Oleh
Kartono Mohamad
Mantan
Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Indonesia akan menerapkan sistem jaminan kesehatan
universal mulai tahun 2014. Jangan buru-buru berharap karena pada tahap awal
ini Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) hanya akan melayani pegawai negeri
yang memang dari dulu sudah ikut Askes, ditambah orang miskin yang selama ini
ikut Jamkesmas. Bagi PNS, sistem ini bukan hal baru karena dari dulu gajinya
sudah dipotong untuk iuran jaminan kesehatan, dan bagi orang miskin iurannya
akan dibayar oleh negara. Bagi BPJS (d/h PT Askes) juga bukan hal yang baru
karena hanya meneruskan pola pelayanan yang sudah ada, mungkin dengan sedikit
modifikasi di sana sini.
Ternyata bukan hanya Indonesia yang akan
melaksanakan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) semesta. China yang
mempunyai penduduk 1,3 miliar juga akan melaksanakannya. Cita-citanya di tahun
2015 nanti sebagian besar (95 persen) rakyat China akan tercakup dalam jaminan
kesehatan semesta (universal health coverage).
Dulu China pernah memberlakukan jaminan kesehatan
sebagaimana negara-negara komunis lainnya, Uni Soviet, Jerman Timur, Kuba, dan
sebagainya. Caranya, negara menanggung (hampir) seluruh biaya kesehatan
rakyatnya. China memberikan jaminan kesehatan rakyatnya yang dibagi dalam empat
kelompok: mereka yang di pedesaan (terutama petani), mereka yang di perkotaan
dan bekerja secara resmi, mereka yang di perkotaan tetapi tidak menjadi pekerja
resmi, dan mereka yang miskin baik di desa maupun di kota.
Tetapi setelah krisis ekonomi di tahun 1998 (?)
semua jadi berantakan karena negara tidak sanggup lagi menanggung bebannya.
Kini, sejak tahun 2000, keadaan itu secara berangsur diperbaiki. China
melakukan reformasi kesehatan secara terencana mulai tahun 2009 dan
mencanangkan bahwa di tahun 2015, sebanyak 1,3 miliar penduduk China akan
terjamin biaya pemeliharaan kesehatannya melalui pola asuransi semesta.
Di tahun 2015 nanti, rakyat harus membayar sebesar
30 persen dari biaya pemeliharaan kesehatannya, diambil dari kantong mereka
sendiri. Sebelum 2009, 52,2 persen biaya kesehatan dibayar langsung oleh rakyat
(Indonesia 70 persen). Dengan biaya kesehatan yang terus meningkat, harga obat
yang semakin mahal, dan tuntutan semakin tinggi, baik Indonesia maupun China,
beban rakyat akan semakin berat jika harus membayar tunai.
China juga mengalami kondisi yang serupa dengan
Indonesia sekarang. Jumlah dokter dan sarana pelayanan yang tidak memadai,
terutama di perdesaan, mutu layanan yang rendah, kesadaran rakyat akan
pelayanan kesehatan modern meningkat, dan kemajuan teknologi membuat biaya
kesehatan semakin mahal.
Pemerintah China agaknya sadar bahwa kalau rakyat
tidak harus membayar sendiri secara tunai untuk biaya kesehatannya negara akan
secara ekonomis untung karena rakyat akan lebih sehat, lebih produktif, dan
mempunyai kesempatan untuk menabung yang ujung-ujungnya akan menghidupkan
ekonomi. Sebagaimana orang berdagang, kalau ingin memperoleh keuntungan, ya
harus keluar modal. Untuk meraih keuntungan yang sudah terbayang itu,
pemerintah China mengeluarkan modal sebesar 850 miliar Yuan di tahun 2009 untuk
melaksanakan reformasi kesehatan tersebut.
Jadi selama masa persiapan itu, pemerintah China
mengeluarkan uang untuk: memperbaiki saran pelayanan sampai ke desa-desa,
melatih para dokter, menerapkan pemantauan mutu layanan bagi seluruh sarana
(puskesmas, klinik, rumah sakit) yang juga meliputi efisiensi (cost
containment), penyediaan obat esensial (bukan hanya generik) yang terkendali
harganya, dan penyediaan jamkesmas untuk yang tidak mampu.
Selanjutnya di tahun 2020 nanti, jaminan sosial
yang menyeluruh (termasuk jaminan hari tua, dan sebagainya) diharapkan sudah
berlaku. Programnya hampir sama dengan konsep SJSN Indonesia. Bedanya hanya
pada keberanian mengeluarkan modal awal sebagai persiapan agar terjamin bahwa
rakyat di manapun juga akan terjamin pelayanannya, termasuk mutunya. Yang
terdengar sekarang baru perundingan harga antara dokter dengan BPJS. Belum
konsep pengadaan obat, pengawasan mutu layanan, dan yang lain. Padahal waktu tinggal delapan bulan lagi. ***
No comments:
Post a Comment