Friday, February 15, 2013

Stanley Setia Atmadja

 Presiden Direktur dan CEO Adira Multi Finance Group


Sebuah konsistensi menapaki dunia bisnis multifinance otomotif dan segala turunannya telah menampakkan hasil. Bermula dengan modal Rp5 miliar dari sebuah garasi, sekitar 16 tahun silam, kini bendera Adira Dinamika Multi Finance sudah memiliki aset tak kurang dari Rp12 triliun. Sungguh lompatan yang luar biasa. Ini tak terlepas dari tangan dingin seorang Stanley Setia Atmadja yang menerapkan lima prinsip kepemimpinan. Trust. Respect. Empowerment. Punishment. Dan, ditambah reward. Lewat kelima prinsip itulah, kendati sempat diterpa sedikitnya 10 kali perubahan, seorang Stanley begitu teguh jatuh-bangun bersama Adira. Selain kelima prinsip tadi, Stanley menahkodai Adira dengan sentuhan kepemimpinan (leadership). Bukan dengan style bos --yang miskin sentuhan nurani kemanusiaan. Diperkaya pula dengan ‘falsafah air’ dalam diri seorang Stanley yang mahadahsyat menaklukkan pasar dan trend konsumen memperoleh pembiayaan. Dengan kekuatan falsafah air juga, Stanley berusaha menggapai mimpi menjadikan Adira sebagai sebuah aset bangsa.   



Membesarkan yang Kecil dengan Falsafah Air



Senja itu. Awal pekan ketiga Februari 2006. Sebagaimana galibnya senja-senja yang lain. Jalanan Jakarta selalu saja dirundung macet. Tapi, tak demikian di kawasan Menteng Raya, di mana Graha Adira tegak kokoh berdiri. Pacuan mobil dan motor lancar mengalir, seakan sambung-menyambung, mencari tempat yang masih tersisa. Bak aliran air sungai yang terus mencari tempat yang lebih rendah atau menyelusup ke sela-sela himpitan onggokan sampah yang semakin memperdangkal kedalaman Ciliwung.

Senja itu kami dijanjikan sebuah waktu oleh seorang Chief Executive Officer (CEO) sebuah perusahaan pembiayaan yang cukup sohor PT Adira Dinamika Multi Finance. Yang bernama Stanley Setia Atmadja.

Lepas dari aliran lalu-lintas yang relatif lancar di senja itu, memasuki pelataran parkir Graha Adira, kami disambut oleh deretan parkir mobil yang mulai mencair. Tak begitu sukar mencari sela-sela buat menyelusupkan barang satu mobil atau motor. Maklum, jam kantor telah lewat. Namun, ritme kerja di Graha Adira masih sangat terasa. Terutama di lantai 12, di mana Adira Dinamika Multi Finance berpusat. Dua ruang pertemuan di samping operator atau petugas penerima tamu masih menunjukkan aktivitas sebuah institusi bisnis. Satu atau dua orang tampak keluar-masuk, sementara seorang pembicara dalam kelompok beranggotakan sekitar tujuh orang itu asyik tampil di samping white board menyampaikan ide dan gagasan bagi pengembangan kepak sayap Adira. Satu atau serombongan tamu juga terlihat menunggu giliran diterima si empunya rumah.

Dan, tepat pukul 17.10 WIB, giliran kami memperoleh waktu yang dijanjikan si empunya rumah. Memasuki ruang kerja Stanley di lantai 12 Graha Adira, rasanya, tak banyak yang berubah. Dibandingkan beberapa waktu silam. Masih begitu banyak miniatur mobil tersusun rapi di dua lemari yang ada di belakang kursi kerjanya. Salah satu dinding ruang kerja lelaki kelahiran 24 Agustus 1956 ini pun masih dihiasi gambar mobil sport Ferrari  yang terbuat dari spare part jam –sebuah benda antik yang ditemukan Stanley ketika melancong ke Negeri Paman Sam.

Kalau toh ada perubahan, barangkali, cuma dalam jumlah pernak-pernik miniatur mobil yang kian banyak. Semakin bertambah banyak corak, model, dan asal-muasal barang-barang kesukaan Stanley di sana. Boleh jadi inilah cermin perkembangan perusahaan pembiayaan multibrand nomor satu di Indonesia ini. Dalam arti, Adira kini sudah mampu mendapat kepercayaan dari banyak pemilik merek atau produsen kendaraan bermotor. Adira tak terpatok membiayai kepemilikan kendaraan bermotor pada satu merek –Yamaha saja misalnya. Bahwa, Adira Multi Finance kini telah berkembang, beranak-pinak, dan berkawin-silang. Terus mengisi tempat-tempat yang lebih rendah. Terus menyelusup di antara himpitan onggokan multifinance yang belum lama bangun dari tidurnya. 

“Maaf agak tertunda, hari ini banyak sekali acara saya. Berantakan,” begitu sapa pembuka seorang Stanley pada kami. Dan, kami pun maklum. Di tengah silih-berganti tamu-tamunya yang tak lain para pelaku dunia usaha, pelaku dunia penuh perhitungan untung-rugi. Orang sekelas Stanley masih menyempatkan diri berbagi pengalaman, berbagi ilmu, dalam menyibak sungai kehidupan.

Meski banyak agenda hari itu, satu hal yang kasat mata tak berubah pada diri ayah dua orang anak ini. Rapi, kelimis dan modis. Begitulah, memang, keseharian penggemar sepeda motor Ducati (made in Italia) ini. Sebuah cermin, meski mengaku berantakan tak lantas menggambarkan bahwa Adira sebagai sebuah organisasi pun ikut berantakan.

Bagi penyandang gelar MBA dari Universitas La Verne, California, Amerika Serikat, ini, penampilan merupakan bagian dari personal branding yang harus seimbang dengan kedudukannya sebagai orang nomor satu di perusahaan. “Personal branding membuka banyak pintu opportunity,” katanya dalam satu kesempatan.

Apalagi, Adira –di mana ia sebagai salah satu pendiri— membidangi usaha jasa pembiayaan. Terutama pembiayaan kepemilikan kendaraan roda empat di awal-awal perjalanan usaha. Kendaraan roda empat yang sejauh ini masih begitu lekat sebagai simbol prestise bagi si pemilik. Yang lekat dengan image. Citra diri yang berkelas. Secara otomatis, bagaimana penampilan orang di belakang kemudi perahu Adira jelas sangat menentukan.

Sungguh tak terbayangkan bagaimana perkembangan Adira kalau seorang Stanley tampil alakadarnya. Apalagi urakan. Adira, tentu, akan dijauhi konsumen. Citra diri perusahaan bisa-bisa terjerembab di titik nadir. Citra yang tidak berkelas.  

“Jadi, saya membangun image positif perusahaan lewat penampilan saya,” ujar lelaki yang senantiasa berbicara kalem, runtut, dan dengan tekanan intonasi jelas tegas ini. Siapapun yang menjadi lawan bicara, boleh diakui, merasa tidak kesulitan mencerna apa yang dilontarkan oleh  lelaki yang memutuskan ‘cabut’ dari Citibank pada 1991 ini.

Sebuah keputusan yang berani, ketika Stanley memilih meninggalkan Citibank. Sebuah keputusan berani dalam karir mengingat waktu itu Stanley sudah sampai pada posisi Direktur PT Citicorp Leasing Indonesia. Di tengah image perbankan yang masih bergengsi kala itu, pengagum filsuf Cina Lao Tzu ini memutuskan turun ke perusahaan pembiayaan lokal yang cenderung dianggap sebagai lahan yang pamornya jauh di bawah perbankan. Pendek kata, Stanley memilih mengikuti sifat air yang selalu mencari tempat yang lebih rendah.

Stanley tak hanya mengagumi filsuf Cina yang lekat dengan falsafah air itu. Lekat dalam benak seorang Stanley, bahwa Lao Tzu pernah berujar, “Tidak ada sesuatu di dunia yang selunak air. Namun tidak ada yang mengunggulinya dalam mengalahkan yang keras.” Di ujung kalimat bijaknya ini, Lao Tzu mengatakan bahwa setiap orang tahu tentang hal ini tapi sedikit saja yang mempraktikkannya. Dan, dari yang sedikit itu, salah satunya adalah Stanley Setia Atmadja.

Keputusan Stanley turun ‘pangkat’ dari bank ke multifinance ternyata tidak meleset. Buktinya, meski sempat tertatih-tatih dan merangkak di masa balita, multifinance yang diberinya bendera Adira Dinamika Multi Finance itu mampu melesat dan terus mengisi ruang-ruang kosong aliran sungai bisnis pembiayaan. Terlebih, sungai bisnis multifinance seperti dialiri air bah permintaan (demand) kendaraan bermotor yang melonjak drastis. Setelah krisis multidimensi 1998, permintaan mobil dan sepeda motor menunjukkan pertumbuhan permintaan pasar yang sangat fenomenal.

Pasar mobil menggeliat dari angka demand 88.000 unit di tahun 1999 dan menanjak terjal di tahun 2000 pada angka 285.000 unit dan 300.000 unit pada tahun 2001. Bahkan, di tahun 2005 lalu, diperkirakan menembus angka 550.000 unit. Lalu, untuk sepeda motor, jika di tahun 1999 hanya ada demand 460 ribu maka di tahun 2000 permintaan mencapai 1,1 juta unit. Lantas, di tahun 2001 pergerakan angka meloncat tinggi ke angka 1,8 juta unit dan 2,3 juta unit pada tahun 2002.      

Pangsa pasar pembiayaan kepemilikan sepeda motor cukup menggiurkan. Pangsa pasar pembiayaan sepeda motor dalam lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang cukup siginifikan. Ini tampak jelas pada penjualan sepeda motor merek Honda. Tahun 2001 misalnya, pembelian sepeda motor Honda secara kredit hanya 53,4 persen dari total 932.178 unit. Kemudian tahun 2002, pembelian secara kredit meningkat jadi 54,8 persen dari total 1.437.068. Lalu tahun 2003, pembelian secara angsuran menjadi 62,5 persen dari penjualan Honda sebanyak 1.576.694 unit. Lantas tahun 2004, pembelian secara angsuran mencapai 63,6 persen dari total penjualan Honda 2.035.711 unit. Dan, tahun 2005, pembelian secara kredit meningkat lumayan tajam menjadi 71,7 persen dari keseluruhan penjualan 2.648.190 unit. Adira memang bukan pelaku tunggal pembiayaan kepemilikan sepeda motor merek Honda. Sekadar untuk diketahui, pembiayaan kepemilikan sepeda motor Honda identik dengan perusahaan pembiayaan Federal International Finance (FIF).

Lagi-lagi falsafah air yang lekat-erat pada benak sang penerima penghargaan Special Award for Enterpreneurial Spirit 2002 versi Ernst & Young ini. Sampai sekitar satu dasawarsa perjalanannya, Adira telah lekat sebagai lembaga pembiayaan kendaraan roda empat. Namun, memasuki dasarwarsa kedua, Stanley memilih membanting stir dalam mengemudikan Adira. Dari lebih fokus ke pembiayaan kepemilikan mobil, portofolio bisnis Adira berbelok ke dominan membiayai kepemilikan sepeda motor.

Stanley merasa yakin bahwa keputusannya yang kedua dalam karir bisnisnya kali ini juga tepat. Masih banyak ruang-ruang kosong yang bisa dialiri, di arus deras permintaan sepeda motor. Ini terlihat jelas pada trend pembelian sepeda motor secara kredit yang terus menaik. Lagi-lagi ia memilih turun ‘pangkat’.***  



Kampiun di Kelas Besar


Cepat, mudah, ringan dan aman dalam memberikan kredit. Begitulah semboyan yang selalu diusung oleh banyak pelaku usaha pembiayaan alias multifinance dalam menarik atensi para konsumennya. Dalam bahasa Adira Dinamika Multi Finance, semboyan itu disempurnakan menjadi “menghadirkan masa depan ke masa kini bagi bangsa”. Sebuah semboyan sekaligus misi yang ingin digapai oleh Adira di tahun 2008, brings tomorrow today to the nation. 

Bukan misi sembarang misi yang ingin diemban Adira. Misi yang sudah penuh perhitungan. Misi yang telah dipertimbangkan secara matang. Salah satu cermin pertimbangan adalah gelaran “Gaikindo AutoExpo” di Jakarta pertengahan 2005.

Kesemarakan demikian terpancar ketika “Gaikindo AutoExpo” digelar. Ribuan pasang mata pengunjung berbinar-binar menatap mobil-mobil baru yang dipajang. Pameran yang dilangsungkan selama 10 hari itu suskses mencetak transaksi sampai Rp1,192 triliun, melampaui target yang dipatok yang hanya Rp1 triliun.

Dibandingkan pameran serupa dua tahun sebelumnya, angka transaksi itu meloncat tiga kali (300 persen). Fantastis. Sepenggal pasar otomotif yang sangat menjanjikan para pelaku usaha multifinance. Penggalan yang lain, bahwa penjualan mobil secara nasional bakal menembus rekor 550.000 unit, sudah membuat pelaku usaha pembiayaan tersenyum lebar. Sumringah penuh optimisme.

Betapa mereka tidak sumringah plus optimis! Dari total pembelian mobil, yang dibayar secara angsuran oleh konsumen mencapai 80 persen. Dan, dari yang 80 persen tadi, sekitar 75 persen-nya dibiayai oleh multifinance.

Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) mengungkapkan pembiayaan kendaraan roda empat lewat multifinance mencapai Rp28,3 triliun di tahun 2004. “Ini belum termasuk pembelian mobil bekas yang besarnya bisa mencapai setengah dari mobil baru,” jelas Susilo Sudjono, Ketua Umum APPI.

Susilo Sudjono boleh jadi benar. Karena, Bank Indonesia (BI) mencatat  posisi pembiayaan konsumen atau otomotif yang disalurkan perusahaan multifinance mencapai Rp37,52 triliun pada tahun 2004. 

Ditambah lagi pasar kendaraan bermotor roda dua yang sangat memikat pelaku usaha multifinance. Karena, konsumen yang membeli secara kredit juga tak kurang dari 80 persen. Lihat saja, di tahun 2004, penjualan sepeda motor mencapai angka 3,8 juta unit. Lalu, di tahun 2005, penjualan itu meningkat lagi, nangkring pada titik 4,8 juta unit.  

Kebangkitan pasar otomotif, tanpa kecuali sepeda motor, telah merangsang perusahaan multifinance untuk gesit berlari. Mengejar angka penjualan kendaraan bermotor yang melesat bak meteor. Tak tanggung-tanggung, kontribusi pembiayaan kendaraan langsung mencapai 90 persen dari seluruh sektor pembiayaan konsumen.

Menurut kajian Biro Riset InfoBank, ada sejumlah faktor yang memicu peningkatan tajam pembiayaan otomotif. Pertama, membaiknya perekonomian yang mendorong permintaan akan kendaraan bermotor sebagai alat transportasi. Kedua, pabrikan kendaraan bermotor terus menggeber produksinya. Ketiga, perbankan sebagai lembaga keuangan terbesar menilai pembiayaan otomotif sebagai salah satu sektor primadona.

Pembiayaan kendaraan menjadi jalur gemuk bagi usaha multifinance untuk menuai untung. Industri pembiayaan seperti menemukan momentumnya kembali dan melupakan masa-masa pahit di kisaran krisis multidimensi 1997-1998. Di puncak krisis kala itu, tak sedikit perusahaan multifinance yang tidur panjang dan tinggal menyisakan papan nama atau izin.

Booming permintaan mobil dan sepeda motor ketika memasuki tahun 2000-an tampaknya menjadi juru selamat kebangkitan usaha multifinance. Memasuki tahun 2000-an, satu per satu perusahaan multifinance bangun dari tidurnya langsung menyantap kue pasar pembiayaan konsumen nan gurih dan lezat.

Seiring dengan kebangkitan bisnis penjualan kendaraan bermotor, perusahaan pembiayaan terus bertumbuh sejalan dengan laju pertambahan perusahaan pembiayaan yang aktif. Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhannya mencapai angka rata-rata 31 persen. Tahun 2004, pembiayaan multifinance menorehkan ‘tahun emas’  dengan pertumbuhan tertinggi. Pembiayaan 132 perusahaan multifinance yang aktif mencapai Rp44,659 triliun atau naik 40,27 persen dari tahun sebelumnya. Dari sisi aset, pertumbuhannya lebih fantastis, 54,9 persen.

Pembiayaan konsumen, terutama pembiayaan kepemilikan kendaraan bermotor, makin dominan menggerakkan laju roda multifinance. Tahun 2004, pembiayaan konsumen menguasai 70 persen dari seluruh sektor pembiayaan. Sewa guna usaha (leasing), yang sebelum krisis sempat mendominasi bisnis multifinance, kini tergeser dan kontribusinya tinggal 23,6 persen. Sedangkan anjak piutang (factoring) cuma menyumbang 2,74 persen dan kartu kredit (credit card) hanya 2,32 persen.

Dominasi pembiayaan konsumen, terutama di sektor kendaraan bermotor, tak terlepas dari perhitungan bahwa sektor ini cukup menguntungkan. Dalam bahasa Presiden Direktur PT Adira Multi Finance Stanley Atmadja, sektor konsumsi mampu memberikan margin keuntungan lebih besar dibandingkan sektor korporat atau lainnya.

Kendati hanya didorong oleh sektor konsumsi, tapi industri multifinance mampu melesat jauh. Pada 2004, industri multifinance mencatat sejarah baru dalam struktur industri keuangan di Indonesia. Pangsa aset multifinance secara mengejutkan menggeser industri asuransi. Pangsa aset multifinance mencapai 5,17 persen, meningkat dibandingkan waktu-waktu sebelumnya yang cuma 4 persen. Dengan angka kenaikan pangsa aset ini, multifinance mengalahkan industri asuransi yang semula menempati urutan kedua setelah industri perbankan.

10 Besar Aset Multifinance

per Desember 2004

No

Nama perusahaan

2003
2004
Tumbuh (%)
Pangsa (%)
1
Central Java Power
4.448.567
15.002.397
237,24
22,43
2
Astra Sedaya Finance
3.299.413
5.736.136
73,85
8,58
3
GE Finance Indonesia
3.400.601
4.734.455
39,22
7,08
4
Federal International Finance
2.015.361
3.244.152
60,97
4,85
5
Orix Indonesia Finance
1.811.916
2.695.421
48,76
4,03
6
Dipo Star Finance
2.163.909
2.639.455
21,98
3,95
7
Oto Multiartha
1.825.489
2.595.260
42,17
3,88
8
Bussan Auto Finance
1.202.779
1.862.308
54,83
2,78
9
Adira Dinamika Multi Finance
1.584.893
1.588.977
0,26
2,38
10
Tunas Financindo Sarana
1.083.343
1.504.628
38,89
2,25

Total
22.836.271
41.603.189
82,18
62,21

Rata-rata
2.283.627
4.160.319



Total rata-rata 122 per-usahaan pembiayaan lain
20.321.016
25.276.047
24,38
37,79

Rata-rata 122 perusahaan pembiayaan lain
167.942
207.181



Total 132 perusahaan pembiayaan
43.157.288
66.879.236
54,97


Rata-rata 132 perusahaan pembiayaan
329.445
506.661


Keterangan:
Satuan aset dalam jutaan rupiah
Disusun berdasarkan pangsa aset per Desember 2004
Sumber: Biro Riset InfoBank


Sayangnya, meningkatnya aset multifinance bukan merupakan representasi keseluruhan rata-rata pertumbuhan industri ini. Dari segi pembiayaan, pasar hanya dikuasai oleh pemain-pemain yang memperoleh dukungan dari kongsi strategisnya, baik dari produsen maupun lembaga keuangan, misal bank. Hasil riset Biro Riset InfoBank memperlihatkan bahwa sebanyak 10 perusahaan mampu mencatat pembiayaan Rp25,261 triliun pada 2004. Dibandingkan dengan seluruh pembiayaan konsumen dari 132 perusahaan multifinance, 10 pemuka pasar itu menguasai pangsa pasar sampai 56 persen.

Kendati tidak menggambarkan representasi kekuatan berbagai pasar perusahaan pembiayaan secara keseluruhan, namun kinerja multifinance yang memperlihatkan perkembangan bagus patut terus dijaga. Jika momen ini lepas maka kepercayaan perbankan akan kembali luntur. Bagaimanapun, multifinance membutuhkan dukungan strategis perbankan. Dan, bank juga merasa takut kehilangan debitor potensial semacam multifinance. Wajar saja bila kemudian perusahaan pembiayaan papan atas seperti Adira bersedia menerima pinangan Bank Danamon pada 26 Januari 2004 silam.

Sekadar catatan, jumlah kredit yang tidak ditarik debitor (undisbursed loan) perbankan, sampai Mei 2005 mencapai Rp141,70 triliun atau meningkat 12,53 persen dari tahun sebelumnya. Jumlah ini termasuk besar lantaran mencapai 23,02 persen dari persetujuan kredit perbankan nasional yang mencapai Rp615,8 triliun. Dan, undisbursed loan sebelum krisis sekitar 15-20 persen saja.

Langkah strategis Adira menerima pinangan Danamon pun diikuti oleh Bank Internasional Indonesia (BII) yang mengawini WOM Finance.

Tak hanya mengambil langkah kawin silang semata yang ditempuh perbankan dalam mengantisipasi air bah pasar penjualan kendaraan bermotor. Perbankan juga tampak antusias menawarkan produk kredit kepemilikan kendaraan bermotor (KKB). Persaingan perbankan dan multifinance makin menajam.

Tapi, persaingan lebih tajam justru terjadi antarmultifinance. Banyaknya multifinance yang dimiliki grup perusahaan produsen kendaraan bermotor seolah meneguhkan persaingan antarmerek. Multifinance pun menjadi alat produsen untuk mempertahankan dan merebut pasar. Selain itu, sebagaimana banyak dikeluhkan pelaku bisnis multifinance, sejumlah perusahaan berani menawarkan uang muka (down payment) serendah mungkin. Sekitar lima atau enam persen dari jumlah nilai pembiayaan. Konsumen yang semula tak laik kredit dipaksa untuk membeli produk. Jelas, ini sangat berisiko.

Adira sebagai salah satu dari 10 perusahaan pembiayaan katagori besar terbaik tak ingin terperangkap dalam perang kecil-kecilan down payment ini. Sampai kini, Adira tetap konsentrasi pada pembiayaan berlaba tinggi. Sebab itu, Adira sangat saksama dan hati-hati dalam mengelola risiko. “Seleksi ketat melalui survei atas kemampuan finansial setiap calon nasabah serta pembayaran uang muka minimal 10 persen dari jumlah nilai pembiayaan adalah suatu keharusan,” jelas Presiden Direktur Adira Dinamika Multi Finance Stanley Setia Atmadja.

Sedikit konservatif memang. Namun, hasilnya, Adira –lewat anak perusahaan PT ITC Adira Multi Finance—mampu tampil sebagai perusahaan pembiayaan yang mengalami pertumbuhan laba tertinggi. Pertumbuhan laba yang diperoleh ITC Adira Multi Finance mencapai angka 95,08 persen atau jauh di atas rata-rata pertumbuhan di kelompok perusahaan pembiayaan besar, yang hanya 22,68 persen.

Yang menjadikan ITC Adira menggapai keuntungan tertinggi melampaui rata-rata laba perusahaan-perusahaan pembiayaan adalah pembiayaan konsumsi yang ada di dalam struktur aset sebesar 92,58 persen. Sementara penyisihan piutang pembiayaan konsumsi yang diragukan relatif kecil.

Apa artinya ini? Boleh dikatakan ITC Adira termasuk kelompok perusahaan yang sangat agresif dalam melakukan penetrasi pasar pembiayaan konsumsi. Namun, ini yang perlu digaris-bawahi, Adira tidak lengah dalam mengelola risiko. Ketat dalam seleksi kemampuan keuangan calon nasabah dan tetap teguh dalam menerapkan ketentuan besaran uang muka. Down payment tak boleh kurang dari 10 persen dari total nilai pembiayaan. Dengan demikian Adira tampak tidak mengalami masalah kredit macet terlampau besar dalam pembiayaan konsumen.

Selain sedikit konservatif, hasil gemilang Adira juga tak lepas dari pengawasan tiada henti atas penerapan prosedur standar operasional. Hal ini merupakan bagian tak terpisahkan dalam keseharian kegiatan operasional perusahaan. Bilamana ada cabang yang mempunyai piutang melebihi dua persen maka kegiatan pembiayaan segera dihentikan sementara waktu. Cabang tersebut mesti memfokuskan operasionalnya pada upaya penagihan.

Berkat penerapan prinsip kehati-hatian dan pengelolaan risiko secara pas, Adira mampu melewati masa-masa krisis. Terutama saat krisis multidimensi menghantam seluruh sendi kehidupan di negeri ini pada 1997-1998. Selain itu, pada 2005, Adira mampu tampil di urutan keenam dari 10 perusahaan pembiayaan terbaik dengan modal disetor di atas Rp10 miliar. Lalu, berada di peringkat ketiga dari 10 perusahaan multifinance patungan terbaik yang ada di Indonesia. Juga menempati rating kelima dari perusahaan pembiayaan katagori go public. Dan, berada di anak tangga ketiga dari 10 terbaik perusahaan pembiayaan katagori besar dengan aset lebih dari Rp500 miliar.

Prestasi di tahun 2005 itu bukanlah capaian yang sesaat. Tahun sebelumnya, 2004, PT Adira Dinamika Multi Finance sudah tampil sebagai yang terbaik untuk katagori multifinance beraset Rp1-2 triliun versi Majalah Investor. Menyisihkan enam kompetitor sekelas lainnya. Prestasi yang bukan main-main. Karena, penentuan itu setidaknya melihat enam variable –return on asset (ROA) 2003, return on equity (ROE) 2003, DER 2003, pertumbuan laba 2002-2003, pertumbuhan aset 2002-2003, dan pertumbuhan pendapatan 2002-2003.

Sebuah lompatan prestasi Adira yang memang sudah seharusnya dicapai. Sebab, selain ditopang kepemimpinan seorang Stanley yang cerdas dan penuh perhitungan strategis, banyak pula faktor eksternal yang fenomenal yang membawa percepatan tumbuh kembang perusahaan pembiayaan. ***


Boks:

Leadership yang Bukan “Boss Style”



Satu hal menarik pada diri seorang Stanley Atmadja. Kendati ia sempat menguasai 40 persen saham PT Adira Dinamika Multi Finance dan berada di pucuk pimpinan sebagai chief executive officer (CEO), Stanley tak lantas nangkring ongkang-ongkang kaki laksana bos (boss style) yang dapat berbuat apa saja sesuai kemauannya. Ia ingin tampil sebagai leader dengan sepenuh leadership. Yang tidak hanya main perintah. Yang mampu menjadi penyelaras. Yang mampu memberikan mentoring kepada setiap lini institusi usahanya.

Leader bukan berarti hanya memerintah. Ia harus mampu menjadi penyelaras, mampu menjadi mentor bagi bawahannya, mampu membangkitkan. Sekali waktu juga harus turun langsung,” ujar Stanley mengenai falsafah kepemimpinannya dalam membesarkan Adira.

Dengan turun langsung, kata lelaki yang membidani majalah otomotif gratis Ascomax ini, seorang leader dapat mengetahui segala perkembangan dan persoalan di semua tingkatan. Menyatu antara leader dan yang dipimpin atau bawahan. Namun, ia buru-buru menambahkan, langkah ini bukan berarti menafikan trust atau kepercayaan seorang pimpinan kepada bawahannya. Dan, Stanley adalah seorang leader yang sangat menjunjung tinggi penerapan prinsip trust.

Trust atau kepercayaan, menurut Warren Bennis dan Burt Nanus dalam bukunya bertajuk Leader terbitan tahun 1985, adalah lem emosional yang merekatkan pengikut dan pemimpin menjadi satu. Dalam kaca mata pandang Stephen R. Covey (1994), kepercayaan merupakan perekat kehidupan yang mengikat segala sesuatu secara bersama-sama. Hal ini merupakan unsur paling pokok dalam komunikasi yang efektif. Kepercayaan merupakan hasil pertumbuhan alamiah dari sikap dapat dipercaya.

Lebih jauh pakar yang juga professor manajemen Peter F. Drucker (1974) menambahkan, “Persyaratan akhir kepemimpinan yang efektif adalah memperoleh kepercayaan. Kalau tidak, maka tidak akan mempunyai pengikut. Untuk mempercayai seorang pemimpin, kita tidak perlu setuju dengannya. Kepercayaan adalah keyakinan bahwa pemimpin sungguh-sungguh dengan apa yang dikatakannya. Itu adalah kepercayaan kepada sesuatu yang sangat kuno yang disebut integritas. Tindakan seorang pemimpin dan kepercayaan yang dipegang oleh pemimpin harus sama atau paling sedikit serasi. Kepemimpinan yang efektif –dan sekali lagi kebijaksanaan yang sangat tua—tidak berdasarkan sifat pintar; ini terutama berdasarkan sikap konsisten.”

Ada empat unsur bagi seorang pemimpin bisnis yang ingin membangkitkan dan mempertahankan kepercayaan. Keempat unsur itu, demikian pendapat Warren Bennis (1994: 198-199), pertama keteguhan. Betapapun berat masalah yang ia hadapi, ia dapat menghadapinya sendiri. Mereka tidak menciptakan apapun bagi kelompok. Pemimpin harus konsisten, tetap berada pada jalurnya. Kedua, kesesuaian. Para pemimpin berjalan menapaki perkataan mereka. Dalam diri para pemimpin sejati tidak ada kesenjangan antara teori-teori yang mereka dukung dan kehidupan yang mereka jalani. Ketiga, keandalan. Pemimpin siap bilamana dibutuhkan; mereka siap mendukung rekan kerja mereka pada saat-saat mereka membutuhkan. Keempat, integritas. Pemimpin menghormati komitmen dan janji mereka. Bila faktor-faktor ini dimiliki oleh seorang pemimpin, maka orang-orang akan berpihak kepadanya dan membuat mereka setia kepadanya.

Kepercayaan merupakan hal vital dalam sebuah institusi bisnis. Namun sungguh tak mudah buat merengkuhnya. Membangun atau membangkitkan sebuah kepercayaan (trust). Butuh waktu. Perlu kelapangan dada. Butuh keteguhan. Bukan dengan pendekatan ‘aktor’ --yang mengajarkan para manajer untuk berlaku bak seorang bos yang ideal.

Bayangkan saja bagaimana seorang bos ideal akan bertindak dan apa yang akan dia katakan dalam situasi yang Anda hadapi. Lantas, perkataan dan tindakan bos ideal itu harus Anda jadikan sebuah ‘naskah’ yang harus diimplementasikan dalam menjalankan roda usaha. Masalah tentu segera muncul manakala para bawahan melihat berbagai ketidak-mantapan dalam naskah tersebut atau dalam penyampaiannya. Ketidakjujuran atau, yang lebih buruk lagi, kurangnya integritas menjadi kesimpulan logis mereka.

Pendekatan aktor tidaklah tepat untuk membangun sebuah trust dari seorang top puncak pimpinan ke para bawahan. Alasannya, demikian pendapat Andrew EB Tani dalam bukunya bertajuk Get Real (2003-17), tidak pernah ada yang namanya bos ideal. Pendekatan ini mengharuskan mereka yang terlibat di dalamnya bertindak dan bicara menurut naskah, dan kegagalan menjaga ‘acting’’ mengakibatkan ketidak-mantapan dan, akhirnya, tingkat kepercayaan yang rendah.   

Di sini lah letak bahaya aksi panggung sebagaimana direkomendasikan oleh pendekatan aktor. Pendekatan ini relatif mudah dimanipulasi. Di sini pula tersembul perbedaan antara seorang pemimpin sejati dan seorang manipulator. Proses mental yang terjadi boleh jadi sama. Keterampilan yang digunakan relatif sama. Hasil segera yang didapat relatif sama: satu atau lebih orang setuju dengan apa yang diinginkan oleh orang lain. Namun, seorang pemimpin sejati tidak lahir dari seorang manipulator.

Perbedaan pemimpin dengan manipulator terletak pada motif.apakah sang pemimpin sedari mula mengungkapkan motif sejatinya? Apakah yang dia lakukan dilandasi oleh niat tulus demi kepentingan bersama para pengikutnya dan para atasannya? Ataukah, dia cuma bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri?

Para pengikut –dalam konteks sebuah institusi bisnis bisa berupa bawahan, atasan atau mitra—akan merasa dimanipulasi begitu mereka meragukan ketulusan pemimpin mereka, tak peduli bagaimanapun kemungkinan tercapainya hasil yang dijanjikan. Tentunya, hukuman akan dijatuhkan lebih dini jika terjadi sesuatu yang segera merugikan mereka. Orang yang sebelumnya pernah merasakan pengalaman dimanipulasi pada galibnya lebih mudah mencurigai orang lain dan cenderung mencari tanda-tanda perilaku tidak konsisten dari orang-orang yang memiliki otoritas. Akibat lebih lanjut, jelas, tak ada lagi trust alias kepercayaan.

Namun, mengutip temuan peneliti dan psikolog sohor Robert Katz, Andrew EB Tani mengingatkan bahwa kepemimpinan yang berlandaskan trust tidak bisa dibangun dengan pendekatan “nice guy”. Inti pendekatan ini merekomendasikan jika Anda ingin menjadi pemimpin yang baik maka jadilah si manis, nice guy. 

Pendekatan ini, demikian pendapat Andrew yang biasa dijuluki “Mr Corporate Culture”, lebih banyak mendatangkan masalah daripada apa yang ingin diselesaikan, terutama masalah disiplin. Juga berdampak pada kinerja yang buruk. Berikan hati dan mereka akan datang lagi meminta ampela. Begitu sebuah pepatah usang yang masih kerap menemukan relevansinya dalam kehidupan kini. Repotnya, dengan tidak memberikan apa yang mereka inginkan, Anda menghadapi risiko dicap sebagai pemimpin yang tidak konsisten. Anda tidak memperoleh trust.

“Ide berlaku manislah dan mereka tak kan mengecewakan Anda adalah tanggapan salah namun lumrah dari kepemimpinan yang paling banyak saya temukan,” jelas Andrew yang di tahun 1988 pernah memimpin sebuah tim yang terdiri dari para profesional untuk mengadakan riset lapangan dan merangkum pengalaman belajar untuk lebih dari 2000 manajer yang bekerja di sebuah perusahaan global yang memiliki berbagai jenis usaha (diversified) bernilai sekitar US$7 miliar.

Menurut ide nice guy ini, manajer harus menjauhi citra seorang tiran. Pendekatan nice guy terlalu menyederhanakan masalah dan mendatangkan rasa frustrasi. Para manajer yang mencobanya akan bingung manakala mereka mendapati hasilnya, dan pada akhirnya hubungan atasan-bawahan, justru bertambah buruk. Kecewa dan terluka. Tak mengherankan bila kemudian mereka berbalik arah. Kembali ke sikap otoritarian dan komunikasi satu arah.

Kepemimpinan bukanlah soal bermanis-manis laku. Ia menyangkut masalah mengakui individualitas orang lain. Kepemimpinan adalah tentang bagaimana memberikan dampak positif terhadap cara berpikir, perilaku dan kinerja mereka. Dan ada kalanya, kendati langka, demikian penjelasan Andrew EB Tani dalam bukunya berjudul Get Real : Berdayakan Manager-Leader Dalam Diri Anda, ketika jalan terbaik untuk memberikan dampak positif kepada seorang karyawan adalah dengan memberhentikannya dan berharap bahwa dia dapat memperoleh yang terbaik di tempat kerja yang lain.

Agaknya, sebagai seorang chief executive officer (CEO) sebuah perusahaan yang sudah demikian besar dan mapan, Stanley menyadari betul betapa pendekatan aktor dan pendekatan nice guy bukanlah pendekatan yang tepat untuk membesarkan sebuah perusahaan. Penerima penghargaan After Sales Services dan Customer Satisfaction dari Isuzu National Sales Convention 2006 lewat anak usaha PT Asco Dinamika Mobilindo ini tak ingin tampil sebagai pemimpin yang manipulatif atau suka bermanis-manis laku di hadapan bawahan. 

“Ada staf atau orang dari sebuah cabang mengungkapkan bahwa Adira sebaiknya langsung menarik sepeda motor atau mobil yang macet angsurannya maka saya katakan terus terang bahwa tindakan itu tidak benar. Saya khawatir orang macam ini masuk ke Adira hanya mengharapkan tarikan mobil atau motor yang kemudian dilelang atau dijual murah. Saya jelaskan betul, bukan demikian karakter kerja di Adira,” papar Stanley.

Sikap kepemimpinan yang manipulatif dan bermanis-manis muka, di mata Stanley, akan menghambat munculnya trust pada diri dan semua orang yang berada di bawah kendali kewenangannya. Padahal, seorang Stanley sangat menjunjung prinsip trust alias kepercayaan. Trust dirinya kepada semua staf, mulai dari ring satu sampai pada para mereka yang nun jauh di ujung point of collection. Pun sebaliknya, trust dari mereka yang ada di ujung tombak sampai mereka yang ada di lingkaran pertama.

Kepercayaan dua arah. Dan, prinsip ini pula yang selalu ditanamkan oleh Stanley kepada setiap insan yang menggantungkan asa kehidupan bersama Adira. Stanley terus aktif menancapkan trust sampai ke relung-relung terluar makhluk bisnis bernama Adira Dinamika Multi Finance.

Betapa dalam Stanley menaruh trust pada seluruh insan yang ada di dalam tubuh Adira tampak pada pengalaman seorang bernama Wahyu WH. Warga Griyan, Pajang, Solo, ini mempunyai pengalaman indah bersama Adira Solo. Selama bekerja di Adira ia merasa ‘diorangkan’, dipercaya penuh dan mendapatkan penghargaan yang cukup. Jauh dari syakwasangka. Bahkan, sampai tiba waktu untuk memutuskan keluar dari Adira, Wahyu mengaku tak bisa melupakan jasa baik orang-orang di balik manajemen Adira.

“Saya ucapkan terima kasih kepada PT Adira Finance yang dengan hati nurani dan pemikiran bijak mengabulkan permohonan atas hak-hak saya sebagai eks karyawan. Kepada PT Adira Finance terima kasih atas kepercayaannya selama ini. Semoga tetap jaya, maju dan meningkatkan penghargaan kepada para karyawannya,” kata Wahyu dalam satu ungkapan di surat pembaca satu media cetak lokal Jawa Tengah beberapa waktu lalu.

Sudah barang tentu, trust saja tidak akan cukup buat membesarkan sebuah perusahaan yang berangkat dari sebuah garasi dengan jumlah karyawan masih dalam hitungan jari tangan. Selain trust, Stanley juga menanamkan rasa atau sikap respect pada setiap individu yang ada di bahtera Adira. Respect pada bawahan. Respect pada atasan. Respect pada mitra. Dan, respect pada setiap orang.

Respect yang berangkat dari rasa percaya bahwa pengikut alias karyawan memiliki potensi besar yang menunggu peluang untuk dimanfaatkan bagi kepentingan umum. Rasa percaya bahwa ada saling ketergantungan di antara kelompok dengan anggota-anggotanya yang perlu dikelola secara berimbang. Respect dengan memperlakukan pengikut sebagai subyek yang mandiri, bukan sebagai obyek yang dapat dimanipulasi. 

Penancapan prinsip respect tadi tercermin pada tema “Adira Olympic 2004 – Winning Each Other’s Heart”. Di sini, Stanley berusaha mengintegrasikan budaya kerja melalui program pelatihan yang berkesinambungan dengan menyentuh hati karyawan, mitra kerja dan lingkungan secara umum.

Ya … Adira ingin menggapai hati menanamkan kebanggaan dan integritas dalam kerja. Dengan rasa bangga yang melekat pada setiap diri karyawan Adira Finance, rasa hormat pun segera mengikutinya. Bagaimana mau memperolah rasa respect dari orang lain kalau mereka tidak memiliki kebanggaan dan kecintaan terhadap pekerjaan di Adira.

Namun, Stanley sadar bahwa kehormatan tak cukup digapai dengan bermodalkan kebangaan dan kecintaan pada bahtera Adira. Kebanggaan atau kecintaan tanpa isi, besar kemungkinan, akan menurunkan tingkat martabat sebuah rasa hormat. Sebab itu, Stanley mengajak segenap manusia yang kini menggantungkan asa bersama Adira untuk ‘menuju kesempurnaan’ atau ‘journey to excellence’ yang telah dicanangkan sejak Agustus 2002 silam. Dari sinilah lantas bermuara pada prinsip ketiga dalam kepemimpinan Stanley, bahwa ia akan terus-menerus melakukan pemberdayaan (empowerment) seluruh aspek sumber daya manusia.

Guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia, Stanley melakukan ADIRATOP Roadshow –sebuah program sosialisasi panduan perusahaan dalam pelaksanaan pekerjaan buat memastikan semua operasional Adira dilakukan dengan menjunjung tinggi etika dan moral—sejak tahun 2004. Diawali dengan ADIRATOP Roadshow Head Office pada 24 September 2004. Lalu ADIRATOP Roadshow Jabotabek pada 27-28 November 2004. Dan, ADIRATOP Roadshow Jawa Timur pada 2-3 Desember 2004. Kegiatan ini melibatkan Transforma Consulting –sebuah perusahaan konsultan dengan reputasi tinggi di bidang pengembangan organisasi dan sumber daya manusia.

Kegiatan yang mengusung tema ‘memenangkan hati satu sama lain’ itu bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai yang tertuang dalam ADIRATOP serta membangun pemaknaan atas kontribusi setiap karyawan bagi lingkungannya. Tentu, melalui pekerjaan dan tanggung jawab profesional masing-masing. Program ini dirancang dengan memasukkan pengalaman emosional dan pola pikir yang mampu memberi dampak jangka panjang bagi perubahan perilaku.

Dengan begitu, Stanley menandaskan, “kami dapat turut menciptakan tenaga kerja bernilai tinggi yang pada akhirnya dapat mengurangi perilaku tidak etis di lingkungan usaha.” 

Sekali lagi ADIRATOP. A(dvance). Tak salah, Adira kini telah demikian pesat kemajuannya. Di tahun 2004 lalu, Adira tampil di depan di antara ratusan perusahaan multifinance dengan membiayai sedikitnya 12 persen dari seluruh pembiayaan sekitar 3,9 juta sepeda motor baru di Indonesia. Dan, sejak 2003, Adira mampu menjadi nomor satu untuk perusahaan pembiayaan multibrand dan nomor dua pada katagori perusahaan multifinance singlebrand.       

D(iciplined). Yah, walau berisiko mendapat label konservatif, Adira tetap disiplin dalam mengelola risiko. Salah satunya adalah seleksi ketat melalui survei atas kemampuan finansial setiap calon nasabah dan keharusan pembayaran uang muka minimal 10 persen dari jumlah nilai pembiayaan. Adira tetap disiplin kendati di belantara bisnis pembiayaan tengah terjadi persaingan dalam menarik dan membidik konsumen. Banyak pelaku bisnis multifinance sampai menerapkan uang muka sekecil-kecilnya. Bahkan, uang muka mendekati nol persen.

I(ntegrity). Kebulatan. Keutuhan. Kejujuran. Sebuah tekad yang tak mudah diimplementasikan. Sebagai sebuah perusahaan jasa pembiayaan, jelas Stanley, Adira senantiasa menjaga hubungan baik dengan mitra kerja, terutama ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek) dan dealer  kendaraan bermotor. Divisi Operasional dibentuk dengan maksud untuk secara terus menerus memantau dan menyempurnakan kinerja administratif setiap cabang dengan tujuan meningkatkan kepercayaan dan kepuasan, baik mitra maupun nasabah.  Sebuah keutuhan yang harus terus menerus dibangun. Sebuah kejujuran yang secara kontinyu mesti dipenuhi.

R(eliable). Adira teguh pada tekad memperkokoh modal perusahaan melalui pengelolaan risiko operasional dan pembiayaan yang konservatif, mempertahankan neraca perusahaan yang kuat, menghasilkan laba secara konsisten dan beroperasi secara optimal. Dengan masuknya Bank Danamon, pada 2004, yang mengambil alih 75 persen saham secara langsung memperkuat pondasi modal Adira. Produk gabungan, perluasan jaringan usaha, serta potensi basis nasabah dari Bank Danamon telah mewujudkan sebuah sinergi usaha yang menakjubkan. Ditamba pula keunggulan berbasis teknologi dengan mengoperasikan system informasi terpadu Ad1Sys untuk seluruh cabang di Indonesia. Adira benar-benar andal di bidangnya.

A(ccountable). Sebagai sebuah perusahaan publik, Adira menyediakan akses informasi seiring dengan penerapan prinsip akuntabilitas dan daya tarik investasi. Dalam hal penyajian laporan keuangan dan non-keuangan untuk tujuan komunikasi internal dan eksternal, Adira senantiasa menjaga akurasi. Juga mengedepankan hak pemegang saham untuk tahu hal-ihwal perkembangan Adira.

T(eamwork). Stanley mengaku jika dirinya tidak didukung teamwork yang solid, Adira tak akan berkembang sebesar sekarang. Tak henti-hentinya ia terus mengobarkan semangat kekuatan tim dalam setiap lini operasional Adira. Betapa teamwork merupakan salah satu landasan bagi terbentuknya suatu instutisi bisnis yang kuat dan siap bertarung di kancah yang semakin kompetitif.  

O(bsession). Sebuah institusi bisnis akan mandeg jika orang-orang di belakangnya tak memiliki misi dan visi ke depan. Dan karenanya, Stanley menandaskan Adira bertekad menghadirkan masa depan ke masa kini buat bangsa (brings tomorrow today to the nation). Angan pun dilambungkan, bahwa pada 2008 nanti Adira ingin menjadi perusahaan pembiayaan kelas dunia (to be a world-class finance company). Cukup visioner.

P(rofessional). Semua apa yang telah diformulasikan sebagai standar etika dan moral manusia Adira akan sia-sia tanpa dukungan sumber daya manusia yang profesional. Untuk itu, pada 2004, Adira meluncurkan standar baru dalam seleksi calon karyawan secara nasional. Standar yang berlaku bagi semua cabang. Ada langkah pemetaan kompetensi terhadap seluruh karyawan di setiap jenjang dengan maksud agar mampu mengembangkan program-program pelatihan dan pengembangan yang lebih terarah sesuai dengan kompetensi masing-masing.

Selain itu, masih dalam kaitan peningkatan kualitas sumber daya manusia, Adira melakukan QCC (Quality Cycle Construction) Olympic. Melibatkan seluruh insan yang mengaku sebagai orang Adira. Setiap tim, setiap lapis, dan setiap divisi ikut dalam acara yang kemudian berpuncak pada Konvensi Nasional Gugus Kendali Mutu (GKM) Adira. Acara ini dirancang dengan tujuan mendorong semangat bersaing yang sehat dalam menuju kesempurnaan antarkelompok di seluruh jajaran perusahaan.

“Lewat medium ini, kami menciptakan dan memberi kesempatan kepada setiap insan Adira menjadi saling mengenal. Semua leval kami libatkan, termasuk sampai office boy. Mereka yang di ujung sana yang lebih mengerti daripada saya,” ujar Stanley.

Secara tidak langsung, QCC Olympic ini menjadi wahana ‘mengorangkan’ siapapun yang ada di dalam Adira. Stanley bercerita, suatu kali seorang office boy menyampaikan  pengalamannya yang orisinal sehari-hari. Ada sebuah pengalaman ihwal standar minuman untuk tamu-tamu Adira. Sampai di ujung kisah, si office boy melontarkan ide bagaimana kalau gelas minum buat para tamu dibuat relatif kecil. Tentu, sebuah persoalan kecil yang jauh dari lintasan pikir seorang Stanley yang ada di kursi puncak perusahaan.

Office boy si empunya kisah ini bertutur, di awal-awal masa kerja di Adira, ia biasa menghidangkan minuman tamu dengan gelas biasa, kapasitas sekitar 200-220 mililiter. Setiap kali membereskan gelas-gelas yang ditinggalkan tamu, lebih dari setengah gelas teh tersisa. Terpaksa dibuang. Si office boy lantas mengerutkan dahi, dalam sehari di satu kantor cabang, apalagi kantor pusat, tak kurang dari 50 tamu datang. Padahal, Adira kini memiliki 210 kantor cabang. Belum lagi ada ratusan representative office dan ratusan pula point of collections. Kalkulasi selanjutnya, berapa ratus gelas teh atau kopi terbuang percuma. Sebuah pemborosan.

“Mana mungkin pikiran saya sampai ke sana. Tapi, karena mereka memang berada di sana, mereka pun memikirkannya,” aku Stanley menceritakan salah satu contoh betapa seorang office boy harus pula dilibatkan sesuai dengan dengan porsi perannya dalam roda sebuah perusahaan. Dan, setelah melalui sebuah permainan (games) yang biasa digelar setiap tahun, sampailah si office boy mempresentasikan bahwa gelas minum buat para tamu Adira cukup dari cangkir kecil saja, kapasitas tak lebih dari 150 mililiter. Akhirnya, ukuran dan bentuk gelas hasil presentasi itu diputuskan dengan gelas standar buat dipakai di seluruh lingkungan Adira.

“Di sisi ini ada satu proses di mana kami melibatkan setiap lapisan untuk memberikan ide kemudian kami standarkan, semua cabang Adira memakai gelas kecil misalnya,” ungkap Stanley. Ada sisi bagaimana membangkitkan semangat dan peran, sampai pada lini terdepan macam office boy.

Masih banyak lagi upaya buat membangkitkan semangat dan kekompakan di lingkungan Adira. Misalnya bagaimana menciptakan standar collecting lewat sebuah permainan antartim para kolektor. Setiap tim terdiri dari 7-8 orang kolektor. Setiap anggota tim harus aktif memberikan pendapat, memberikan jalan keluar, pada suatu perkara kemacetan collecting yang disimulasikan. “Jalan keluar atau pendapat terbaik yang keluar sebagai pemenang dan rumusannya dijadikan standar collecting bagi seluruh karyawan Adira di bagian collecting,” jelas Stanley.     

Setelah saling percaya, menaruh rasa hormat satu sama lain, berada pada satu standar mutu insani yang relatif sama, barulah Stanley Setia Atmadja meletakkan pilar prinsip kepemimpinannya yang keempat dan kelima: punishment dan reward.

Dalam suasana kerja yang kondusif seperti apa pun, ada saja karyawan yang melanggar  apa yang sudah menjadi konsensus bersama. Berangkat dari pemahaman bahwa orang yang tepat adalah aset perusahaan, Stanley (Adira) ingin bahwa setiap karyawan dalam setiap transaksi dengan pihak lain diharapkan untuk mengutamakan kepentingan perusahaan di atas kepentingan pribadi.

Adira ingin tumbuh sehat bersama orang-orang baik, orang-orang hebat. Orang baik, orang hebat, adalah orang yang perilakunya benar dan pola pikirnya pun benar. Soal kompetensi, demikian pendapat Stanley, dapat diisi. “Kalau orang sudah salah attitude dan pola pikir, sulit diharapkan lagi. Bisa-bisa dalam benaknya hanya terngiang ‘wah ini ada kesempatan, bisa dicuri’. Kami sekarang tidak tidak mau lagi ada orang-orang seperti itu, yang kami mau orang-orang right people,” tutur Stanley tegas dan jelas.
 
Dalam kerangka yang lebih ke depan, Adira ingin tumbuh sehat bersama orang-orang hebat dan tepat. Bukan sekadar main aksi kalau kemudian Adira menjadikan tahun 2006 sebagai healthy growth with great people. Adira terus meningkatkan performance manusia di dalamnya. Terus menganalisa portofolio dari region ke region.  Menyeleksi cabang mana yang jelek, apakah ada kesalahan dalam menerapkan strategi penetrasi pasar. Melihat cabang mana yang bagus, strategi macam apa yang diterapkan sampai mampu memenangkan pertarungan di pasar. Adakah strategi yang salah atau memang orangnya yang salah.

Stanley menekankan jika ada cabang lembek dalam menerapkan strategi maka manajemen pusat tidak segan-segan mengencangkan tekanan agar cabang tersebut cepat berlari. Bukan maksud untuk mengurangi alias memutus hubungan kerja dengan karyawan. Bukan pula buat menanamkan rasa suka atau tidak suka pada karyawan. Bukan. Adira ingin mendapatkan orang-orang terbaik. Adanya satu orang yang dinilai tidak sejalan dengan iklim atau standar kinerja tentu akan merugikan secara keseluruhan sistem.

Mekanisme komunikasi semacam ini secara otomatis terbangun lewat sosialisasi ADIRATOP dan QCC. Lewat kedua medium ini, komunikasi semua lini –mulai dari yang paling bawah sampai pucuk pimpinan berlangsung sinergis. Berlangsung dua arah. Bukan atas dasar rasa curiga atasan ke bawahan. Bukan menanamkan rasa takut bawahan pada atasan.

Bahkan, berkat kematangan komunikasi dua arah, ketika pemerintah mengambil kebijakan menaikkan bensin sampai hampir 100 persen pada Oktober 2005, tak tampak gejolak di kolektivitas karyawan Adira. Manajemen secara terang menjelaskan bahwa perusahaan tidak memiliki budget untuk menutup tambahan uang bensin karyawan yang tiba-tiba melonjak.

“Saya jelaskan ke karyawan kami akan prioritaskan tambahan uang bensin untuk karyawan golongan satu sampai empat. Namun, karena kejadiannya bulan Oktober, perusahaan tidak bisa serta merta memenuhi. Kami masukkan tambahan itu mulai Januari sekaligus ada rapel. Mereka mau mengerti dan memahami. Ini kan bukan salah company, kita semua harus ikat pinggang,” papar Stanley.

Lantaran komunikasi dua arah yang lancar tadi, kultur dan nilai Adira sudah benar-benar tertanam pada benak dan perilaku sekitar 11.000 orang Adira. Seorang Stanley tak perlu berteriak-teriak di hadapan ribuan orang Adira. Ia cukup mengulurkan ‘tangan’ sampai lingaran kedua dan lingkaran ketiga.

Sekali waktu memang, Stanley terlihat langsung turun menyingsingkan lengan baju mengajak dialog orang-orang di lingkaran terluar Adira. Bukan sekali waktu ternyata. Stanley sudah memiliki agenda kapan saja waktu-waktu untuk turun ke bawah, berdialog dengan mereka yang menjadi ujung tombak Adira. Bagaimana pun, kehadiran pimpinan puncak di hadapan mereka sangat dibutuhkan. Minimal untuk mengontrol apakah mereka yang berada di level manajer sudah bekerja secara benar dan tepat. Lewat kegiatannya sekali waktu namun rutin itu, Stanley pernah mendapat ungkapan aspirasi seorang Satpam yang mengutarakan keluhannya. Bahwa baju dinasnya sudah dua tahun belum diganti.

Dari sini Stanley mengetahui adanya seorang general manager yang tidak melakukan pekerjaannya secara pas. Hal-hal kecil macam ini sekali tempo harus mendapat sentuhan. Bilamana perlu ada teguran alias punishment yang ringan-ringan saja.

Dengan pemberian punishment dan reward pada porsi yang tepat, Stanley ingin bahwa manusia Adira menaruh trust kepada pemimpinnya secara proporsional pula. Tidak kurang, tidak berlebih.

Stanley ingat bahwa kepercayaan yang berlebih dapat melahirkan masalah serius. Pemimpin dapat secara gampang menjadi buruk tingkah lantaran efektivitasnya yang tinggi sebagai pemimpin cenderung menjadikannya arogan, sombong, merasa pintar sendiri, mabuk kekuasaan, dan tidak sensitif terhadap lingkungannya –khususnya terhadap pengikutnya. Gara-gara kepercayaan yang berlebih akan menjadikan seorang pemimpin cenderung selalu membesarkan diri sendiri, kurang menghargai prestasi orang lain, dan bahkan suka mengecilkan arti orang lain. Memiliki pemimpin yang buruk akan membawa kerugian jangka panjang yang berdampak lebih luas lagi. 

Tak gampang memang. Memimpin sebuah perusahaan yang sudah demikian besar dengan prinsip-prinsip kepemimpinan yang demikian komplit. Tidak menjadi tiran. Tidak bermanis-manis laku. Jauh dari tindakan manipulatif. Melengkapi diri dengan pujian-pujian ringan dan hukuman halus namun menyentuh. Dan, mendapat kepercayaan yang proporsional. ***


Bermula dari Sebuah Dealer


Kalender menunjuk pada November 1990. Sebuah masa tak lama dari meluncurnya Paket Kebijakan Oktober (Pakto) 1988. Paket ekonomi yang merangsang orang untuk beramai-ramai mendirikan bank. Ketika itu, benar, orang memang lebih suka membuka usaha perbankan. Puluhan bank berdiri, dari yang besar sampai yang gurem.

Di tengah euphoria orang ramai-ramai bikin bank dan banyak tenaga kerja yang cenderung memilih gengsi bekerja di bank, Adira lahir dari sebuah garasi. Bersama Adi Rachmat (ayahanda mantan CEO Astra International Theodore Permadi Rachmat), Stanley membidani perusahaan yang jauh dari gengsi. Hanya ‘mengangkut’ lima orang –termasuk dirinya—di gerbong PT Adira Dinamika Multi Finance.

Perbandingan bank dan perusahaan pembiayaan, pada zaman itu, bak supermarket dan warung. Jelas, lebih mudah mencari orang yang bersedia dipekerjakan di sektor perbankan dibandingkan yang hanya bekerja di perusahaan pembiayaan. Padahal, perusahaan pembiayaan yang masih berskala warung itu sangat bagus. Suatu waktu nanti warung itu menjadi sebuah supermarket modern. Lengkap, pelayanan dari hulu sampai hilir.

Di awal-awal 1990-an itu, sangatlah sulit meyakinkan orang untuk mau bergabung membesarkan sebuah ‘warung’ multifinance. Hampir semua orang hanya bersedia bekerja di bank.  Lebih bergengsi dan paket numerasi yang ditawarkan pun lebih bagus. Gengsi terkadang mengalahkan segalanya.

Para pencari kerja, terutama yang bergelar sarjana atau minimal punya sertifikat diploma, tak ada yang melirik perusahaan pembiayaan yang masih berkelas warung. Jauh dari gengsi. Pekerjaan ini terkesan ecek-ecek. Hanya bekerja mencari orang yang bersedia membeli mobil atau sepeda motor secara angsuran. Cuma mencari tahu latar belakang finansial orang-orang yang akan membeli kendaraan secara kredit. Boleh jadi berjalan dari gang sempit ke gang sempit. Lain dengan mereka yang di bank. Bekerja di ruangan berpendingin, wangi, ketemu orang-orang berduit dari gedung ke gedung. Berkutat dengan angka-angka miliaran atau triliuan rupiah. Meski tak tahu entah siapa tuan pemilik uang itu.

Jelas kalah kelas. Tapi, Stanley yang ketika itu baru saja memilih turun pangkat dari Citibank tidak langsung patah arang. Justru pengalaman dari Citibank dijadikan referensi buat memulai sebuah usaha multifinance. Apalagi, posisi terakhirnya di Citibank adalah sebagai Direktur PT Citicorp Leasing Indonesia –lembaga pembiayaan milik Citibank. Berbekal pengalaman di multifinance kepunyaan Citibank, Stanley melangkah enteng dengan tekad membara bahwa usaha ini tak perlu langsung ditangani oleh mereka yang berkompetensi di sektor perbankan. “Wah, saya tak perlu orang-orang dengan kualifikasi pekerja bank. Lulusan SMA pun jadi. Yang penting bisa saya latih,” ujar Stanley mengawali cerita tentang titik-titik mula ‘warung’ Adira.

Sederhana. Simpel. Cukup bertumbuh secara evolusioner. Begitu prinsip Stanley membesarkan ‘warung’ Adira. Sebab itu, ia tidak langsung merekrut banyak-banyak orang. Tak perlulah merekrut direktur, cukup Stanley saja sebagai pengendali langsung. Dengan bekal pengalamannya di tempat sebelumnya, Stanley berusaha menyeimbangkan para tenaga rekrutannya untuk bermental enterpreneur sekaligus berjiwa profesional.

Perlahan namun pasti. ‘Warung’ pun berkembang. Dari satu kantor bertambah satu. Dua jadi tiga kantor. Dan seterusnya. Sampai kemudian pada satu titik Stanley tidak bisa menangani lapangan sekaligus manajerial internal. Ia membutuhkan orang dengan kualifikasi mampu mengendalikan manajemen. Kualifikasi yang belum dibutuhkan ketika ‘warung’ kecil Adira masih mengambil tempat hanya sebuah dealer.

Stanley kepentok pada satu noktah. Sebuah dilema. Saat mana Stanley tetap pada pendirian menikmati lapangan sekaligus mengendalikan kehidupan internal ‘warung’. Memang efektif, tidak perlu mengeluarkan gaji buat orang berkualifikasi manajer, tapi waktu Stanley habis tersita buat menginterview calon-calon ‘tamu’  Adira. Kehilangan waktu untuk memikirkan bagaimana rencana bisnis dan kelangsungan usaha ke depan. Sampailah pada satu titik bahwa sudah saatnya ia merekrut orang bank.

Lagi-lagi evolusi. Pengoleksi Mercy Pagoda tahun 1970 ini tak mau gegabah mencari-cari solusi yang pas. Ia tak mau membajak tenaga kerja yang sudah mahir menerapkan ilmu-ilmu manajerial sebuah ‘supermarket’. Sebuah langkah yang sudah pasti bakal menyedot dana yang akan sangat mempengaruhi cash flow warung yang baru mengintip masuk ke menjadi minimarket. Tenaga yang sudah bergabung di Adira ia latih sampai memiliki kualifikasi manajerial yang mumpuni. Pikirannya simpel. Pekerjaan di multifinance tak serumit di bank. Tak sampai mencari deposit dan melakukan analisis keuangan. Hanya cari orang yang mau kredit motor atau mobil, analisa gaji, lihat-lihat tempat tinggal dan memperkirakan kelanggengan pekerjaan atau jalannya usaha para calon nasabah. Simpel-simpel saja.   

Dengan pekerjaan yang relatif simpel, lelaki atau perempuan di titik nol pun bisa. Dalam perjalanan berevolusi ke minimarket dan kemudian supermarket, Stanley benar-benar mengandalkan tenaga-tenaga debutan Adira. Evolusi itu menampakkan perkembangan. Sampai pertengahan 1990-an, Adira telah memiliki 35 kantor cabang.

Kekuatan internal Adira semakin solid memasuki pertengahan kedua 1990-an. Namun badai krisis di tataran eksternal dan makro-ekonomi menghempas ketika kalender memasuki angka 1997. Adira sudah memasuki katagori minimarket. Sampai kemudian Adira sempat ‘mampir’ menjadi ‘pasien Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Plong rasa hati Stanley. Tak ada yang salah dari langkah Stanley melayarkan biduk Adira secara evolusioner. Berkat etika dan moral yang ketat yang senantiasa memayungi Adira, BPPN memutuskan Adira sebagai perusahaan yang pertama kali dapat beroperasi dan boleh mencari funding.

Layar Adira lekas-lekas dibentangkan. Selama krisis 1997, hanya 12 dari 35 kantor cabang benar-benar difungsikan sebagai kantor cabang. Yang 23, cukup dibuka sebagai pos collecting dan marketing. Begitu lampu hijau dari BPPN menyala pada 1999, serentak 23 kantor cabang kembali ke fungsi semula.

Beberapa waktu sebelum ready dengan 35 kantor cabang, ada sedikit langkah yang agak cepat diambil oleh Adira. Perusahaan dengan komisaris utama Theodore Permadi Rachmat ini menggaet Marwoto Subiakno ke dalam jajaran direksi pada 1997. Marwoto langsung duduk di kursi Deputy General Manager sampai pada 1999. Mantan Marketing Manager bagian Honda Sales PT Astra International Tbk ini sekarang menjabat direktur pemasaran dan kredit divisi motor.

Kendati lahir dengan perkembangan secara evolusioner, ketika badai krisis menghantam dunia bisnis di negeri yang disebut Nusantara ini, Adira secara cepat bangkit. Langkahnya bak kuda dilepas dari kandangnya. Dari sini tampak betapa cerdas seorang Stanley dalam menentukan strategi bertahan sebuah perusahaan di tengah badai krisis multidimensi. Tidak perlu menutup kantor cabang yang sudah ada. Cukup dengan menurunkan kelas atau fungsi dari cabang ke pos collecting dan marketing.  Ada celah untuk sebentar parkir ke tempat yang lebih rendah dan agak longgar.    

Pasca krisis, 1999, sewaktu Adira langsung mengoperasionalkan 35 cabang, banyak orang terhenyak. “Adira mengalami kemajuan tiba-tiba. Padahal, kami sudah punya kapasitas untuk itu,” ujar kolektor miniatur mobil berbagai ukuran ini.

Perjalanan Adira sampai enam atau tujuh tahun pertama tampak smooth saja. Baru selepas krisis, ia langsung melesat bak meteor. Sampai tahun ketujuh, perputaran roda bisnis Adira tergolong biasa-biasa saja. Baru tahun kedelapan, Adira mulai sedikit tancap gas, ancang-ancang buat melaju kencang. Langkah ini seiring dengan melesatnya pertumbuhan pasar mobil dari sekitar 50.000 unit (1998) menjadi 88.000 unit (1999). Tahun 2000, pasar mobil melonjak hingga jumlah 285.000 unit dan 300.000 pada 2001.

Pijakan pedal gas semakin dalam, setelah melihat pasar sepeda motor yang meningkat fantastis. Pada 1998, pasar motor masih berada di kisaran 430.948 unit, lantas naik menjadi 476.824 unit (1999) serta melejit ke angka 860.689 unit (2000). Pertumbuhan makin menggiurkan saja bagi pelaku bisnis pembiayaan pembiayaan sepeda motor. Tahun 2001, pasar mampu menyerap sekitar 1,5 juta unit. Lalu, di tahun 2002, pasar makin menggembung dengan daya serap mencapai 2,3 juta unit.

Mencermati perkembangan pasar sepeda motor yang mengundang gelora naluriah bisnis pada setiap pelaku usaha, Stanley pun sedikit membelokkan stir Adira. Dari yang semula berfokus pada pembiayaan kendaraan bermotor roda empat, portofolionya dialihkan ke kendaraan bermotor roda dua. Jikalau pada 1998 kucuran pembiayaan Adira kepada kepemilikan sepeda motor masih 53 persen (Rp145,3 miliar) dan mobil 47 persen (Rp129,9 miliar) maka pada 2001 langsung berubah drastis: motor 85 persen (Rp1,0 triliun) dan mobil 15 persen (Rp185,6 miliar). Bahkan, pada 2002, kucuran pembiayaan motor mencapai 93 persen (Rp1,9 triliun) dan mobil cukup 7 persen (Rp143,1 miliar).

Sebuah bidikan yang tepat. Minimal, pundi-pundi terbesar Adira pun teraih dari kepemilikan sepeda motor yang memperlihatkan trend naik. Tahun 2000, pendapatan Adira tercatat Rp68,6  miliar dengan laba bersih tak kurang dari Rp8,9 miliar. Pendapatan dan laba bersih itu terus membubung menjadi Rp146,7 miliar dan Rp37,7 miliar pada 2001. Lantas, melonjak lagi ke Rp249,1 miliar dan Rp38,1 miliar. Dari 2000 sampai 2002, Adira mengalami lompatan pendapatan dan laba bersih yang cukup fenomenal, yaitu sebesar 363 persen dan 425 persen.

Tahun 2003, Stanley memasang target pendapatan Rp500 miliar dan laba bersih sekitar Rp70 miliar. Bukan sesuatu tanpa perhitungan target kala itu. Untuk menggapai asa bermain maskimal di lajur pembiayaan sepeda motor, Adira menyediakan dana sekitar Rp4 triliun. Termasuk dana hasil penerbitan Obligasi Adira Finance I 2003 sebesar Rp500 miliar. Ditambah lagi Bank Danamon yang mengucurkan sekitar Rp850 miliar pada awal 2004 guna membeli 75 persen saham Adira.         

Semua langkah itu tentu sah-sah saja. Kalau kemudian Adira memilih mendekat ke Bank Danamon selaku pemilik uang, jelas itu pilihan strategis. “Kami harus memilih, dekat dengan pemilik uang ataukah pemilik barang. Tidak bisa memilih di tengah-tengah. Dan, kami memilih dekat dengan pemilik uang,” terang pemilik predikat MBA dari Universitas La Verne ini.

Namun begitu tidak berarti Adira benar-benar mengucap selamat berpisah kepada pemilik barang alias produsen mobil atau sepeda motor. Selama ini Adira memang cukup dekat dan memiliki hubungan baik dengan sejumlah agen tunggal pemegang merek (ATPM) seperti Isuzu, Daihatsu, Nissan Diesel, Peugeot, BMW, Kawasaki, Honda, Yamaha dan Suzuki.

Berkat kedekatannya dengan ATPM, maka Adira lantas melahirkan anak-anaknya. PT Adira Dinamika Mobilindo yang dealer resmi Isuzu. PT Adira Mobilindo Megatama, dealer resmi BMW. PT Adira Dwimobilindo yang dealer resmi mobil bermerek Peugeot. Lalu, ada PT Adira Prima Mobilindo yang tampil sebagai dealer resmi kendaraan roda empat berlabel Daihatsu. Ada lagi PT Adira Citra Mobilindo yang menjadi dealer sah Nissan Diesel.

Kelompok Usaha Adira

Nama perusahaan
Bidang usaha
PT Adira Dinamika Multi Finance
Pembiayaan kendaraan bermotor
PT Adira Dinamika Mobilindo
Dealer resmi Isuzu
PT Adira Mobilindo Megatama
Dealer resmi BMW
PT Adira Dwimobilindo
Realer resmi Peugeot
PT Asco Dinamika Mobilindo
Dealer resmi Isuzu
PT Adira Prima Mobilindo
Dealer resmi Daihatsu
PT Adira Citra Mobilindo
Dealer resmi Nissan Diesel
PT Adira Sarana Rahardja Makmur
Bengkel resmi PT Astra International Tbk
PT Adira Insurance
Asuransi kendaraan bermotor
PT Adira Mitra Rentalindo
Penyedia sewa kendaraan bermotor
PT ITC Adira Multi Finance
Pembiayaan umum
PT Adira Quantum Multi Finance
Pembiayaan umum
PT Adira Sarana Armada

PT Daya Adira Mustika

Keterangan : diolah dari berbagai sumber

Tak cuma berhenti pada lintasan pembiayaan sepeda motor dan mobil. Kepak sayap Adira terus melebar dengan mendirikan PT Adira Sarana Raharja Makmur –bengkel resmi PT Astra International Tbk. Lantas, ada pula PT Adira Insurance yang bergerak dalam bisnis asuransi kendaraan bermotor.

Geliat jagad bisnis yang semakin pragmatis dan enggan direcoki soal perawatan kendaraan operasional pun tak lepas dari bidikan Adira. Lewat anaknya yang bernama PT Adira Mitra Rentalindo, Adira menawarkan jasa penyewaan kendaraan bermotor. Ini jelas merupakan pasar yang juga cukup potensial mengingat ongkos perawatan dan suku cadang kendaraan bermotor kini semakin mahal. Banyak pelaku bisnis yang memilih menyewa kendaraan operasional pada para penyedia jasa sewa kendaraan bermotor. Armada yang disediakan pun cukup komplit, ada kendaraan roda empat dan kendaraan roda dua.

Dan, yang agak berada di luar garis linear otomotif, Adira tampaknya tak mampu mengerem gelegak hasrat bisnisnya. Adira pun tergiur memasuki dunia pembiayaan consumer goods yang selama ini sudah diisi pemain lama seperti Columbia, Kredit Plus (PT Finansia Multi Finance), dan Sumber Kredit (GE Finance). Ia mengibarkan bendera PT ITC Adira Multi Finance yang bergerak di sektor pembiayaan umum. Tak segan-segan Adira aktif pula menggarap konsumen yang ingin menikmati barang-barang elektronik namun kantong mereka sulit buat bayar kontan. 

Dengan gerak lincah Adira mengisi setiap ruang-ruang kosong dan tempat yang lebih rendah di alur bisnis pembiayaan otomotif, sampai di umurnya yang 16 tahun kini, nama Adira telah tampil sebagai top of mind para konsumen kendaraan bermotor. Adira telah menggeliat menjadi perusahaan pembiayaan kendaraan bermotor multibrands terbesar di Indonesia. Akhir 2004, menurut rating yang dibuat oleh Biro Riset Infobank, bahkan Adira tampil sebagai perusahaan multifinance besar dengan predikat kinerja sangat bagus.

Jumlah Pembiayaan Baru dalam Jutaan Rupiah


2000
2001
2002
2003
2004
2005
Mobil
77.840
208.361
98.768
395.749
1.601.736
2.456.720
Sepeda motor
364.354
916.634
1.596.393
3.025.459
4.927.393
6.229.540
Elektronik
-
-
-
-
82.140
87.740
Jumlah
442.194
1.124.995
1.694.561
3.421.208
6.611.269
8.774.000
Sumber : Annual Report Adira Finance 2004 dan Neraca Laba-Rugi Adira Finance 2005



Jumlah Pembiayaan Baru dalam Unit



2000
2001
2002
2003
2004
Mobil
2.216
5.629
2.421
8.362
26.383
Sepeda motor
47.871
105.910
171.399
327.292
531.337
Elektronik
-
-
-
-
25.734
Sumber : Annual Report Adira Finance 2004
                     
Memasuki umurnya yang 16 tahun, bak seorang anak baru gedhe (ABG), Adira terlihat makin montok saja. Perusahaan pembiayaan (multifinance) yang dibidani oleh almarhum Raphael Adi Rachmat dan Stanley Setia Atmadja ini terus melebarkan sayap usaha. Dan, PT ITC Adira Multi Finance –salah satu anak usaha Adira—tahun lalu (2005) mampu tampil sebagai perusahaan pembiayaan yang mengalami pertumbuhan laba tertinggi. Mencapai 95,08 persen. Jauh di atas rata-rata pertumbuhan laba perusahaan pembiayaan besar (aset di atas Rp500 miliar) yang hanya bertengger pada angka 22,68 persen.

Yang menjadikan PT ITC Multi Finance meraup untung tertinggi melampaui rata-rata keuntungan 10 besar perusahaan pembiayaan besar adalah pembiayaan konsumsi yang ada di dalam struktur aset yang mencapai 92,58 persen. Sementara piutang pembiayaan konsumsi yang diragukan, boleh dikatakan, tidak terlalu besar.

Orang selama ini mengenal Adira sebagai pemain di koridor pembiayaan pemilikan kendaraan bermotor. Tapi, di tahun lalu (2005) itu, sebagai tonggak pertumbuhan laba tertinggi bukanlah bertumpu pada pembiayaan kendaraan bermotor. Tumpuan bergeser ke pembiayaan umum yang berada di tangan PT ITC Adira Multi Finance.

Bukannya mau terseret arus pada area pembiayaan umum yang biasa berupa pembiayaan consumer goods. Namun, sebagai sebuah langkah strategis. Apalagi di tengah masih kentalnya persepsi di benak orang awam bahwa bank sebagai lembaga keuangan yang proses administrasinya rumit dan berbelit. Perlu agunan. Bunga dan besaran angsuran per bulan pun lebih besar. Ditambah pula, berurusan dengan bank berarti harus antre ke bank. Ini jelas berbeda dibandingkan dengan lembaga pembiayaan yang relatif sangat sederhana dalam mekanisme. Cukup menyelipkan fotocopy KTP, slip gaji dan copy kartu keluarga.

"Ada kecenderungan komposisi pemilikan barang elektronik saat ini lebih banyak melalui kredit daripada pembelian tunai. Hal ini mengikuti kecenderungan yang semula ada pada kepemilikan sepeda motor dan rumah," kata Branch Manager Adira Finance wilayah Makassar, Amir Purnomo, awal tahun 2005.

Stanley pun mengamini apa yang diungkapkan bawahannya nun jauh di Kota Angin Mamiri sana. Consumer, ia menambahkan, memiliki karakter di mana jika disediakan fasilitas kredit maka akan menarik minat konsumen untuk membelinya. Tapi, ia mengakui, risiko pembiayaan barang elektronik lebih tinggi dibandingkan kendaraan bermotor yang memiliki Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) sebagai agunan. Namun, bukan berarti risiko itu tidak dapat dikelola.

“Kalau risiko tergantung bagaimana kita melakukan proses dan menyetujui kreditnya. Yang penting tetap ada syarat-syarat minimum. Misalnya pemohon punya penghasilan tetap, rumah tetap,” ujar lelaki yang masih menggantung mimpi membeli sport car McLaren ini.

Satu hal yang sampai sekarang tidak dilirik Adira adalah pembiayaan korporat. Karena, risiko pembiayaan di sektor ini cukup tinggi dan pelaku akan menghadapi biaya dana (cost of fund) yang tidak kompetitif.

“Korporat minta bunga kompetitif, misalnya sampai 13 persen. Padahal, kita bayar bunga bank 12 persen sampai 13 persen. Jika itu dilakukan maka kita akan kerja bakti,” ujar Stanley merinci alasan mengapa Adira tidak meminati sektor pembiayaan korporat.

Sebab itu, di luar ‘mainan’ baru pembiayaan consumer goods, Adira tetap meneguhkan diri pada pembiayaan otomotif. Atas konsistensinya ini, sampai kini Adira tetap menjadi top of mind konsumen kendaraan bermotor.

Bukan tanpa alasan kalau Adira tetap setia pada trek otomotif. Untuk membiayai mobil baru, multifinance dapat menjual dengan rate 16 persen sampai 19 persen. Dan, rate untuk mobil bekas bisa lebih tinggi lagi, sekitar 26 persen sampai 30 persen. “Dengan biaya dana yang tinggi, sektor konsumsi lah yang mampu memberikan margin yang tinggi,” penggemar jip, sedan dan mobil sport ini menjelaskan.
  
Nama Stanley Atmadja sungguh tidak dapat dilepaskan dari kendali perputaran roda bisnis PT Adira Dinamika Multi Finance yang start usaha pada November 1990. Satu lagi nama yang sangat identik dengan kelompok usaha yang berkantor pusat di Graha Adira Jalan Menteng Raya Jakarta ini adalah Adi Rachmat –ayahanda Theodore Permadi Rachmat (mantan Presiden Direktur PT Astra International Tbk). Konon, Adira itu kependekan dari Adi Rachmat, yang berobsesi membangun usaha pembiayaan kendaraan bermotor. Pertemuan Adi dan Stanley tampak saling melengkapi. Sinergi yang komplementaris.

Berangkat dari modal Rp5 miliar dan sebuah dealer, memasuki 16 tahun perjalanannya kini, Adira telah memupuk aset tak kurang dari Rp12 triliun, 210 kantor cabang dan sekitar 11.000 orang karyawan.

Kondisi keuangan Adira kini terus mengkilat. Laba bersih meningkat sebesar 94 persen dari Rp155 miliar pada tahun 2003 menjadi Rp301 miliar pada tahun 2004. Nilai pembiayaan baru meningkat sebesar 93 persen dari Rp3,421 triliun menjadi Rp6,6 triliun. Sementara unit pembiayaan bertambah 74 persen dari 335.654 menjadi 583.454 unit. Sebab itu, Adira Finance mampu menaikkan pangsa pasar yang dimilikinya –baik pada industri pembiayaan sepeda motor baru maupun mobil baru—menjadi masing-masing 12 persen dan 2,5 persen pada 2004 dibandingkan tahun 2003 yang berada pada angka 12,3 persen dan 0,7 persen.

Adira Finance terus memfokuskan untuk marjin yang lebih tinggi pada segmen bisnis motor. Kendati pada tahun 2004, Adira melakukan strategi pengembangan portofolio untuk terus memasuki segmen bisnis lainnya, antara lain mobil dan produk elektronik, buat mengurangi ketergantungan kepada segmen bisnis sepeda motor. Karena itu, kontribusi dari segmen bisnis motor menurun dari 88 persen dari total nilai pembiayaan pada tahun 2003 menjadi 75 persen pada tahun 2004. Unit pembiayaan sepeda motor juga menurun dari 97 persen pada tahun 2003 menjadi 91 persen pada tahun 2004.

Secara keseluruhan, pendapatan Adira Finance meningkat dari Rp651 miliar pada tahun 2003 menjadi Rp1,013 triliun pada tahun 2004. Adira mampu membuat jumlah pembiayaan yang lebih tinggi dan mengkombinasikan dengan penurunan tingkat suku bunga pinjaman guna mengurangi beban keuangan yang membuat marjin laba kotor meningkat pada tahun 2004.

Pendapatan pembiayaan konsumen menjadi kontributor paling signifikan dan mengalami peningkatan, yaitu menjadi 84 persen dari jumlah pendapatan dibandingkan dengan tahun 2003 yang sebesar 79 persen. Pendapatan selain dari pembiayaan konsumen –antara lain dari perusahaan asuransi, pendapatan administrasi, pendapatan denda keterlambatan, pendapatan penalti, dan bagian laba perusahaan asosiasi—mengalami penurunan dari 21 persen jumlah pendapatan pada tahun 2003 menjadi hanya 16 persen jumlah pendapatan pada tahun 2004. Hal ini lantaran terjadinya persaingan sangat ketat dalam industri pembiayaan konsumen yang ‘memaksa’ Adira Finance menyesuaikan sebagian pendapatan administrasi bersih yang diterima dari pembayaran administrasi oleh nasabah.

Mengenai beban usaha, manajemen Adira mampu mengendalikan beban operasi yang meningkat sebesar 42 persen. Peningkatan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan atas pendapatan yang mencapai 56 persen.

Peningkatan pendapatan dikombinasikan dengan pengendalian biaya yang sangat kuat membuat kenaikan laba bersih mencapai 94 persen dari Rp155 miliar pada tahun 2003 menjadi Rp301 miliar pada tahun 2004. Selanjutnya, laba bersih per saham meningkat dari Rp155 menjadi Rp301. Dengan begitu, tingkat pengembalian atas modal rata-rata meningkat sebesar 70 persen.   

Dengan gerak langkah yang terlihat terus melebar dan kondisi keuangan yang makin kinclong, sebenarnya hendak ke mana Stanley membawa bahtera Adira di tengah gelombang lautan bisnis multifinance? “Intinya, dari entrepreneurial company ke professional company. Bukan yang terbesar tapi yang terbaik,” ujar lelaki yang takut bersepeda-motor di tengah ketidak-ramahan lalu-lintas Jakarta ini.

Terbaik dalam pelayanan, lokasi jaringan, penggunaan teknologi informasi, kualitas sumber daya manusia (SDM), dan hubungan dengan mitra bisnis. Benchmark yang kini terus dikampanyekan oleh Adira.

Pelayanan mencakup pula asuransi dan keperluan pembiayaan lainnya, baik di pasar konsumen maupun korporasi. Jaringan cabang yang kini sudah menjelajahi 210 lokasi terus diperluas. Sumber pendanaan terus didiversifikasi dalam lingkup perbankan nasional dan pasar modal.

Kendati sejak pertengahan 2004 Adira telah menggandeng Bank Danamon yang di belakangnya berdiri perusahaan asing Temasek, Stanley tak ingin didikte, apalagi diintervensi, oleh si pemilik duit. Sejauh ini, kata dia, belum ada intervensi yang membahayakan kelangsungan biduk kapal Adira. “Kami masih bekerja dengan jaringan kami. Soal pemilik duit minta jaringan teknologi informasi diperbarui dan dikelola orang luar, kami tidak keberatan. Tinggal menunggu waktu yang tepat, kami siap. Tak ada yang perlu kami tutup-tutupi,” kata Stanley ketika kami sengaja menyambangi ruang kerjanya di lantai 12 Graha Adira pada suatu senja yang cerah untuk sebuah perbincangan seputar jejak-langkah Adira.

Adira memang sudah jauh-jauh hari berencana meningkatkan kemampuan teknologi hingga mencapai sistem aplikasi yang terintegrasi penuh. SDM ditingkatkan secara fungsional, struktural dan geografis. Upaya perekrutan dan pelatihan terus pula dikembangkan.

Stanley menyadari bahwa banyak kerikil tajam di tengah jalan untuk mencapai “yang terbaik”. Sebab itu, secara sistematis, ia menyiapkan grand strategy guna mewujudkan Adira sebagai one stop trading service di bidang otomotif. Adira pun tengah dilajukan dengan basis operational excellence, ekspansi melalui peningkatan kapasitas lewat pengembangan sistem, SDM dan jaringan. Untuk itu, Adira mulai menerapkan solusi berbasis teknologi informasi dengan menggandeng PT Sigma Cipta Caraka. Secara bertahap, investasinya bisa mencapai US$3 juta.

Tak salah Adira menggandeng PT Sigma Cipta Caraka. Sebab, Sigma merupakan sebuah entitas bisnis yang telah berpengalaman lebih dari satu dekade mendedikasikan karyanya pada bidang pengembangan serta pemberdayaan teknologi informasi. Dengan visi delivering IT benefits (memberikan manfaat teknologi informasi), Sigma menjadi salah satu pilar nasional dengan kekuatan utama di sector keuangan, termasuk multifinance.

Di bidang multifinance, Sigma telah menyediakan solusi dalam bentuk produk dan layanan teknologi informasi (TI), yang terdiri dari tiga area utama:

  • Loan origination
Proses pengajuan dan persetujuan kredit, yaitu berupa solusi ber-platform web dan terintegrasi back end dari teknologi inti (core technology) dari sebuah lembaga perbankan maupun multifinance. Dengan demikian dapat mempertinggi efisiensi waktu proses evaluasi kalayakan kredit secara administrative.

  • Multifinance System
Berupa solusi yang digunakan untuk menangani keseluruhan proses bisnis lembaga multifinance.

  • Consumer asset purchase
Sebuah solusi yang dikembangkan buat menangani bisnis kerja sama pembiayaan antara lembaga multifinance dan perbankan dengan tujuan memfasilitasi kegiatan administrative portfolio kredit mulai dari proses validasi account, persetujuan loan kepada customer –termasuk tahap rekonsiliasi antara bank dan lembaga multifinance serta kegiatan pelaporan kepada pihak Bank Indonesia.  

Dengan investasi tak kurang dari US$ 3 juta dan dukungan dari Sigma, kini setiap kantor cabang Adira Dinamika Multi Finance terhubung dengan kantor pusat melalui media komunikasi data frame relay yang disediakan oleh PT Telkom dan Lintasarta dengan backbone di kantor pusat sebesar 2 GB. Jaringan komunikasi ini memungkinkan pengguna sistem untuk mengakses dana secara real on-line. Jaringan komunikasi data ini juga dapat dimanfaatkan untuk penyediaan data back-up atas data cabang di data center kantor pusat. Selain untuk komunikasi data, jaringan frame relay telah dipakai untuk komunikasi suara dengan teknologi VoIP (Voice over IP).

Kini, di tengah persaingan bisnis pembiayaan yang kian ketat, Adira telah mengimplementasikan program komputerisasi terpadu yang disebut sebagai Ad1Sys (Adira One System). Mengintegrasikan seluruh proses bisnis, dari entry point paling hulu (point of sale dan point of payment) sampai pengambil keputusan di kantor pusat. Implementasi Ad1Sys sudah melingkupi seluruh cabang Adira sejak 2003. dengan Ad1Sys dimungkinkan pula kerja sama yang lebih intens dengan para dealer.

Guna mendukung kelancaran operasional, divisi teknologi informasi Adira juga telah menerapkan sistem komputerisasi untuk pengelolaan tenaga kerja (HRIS, Human Resource Information System) dari Infinium yang populer digunakan di Eropa. Adira juga mengembangkan EIS (Executive Information System) berbasis WEB dan arsitektur data warehouse, untuk pengelolaan data kantor cabang  secara konsolidasi yang menghasilkan laporan pendukung keputusan.

Upaya peningkatan kompetensi dalam network management memang terus dilakukan. Itu sebabnya, dengan dukungan teknologi informasi yang canggih dan integratif, Adira berusaha mendirikan cabang-cabang di beberapa kota di Tanah Air yang sampai saat ini belum dijangkau. Salah satunya Banda Aceh. Dengan penyebaran dan penetrasi cabang, kedekatannya dengan para dealer –selaku garda terdepan dalam pemasaran—menjadi semakin baik dan solid. Saat ini, Adira telah memiliki 214 kantor cabang yang tersebar dari barat sampai ke timur kepulauan Nusantara. Terbanyak di Jawa Timur (27 persen), lalu Jawa Tengah (26 persen), lantas Jawa Barat (15 persen), Jabotabek (11 persen), Kalimantan (7 persen), Sumatera (5 persen), Bali dan Nusa Tenggara (5 persen) dan Sulawesi (4 persen).

Semua langkah yang sudah diayunkan Stanley dan Adira itu ditujukan pada satu visi: menjadikan Adira sebagai the best and most reputable company yang berfokus pada consumer finance services. Dan, itulah totalitas seorang Stanley yang telah mencurahkan segala tenaga dan pikirannya demi kebesaran Adira. Ke depan, ia berobsesi Adira menjadi aset bangsa sebagaimana pernah ditunjukkan oleh idolanya Theodore Permadi Rachmat yang mantan CEO PT Astra International Tbk.

Mengawali bisnis bersama almarhum Adi Rachmat dari Adira Mobil (sebuah dealer) lalu membesar dengan beberapa anak usaha yang terbagi dalam divisi asuransi (Adira Insurance), perbengkelan (AutoTrend), penyewaan kendaraan bermotor (Adira Mitra Rentalindo) dan yang paling sohor adalah pembiayaan (Adira Finance).

Langkah-langkah strategis telah ditempuh oleh Stanley yang senantiasa di-back-up penuh tenaga-tenaga profesional, antara lain Marwoto Subiakno (Direktur Pemasaran dan Kredit divisi Motor), Serian Wijatno (Direktur Pemasaran dan Kredit divisi Mobil) dan Erida Gunawan (Direktur Keuangan dan Administrasi). Marwoto bukanlah orang baru di bidang marketing sepeda motor. Sebelum bergabung dengan Adira Finance pada 1997, sarjana manajemen lulusan Universitas Duta Wacana (Jogjakarta) ini sempat dibesarkan oleh PT Astra International Tbk dengan jabatan terakhir Marketing Manager Divisi Honda Sales Operation. Jabatan yang dilaluinya di Adira sendiri termasuk cukup komplit: Deputy General Manager (1997-1999), General Manager Finance and Accounting (1999-2000) dan Direktur Keuangan dan Teknologi (2000-2001).

Begitu pula dengan Serian Wijatno yang menjadi Direktur Pemasaran dan Kredit Divisi Mobil sejak 2004. Pemegang gelar master di bidang International Management, Finance & Marketing dari Universitas Indonesia bergabung dengan Adira langsung mengemban jabatan Direktur Utama PT Adira Quantum Multi Finance. Sedangkan Erida Gunawan bergabung dengan Adira pada tahun 2002. Sebelum berlabuh di Adira, sarjana akuntansi dari Universitas Trisakti tahun 1990 ini pernah menjabat sebagai Division Head (1995-2000) dan Marketing Division Head (2000-2001) di PT Jaya Real Property Tbk.  

Stanley merasa bukan apa-apa bilamana tanpa ada satu teamwork yang solid di belakangnya. Tim yang terdiri dari banyak tangan namun dengan satu pikiran. Karena itu, ia menaruh kepercayaan penuh pada mereka yang masuk dalam tim kerjanya –dari atas sampai tataran paling bawah, office boy sekalipun.

Tim yang tangguh dalam lingkungan kerja di era global ini merupakan kunci keberhasilan perusahaan. Bukan segelintir individu yang hebat yang bekerja sendirian di dalam tim. Bukan pula pemimpin individualistis yang menjadi perantara utama dalam meraih sekaligus mempertahankan keberhasilan organisasional. Tapi, sebuah tim yang memastikan masing-masing individu memperoleh kesempatan untuk berkembang dan menghargai apa yang mereka kerjakan.

Memang, jalan untuk mengubah keadaan perusahaan sungguh menantang dan sulit. Tapi, berkat sebuah tim yang terdiri dari orang-orang yang bersedia dan mampu mengaplikasikan seluruh kompetensi masing-masing, geliat sebuah perjalanan yang tertatih-tatih akan terasa lebih berharga. 

Dengan kerangka pengembangan a la tim itu pula, untuk memperkuat basis dan kinerja usaha pembiayaan, akhir 2002 silam Adira menggandeng perusahaan asing asal Jepang, Itochu Corporation yang kemudian memunculkan nama PT ITC Adira Multi Finance. Jelas, ini langkah yang sangat strategis mengingat Itochu dikenal memiliki hubungan dekat dengan kalangan industriwan, pabrik dan lembaga keuangan di Jepang. Itochu juga berpengalaman di bisnis berskala internasional.

Langkah strategis juga kelihatan ketika pada Mei 2003, Adira melakukan penawaran umum obligasi senilai Rp500 miliar. Di mana, ini merupakan obligasi pertama Adira. Suku bunganya, ketika itu, cukup favourable sebesar 14,125 persen untuk jangka waktu lima tahun. Obligasi Adira Finance I 2003 ini memperolah rating id A- (stable outlook) dari Perfindo. Bertindak selaku penjamin pelaksana emisinya waktu itu adalah PT Danareksa Sekuritas, PT Mandiri Sekuritas, dan PT Trimegah Securities Tbk. Penjamin yang tak lagi diragukan reputasinya.

Masa book building Obligasi Adira Multi Finance I itu dilakukan pada 7-14 April 2003. Dengan masa pernyataan efektif 23 April 2003. Distribusi pada 5 Mei dan pencatatan di lantai Bursa Efek Surabaya (BES) pada 9 Mei 2003.

Saat itu, obligasi ditawarkan dengan nilai 100 persen dari nominal pokok. Terbagi dalam dua seri. Seri A merupakan obligasi dengan amortasi triwulan, cicilan sebesar 12,5 persen dari nilai pokok obligasi Seri A.dibayarkan mulai triwulan ke-13 sampai triwulan ke-20.

Sedangkan Seri B adalah obligasi dengan pembayaran penuh (bullet payment) dengan masa jatuh tempo lima tahun. Dana hasil penerbitan obligasi ini, 100 persen digunakan untuk pembiayaan kepemilikan kendaraan sepeda motor.

Fantastis. Sampai pertengahan April 2003, obligasi Adira ternyata oversubscribe. Misalnya ada seseorang memesan 13 unit ternyata hanya mendapatkan satu unit. Ada lagi, sebuah perusahaan memesan 20 unit namun cuma memperoleh dua unit. Obligasi Adira terlihat cukup menarik di mata pemburu obligasi. Karena, coupon rate-nya yang sebesar 14,125 persen. Apalagi tingkat risiko Adira tergolong relatif rendah berkat kinerja keuangannya yang cukup bagus.

Awal tahun 2004, Adira digaet oleh PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Bank yang kini mayoritas sahamnya dimiliki oleh Temasek itu ingin mengambil-alih 100 persen saham Adira. Namun, ia terpentok peraturan Bank Indonesia. Akhirnya Danamon cukup menguasai 75 persen saham Danamon.

Kini, tak hanya kinerja keuangan Adira yang terus mengalami progres, keberadaan Grup Adira juga makin menggurita. Adira telah mampu tampil sebagai satu dari 28  perusahaan pembiayaan berskala besar atau beraset lebih dari Rp500 miliar. Bahkan, Adira juga menyandang predikat perusahaan dengan katagori kinerja “sangat bagus” di antara puluhan perusahaan sejenis. Adira memiliki 210 cabang, setidaknya 11.000 orang tenaga kerja terserap. Dan, pada garis berikutnya, minimal 40 ribu orang menggantungkan nasib pada Adira.

Sebuah prestasi yang pantas diapresiasi. Ketika banyak perusahaan berguguran akibat badai krisis multidimensi yang tak kunjung reda dan terpaksa memutus hubungan kerja jutaan pekerja, Adira tetap kokoh nyaris tak tertandingi. Bahkan, ketika badai selagi besar-besarnya menerpa, Adira tidak sampai menutup puluhan kantor cabangnya di sejumlah kota di Jawa dan Sumatera. Ini tak terlepas dari prinsip kepemimpinan seorang Stanley yang selalu berangkat dari trust dan respect pada setiap sisi kehidupan perusahaannya.

Bagi peraih Special Award for Enterpreneurial Spirit 2002 versi Ernst & Young ini, krisis justru telah mempercepat transformasi Adira menuju high performance corporation.

Nama Adira memang sangat lekat dengan kepemimpinan Stanley. Dia adalah prime mover dalam manajemen Grup Adira. Namun, penggemar otomotif dan artefak etnik ini tak suka menonjolkan diri. “Semua ini hasil kerja keras tim, bukan cuma seorang Stanley,” ujarnya merendah.

Sekali lagi, Stanley benar. Dalam menggulirkan roda bisnis sehari-hari Adira, ia ditopang sejumlah eksekutif muda nan enerjik seperti Ajit Ramesh Raikar (Vice President Director) dan Jenny Widjaja (Corporate Secretary). Selain itu masih didukung pula oleh Presiden Komisaris Theodore Permadi Rachmat, mantan CEO PT Astra International Tbk yang akrab disapa Pak Teddy.

Boleh saja lelaki berpenampilan kalem ini berendah hati. Tapi, semua orang tahu, dia lah motor penggerak keberhasilan Adira. Tak terkecuali ketika Adira memutuskan menerima pinangan PT Bank Danamon Indonesia Tbk tak lama sebelum Adira melakukan public expose pada Maret 2004. Sebuah langkah cerdas seorang Stanley. ***



Boks:

Kawin Silang Adira-Danamon

Sebuah langkah yang tidak mudah. Menyatukan kultur usaha pembiayaan dan bisnis perbankan. Namun, pilihan harus dijatuhkan. Bahwa Adira mesti mendekati pemilik duit.

Sebuah langkah yang memang strategis untuk dijalani. Sekadar pertimbangan, sejauh ini, banyak pemilik barang yang sudah memiliki perusahaan multifinance sendiri. Sebutlah Federal Finance dan Toyota Finance. Bila Adira menjatuhkan pilihan mendekati pemilik barang, jelas, jauh dari kata strategis. Alih-alih menjadi besar, bisa-bisa Adira hilang ‘ditelan’ sang pemilik barang. Adira tinggal menyempil di sebuah ‘kerajaan’ pabrikan produsen mobil dan sepeda motor.

Tentu Stanley tak ingin Adira ditelan sang pemilik barang atau menyempil di sebuah kerajaan pabrikan produsen sepeda motor. Ia ingin nama Adira tetap tampil sebagai top of mind konsumen kendaraan bermotor. Bukan berada di balik bayang-bayang merek-merek kendaraan bermotor. Kalau perlu, semua merek kendaraan bermotor itu justru berada di belakang nama Adira.    

Untuk itulah, Adira terus mengasah kelancaran cash flow. Memasuki 2004, arus kas Adira makin lancar saja. Tak pelak, banyak pemilik duit alias perbankan tergiur meminangnya. Yang beruntung kali ini adalah PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Danamon begitu bernafsu untuk mengambil alih 100 persen saham Adira.

Namun tidak segampang itu Danamon mengumbar hasrat bisnisnya. Sebagai lembaga perbankan ia harus patuh pada ketentuan Batas Minimum Pemberian Kredit (BMPK) yang digariskan oleh Bank Indonesia (BI).

Per 8 April 2004, total modal Bank Danamon baru sebesar Rp7,8 triliun. Sesuai aturan BI yang menyatakan bank hanya boleh melakukan penyertaan 10 persen dari modal pada pihak terkait, maka Bank Danamon hanya memiliki alokasi dana untuk penyertaan modal ke Adira sebesar Rp780 miliar.

Sementara, untuk mengakuisisi 100 persen kepemilikan Adira Finance, Danamon harus mengucurkan uang minimal sejumlah Rp850 miliar. Bila sampai hal ini dilakukan maka Danamon akan melanggar ketentuan BMPK yang menyangkut penyertaan terhadap pihak yang terkait. “Kalau 100 persen diakuisisi, maka perhitungan kita, Danamon akan melanggar batas ketentuan BMPK,” kata Direktur Pengawasan Bank II Bank Indonesia, Aris Anwari ketika hangat-hangatnya prosesi kawin-silang Adira-Danamon, awal tahun 2004.

Lantaran itulah, BI mengingatkan Bank Danamon agar hanya mengambil share Adira Finance maksimal sebesar 65 persen. Tapi Danamon tetap menghendaki memiliki keseluruhan saham Adira Finance. “Mereka maunya akuisisi 100 persen kepemilikan atau di atas 65 persen biar lebih firm katanya,” ujar Aris kala itu.

BI telah melakukan perhitungan dan menyarankan agar Danamon mengambil 75 persen saham Adira dengan syarat Temasek sebagai pemegang saham Bank Danamon menambah modal bank. “Dengan penambahan modal maka penyertaan sebanyak 75 persen saham Adira tidak akan melanggar BMPK,” kata Aris lagi.

Perhitungan BI, demikian penjelasan Aris, dengan tambahan modal sekunder dari setengah nilai penerbitan obligasi subordinasi (sub-debt) sebesar US$ 300 juta, dan laba berjalan tahun 2004 yang dijadikan tambahan modal, maka pembelian saham Adira Finance sebesar 75 persen tidak akan melanggar ketentuan BMPK.  

Akhirnya, Danamon patuh pada saran BI. Bank swasta papan atas ini kemudian mengakuisisi saham sebesar 75 persen dengan harga perolehan Rp832 miliar yang diikuti dengan dilakukannya transaksi call option (hak opsi membeli kembali) atas 20 persen sampai dengan 25 persen dari sisa saham Adira dengan pembayaran premi sebesar Rp186,87 miliar untuk nilai kontrak sebesar Rp335,62 miliar yang berjangka waktu 20 bulan. Dengan demikian, total transaksi yang dianggap sebagai penyertaan modal mencapai Rp1,354 triliun.

Danamon menyetujui pengambil-alihan 75 persen dari jumlah saham yang telah disetor melalui direct placement pada 26 Januari 2004. Inilah langkah strategis seorang Stanley Setia Atmaja. Karena, tak lama setelah Danamon mengakuisisi 75 persen saham Adira, tepatnya 5 Maret 2004, perusahaan pembiayaan yang di awal kelahirannya hanya sekelas ‘warung’ itu melakukan public expose. Makna strategis yang lebih dalam, ketika penawaran awal saham dengan kisaran harga Rp2.200 – Rp2.500 per saham itu langsung ada yang meminati saham Adira Dinamika Multi Finance.

Makna strategis yang lebih dalam lagi, tata kelola Adira semakin profesional dan transparan karena ada peran pengawasan publik. Dengan demikian, Danamon pun tidak bisa main-main dalam menebar janji dalam membeli saham Adira.

Struktur Pemegang Saham PT Adira Dinamika Multi Finance
Per 5 Maret 2004


Jumlah saham
Nominal
Persentase
Modal dasar
4.000.000.000
400.000.000.000

Modal disetor
1.000.000.000
100.000.000.000

- Theodore Permadi Rachmat
135.000.000
13.500.000.000
13,5
- Stanley Setia Atmaja
15.000.000
1.500.000.000
1,5
- PT Bank Danamon Indonesia Tbk
750.000.000
75.000.000.000
75,0
- Umum
100.000.000
10.000.000.000
10,0


Untuk menjawab janji membeli 75 persen saham Adira, Danamon harus berjibaku menambah modal. Dan, per Maret 2005, total modal Bank Danamon telah meningkat menjadi Rp11,031 triliun sehingga maksimum penyediaan dana pada pihak terkait dapat mencapai Rp1,103 triliun. Melihat kucuran duit buat mengakuisisi Adira yang mencapai Rp1,354 triliun, jelas Danamon masih berpotensi melanggar BMPK.

Namun, Wakil Presiden Direktur Danamon Jerry Ng merasa optimistis modal Bank Danamon segera meningkat sehingga tidak lagi melanggar BMPK. Menurut BI, Bank Danamon memerlukan tambahan modal Rp2,845 triliun agar tidak melampaui BMPK. Maklum, Danamon harus menyediakan kekurangan dana akuisisi sampai Rp284, 562 miliar.

Menurut Jerry, peningkatan modal berasal dari laba. Seiring waktu, ia menambahkan, biaya goodwill akuisisi Adira juga semakin berkurang sehingga memperkecil nilai transaksi.

Namun, kekuatan langkah Danamon untuk menambah modal Rp2,845 triliun dalam tempo singkat tersendat. Akhirnya, pada Juli 2005, Bank Danamon menyelesaikan persoalan ini lewat jalan menjual hak opsi (call option) lima persen, dari kepemilikan sebelumnya yang sebesar 20 persen. Hal ini sebenarnya sudah terlihat pada 31 Desember 2004 dengan adanya perusahan struktur pemegang saham Adira. Ada perusahaan lain (Mega Value Profits Limited British Virgin Island) yang juga ikut menjadi pemegang saham Adira.

Struktur Pemegang Saham Adira
Per 31 Desember 2004

Jumlah saham
Nominal
Persentase
Modal dasar
4.000.000.000
400.000.000.000

Modal disetor
1.000.000.000
100.000.000.000

- Mega Value Profits Limited British Virgin Island
174.193.500
17.419.350.000
17,419
- PT Bank Danamon Indonesia Tbk
750.000.000
75.000.000.000
75,0
- Umum
75.806.500
7.580.650.000
7,58

Kekuatan share saham Danamon di Adira Dinamika Multi Finance, sampai akhir 2005, relatif tetap, yakni 75 persen. Pun dua kekuatannya lainnya: Mega Value Profits Limited British Virgin Island masih share 17,42 persen dan masyarakat umum 7,58 persen.

Faktor dana bagi perusahaan pembiayaan sangat penting untuk menghidupi nadi kegiatan bisnisnya. Dana (funding) yang dulu kerap menjadi kendala klasik bagi multifinance, kini cukup teratasi. Setidaknya, terdapat 13 bank yang menilai perusahaan multifinance sebagai debitor yang layak dikucuri kredit. Bahkan, dengan mengakuisisi multifinance, bank dapat menyalurkan kreditnya secara aman.  Karena, minimal sudah mengetahui manajemen anak perusahaannya.

Kendati Danamon menguasai share 75 persen saham Adira, Stanley tak lantas mudah didikte atau diintervensi. Proses sinergi usaha pembiayaan dengan jaringan perbankan yang luas belum terjadi. Sampai hari ini Adira masih berdiri di atas kaki sendiri. “Dari sisi bisnis tak banyak yang didapat dari Danamon. Banyak sekali yang menghambat kalau kami paksakan. Sampai hari ini, apapun yang berkembang  karena memang Adira mampu. Saya harapkan proses ini tidak banyak membawa perubahan,” ungkap Stanley.

Memang, walau saham perusahaannya diambil alih perusahaan baru, manajemen puncak Adira tak berubah. Stanley tetap duduk di kursi direktur utama. Dan, yang tak kalah penting, ujar Stanley ketika kami temui pada suatu senja di pekan ketiga Februari 2006, “Sejauh ini kami masih bekerja dengan jaringan yang kami miliki. Tak ada perubahan berarti di jajaran direksi dan manajemen.”

Dengan kemudahan sumber dana dari Bank Danamon dan sejumlah bank lain, tak lantas menjadikan Stanley santai-santai saja mengelola gerak roda Adira. Ia menyadari bahwa kunci keberhasilan sebuah perusahaan multifinance adalah pengelolaan yang baik. Jika funding-nya memadai namun dilanda kredit macet maka multifinance pun akan goyang.

Artinya, bila multifinance yang dimiliki bank dikelola secara asal-asalan maka akan berdampak fatal dan berbahaya bagi kelangsungan bisnis perbankan secara keseluruhan. Bank pemiliknya akan terseret karena mayoritas funding multifinance berasal dari bank bersangkutan. Stanley tak ingin membuat bank yang telanjur kesengsem pada Adira masuk ke pusaran krisis gara-gara Adira tak lagi dikelola secara benar. “Kami profesional. Apapun yang ditawarkan atau diinginkan pemegang saham sepanjang tidak mengubah kultur yang sudah terbangun, kami akan lakukan,” lelaki yang hobi mengelus-elus motor Ducati 916 kesayangannya di setiap akhir pekan ini menandaskan.   

Bagaimana juga, kawin silang Adira-Danamon harus disikapi secara profesional. Tidak sekadar hanya persoalan penyesuaian penerapan teknologi informasi perbankan yang jauh lebih complicated. Organisasi perusahaan harus pula beradaptasi. Adira kini membenahi organisasi manajemen dengan memisahkan divisi marketing sepeda motor dan divisi marketing mobil. Lantas, ada juga pembentukan divisi pengelolaan risiko (risk management). Hal ini dilakukan karena kawin-silang ini mesti mengikuti standar-standar yang dibakukan oleh Bank Indonesia.

 

Stanley sadar semua itu harus dilakukan secara cepat. Dengan gerak lincah dan gesit. Lelaki yang hobi ‘berburu’ mobil klasik ini tak mau kehilangan kesempatan emas yang ditawarkan bank. Perkongsian dengan pemilik duit akan lebih menjamin kelangsungan dana sebuah perusahaan multifinance. Selama ini, multifinance selalu menghadapi problem klasik, yakni kekurangan dana.

Walau Stanley mengakui belum menghasilkan sinergi yang dahsyat dari kawin silang Adira-Danamon, bank swasta papan atas itulah yang mendanai sebagian besar dari Rp8,774 triliun pembiayaan Adira Dinamika Multi Finance pada tahun 2005.

Perkongsian multifinance dengan bank tentu tidak berangkat dari kepentingan salah satu pihak semata. Perkongsian terjadi lantaran kedua belah pihak saling membutuhkan. Dan karena itu pula, perkongsian pun dilandasi kesepakatan-kesepakatan. Berangkat dari kerangka pandang relatif sama terhadap bisnis ritel. Bank tentu ingin mendayagunakan multifinance sebagai nilai tambah. Bukan cuma perluasan jaringan untuk memangsa pasar konsumsi semata. Juga buat meningkatkan penggunaan perangkat teknologi dan saluran distribusi bank, seperti automatic teller machine (ATM) dan kantor cabang.

Dengan mengawini multifinance, bank dapat menyalurkan kreditnya secara aman. Sebab, kredit itu diberikan dengan skema joint financing. Dan, dana yang dikucurkan bank ke multifinance tidak terlalu berisiko.

Dari kaca mata multifinance, bersama dengan bank, multifinance dapat melakukan penjualan silang (cross selling) sehingga akan secara gampang meraih pertumbuhan bisnis. Keuntungan lain yang diperoleh multifinance, adalah meningkatkan kredibilitas perusahaan. Lalu, yang lebih pasti lagi, kelangsungan dana yang menjadi ‘darah’ kehidupan multifinance memperoleh komitmen bank. 

Dengan menerima pinangan Danamon, Adira kini tak lagi sekadar ‘warung’ yang dijauhi orang. Adira telah tampil sebagai supermarket yang mengundang banyak pembeli karena menawarkan harga kompetitif, berkat dukungan dana yang nyaris tak terbatas. Adira tak lagi harus minder gara-gara masuk klasifikasi warung sebagaimana waktu lahir. ***



Dalam Lindungan Etika


Keberhasilan Adira melompat dari warung ke supermarket tak terlepas dari profesionalisme manusia Adira yang berselimutkan etika dan moral. Pada setiap jejak langkah berinteraksi dengan nasabah, antarsesama manusia Adira, pemegang saham, dan seluruh mitra kerja senantiasa dalam koridor hukum positif yang berlaku.

Secara tersurat, etika dan moral manusia Adira terangkum dalam manuskrip ADIRATOP – The Spirit of Mentality and Commitment. Sebuah pernyataan yang memaparkan nilai-nilai perusahaan: advance, discipline, integrity, reliability, accountable, teamwork, obsessed, dan professional.

Paparan yang masih terasa mengawang itu lantas diimplementasikan oleh manusia Adira dalam setiap jejak langkah keseharian:

  • Menghindari benturan kepentingan. Manusia Adira tidak boleh memanfaatkan atau pengetahuan yang diperoleh dari jabatan itu, dengan cara apapun, yang dapat mengakibatkan benturan kepentingan yang merugikan perusahaan. Setiap manusia Adira dalam setiap transaksi dengan pihak lain mesti mengutamakan kepentingan perusahaan di atas kepentingan pribadi.
  • Menyimpan catatan dengan baik. Manusia Adira senantiasa menjaga dan menyimpan catatan-catatan, baik cetak maupun elektronik, sesuai dengan relevansi dan petunjuk penyimpangan dokumen perusahaan serta mematuhi hukum positif yang berlaku.
  • Menciptakan lingkungan kerja nyaman. Lingkungan kerja bebas dari pelecehan, baik pelecehan seksual maupun pelecehan ras, suku dan agama. Untuk mencapai lingkungan macam ini maka rekrutmen karyawan semata-mata berdasarkan kualifikasi kemampuan dan prestasi. Bukan atas dasar ras, etnis dan religi.
  • Aset perusahaan untuk perusahaan. Semua aset dan kepemilikan perusahaan digunakan hanya untuk kepentingan perusahaan. Aset perusahaan meliputi dana, surat berharga, perlengkapan dan perabotan, serta informasi penting seperti daftar nasabah, informasi keuangan non-publik, rencana kerja, perangkat lunak komputer dan ide-ide produk dan layanan baru. Manusia Adira tidak diperkenankan menggunakan milik perusahaan demi kepentingan pribadi dan harus dikembalikan kepada perusahaan apabila melepaskan ikatan kerjanya dengan perusahaan.
  • Menjaga kerahasiaan. Dalam menjalankan tugas, manusia Adira mungkin saja memperoleh akses atas informasi-informasi mengenai nasabah, pemasok, mitra usaha, tentang perusahaan itu sendiri dan pihak-pihak terkait lainnya. Manusia Adira wajib menjaga kerahasiaan informasi tersebut, kecuali diminta secara sah oleh perusahaan.
  • Tanggung jawab sosial. Sebagai warga dunia, manusia Adira sangat menghargai perbedaan dan adat-istiadat lokal di mana pun berada. Di mana saja manusia Adira berada, mengemban tanggung jawab mendorong pengembangan komunitas lokal dan mensponsori kegiatan-kegiatan publik yang terkait dengan upaya pelestarian aset nasional.   

Jejak langkah keseharian manusia Adira yang terlindungi oleh etika tadi, meminjam pendapat D.L. Goetsch dan S. Davis dalam bukunya yang berjudul Introduction to Total Quality: Quality, Productivity, Competitiveness (1994), sangat terkait dengan sepuluh perintah tim (ten team commandments). Perintah tim dalam kerangka menjadikan Adira yang kuat, kokoh, dan mampu terus bersaing di era global. Perintah pertama, saling ketergantungan. Saling ketergantungan dalam hal informasi, sumber daya, pelaksanaan tugas dan dukungan. Adanya saling ketergantungan dapat memperkuat institusi secara keseluruhan. 

Perintah kedua, perluasan tugas. Setiap manusia Adira harus diberi tantangan. Karena, reaksi atau tanggapan terhadap tantangan akan membentuk semangat persatuan, kebanggaan, dan kesatuan tim.

Perintah ketiga, penjajaran (alignment).  Manusia Adira harus bersedia menyingkirkan sikap individualisnya demi mencapai misi bersama.

Perintah keempat, bahasa yang umum. Stanley sebagai pemimpin tim Adira biasa menggunakan bahasa umum. Sebab, manusia Adira demikian heterogen. Stanley menyebut Adira sebagai cermin Indonesia mini. Dan, manusia Adira memiliki perbendaharaan kata (istilah teknis) sendiri-sendiri.

Perintah kelima, kepercayaan. Dibutuhkan waktu dan usaha guna membentuk kepercayaan agar setiap manusia Adira mampu menaruh respek antarsesama anggota tim.

Perintah keenam, kepemimpinan atau keanak-buahan yang dibagi rata. Setiap manusia Adira memiliki bakat dan kemampuan yang berbeda. Stanley sadar betul keadaan ini. Sehingga, tali kewenangan yang dimilikinya senantiasa dibagi secara proporsional kepada setiap manusia Adira. “Bagaimana caranya meng-create leadership, sepenuhnya saya serahkan kepada masing-masing orang. Ada orang yang berpembawaan teriak-teriak, kalau itu efektif, silakan pakai,” ujar Stanley.

Perintah ketujuh, keterampilan memecahkan masalah. Setiap tim dalam tubuh Adira harus banyak menggunakan waktunya untuk membina kemampuan anggotanya dalam memecahkan masalah. Sebab, masalah merupakan hal yang selalu dihadapi oleh institusi.

Perintah kedelapan, keterampilan menangani konfrontasi alias konflik. Dalam lingkungan kerja yang high pressure dan makin kompetitif, konflik merupakan satu hal yang tak terelakkan. Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar-wajar saja. Karena itu, dalam kerja tim dibutuhkan keterampilan menerima perbedaan pendapat –ide, masalah dan pemecahan masalah—dan menyampaikan ketidak-setujuan terhadap pendapat orang lain tanpa harus menyakiti orang yang bersangkutan.

Perintah kesembilan, penilaian/tindakan. Penilaian dilakukan dengan memantau dan membandingkan apa yang telah dilakukan dengan pernyataan misi dan rencana tindakan yang ada. Rencana tindakan berisi tujuan, sasaran, jangka waktu, penugasan dan tanggung jawab setiap manusia Adira.

Perintah kesepuluh, perayaan. Cermin perayaan di tubuh Adira dapat dilihat dari even QCC Olympic atau tahapan standarisasi hal-hal tertentu yang melibatkan setiap bagian perusahaan. Mereka yang menang dalam QCC Olympic, tanpa memandang dari unit manapun, diundang direksi. Mereka diajak makan malam bersama direksi. Sebuah perayaan atas kesuksesan. Memang, kesuksesan yang dicapai suatu tim yang efektif dapat diperkuat dengan jalan merayakannya. Penghargaan dan pengakuan atas tugas yang terlaksana dengan baik akan memotivasi anggota tim untuk bekerja lebih giat dan tangkas dalam rangka menggapai tujuan selanjutnya.

Agaknya Stanley menyadari. Bahwa penanaman etika luhur berbalut moral, dalam jangka panjang, akan memperkuat pondasi tempat bisnis Adira dibangun. Dunia bisnis tak lagi cukup sekadar menganut paham modern: high technology, high efficiency, high productivity dan high profit. Dunia bisnis juga mesti habis-habisan mempertahankan high morality, yakni dengan manajemen etis, yang diejawantahkan dalam ADIRATOP – The Spirit of Mentality and Commitment. ***   

 


Stanley, Antara Ayahanda dan Pak Teddy


Lahir di Metropolitan Jakarta. Tepatnya 24 Agustus 1956. Dari keluarga yang relatif cukup. Ayahnya seorang pengusaha bengkel mobil dan usahanya kini dilanjutkan oleh kakaknya.

Bak buah jatuh tak kan jauh dari pohonnya. Stanley Setia Atmaja sejak jauh hari demikian dekat dengan dunia otomotif. Apalagi ia menghabiskan sebagian besar jalan hidupnya di Jakarta. Langsung bersinggungan dengan komunitas otomotif.

Sedari kecil, alumni Universitas Trisakti Jakarta ini sudah menggandrungi hal-ihwal yang berbau otomotif. Namun bukan otomotif yang mengekspresikan ‘kejagoan’ seseorang dengan melesat di trek jalan raya. Stanley remaja bukanlah remaja Jakarta yang suka menyabung nyawa ‘ngetrek’ di jalan raya. Sampai di umurnya yang setengah abad, ia tetap takut mengendarai sepeda motor di jalanan Jakarta yang selalu siap mengantarkan siapa saja ke alam barzah.

Stanley lebih suka pada sisi-sisi turunan bisnis otomotif. Bisa bisnis miniatur mobil. Dapat pula bisnis jual-beli mobil klasik yang makin dicari orang. Bisnis penyewaan kendaraan bermotor. Bisnis asuransi mobil. Dari balik dunia otomotif banyak melahirkan inspirasi, kata ayah dari dua puteri ini.
 
Stanley tak mau tanggung-tanggung menggeluti dunia bisnis otomotif dan segala turunannya. Selepas dari Fakultas Ekonomi Universitas Trisaksi, ia berburu ilmu administrasi bisnis ke Universitas La Verne, California, Amerika Serikat. Sepulang dari Negeri yang hanya bisa dikalahkan oleh Tuhan itu, ia langsung masuk ke Citibank. 

Merangkak dari bawah. Sebagai executive training pada 1985. Lalu, credit administration head pada 1988. Tahun 1990, lelaki yang pernah menjadi juri entrepreneur of the year 2004 ini sudah dipercaya mengemban Direktur PT Citicorp Leasing Indonesia –lembaga pembiayaan milik Citibank.

Titian dunia otomotif seakan sudah menjadi suratan takdir bagi ayah dua puteri ini. Karena itu, ia tidak dapat begitu saja melupakan ayahnya yang sejak dini memperkenalkannya pada dunia otomotif. Ayahnya pula yang sampai kini tetap menjadi idola Stanley dalam menapaki dunia bisnis otomotif. Ia masih ingat betul bagaimana petuah sang ayah bila ingin sukses berbisnis. “Modal nomor satu berdagang adalah kejujuran. Kejujuranlah yang membawa orang senantiasa menjunjung etika dalam berbisnis,” ujar Stanley mengutip pesan ayahnya. 

Selain ayahnya yang melambari langkah etis Stanley dalam menapaki dunia bisnis otomotif, ada satu lagi lelaki yang diidolakannya. Bukan tokoh bisnis mancanegara. Tak lain adalah Theodore Permadi Rachmat, mantan CEO PT Astra International Tbk.
Dari Pak Teddy –sapaan akrab Theodore Permadi Rachmat—Stanley banyak belajar soal profesionalisme dalam membesarkan sebuah entitas bisnis. Dari Pak Teddy pula, ia mendapat wejangan bahwa setiap orang tidak perlu bangga dengan kehidupan masa lalunya. Sebab, kebanggaan terhadap masa silam akan menjadikan orang enggan belajar, enggan meng-upgrade diri.

Secara sepintas, visi dan gaya kepemimpinan Pak Teddy mengalir dalam diri seorang Stanley. Pak Teddy dikenal sebagai pribadi yang low profile, human dan mampu membuat segalanya menjadi simpel. Dengan gaya seperti ini, Pak Teddy mampu membesarkan Astra dan Stanley berhasil membawa Adira dari sebuah warung  menjadi supermarket.

Ada kemiripan jalan hidup Pak Teddy dan Stanley. Sama-sama membesarkan perusahaan otomotif dari sebuah garasi. Selepas dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1968, Teddy langsung direkrut pamannya William Soerjadjaja masuk Astra yang ketika itu baru dipadati 16 orang karyawan. Kala itu Astra menempati sebuah garasi di Jalan Juanda III Nomor 11 Jakarta. “Siang jadi kantor, malam dipakai tempat tidur, termasuk Om Willem juga tidur di situ,” ujar Pak Teddy mengenang masa silamnya.

Sementara Stanley masuk Adira –ketika itu baru ada lima karyawan—berkat ajakan Raphael Adi Rachmat, ayahanda Theodore Permadi Rachmat. Stanley bukanlah sarjana segar yang baru lulus waktu itu. Stanley sudah memiliki sedikit pengalaman dari Citibank. Makanya, berkat pengalamannya menangani bisnis leasing kendaraan di Citicorp Leasing Indonesia, Stanley tidak membawa Adira masuk ke industri pabrikan kendaraan bermotor. Ia membawa Adira sebagai lembaga pembiayaan kendaraan bermotor.  

Sosok kepemimpinan seorang Teddy Rachmat begitu melekat di keseharian Stanley dalam mengendalikan roda bisnis Adira. Ada empat prinsip kepemimpinan yang diyakini dan diterapkan Teddy dalam membesarkan Astra dan United Tractor. Pertama, memberi visi tentang fungsi dan tugas pimpinan. Kedua, memilih pembantu-pembantu terbaik. Ketiga, melakukan kontrol dan pengendalian. Dan, keempat, memperhatikan hal-hal yang bersifat pribadi tentang bawahan.

 

Keempat prinsip kepemimpinan Teddy itu kini juga mewarnai kepemimpinan seorang Stanley. Barangkali cuma style yang sedikit berbeda. Soal visi, jelas Stanley ingin menjadikan Adira sebagai perusahaan jasa pembiayaan kelas dunia (to be a world-class finance company) paling lambat pada 2008. Visi inilah yang menjadi power Stanley mengembangkan Adira.

 

Soal memilih pembantu-pembantu terbaik, Stanley sangat serius. Kalau ketika awal-awal Adira berdiri, ia berpinsip rekrutmen secara evolusioner, tak demikian waktu memasuki era abad 21. Untuk memperkuat divisi keuangan dan administrasi, pada 2002 Adira menggaet Erida Gunawan. Sarjana akuntasi lulusan Universitas Trisakti ini sekarang dipercaya memangku jabatan Direktur Keuangan dan Administrasi. 

 

Bagaimana dengan masalah kontrol dan pengendalian? Stanley memang agak kurang sreg dengan kata-kata kontrol. Ia menyebutnya sebagai komunikasi dua arah, saat mana ia turun langsung ke titik terdepan operasional Adira.

 

Stanley aktif menyambangi cabang-cabang Adira yang tersebar di Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Dari sini ia memperoleh banyak masukan, mulai dari keluhan manajemen, komunikasi yang mampat, sampai jeritan hati seorang office boy. Dengan demikian tercipta suasana saling terbuka yang sangat positif bagi kemajuan perusahaan Adira.

 

Lewat safari cabang ke cabang ini, Stanley secara otomatis menyentuh hati dan pikiran manusia Adira. Bukan lewat ucapan ulang tahun pada manusia Adira. Tapi, bisa lewat ajakan makan malam setelah siang harinya mereka memenangkan sebuah game yang disaksikan para pimpinan.


Sentuhan hati dan pikiran kepada bawahan juga dicerminkan Stanley dalam bentuk memberi contoh perilaku. Pada setiap manusia Adira yang dipromosikan, Stanley selalu berpesan, “Anda dipromosikan bukan untuk menjadi bos. Meski sudah berada di posisi general manager, Anda jangan seenaknya main perintah, main suruh atau maki-maki bahawan. Anda harus menjadi contoh.”

Identik dengan Teddy Rachmat, Stanley adalah sosok yang mengedepankan teladan. Maka tak mengherankan jika pagi-pagi jam delapan, Stanley sudah sibuk di meja kerjanya. CEO harus berbuat sesuai dengan yang dia omongkan. Ia sangat terinspirasi filosofi bahwa, “I’m nothing, Anda lebih penting dari saya.” Dengan begitu, secara mudah ia mengembangkan sikap saling menghargai dan saling percaya.

Stanley termasuk orang yang tuntas dalam mengerjakan sesuatu hal. Tak peduli apakah dia harus bekerja ekstra waktu. Kalau ia memang harus menerima klien melewati batas jam kerja maka Stanley tak akan menunda. Ia konsisten memegang janji. Dan, karenanya, ia kerap pulang jauh waktu setelah jam kantor.

Namun prototipe perilaku seperti ini tidak ia paksakan kepada bawahannya. Kepada sekretaris pribadi sekalipun. Bilamana memang sudah jam pulang kantor, silakan mereka pulang. Hal ini terekam ketika kami menemuinya di suatu senja. Perbincangan kami dengan Stanley berakhir sekitar pukul 18.45 WIB. Dan, benar, dua staf Stanley yang menerima kedatangan kami sudah tidak ada di kursi kerjanya masing-masing.

Suami Shinta ini dikenal pula sebagai sosok yang tegas dalam menerapkan kultur bahwa perusahaan harus 100 persen bersih. Tanpa good corporate governance, perusahaan tidak akan mampu mencapai excellent. Ketegasan itu tampak dari pengalaman seorang kolektor yang mengusulkan penarikan cepat-cepat nasabah yang menunggak lebih dari tiga bulan. Lalu, kata si kolektor, perusahaan segera melelang barang tarikan.

Stanley langsung menukas cepat, “Pola pikir Anda salah. Tak ada kebijakan Adira seperti itu. Adira harus melihat lebih jauh dulu penyebab kemacetan nasabah.” Dan, Stanley pun menolak habis-habisan sumber manusia berpola macam ini menjadi keluarga besar manusia Adira.       

 

Tapi, Stanley bukanlah orang yang gampang melukai hati orang lain, sekalipun orang itu berpola pikir keliru atau berperilaku salah. “Bagaimana perusahaan mau kalau setiap orang mengharapkan tarikan,” Stanley memberi contoh jawaban pada salah seorang karyawannya yang salah mindset dan attitude.

“Menjadi tugas kami untuk mengarahkan agar mindset dan attitude mereka benar-benar seiring dengan misi dan visi bisnis Adira. Kami terus mensosialisasikan tema-tema menuju manusia yang bertumbuh setiap tahun. Tahun 2005 kami mengusung tema tahun produktivitas dan tahun 2006 ini membawa tema tumbuh sehat bersama orang bersih,” papar pemilik Alfa Romeo lansiran 1971 ini.

Sosok Stanley yang demikian tegas penuh sentuhan nurani sudah mendulang banyak prestasi bersama bahtera Adira. Sebagai CEO, ia sempat meraih Special Award for Entrepreneurial Spirit 2002 versi Ernst & Young. Berkat prestasi ini, pada 2004 ia dipercaya sebagai salah satu juri untuk pemilihan sosok entrepreneur of the year 2004. prestasi terbarunya, Stanley menerima penghargaan After Sales Services dan Customer Satisfaction dari Isuzu National Sales Convention 2006 lewat anak usaha PT Asco Dinamika Mobilindo. Tentu ditambah prestasi-prestasi lain seperti sebagai perusahaan dengan laba tertinggi, perusahaan pembiayaan paling cepat keluar dari ‘rumah sakit’ BPPN, dan perusahaan pembiayaan paling pertawa kawin-silang dengan bank.

Semua itu tak terlepas dari sosok Stanley yang demikian total dan istiqomah meniti garis linear otomotif. Bahkan, sampai pada hobi pun tak lepas dari dunia otomotif.

Dan, masih tertinggal satu obsesi Stanley yang belum tercapai sampai kini namun sudah dilewati oleh idolanya, Pak Teddy. Selepas dari kepemimpinan Pak Teddy sebagai CEO, Astra kini menjadi aset bangsa. Astra tampil sebagai sebuah perusahaan yang mampu melahirkan anak bangsa yang menguasai dunia pabrikan otomotif. Stanley pun sangat sangat ingin suatu saat nanti Adira menjadi aset berharga bangsa Indonesia. Adira mampu menjadi ‘kawah candradimuka’ bagi anak bangsa yang ingin menggeluti dunia multifinance. *** 


Boks:

 

Hobi yang Menginspirasi


Bak sebuah aliran air sungai. Air meliuk menurut lekuk liku bibir-bibir sungai. Kadang membentur karang di tengah arus yang dangkal, kadang tenang di tengah kedalaman lubuk, tidak jarang harus melewati anak sungai yang kotor. Dan, sungai itu bernama otomotif.

Begitulah amsal jalan hidup yang dijalani seorang Stanley Setia Atmadja. Lelaki kelahiran Jakarta setengah abad silam ini sedari kecil memang sengaja mengikuti arus sungai bernama otomotif.

Di usia kanak-kanak dan remaja,  Stanley sengaja menjejali benaknya dengan kegilaan pada semua hal yang berbau otomotif. Mulai dari sekadar miniatur mobil alias mobil-mobilan dan bacaan-bacaan media yang mengupas tuntas dunia otomotif. Lantas, di karirnya yang mapan, impian-impian yang sempat menggelayuti benaknya di masa silam, benar-benar ia implementasikan dalam dunia nyata. Tak sebatas mengoleksi mobil-mobilan atau sekadar baca-baca mencari informasi baru dunia otomotif dari sebuah media.

Memang, kendati telah mumpuni dalam mengekspresikan hasratnya mengoleksi mobil betulan, tak berarti ayah dua puteri ini lantas meninggalkan dunia mobil imitasi. Ia terus ‘berburu’ miniatur mobil di seantero bumi. “Hampir semua miniatur mobil yang keluar, saya punya. Sebagian di kantor, sebagian lagi saya simpan di rumah,” ujar Stanley suatu kali.

Kecintaannya pada jagad mobil imitasi tak pernah luntur sampai kini. Ke mana pun, Stanley melanglang buana, ia selalu mampir ke toko otomotif dan secara enteng merogoh koceknya dalam-dalam demi sebuah miniatur mobil jeep, car sport atau sedan terbaru. Ketiga jenis mobil inilah yang, memang, ia gandrungi.

Aroma kecintaan pemegang master administrasi bisnis dari Universitas La Verne, California, ini pada dunia permobilan tercium jelas manakala kita menyambangi kantornya yang asri di lantai 12 Graha Adira di Menteng Raya, Jakarta Pusat. Memasuki ruang tunggu di depan resepsionis, kita langsung disambut bacaan pengisi waktu tunggu berupa aneka majalan otomotif –baik lokal maupun non-lokal.

Lalu, memasuki ruang kerjanya, berbagai artefak mobil-mobil mini langsung menyergap pandangan kita. Mobil-mobil kecil itu terpajang rapi di dua lemari di belakang meja kerjanya. Berbagai tipe dan merek. Dalam ukuran yang beragam pula. Koleksi miniatur mobil terkecil yang ia miliki, berbentuk gantungan kalung warna ungu, lengkap dengan permata.

Otomotif seolah menjadi sungai kehidupan yang harus diarungi lelaki yang senantiasa berpenampilan kalem dan rapi ini. Sejak kecil, dia sudah akrab dengan lingkungan usaha otomotif. Ayahnya memiliki bisnis di bidang otomotif. Namun, dia tidak memilih meneruskan usaha otomotif yang dirintis ayahnya. Sang kakak lah yang kini melanjutkan bisnis warisan itu.

Stanley memilih menimba ilmu terlebih dulu sebelum memutuskan menekuni dunia bisnis di lingkaran otomotif. Setamat SMA, Stanley remaja melanjutkan kuliah di Universitas Trisakti dan, kemudian, melanjutkan sekolah di Negeri Paman Sam. Dari Universitas La Verne, California, ia berhak menambah embel-embel MBA di belakang namanya.

Sepulang dari kawah candradimuka perburuan ilmu administrasi bisnis di Negeri Paman Sam, Stanley tidak serta langsung melesat membawa kapal berbendera Adira Dinamika Multi Finance. Ia sempat mampir di Bank Citibank. Memang sudah menjadi suratan tangan di garis linier otomotif, di Citibank pun Stanley tak jauh-jauh dari pekerjaan yang berhubungan dengan otomotif; tepatnya bidang pembiayaan otomotif.

Merangkak dari bawah di Citibank Jakarta, sebagai Executive Training (1985), sampai credit administration head (1988). Posisi terakhir pada 1990, dia dipercaya memangku jabatan direktur di PT Citicorp Leasing Indonesia –lembaga pembiayaan milik Citibank. 

Barulah pada 13 November 1990, bersama almarhum Adi Rachmat –ayahanda mantan Presiden Direktur PT Astra International Tbk Theodore P. Rachmat— kehidupan Stanley memasuki babak baru. Ia tak ingin sekadar bekerja pada orang lain. Ia ingin menjadi leader dengan membangun pondasi PT Adira Dinamika Multi Finance. Dengan modal awal Rp5 miliar. Dan, bermula dari sebuah dealer mobil di sebuah garasi. Setelah hampir 16 tahun berjalan, kini di tahun 2006, aset Adira mencapai Rp12 triliun.

Stanley mengakui bahwa memulai usaha pembiayaan (multifinance) di tahun 1990 itu bukan sesuatu yang gampang. Ketika itu, Pemerintah baru saja meluncurkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) 1988. “Banyak orang cenderung ingin mendirikan atau memiliki bank. Itulah kesulitan terbesar saya dalam memulai usaha pembiayaan. Tapi, saya optimis, saya tak butuh orang berkualifikasi kerja di bank. Usaha pembiayaan lebih sederhana dan orang bisa dilatih,” tutur Stanley menyoal salah satu kesulitannya dalam mengayunkan awal langkah sebuah bisnis.

Rasa optimis Stanley tak terlepas dari kekuatan yang ditopang oleh hobinya yang demikian rekat pada dunia otomotif. “Semua terjadi secara alamiah. Proses yang tidak disengaja dan akhirnya saya menikmati sekali antara hobi dan pekerjaan,” ujarnya suatu kali. Tidak banyak orang yang dikaruniai kenyamanan bekerja sesuai dengan kesenangan.

Hidup Stanley tampak begitu mengalir. Tak cuma bisnisnya di bawah bendera Adira yang terus bertumbuh. Hobinya mengoleksi miniatur mobil pun berkembang. Koleksinya tak lagi miniatur mobil semata. Ayah dua orang puteri ini pun melengkapi garasi rumahnya dengan koleksi mobil (beneran) tua. Sekali waktu kalau kita sempat mampir ke rumahnya, kita akan disambut Jaguar E Type tahun 1960, Morris mini Cooper a la Mr Bean keluaran tahun 1968, Mercy Pagoda tahun 1970, Alfa Romeo Spider pabrikan tahun 1971, Jeep Wrangler dan Porsche 911.

Koleksi mobilnya yang pertama, BMW tahun 1969, sampai kini masih terawat apik dan masih mampu berjalan mulus di tengah kepadatan arus lalu-lintas Ibukota Jakarta. Di hari-hari akhir pekan, Sabtu atau Minggu, Stanley kadang terlihat mengemudikan salah satu koleksi mobil tua ‘mendaki’ kawasan Puncak. “Buat saya kebiasaan ini mengasyikkan sekali,” ucapnya penuh keceriaan.

Sekadar mencoba atau menguji kekuatan mesin si jago tua yang bukan jago mogok. Hanya beberapa jenak di Puncak. Menikmati kesegaran alam pegunungan di pagi hari libur. Begitu kemacetan menyergap Puncak, Stanley dan Alvina (salah seorang puterinya) sudah ngacir balik ke Jakarta.

Sepulang dari Puncak, bilamana tak ada undangan atau acara penting yang harus dihadirinya, cukup gampang menemui seorang Stanley. Masuklah ke garasi rumahnya. Ia pasti di sana, bercengkerama dengan jago-jago tua koleksinya. Membersihkan bodi jago-jagonya. Tak segan-segan, seharian penuh, lelaki setengah abad ini hanya mengelus-elus, memoles dan mengutak-atik apa-apa yang menempel di badan si jago tua. Nyaris tak ada kisi yang lepas di atensinya. Sampai-sampai, tangannya belepotan hitam karena keasyikan menyemir ban mobil.

“Hobi adalah inspirasi buat saya. Saya tidak pernah kehabisan ide buat ngapain. Seharian bekerja, hanya dengan membelai atau melihat koleksi saya, kepenatan sontak hilang,” tutur suami Shinta ini.

Selain acara membelai si jago tua berwajah klasik, masih seputar aktivitas di akhir pekan, peraih Special Award for Enterprenuerial Spirit of The Year dari Ernst and Young ini juga punya jadwal ‘berburu’. Bukan ke hutan Ujung Kulon yang menyisakan beberapa ekor badak Jawa. Bukan pula ke Suaka Margasatwa Cikepuh, Sukabumi, yang sudah kehilangan harimau kumbang. Bukan itu semua. Stanley memilih berburu ke pinggiran Jakarta. Ke bengkel-bengkel tak bernama. Ke bengkel-bengkel kanibal yang biasa dikelola orang-orang etnis Madura.

Pinggiran Jakarta, mulai dari Tangerang, Ciputat, Depok, sampai Bogor, yang becek menjadi sasaran perburuan Stanley. Kalau-kalau ada Morris tua atau Alfa Romeo yang jauh lebih antik daripada yang dikoleksinya sekarang. Angka perburuannya ke bengkel-bengkel becek tak berpendingin ruangan sedikit menurun setelah banyak pemilik bengkel mengenali Stanley sebagai kolektor mobil klasik. Kini banyak pemilik bengkel berkabar  atau menawarkan mobil antik untuk menambah koleksi Stanley.

Selain aktif menyambangi bengkel-bengkel kelas trotoar, Presiden Direktur dan CEO Grup Adira ini juga berburu lewat media cetak. Pengidola pembalap F-1 Ayrton Senna (almarhum) ini aktif melahap halaman demi halaman majalah-majalah otomotif –baik lokal maupun asing. Bahkan, halaman-halaman yang pernah dibaca boleh jadi diulang dan diulang. Benar-benar menikmati setiap halaman yang dilahapnya.

Tak hanya berhenti pada hobi mengoleksi miniatur mobil, mobil (betulan) klasik atau majalah otomotif. Untuk menuntaskan hasratnya menapaki jagad otomotif dengan membidani kelahiran majalah otomotif cuma-cuma: Ascomaxx. Dan, tak ketinggalan pula ia membangun showroom koleksi mobilnya dengan mengusung nama Asco Automotive.

Namun, bukan seorang Stanley kalau gairah otomotifnya sudah padam di usianya yang baru lima dasawarsa. Ia masih menggantung mimpi: membeli McLaren. “Saya ingin beli McLaren, sport car yang luar biasa dengan desain unik. Driver di tengah dan penumpang di kiri dan kanan. Tapi mahal sekali, sekitar Rp10 miliar,” lelaki pemilik nama lengkap Stanley Setia Atmadja ini berangan.

Angan. Ya, sepanjang manusia masih punya angan tentulah ia masih eksis. Hidup. Apalah artinya menggantung angan yang hanya berbanderol Rp10 miliar. Bukan tak mungkin angan itu cepat-cepat terwujud di tengah geliat Adira yang dalam lima tahun terakhir meroket omsetnya, dari sekitar Rp1 triliun di tahun 2001 menjadi Rp12 triliun di tahun 2006. Dan, boleh jadi, angan itu segera mewujud. McLaren nan gagah bertengger angker di garasi rumah Stanley. ***


Kepustakaan


Djatmiko, Harmanto Edy. Rahasia Sukses The Best CEO Indonesia. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2004.     

Tani, Endrew EB. Get Real: Berdayakan Manager-Leader dalam Diri Anda. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Nugroho, Alois A. Dari Etika Bisnis ke Etika Ekobisnis. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001.
Kirana, Andy. IR MBA. Etika Manajemen Ancangan Bisnis Abad 21. Jogjakarta: Penerbit Andi, 1997.

Panuju, Redi. Drs. Komunikasi Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1995.

Annual Report Adira Finance, 2004

Majalah Prospektif, Edisi 26 September – 2 Oktober 2005.

Majalah Investor, Nomor 109 Tahun VI, 22 September – 4 Oktober 2004

Majalah InfoBank, Nomor 318, September 2005, vol XXVII

Majalah Indonesia Corp, Nomor 06/II/Mei 2003

Harian Kompas

Harian Media Indonesia

Harian Bisnis Indonesia

Harian Sinar Harapan

No comments:

Post a Comment