantik rupawan, kelak akan menampakkan garis-garis kerutan yang menandai usia kita semakin senja. Harta yang selama ini ita kumpulkan, tidak dapat memberikan jaminan ketenangan. Jabatan Dunia, yang sedari dulu kita perebutkan, kelak akan menjadi amal yang memberatkan timbangan keburukan.
Ingatlah kawan, hidup kita tak hanya sekedar di dunia ini. Dunia yang penuh dengan berbagai macam kesenangan, kegemerlapan, tapi pada akhirnya dia pun meninggalkan kita. Ada alam lain yang sedari kini menanti kita, yakni alam akhirat. Disanalah kita kan kekal selamanya, disanalah kehidupan kita yang sebenarnya. Apa yang kita kejar selama hidup ini, kelak akan kita tuai hasilnya di akhirat sana. Bila kita mengejar kenikmatan Dunia saja, tanpa menghiraukau akhirat, kelak kita akan mendapatkan balasannya. Pun halnya bila kita mengejar akhirat, dan menjadikan Dunia sebagai tempat bercocok tanam kebaikkan, in shaa allah kelak kita pun akan memanen kebaikan dan ditempatkan ditempat yang baik, di akhirat sana.
Apa yang kita kejar selama hidup ini ? Satu persatu semua akan meninggalkan kita, hingga tak ada lagi yang tersisa, kecuali amal yang kita kerjakan semasa kita hidup di Dunia. Sadarilah, semua ini hanya sementara, kelak, segala bentuk kenikmatan, keindahan, kemewahan, ataupun kesenangan  Dunia yang kita kejar selama ini, akan berakhir dan pergi meninggalkan kita.
Semoga, kita semakin menyadari akan arti hidup ini, bahwa kehidupan ini bukan hanya untuk mengejar perhiasan Dunia yang semu, melainkan untuk meraih ke ridhaan Ilahi, agar kelak kita dimasukkan kedalam surga yang abadi. Aamiinn, allahumma aamiinn. (www.eramuslim.com)


Mustaqim aziz
Twitter : mustaqimaziz2
Fb : moi_no_phobia@yahoo.com

Thursday, May 29, 2014

Jaminan Kecelakaan Kerja Pasca Diterbitkannya UU BPJS


Bagaimana pemberlakuan penetapan kecelakaan kerja setelah keluarnya UU 24 tahun 2011 tentang BPJS?
ana nurwana. 
 
Jawaban:
http://images.hukumonline.com/frontend/lt5165540a9b53c/lt51655436e57b1.jpg
 
Terima kasih untuk pertanyaan Anda.
 
Sebelum membahas mengenai Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“UU BPJS”) yang mengatur tentang jaminan kecelakaan kerja, kami akan membahas mengenai jaminan kecelakaan kerja yang diatur pertama kali dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (“UU Jamsostek”).
 
Kecelakaan kerja berdasarkan Pasal 1 angka (6) UU Jamsostek adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
 
Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU Jamsostek, tenagakerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima Jaminan Kecelakaan Kerja yang meliputi [Pasal 9 UU Jamsostek]:
1.    biaya pengangkutan;
2.    biaya pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan;
3.    biaya rehabilitasi;
4.    santunan berupa uang.
 
Terkait dengan perhitunganan besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja, Pasal 24 UU Jamsostek berbunyi:
(1) Perhitungan besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja yang harus dibayarkan kepada tenaga kerja dilakukan oleh Badan Penyelenggara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam hal perhitungan besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan menghitung kembali dan menetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Menteri menetapkan kecelakaan kerja, dan besarnya jaminan yang belum tercantum dalam peraturan pelaksanaan Undang-undang ini.
(4) Perbedaan pendapat dan perhitungan besarnya jumlah jaminan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) penyelesaiannya ditetapkan oleh Menteri.
 
Dari bunyi pasal di atas antara lain dapat kita ketahui bahwa perhitungan Jaminan Kecelakaan Kerja dilakukan oleh PT. Jamsostek. Apabila perhitungan besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja tidak sesuai, maka pegawai pengawas ketenagakerjaan yang menetapkannya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
Adapun peraturan yang melaksanakan penerapan Pasal 24 ayat (2) UU Jamsostek adalah Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 609 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja (“Kepmenakertrans 609/2012”).
 
Dalam lampiran Kepmenakertrans 609/2012 antara lain dikatakan bahwa apabila perhitungan PT. Jamsostek tidak diterima oleh salah satu pihak atau terjadi perbedaan pendapat antara pihak-pihak maka salah satu pihak dapat meminta penetapan Pengawas Ketenagakerjaan setempat.
 
Dari sini kita bisa ketahui bahwa sebelum UU BPJS berlaku, penetapan Jaminan Kecelakaan Kerja diperoleh dari pengawas ketenagakerjaan apabila ada ketidaksesuaian perhitungan antara PT Jamsostek dengan para pihak. Lebih jelasnya, apabila terjadi perbedaan pendapat antara para pihak mengenai kecelakaan kerja atau bukan kecelakaan kerja mengenai:
1)    Akibat kecelakaan kerja.
2)    Besarnya prosentase cacat akibat kecelakaan kerja.
3)    Besarnya jaminan.
maka pihak yang tidak menerima dapat meminta penetapan kepada Pengawas Ketenagakerjaan.
 
Untuk informasi kepada Anda, sebelum UU BPJS berlaku, jaminan kecelakaan kerja juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (“UU SJSN”) dan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja, demikian disebut dalam Pasal 29 ayat (2) UU SJSN.
 
Jaminan kecelakaan kerja merupakan salah satu program yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan di antara program-program lainnya sebagaimana yang disebut dalam Pasal 9 ayat (2) UU BPJS.
 
Jaminan Kecelakaan Kerja diatur dalam Pasal 29 s.d Pasal 34 UU SJSN yang antara lain mengatur bahwa jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja. Selain itu, besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja adalah sebesar persentase tertentu dari upah atau penghasilan yang ditanggung seluruhnya oleh pemberi kerja [Pasal 34 ayat (1) UU SJSN].
 
Dalam laman resmi BPJS Ketenagakerjaan dikatakan bahwa Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali di rumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% s/d 1,74% sesuai kelompok jenis usaha. Iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha dan tata cara pengajuan JKK dapat Anda baca lebih lanjut dalam laman tersebut.
 
Saat ini, seperti yang diketahui, PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja atau disingkat PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014 sebagaimana ditetapkan oleh Pasal 62 ayat (1) UU BPJS. Terkait dengan peralihan ini, dalam Pasal 62 ayat (2) huruf d UU BPJS disebutkan bahwa BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, dan program jaminan kematian yang selama ini diselenggarakan oleh PT Jamsostek (Persero), termasuk menerima peserta baru, sampai dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan yang sesuai dengan ketentuan Pasal 29 sampai dengan Pasal 38 dan Pasal 43 sampai dengan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, paling lambat 1 Juli 2015. Perlu diketahui, pasal dalam UU SJSN yang mengatur khusus tentang Jaminan Kecelakaan Kerja adalah Pasal 29 sampai dengan Pasal 34 UU SJSN.
 
Ini artinya, saat ini BPJS Ketenagakerjaan mulai berjalan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja yang selama ini diselenggarakan oleh PT Jamsostek dan UU memberinya waktu kepada BPJS Ketenagakerjaan untuk menyelenggarakan program tersebut paling lambat 1 Juli 2015. Selama itu pula, menurut hemat kami UU Jamsostek dan Kepmenaker 609/2012 sebagai peraturan pelaksananya masih berlaku sehingga penetapan kecelakaan kerja sebagaimana yang kami jelaskan di atas.
 
Dengan demikian, pada dasarnya JKK yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan penyelenggaraan JKK yang diatur dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 34 UU SJSNsampai dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 1 Juli 2015. Pasal-pasal tersebut antara lain mengatur bahwa peserta yang mengalami kecelakaan kerja berhak mendapatkan manfaat berupa pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya dan mendapatkan manfaat berupa uang tunai apabila terjadi cacat total tetap atau meninggal dunia. Selain itu, manfaat jaminan kecelakaan kerja yang berupa uang tunai diberikan sekaligus kepada ahli waris pekerja yang meninggal dunia atau pekerja yang cacat sesuai dengan tingkat kecacatan.
 
Selain itu, melihat belum diaturnya penetapan Jaminan Kecelakaan Kerja di UU BPJS, maka selama UU Jamsostek masih berlaku, maka peraturan pelaksana di bawahnya tetap berlaku, yakni Kepmenaker 609/2012 yang menjadi acuan tentang penetapan kecelakaan kerja.
 
Namun, pada saat mulai beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan, UU Jamsostek dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Oleh karena itu, menurut penafsiran kami, batas waktu 1 Juli 2015 pengoperasian BPJS Ketenagakerjaan kemungkinan akan ada ketidakjelasan penetapan kecelakaan kerja karena dalam UU BPJS belum diatur mengenai penetapan kecelakaan kerja.  
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. (www.hukumonline.com)
 
Dasar hukum:
4.    Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 609 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja
 
Referensi:
http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/info/jkk.php, diakses pada 7 Mei 2014 pukul 17.11 WIB

Perbankan Syaratkan Perusahaan Lampirkan Jamsostek untuk Tambah Modal Kerja

Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan telah melakukan pendekatan dengan kalangan perbankan terkait keharusan bagi perusahaan melampirkan keterangan kepesertaan jaminan sosial tenaga kerja dalam memperoleh tambahan modal kerja. Dengan begitu, diharapkan seluruh perusahaan yang mempekerjakan karyawan, termasuk pekerja sektor informal seperti petani dan nelayan yang membutuhkan modal kerja secara otomatis akan mengikuti program perlindungan jaminan sosial.

"Program perlindungan sosial merupakan amanat perundangan yang dijalankan pemerintah bagi seluruh warganegaranya. Karena itu, semua pihak mesti membantu dan kita sudah lakukan penjajakan terhadap perbankan," kata Direktur Keuangan Herdy Tisanto didampingi Kepala Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Wilayah Jabar Iwan Kusnawan sebelum berlangsungnya Customer Gathering di Bandung, kemarin malam.

Acara Customer Gathering ini merupakan tradisi baru BPJS Ketenagakerjaan sebagai apresiasi terhadap perusahaan yang menyertakan pekerjanya dalam  program jaminan perlindungan sosial. Dalam acara yang dibuka Dirut BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G Massasya dan diikuti 250 perusahaan dari 14 kantor cabang di Jabar, memberikan sambutan Gubernur Jabar Achmad Heryawan yang dibacakan Kepala Dinas Kementrian Ketenagakerjaan Dr Hening Widiatmoko.

Lebih jauh Herdy menjelaskan, setelah bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan dari sebelumnya PT Jamsostek (Persero), pihaknya terus menerus melakukan sosialisasi terhadap kalangan perusahaan dan pekerja, termasuk berbagai penambahan benefit yang diterima perusahaan dan pekerja. "Kita harapkan perusahaan bisa memahami program perlindungan jaminan sosial bagi pekerjanya dan mengikuti program ini karena didasari kebutuhan. Jadi sifatnya tidak dikejar-kejar dengan sanksi yang memang sudah disyaratkan dalam perundangan," terangnya.

Untuk memperluas cakupan kepesertaan, Herdy menambahkan, BPJS Ketenagakerjaan pun sudah melakukan kerjasama dengan banyak pemerintan daerah. â€Å“Kerjasama dengan pemerintah daerah merupakan suatu keniscayaan. Karena, program perlindungan sosial bagi tenaga kerja itu amanat dari UU," tandasnya.

Sekalipun begitu, lanjut Herdy, setelah bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan, perlindungan sosial bukan hanya diberikan bagi para pekerja formal, tapi juga pekerja informal. â€Å“Memang tidak mudah sosialisasi perlindungan sosial bagi pekerja informal. Karena itu, kita pun melakukan berbagai terobosan diantaranya kerjasama dengan bank dimana BPJS Ketenagakerjaan menempatkan dananya, yang mensyaratkan perlunya perusahaan nasabah bank tersebut mengikuti pekerjanya dalam program perlindungan jaminan sosial,” terangnya.

BPJS Ketenagakerjaan saat ini mengelola portofolio dana pekerja Rp 148 triliun yang sebagian besar disimpan dalam bentuk deposito di bank-bank milik pemerintah, seperti Bank Mandiri, BNI, BRI, BTN maupun Bank Pembangunan Daerah (BPD) di seluruh provinsi.

Ditambahkannya, saat ini pun BPJS Ketenagakerjaan telah membuka 512 outlet layanan penambahan kepesertaan dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Di lain pihak, BRI pun dikenal banyak melayani nasabah sektor informal, seperti petani dan nelayan. â€Å“Kita sudah jajaki, bahwa bagi mereka yang akan melakukan penambahan modal kerja dari bank untuk juga mengikuti program perlindungan dasar sosial berupa jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JK) dengan benefit bagi petani atau nelayan bersangkutan,” terangnya. Adapun pada Juli 2015 nanti, program yang diberikan BPJS Ketenagakerjaan akan ditambah dengan program pensiun.

Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah BPJS Jawa Barat, Iwan Kusnawan menjelaskan, menindaklanjuti kesepakatan yang sudah dibuat dalam kerjasama dengan Pemda Jawa Barat, maka dalam waktu dekat seluruh PNS di lingkungan Pemda Jabar terutama Dinas Pemadam Kebakaran dan Polisi Pamong Praja diikutkan program jaminan sosial yaitu Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK),” terangnya.

Menanggapi adanya salah satu BUMN yang tidak mau menyertakan karyawannya dalam program jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan, karena memilih program asuransi lain, Iwan mengatakan, pihaknya terus melakukan berbagai pendekatan untuk mencari titik penyelesaian. â€Å“Kita tidak perlu memblow up masalahnya, tapi mencari solusi karena ini merupakan amanat perundangan dan kami targetkan persoalan itu sudah bisa selesai bulan April mendatang,” pungkasnya. (http://www.jamsostek.co.id)

PNS Ikut BPJS Ketenagakerjaan Kian Bertambah




BPJS

Kepesertaan pegawai negeri sipil dalam program jaminan sosial di BPJS Ketenagakerjaan terus bertambah.
Setelah sebelumnya Pemerintah Kota Sorong mendaftarkan 3.000 pegawainya, kini giliran Pemerintah provinsi sulawesi utara mendaftarkan 3.326 dari 5.314 pegawainya dalam seluruh program BPJS Ketenagakerjaan.
“Kepesertaan PNS di Sulawesi Utara ini tertuang dalam nota kesepakatan antara BPJS Ketenagakerjaan dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara No PER/005/03/2014 dan Nomor 840/605/Sekr-DTKT tentang Penyelanggaraan Jaminan Sosial BPJS Ketenagakerjaan di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara,” jelas Direktur Investasi BPJS Ketenagakerjaan Jeffry Haryadi dalam keterangan tertulisnya.
Kerjasama tersebut, lanjutnya, sudah dilakukan dalam launching kepesertaan PNS Pemprov Sulut dengan tema “PNS SEJAHTERA BERSAMA BPJS KETENAGAKERJAAN“ akhir pekan lalu di halaman kantor gubernur sulawesi utara.
Pemprov Sulut telah mendaftarkan PNS menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan sebagai upaya untuk memberikan rasa nyaman sekaligus perlindungan saat bekerja maupun menghadapi hari tua.
“Dengan masuk program BPJS maka setiap PNS memperoleh perlindungan jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan pensiun,” kata Jeffry.
Menurutnya, PNS wajib ikut BPJS Ketenagakerjaan karena mengacu kepada Undang-undang (UU) No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tertuang dalam pasal 21–23 tentang hak dan kewajiban ASN menjamin pensiunan dan jaminan hari tua serta perlindungan.
“Pemerintah menegaskan setiap pemberi kerja dan pekerja berhak atas jaminan sosial yang meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian, ” tambah Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan Sulut Rudy Yunarto. (poskotanews.com)

MEMBANGUN JAMINAN SOSIAL MENUJU NEGARA KESEJAHTERAAN

MEMBANGUN JAMINAN SOSIAL MENUJU NEGARA KESEJAHTERAAN
Penulis : Hotbonar Sinaga
Editor : Mohammad Dimyati & Paulus S. Fajar
Art Design : Agus Solikin
Diterbitkan oleh :
CV. Java Media Network (Anggota IKAPI)
Jl. Pulo Kamboja Raya No. 41 G
Kemandoran I
Kebayoran Lama, Jakarta 12210

Cetakan Pertama,
Mei 2009

14 x 21 cm, x + 338 halaman



Harapan mewujudkan Indonesia menjadi sebuah Negara Kesejahteraan (Welfare State) sebagaimana dicita-citakan para tokoh pendiri, menjadi pesan utama dalam buku "Membangun Jaminan Sosial Menuju Negara Kesejahteraan" yang ditulis Hotbonar Sinaga, Direktur PT (Persero) Jamsostek.

Negara dikatakan sejahtera jika kalangan petani, nelayan, pedagang kaki lima (PKL), sopir, tukang ojek, kaum pengangguran yang terimbas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bahkan para lanjut usia (lansia) yang jumlahnya diprediksi mencapai 65 juta jiwa bisa menikmati kehidupan yang jauh lebih baik dari kondisi yang ada saat ini, demikian Bonar dalam buku itu.

Sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam rangka memberikan jaminan sosial kepada rakyat, pemerintah perlu mengambil kebijakan radikal berupa memobilisasi dana jangka panjang dalam jumlah yang cukup besar secara bertahap kepada empat Badan Penyelenggara Jaminan Nasional (BPJS).

Dalam buku terbitan CV Java Media Network, Mei 2009, disebutkan, empat BPJS itu yakni PT Jamsostek, PT Taspen, PT Askes Indonesia, dan ASABRI.

Melalui empat lembaga BPJS itulah, para tenaga kerja informal seperti petani, nelayan dan lainnya mendapatkan jaminan sosial berupa jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

Pemupukan modal untuk program jaminan sosial, di samping sangat bermanfaat bagi rakyat terutama pekerja di sektor informal, juga terbukti efektif mendukung program pembangunan infrastruktur, memperluas lapangan kerja, menekan angka kemiskinan dan meningkatkan daya tahan negara menghadapi badai krisis ekonomi keuangan global.

Praktek seperti itu telah dilakukan sejumlah negara seperti negara tetangga Malaysia dan Singapura, negara-negara di Amerika Latin seperti Cili dan negara-negara di benua Eropa yang telah menginvestasikan dana dalam jumlah yang sangat besar sejak tahun 1950-an untuk program jaminan sosial bagi warganya.

Sebagai contoh, Singapura pada tahun 2003 memiliki cadangan dana sebesar Rp500 triliun untuk pembayaran program tunjangan hari tua. Dalam tahun yang sama, PT Jamsostek hanya memiliki cadangan dana sekitar Rp30 triliun untuk mengelola empat program pokoknya.

Hingga tahun 2009, empat BPJS yang dibentuk pemerintah berdasarkan UU No 40 tahun 2004 itu baru memiliki cadangan modal sebesar Rp111,04 triliun dengan cakupan kepersertaan jutaan orang. Bandingkan dengan Singapura dan Malaysia yang memiliki cadangan modal untuk program jaminan sosial masing-masing Rp800 triliun - Rp900 triliun dan Rp600 triliun - Rp700 triliun.

Dengan segudang pengalaman sebagai dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia, Hotbonar dalam tulisannya juga ingin mengingatkan semua pihak terutama empat BPJS agar dapat mengelola dana negara melalui program jaminan sosial secara transparan dengan mengedepankan prinsip "good governance" dan juga mempertimbangkan berbagai faktor risiko.

Buku yang merupakan kompilasi tulisan Hotbonar pada sejumlah media massa di tanah air sejak Oktober 2005 hingga April 2009 itu juga mengupas secara rinci pentingnya program asuransi, prospek dan tantangan perusahaan asuransi di Indonesia.

Topik asuransi syari`ah yang kini mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dengan berbagai keunggulannya dibanding dengan produk asuransi konvensional disertai tips praktis dalam memilih produk asuransi sudah tentu dapat menjadi inspirasi dan bahan perbandingan bagi siapapun yang ingin berinvestasi dalam bidang ini.

Keunggulan buku kedua karya Hotbonar ini terletak pada bagian akhir yang berkisah seputar kegiatan ibadah puasa di bulan ramadhan dan merayakan hari Idul Fitri sebagai hari kemenangan bagi kaum muslim dan muslimat.

Kedua kisah itu menuntun sekaligus mengajak setiap pembaca agar kembali ke kehidupan spiritualitas yang menyadari kebesaran Sang Ilahi sebagai sumber dan jaminan utama untuk mewujudkan kesejahteraan sosial di negeri ini. (Evarianus. M. Supar)

Bantuan Sosial Cenderung Dipolitisasi

 Program bantuan sosial dari pemerintah, semisal Bantuan Langsung Tunai (BLT) cenderung dipolitisasi. Bantuan itu juga tidak mendidik karena mengajarkan masyarakat meminta-minta tanpa berusaha.
Hal itu merupakan poin yang dikemukakan dalam diskusi buku 'Perlindungan Sosial dan Klientelisme' karya Mulyadi Sumarto yang digelar di Kampus Fisipol UGM, Bulaksumur, Yogyakarta, Senin (26/5) siang.
Hadir dalam diskusi tersebut penulis buku, guru besar Australia National University Edward Aspinall, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia, Kuskrido Ambardi, dan mantan Wali Kota Blitar, Djarot Saiful Hidayat.
Mulyadi Sumarto, mengatakan, pembagian BLT menjelang Pemilihan Presiden 2009 dikenai makna politik cukup besar oleh calon presiden. Baik suara pro maupun kontra menjadi senjata mendongkrak popularitas.
Ketika kritik terhadap BLT mulai menghilang dari media massa, maka keriuhan di tingkat elit politik muncul untuk memperebutkan siapa yang berhak memegang klaim terhadap program tersebut.
Alhasil, tiga calon presiden saat itu yaitu Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Jusuf Kalla, sama-sama menyampaikan klaim atas program bantuan sosial kompensasi kenaikan harga BBM tersebut.
Mulyadi menjelaskan, sebenarnya saat itu pembagian BLT tidak benar-benar diperlukan. Bantuan tersebut justru kontraproduktif ketika kemudian ada pihak berusaha mengklaimnya.
Menurut Kuskrido Ambardi, di balik bantuan sosial terdapat desakan ekonomi dan kultural yang mengimpit masyarakat dan menggiring pilihan politik mereka. Meskipun demikian, masih perlu penelitian tersendiri mengenai dampak pada tingkat individual tersebut.
Ia mengatakan, sebenarnya bantuan sosial merupakan hal yang wajar dan juga diterapkan di berbagai negara lain, bahkan di negara maju sekalipun. Mirip di Indonesia, program serupa di negara lain juga diselimuti permasalahan etis.
Menurut Kuskrido, tidak mudah menghilangkan efek politik dari program bantuan sosial pemerintah. Ada beberapa cara yang bisa ditempuh untuk menguranginya, misalnya pemilihan waktu yang tepat sehingga program bantuan tidak dieksekusi mengikuti siklus pemilu. "Tapi tetap saja sangat sulit menghilangkan efek politik tersebut," kata Kuskrido.
Sementara itu, Djarot Saiful Hidayat, mengatakan, fenomena money politic pada Pemilu 2014 saat ini tak bisa dilepaskan begitu saja dari apa yang terjadi pada gelaran serupa pada 2009. Ia mengatakan, bukan hal baru bagaimana kemiskinan dipelihara, kemudian dibeli saat ada kepentingan yang diperjuangkan pelaku politik pragmatis.
Mantan wali kota yang menolak program BLT itu mengatakan, bukan berarti program populis menjadi hal tabu. "Program populis sifatnya harus mendidik, jangan membuat malas, apalagi jika berlatarbelakang motif politik," kata dia. (Tribunjogja.com)

Persyaratan Bagi PNS Untuk Dapat Mengajukan Pensiun Dini

Pertanyaan:
Apa persyaratan bagi PNS untuk dapat mengajukan pensiun dini?
Jawaban:
PNS dapat mengajukan Pensiun dini, sepanjang memenuhi ketentuan pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiunan Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai,
a.    telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun dan mempunyai masa kerja untuk pensiun sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun.
b.    Oleh badan/pejabat yang ditunjuk oleh Departemen Kesehatan berdasarkan peraturan tentang pengujian kesehatan pegawai negeri, dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga karena keadaan jasmani atau rokhani yang disebabkan oleh dan karena ia menjalankan kewajiban jabatan atau
c.    Mempunyai masa-kerja sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun dan oleh badan/pejabat yang ditunjuk oleh Depertemen Kesehatan berdasarkan peraturan tentang pengujian kesehatan pegawai negeri, dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga karena keadaan jasmani atau rokhani, yang tidak dasebabkan oleh dan karena ia menjakankan kewajiban jabatannya. (http://ulpk.pom.go.id)