Wednesday, January 8, 2014

Sukacita Abu Darda’ Jelang Ajal


Abu Idris al-Khulani meriwayatkan bahwa suatu hari Abu Darda’ jatuh sakit. Dan sakit ini yang kemudian membawanya pada kematian. Banyak dari kalangan umat Islam yang datang menjenguknya. Melihat banyaknya umat yang menjenguk beliau, para sahabat dari pelbagai daerah lain akhirnya memutuskan untuk mengirimkan perwakilan dari setiap kabilah dan daerah. Saat itu Abu Idris juga datang menjenguknya. Saat dia hendak mendekat ke beliau, mereka yang berada di sekeliling Abu Darda’ menyingkir dan mempersilakan Abu Idris duduk di dekatnya.
Abu Idris berkata pada Abu Darda’, “Allahu Akbar… Allahu Akbar…” Ia terus mengulanginya sampai beberapa kali. Abu Darda’ lalu mengangkat kepalanya dan berkata, “Sesungguhnya jika Allah telah mempunyai ketentuan, aku lebih senang bila ketentuan itu dilaksanakan-Nya. Karena aku akan mendapatkan ridha-Nya.” Beliau melanjutkan, “Bukankah setiap orang juga akan merasakan kematian seperti aku ini? Bukankah setiap orang juga akan merasakan detik-detik seperti yang aku rasakan saat ini?” Setelah itu, beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir.[1]
Ibn Abu al-Muhajir juga bertutur, “Saat Abu Darda’ dalam keadaan sakaratul maut, beliau selalu mengatakan, ‘Siapa yang akan merasakan kematian seperti aku ini? Siapa yang akan merasakan detik-detik seperti aku ini?
Kemudian  putra Abu Darda’ yang bernama Bilal mendatanginya dan berkata, “Bangkitlah wahai ayah!” Beliau membalas ajakan putranya dengan membaca ayat al-Qur’an:

“Dan Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka.” (QS Al-An’âm [6]:110).
Lalu beliau mengulangi kata-kata yang diucapkannya tadi kepada anaknya, “Siapa yang akan merasakan kematian seperti aku ini? Siapa yang akan merasakan detik-detik seperti aku ini?” Beliau terus mengucapkan kalimat tersebut hingga hembusan nafas terakhirnya.[2]

Detik-detik Jelang Ajal Abu Darda’
Muawiyah bin Qarah bercerita, “Saat Abu Darda’ mengaduh sakitnya, beberapa sahabat langsung datang menemuinya. Mereka menanyakan perihal apa yang terjadi padanya, Apa yang membuatmu mengaduh wahai Abu Darda’? Beliau menjawab, Aku mengaduhkan dosa-dosaku. Mereka bertanya lagi, Apa yang engkau rindukan? Ia menjawab, Aku merindukan surga. Mereka bertanya lagi padanya, Maukah kami panggilkan dokter untukmu? Ia langsung menjawab, Justru dokter itu malah akan menggangguku.”[3]
Diriwayatkan oleh istri Abu Darda’ bahwa saat Abu Darda’ dalam keadaan sakaratul maut, beliau berusaha mengucapkan kata-kata ini, “Siapa yang akan merasakan hari seperti hariku ini? Siapa yang akan merasakan detik-detik kematian seperti aku ini? Siapa yang akan merasakan mati seperti aku ini?” Kemudian beliau membaca ayat al-Qur’an yang berbunyi:

“Dan Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (al-Quran) pada permulaannya. (QS Al-An’âm [6]: 110).
Setelah membaca ayat ini, beliau wafat. Semoga Allah selalu meridhainya.[4]
Auf bin Malik al-Asyja’i juga mengisahkan bahwa dalam mimpiku, aku seperti mendatangi kebun nan hijau. Di dalamnya ada kubah yang terbuat dari tanah. Sedangkan di sekelilingnya terdapat domba-domba yang dikandangkan. Domba-domba itu terlihat mempunyai keberanian untuk mengeluarkan kotoran. Aku kemudian bertanya kepada penjaganya, “Milik siapa domba-domba ini?” Ia menjawab, “Milik Abdurrahman bin Auf.” Aku lalu menunggui beliau sampai ia keluar dari kubah itu. Setelah keluar, beliau berkata padaku, “Wahai Auf bin Malik, inilah yang telah Allah berikan pada kita melalui al-Qur’an. Walaupun engkau telah mulia dengan besarnya gunung ini, engkau akan melihat apa yang belum pernah engkau lihat. Engkau juga akan mendengar apa yang belum pernah engkau dengar. Hal-hal semacam ini tidak pernah terbersit sedikitpun dalam hatimu. Dan jika engkau ingin tahu, semua ini telah Allah persiapkan untuk Abu Darda’. Karena ia telah menguburkan dunia dengan ketenangan jiwa dan pengorbanan.”
Abu Darda’ wafat di salah satu bagian wilayah Syam. Yaitu di kota Damaskus pada tahun 32 Hijriah.
Semoga Allah selalu meridhai sahabat Abu Darda’ dan memberikannya tempat yang tinggi dan mulia. Aamiin.


[1]HR Abu Na’im dalam ‘Hilyat al-Auliyâ’, Juz I, hlm. 217, Al-Rub’i dalam ‘Wasâyâ al-Ulamâ Inda Hudhur al-Mauti’, hlm. 55-56 dan Imam al-Dzahabi dalam ‘Siyaru A’lâmi al-Nubalâ’, Juz I, hlm. 352.
[2]HR  Al-Rub’i dalam ‘Wasâyâ al-Ulamâ Inda Hudhur al-Mauti’, hlm. 56.
[3]Hadits shahih,  HR Abdullah bin Ahmad dalam ‘Rawâid  al-Zuhdi’ hlm 168, Abu Na’im dalam ‘Hilyat al-Auliyâ’, Juz I, hlm. 218 dan Ibn al-Jauzi dalam ‘Sifat al-Safwah’, Juz I, hlm. 641.
[4]Hadits shahih, HR Abu Na’im dalam ‘Hilyat al-Auliyâ’, Juz I, hlm 217, Ibn al-Jauzi dalam ‘Sifat al-Safwah’, Juz II, hlm. 352.

No comments:

Post a Comment