Presiden Direktur
dan CEO Adira Multi Finance Group
Sebuah konsistensi
menapaki dunia bisnis multifinance otomotif dan segala turunannya telah
menampakkan hasil. Bermula dengan modal Rp5 miliar dari sebuah garasi, sekitar
16 tahun silam, kini bendera Adira Dinamika Multi Finance sudah memiliki aset
tak kurang dari Rp12 triliun. Sungguh lompatan yang luar biasa. Ini tak
terlepas dari tangan dingin seorang Stanley Setia Atmadja yang menerapkan lima
prinsip kepemimpinan. Trust. Respect. Empowerment. Punishment. Dan,
ditambah reward. Lewat kelima prinsip itulah, kendati sempat diterpa
sedikitnya 10 kali perubahan, seorang Stanley begitu teguh jatuh-bangun bersama
Adira. Selain kelima prinsip tadi, Stanley menahkodai Adira dengan sentuhan
kepemimpinan (leadership). Bukan dengan style bos --yang miskin
sentuhan nurani kemanusiaan. Diperkaya pula dengan ‘falsafah air’ dalam diri
seorang Stanley yang mahadahsyat menaklukkan pasar dan trend konsumen
memperoleh pembiayaan. Dengan kekuatan falsafah air juga, Stanley berusaha
menggapai mimpi menjadikan Adira sebagai sebuah aset bangsa.
Membesarkan yang Kecil dengan Falsafah Air
Senja itu. Awal
pekan ketiga Februari 2006. Sebagaimana galibnya senja-senja yang lain. Jalanan
Jakarta selalu saja dirundung macet. Tapi, tak demikian di kawasan Menteng
Raya, di mana Graha Adira tegak kokoh berdiri. Pacuan mobil dan motor lancar
mengalir, seakan sambung-menyambung, mencari tempat yang masih tersisa. Bak
aliran air sungai yang terus mencari tempat yang lebih rendah atau menyelusup
ke sela-sela himpitan onggokan sampah yang semakin memperdangkal kedalaman
Ciliwung.
Senja itu kami
dijanjikan sebuah waktu oleh seorang Chief Executive Officer (CEO) sebuah
perusahaan pembiayaan yang cukup sohor PT Adira Dinamika Multi Finance. Yang
bernama Stanley Setia Atmadja.
Lepas dari aliran
lalu-lintas yang relatif lancar di senja itu, memasuki pelataran parkir Graha
Adira, kami disambut oleh deretan parkir mobil yang mulai mencair. Tak begitu
sukar mencari sela-sela buat menyelusupkan barang satu mobil atau motor.
Maklum, jam kantor telah lewat. Namun, ritme kerja di Graha Adira masih sangat
terasa. Terutama di lantai 12, di mana Adira Dinamika Multi Finance berpusat.
Dua ruang pertemuan di samping operator atau petugas penerima tamu masih
menunjukkan aktivitas sebuah institusi bisnis. Satu atau dua orang tampak
keluar-masuk, sementara seorang pembicara dalam kelompok beranggotakan sekitar
tujuh orang itu asyik tampil di samping white board menyampaikan ide dan
gagasan bagi pengembangan kepak sayap Adira. Satu atau serombongan tamu juga terlihat
menunggu giliran diterima si empunya rumah.
Dan, tepat pukul
17.10 WIB, giliran kami memperoleh waktu yang dijanjikan si empunya rumah.
Memasuki ruang kerja Stanley di lantai 12 Graha Adira, rasanya, tak banyak yang
berubah. Dibandingkan beberapa waktu silam. Masih begitu banyak miniatur mobil
tersusun rapi di dua lemari yang ada di belakang kursi kerjanya. Salah satu
dinding ruang kerja lelaki kelahiran 24 Agustus 1956 ini pun masih dihiasi
gambar mobil sport Ferrari yang terbuat
dari spare part jam –sebuah benda antik yang ditemukan Stanley ketika
melancong ke Negeri Paman Sam.
Kalau toh ada
perubahan, barangkali, cuma dalam jumlah pernak-pernik miniatur mobil yang kian
banyak. Semakin bertambah banyak corak, model, dan asal-muasal barang-barang
kesukaan Stanley di sana. Boleh jadi inilah cermin perkembangan perusahaan
pembiayaan multibrand nomor satu di Indonesia ini. Dalam arti, Adira
kini sudah mampu mendapat kepercayaan dari banyak pemilik merek atau produsen
kendaraan bermotor. Adira tak terpatok membiayai kepemilikan kendaraan bermotor
pada satu merek –Yamaha saja misalnya. Bahwa, Adira Multi Finance kini telah
berkembang, beranak-pinak, dan berkawin-silang. Terus mengisi tempat-tempat
yang lebih rendah. Terus menyelusup di antara himpitan onggokan multifinance
yang belum lama bangun dari tidurnya.
“Maaf agak tertunda,
hari ini banyak sekali acara saya. Berantakan,” begitu sapa pembuka seorang
Stanley pada kami. Dan, kami pun maklum. Di tengah silih-berganti tamu-tamunya
yang tak lain para pelaku dunia usaha, pelaku dunia penuh perhitungan
untung-rugi. Orang sekelas Stanley masih menyempatkan diri berbagi pengalaman,
berbagi ilmu, dalam menyibak sungai kehidupan.
Meski banyak agenda
hari itu, satu hal yang kasat mata tak berubah pada diri ayah dua orang anak
ini. Rapi, kelimis dan modis. Begitulah, memang, keseharian penggemar sepeda
motor Ducati (made in Italia) ini. Sebuah cermin, meski mengaku
berantakan tak lantas menggambarkan bahwa Adira sebagai sebuah organisasi pun
ikut berantakan.
Bagi penyandang
gelar MBA dari Universitas La Verne, California, Amerika Serikat, ini,
penampilan merupakan bagian dari personal branding yang harus seimbang
dengan kedudukannya sebagai orang nomor satu di perusahaan. “Personal
branding membuka banyak pintu opportunity,” katanya dalam satu
kesempatan.
Apalagi, Adira –di
mana ia sebagai salah satu pendiri— membidangi usaha jasa pembiayaan. Terutama
pembiayaan kepemilikan kendaraan roda empat di awal-awal perjalanan usaha.
Kendaraan roda empat yang sejauh ini masih begitu lekat sebagai simbol prestise
bagi si pemilik. Yang lekat dengan image. Citra diri yang berkelas.
Secara otomatis, bagaimana penampilan orang di belakang kemudi perahu Adira
jelas sangat menentukan.
Sungguh tak
terbayangkan bagaimana perkembangan Adira kalau seorang Stanley tampil
alakadarnya. Apalagi urakan. Adira, tentu, akan dijauhi konsumen. Citra diri
perusahaan bisa-bisa terjerembab di titik nadir. Citra yang tidak
berkelas.
“Jadi, saya
membangun image positif perusahaan lewat penampilan saya,” ujar lelaki
yang senantiasa berbicara kalem, runtut, dan dengan tekanan intonasi jelas
tegas ini. Siapapun yang menjadi lawan bicara, boleh diakui, merasa tidak
kesulitan mencerna apa yang dilontarkan oleh
lelaki yang memutuskan ‘cabut’ dari Citibank pada 1991 ini.
Sebuah keputusan
yang berani, ketika Stanley memilih meninggalkan Citibank. Sebuah keputusan
berani dalam karir mengingat waktu itu Stanley sudah sampai pada posisi
Direktur PT Citicorp Leasing Indonesia. Di tengah image perbankan yang
masih bergengsi kala itu, pengagum filsuf Cina Lao Tzu ini memutuskan turun ke
perusahaan pembiayaan lokal yang cenderung dianggap sebagai lahan yang pamornya
jauh di bawah perbankan. Pendek kata, Stanley memilih mengikuti sifat air yang
selalu mencari tempat yang lebih rendah.
Stanley tak hanya
mengagumi filsuf Cina yang lekat dengan falsafah air itu. Lekat dalam benak
seorang Stanley, bahwa Lao Tzu pernah berujar, “Tidak ada sesuatu di dunia yang
selunak air. Namun tidak ada yang mengunggulinya dalam mengalahkan yang keras.”
Di ujung kalimat bijaknya ini, Lao Tzu mengatakan bahwa setiap orang tahu
tentang hal ini tapi sedikit saja yang mempraktikkannya. Dan, dari yang sedikit
itu, salah satunya adalah Stanley Setia Atmadja.
Keputusan Stanley
turun ‘pangkat’ dari bank ke multifinance ternyata tidak meleset.
Buktinya, meski sempat tertatih-tatih dan merangkak di masa balita, multifinance
yang diberinya bendera Adira Dinamika Multi Finance itu mampu melesat dan terus
mengisi ruang-ruang kosong aliran sungai bisnis pembiayaan. Terlebih, sungai
bisnis multifinance seperti dialiri air bah permintaan (demand)
kendaraan bermotor yang melonjak drastis. Setelah krisis multidimensi 1998,
permintaan mobil dan sepeda motor menunjukkan pertumbuhan permintaan pasar yang
sangat fenomenal.
Pasar mobil
menggeliat dari angka demand 88.000 unit di tahun 1999 dan menanjak
terjal di tahun 2000 pada angka 285.000 unit dan 300.000 unit pada tahun 2001.
Bahkan, di tahun 2005 lalu, diperkirakan menembus angka 550.000 unit. Lalu,
untuk sepeda motor, jika di tahun 1999 hanya ada demand 460 ribu maka di
tahun 2000 permintaan mencapai 1,1 juta unit. Lantas, di tahun 2001 pergerakan
angka meloncat tinggi ke angka 1,8 juta unit dan 2,3 juta unit pada tahun
2002.
Pangsa pasar
pembiayaan kepemilikan sepeda motor cukup menggiurkan. Pangsa pasar pembiayaan
sepeda motor dalam lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang cukup
siginifikan. Ini tampak jelas pada penjualan sepeda motor merek Honda. Tahun
2001 misalnya, pembelian sepeda motor Honda secara kredit hanya 53,4 persen
dari total 932.178 unit. Kemudian tahun 2002, pembelian secara kredit meningkat
jadi 54,8 persen dari total 1.437.068. Lalu tahun 2003, pembelian secara
angsuran menjadi 62,5 persen dari penjualan Honda sebanyak 1.576.694 unit.
Lantas tahun 2004, pembelian secara angsuran mencapai 63,6 persen dari total
penjualan Honda 2.035.711 unit. Dan, tahun 2005, pembelian secara kredit
meningkat lumayan tajam menjadi 71,7 persen dari keseluruhan penjualan 2.648.190
unit. Adira memang bukan pelaku tunggal pembiayaan kepemilikan sepeda motor
merek Honda. Sekadar untuk diketahui, pembiayaan kepemilikan sepeda motor Honda
identik dengan perusahaan pembiayaan Federal International Finance (FIF).
Lagi-lagi falsafah
air yang lekat-erat pada benak sang penerima penghargaan Special Award for
Enterpreneurial Spirit 2002 versi Ernst & Young ini. Sampai sekitar satu
dasawarsa perjalanannya, Adira telah lekat sebagai lembaga pembiayaan kendaraan
roda empat. Namun, memasuki dasarwarsa kedua, Stanley memilih membanting stir
dalam mengemudikan Adira. Dari lebih fokus ke pembiayaan kepemilikan mobil,
portofolio bisnis Adira berbelok ke dominan membiayai kepemilikan sepeda motor.
Stanley merasa yakin
bahwa keputusannya yang kedua dalam karir bisnisnya kali ini juga tepat. Masih
banyak ruang-ruang kosong yang bisa dialiri, di arus deras permintaan sepeda
motor. Ini terlihat jelas pada trend pembelian sepeda motor secara
kredit yang terus menaik. Lagi-lagi ia memilih turun ‘pangkat’.***
Kampiun di Kelas Besar
Cepat, mudah, ringan
dan aman dalam memberikan kredit. Begitulah semboyan yang selalu diusung oleh
banyak pelaku usaha pembiayaan alias multifinance dalam menarik atensi para
konsumennya. Dalam bahasa Adira Dinamika Multi Finance, semboyan itu
disempurnakan menjadi “menghadirkan masa depan ke masa kini bagi bangsa”.
Sebuah semboyan sekaligus misi yang ingin digapai oleh Adira di tahun 2008, brings
tomorrow today to the nation.
Bukan misi sembarang
misi yang ingin diemban Adira. Misi yang sudah penuh perhitungan. Misi yang
telah dipertimbangkan secara matang. Salah satu cermin pertimbangan adalah
gelaran “Gaikindo AutoExpo” di Jakarta pertengahan 2005.
Kesemarakan demikian
terpancar ketika “Gaikindo AutoExpo” digelar. Ribuan pasang mata pengunjung
berbinar-binar menatap mobil-mobil baru yang dipajang. Pameran yang
dilangsungkan selama 10 hari itu suskses mencetak transaksi sampai Rp1,192
triliun, melampaui target yang dipatok yang hanya Rp1 triliun.
Dibandingkan pameran
serupa dua tahun sebelumnya, angka transaksi itu meloncat tiga kali (300
persen). Fantastis. Sepenggal pasar otomotif yang sangat menjanjikan para
pelaku usaha multifinance. Penggalan yang lain, bahwa penjualan mobil secara
nasional bakal menembus rekor 550.000 unit, sudah membuat pelaku usaha
pembiayaan tersenyum lebar. Sumringah penuh optimisme.
Betapa mereka tidak sumringah
plus optimis! Dari total pembelian mobil, yang dibayar secara angsuran oleh
konsumen mencapai 80 persen. Dan, dari yang 80 persen tadi, sekitar 75
persen-nya dibiayai oleh multifinance.
Asosiasi Perusahaan
Pembiayaan Indonesia (APPI) mengungkapkan pembiayaan kendaraan roda empat lewat
multifinance mencapai Rp28,3 triliun di tahun 2004. “Ini belum termasuk
pembelian mobil bekas yang besarnya bisa mencapai setengah dari mobil baru,”
jelas Susilo Sudjono, Ketua Umum APPI.
Susilo Sudjono boleh
jadi benar. Karena, Bank Indonesia (BI) mencatat posisi pembiayaan konsumen atau otomotif yang
disalurkan perusahaan multifinance mencapai Rp37,52 triliun pada tahun
2004.
Ditambah lagi pasar
kendaraan bermotor roda dua yang sangat memikat pelaku usaha multifinance.
Karena, konsumen yang membeli secara kredit juga tak kurang dari 80 persen.
Lihat saja, di tahun 2004, penjualan sepeda motor mencapai angka 3,8 juta unit.
Lalu, di tahun 2005, penjualan itu meningkat lagi, nangkring pada titik
4,8 juta unit.
Kebangkitan pasar
otomotif, tanpa kecuali sepeda motor, telah merangsang perusahaan multifinance
untuk gesit berlari. Mengejar angka penjualan kendaraan bermotor yang melesat
bak meteor. Tak tanggung-tanggung, kontribusi pembiayaan kendaraan langsung
mencapai 90 persen dari seluruh sektor pembiayaan konsumen.
Menurut kajian Biro
Riset InfoBank, ada sejumlah faktor yang memicu peningkatan tajam pembiayaan
otomotif. Pertama, membaiknya perekonomian yang mendorong permintaan akan
kendaraan bermotor sebagai alat transportasi. Kedua, pabrikan kendaraan
bermotor terus menggeber produksinya. Ketiga, perbankan sebagai lembaga
keuangan terbesar menilai pembiayaan otomotif sebagai salah satu sektor
primadona.
Pembiayaan kendaraan
menjadi jalur gemuk bagi usaha multifinance untuk menuai untung. Industri
pembiayaan seperti menemukan momentumnya kembali dan melupakan masa-masa pahit
di kisaran krisis multidimensi 1997-1998. Di puncak krisis kala itu, tak
sedikit perusahaan multifinance yang tidur panjang dan tinggal menyisakan papan
nama atau izin.
Booming
permintaan mobil dan sepeda motor ketika memasuki tahun 2000-an tampaknya
menjadi juru selamat kebangkitan usaha multifinance. Memasuki tahun 2000-an,
satu per satu perusahaan multifinance bangun dari tidurnya langsung menyantap
kue pasar pembiayaan konsumen nan gurih dan lezat.
Seiring dengan
kebangkitan bisnis penjualan kendaraan bermotor, perusahaan pembiayaan terus
bertumbuh sejalan dengan laju pertambahan perusahaan pembiayaan yang aktif.
Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhannya mencapai angka rata-rata 31 persen.
Tahun 2004, pembiayaan multifinance menorehkan ‘tahun emas’ dengan pertumbuhan tertinggi. Pembiayaan 132
perusahaan multifinance yang aktif mencapai Rp44,659 triliun atau naik 40,27
persen dari tahun sebelumnya. Dari sisi aset, pertumbuhannya lebih fantastis,
54,9 persen.
Pembiayaan konsumen,
terutama pembiayaan kepemilikan kendaraan bermotor, makin dominan menggerakkan
laju roda multifinance. Tahun 2004, pembiayaan konsumen menguasai 70 persen
dari seluruh sektor pembiayaan. Sewa guna usaha (leasing), yang sebelum
krisis sempat mendominasi bisnis multifinance, kini tergeser dan kontribusinya
tinggal 23,6 persen. Sedangkan anjak piutang (factoring) cuma menyumbang
2,74 persen dan kartu kredit (credit card) hanya 2,32 persen.
Dominasi pembiayaan
konsumen, terutama di sektor kendaraan bermotor, tak terlepas dari perhitungan
bahwa sektor ini cukup menguntungkan. Dalam bahasa Presiden Direktur PT Adira
Multi Finance Stanley Atmadja, sektor konsumsi mampu memberikan margin
keuntungan lebih besar dibandingkan sektor korporat atau lainnya.
Kendati hanya
didorong oleh sektor konsumsi, tapi industri multifinance mampu melesat jauh.
Pada 2004, industri multifinance mencatat sejarah baru dalam struktur industri
keuangan di Indonesia. Pangsa aset multifinance secara mengejutkan menggeser
industri asuransi. Pangsa aset multifinance mencapai 5,17 persen, meningkat
dibandingkan waktu-waktu sebelumnya yang cuma 4 persen. Dengan angka kenaikan
pangsa aset ini, multifinance mengalahkan industri asuransi yang semula
menempati urutan kedua setelah industri perbankan.
10 Besar Aset Multifinance
per Desember 2004
No
|
Nama perusahaan |
2003
|
2004
|
Tumbuh (%)
|
Pangsa (%)
|
1
|
Central Java Power
|
4.448.567
|
15.002.397
|
237,24
|
22,43
|
2
|
Astra Sedaya
Finance
|
3.299.413
|
5.736.136
|
73,85
|
8,58
|
3
|
GE Finance
Indonesia
|
3.400.601
|
4.734.455
|
39,22
|
7,08
|
4
|
Federal
International Finance
|
2.015.361
|
3.244.152
|
60,97
|
4,85
|
5
|
Orix Indonesia
Finance
|
1.811.916
|
2.695.421
|
48,76
|
4,03
|
6
|
Dipo Star Finance
|
2.163.909
|
2.639.455
|
21,98
|
3,95
|
7
|
Oto Multiartha
|
1.825.489
|
2.595.260
|
42,17
|
3,88
|
8
|
Bussan Auto
Finance
|
1.202.779
|
1.862.308
|
54,83
|
2,78
|
9
|
Adira Dinamika
Multi Finance
|
1.584.893
|
1.588.977
|
0,26
|
2,38
|
10
|
Tunas Financindo
Sarana
|
1.083.343
|
1.504.628
|
38,89
|
2,25
|
|
Total
|
22.836.271
|
41.603.189
|
82,18
|
62,21
|
|
Rata-rata
|
2.283.627
|
4.160.319
|
|
|
|
Total rata-rata
122 per-usahaan pembiayaan lain
|
20.321.016
|
25.276.047
|
24,38
|
37,79
|
|
Rata-rata 122
perusahaan pembiayaan lain
|
167.942
|
207.181
|
|
|
|
Total 132
perusahaan pembiayaan
|
43.157.288
|
66.879.236
|
54,97
|
|
|
Rata-rata 132
perusahaan pembiayaan
|
329.445
|
506.661
|
|
|
Keterangan:
Satuan aset dalam
jutaan rupiah
Disusun berdasarkan
pangsa aset per Desember 2004
Sumber: Biro Riset
InfoBank
Sayangnya,
meningkatnya aset multifinance bukan merupakan representasi keseluruhan
rata-rata pertumbuhan industri ini. Dari segi pembiayaan, pasar hanya dikuasai
oleh pemain-pemain yang memperoleh dukungan dari kongsi strategisnya, baik dari
produsen maupun lembaga keuangan, misal bank. Hasil riset Biro Riset InfoBank
memperlihatkan bahwa sebanyak 10 perusahaan mampu mencatat pembiayaan Rp25,261
triliun pada 2004. Dibandingkan dengan seluruh pembiayaan konsumen dari 132
perusahaan multifinance, 10 pemuka pasar itu menguasai pangsa pasar sampai 56
persen.
Kendati tidak
menggambarkan representasi kekuatan berbagai pasar perusahaan pembiayaan secara
keseluruhan, namun kinerja multifinance yang memperlihatkan perkembangan bagus
patut terus dijaga. Jika momen ini lepas maka kepercayaan perbankan akan
kembali luntur. Bagaimanapun, multifinance membutuhkan dukungan strategis
perbankan. Dan, bank juga merasa takut kehilangan debitor potensial semacam
multifinance. Wajar saja bila kemudian perusahaan pembiayaan papan atas seperti
Adira bersedia menerima pinangan Bank Danamon pada 26 Januari 2004 silam.
Sekadar catatan,
jumlah kredit yang tidak ditarik debitor (undisbursed loan) perbankan,
sampai Mei 2005 mencapai Rp141,70 triliun atau meningkat 12,53 persen dari
tahun sebelumnya. Jumlah ini termasuk besar lantaran mencapai 23,02 persen dari
persetujuan kredit perbankan nasional yang mencapai Rp615,8 triliun. Dan, undisbursed
loan sebelum krisis sekitar 15-20 persen saja.
Langkah strategis
Adira menerima pinangan Danamon pun diikuti oleh Bank Internasional Indonesia
(BII) yang mengawini WOM Finance.
Tak hanya mengambil
langkah kawin silang semata yang ditempuh perbankan dalam mengantisipasi air
bah pasar penjualan kendaraan bermotor. Perbankan juga tampak antusias
menawarkan produk kredit kepemilikan kendaraan bermotor (KKB). Persaingan
perbankan dan multifinance makin menajam.
Tapi, persaingan
lebih tajam justru terjadi antarmultifinance. Banyaknya multifinance yang
dimiliki grup perusahaan produsen kendaraan bermotor seolah meneguhkan
persaingan antarmerek. Multifinance pun menjadi alat produsen untuk
mempertahankan dan merebut pasar. Selain itu, sebagaimana banyak dikeluhkan
pelaku bisnis multifinance, sejumlah perusahaan berani menawarkan uang muka (down
payment) serendah mungkin. Sekitar lima atau enam persen dari jumlah nilai
pembiayaan. Konsumen yang semula tak laik kredit dipaksa untuk membeli produk.
Jelas, ini sangat berisiko.
Adira sebagai salah
satu dari 10 perusahaan pembiayaan katagori besar terbaik tak ingin
terperangkap dalam perang kecil-kecilan down payment ini. Sampai kini,
Adira tetap konsentrasi pada pembiayaan berlaba tinggi. Sebab itu, Adira sangat
saksama dan hati-hati dalam mengelola risiko. “Seleksi ketat melalui survei
atas kemampuan finansial setiap calon nasabah serta pembayaran uang muka
minimal 10 persen dari jumlah nilai pembiayaan adalah suatu keharusan,” jelas
Presiden Direktur Adira Dinamika Multi Finance Stanley Setia Atmadja.
Sedikit konservatif
memang. Namun, hasilnya, Adira –lewat anak perusahaan PT ITC Adira Multi
Finance—mampu tampil sebagai perusahaan pembiayaan yang mengalami pertumbuhan
laba tertinggi. Pertumbuhan laba yang diperoleh ITC Adira Multi Finance
mencapai angka 95,08 persen atau jauh di atas rata-rata pertumbuhan di kelompok
perusahaan pembiayaan besar, yang hanya 22,68 persen.
Yang menjadikan ITC
Adira menggapai keuntungan tertinggi melampaui rata-rata laba
perusahaan-perusahaan pembiayaan adalah pembiayaan konsumsi yang ada di dalam
struktur aset sebesar 92,58 persen. Sementara penyisihan piutang pembiayaan konsumsi
yang diragukan relatif kecil.
Apa artinya ini?
Boleh dikatakan ITC Adira termasuk kelompok perusahaan yang sangat agresif
dalam melakukan penetrasi pasar pembiayaan konsumsi. Namun, ini yang perlu
digaris-bawahi, Adira tidak lengah dalam mengelola risiko. Ketat dalam seleksi
kemampuan keuangan calon nasabah dan tetap teguh dalam menerapkan ketentuan
besaran uang muka. Down payment tak boleh kurang dari 10 persen dari
total nilai pembiayaan. Dengan demikian Adira tampak tidak mengalami masalah
kredit macet terlampau besar dalam pembiayaan konsumen.
Selain sedikit
konservatif, hasil gemilang Adira juga tak lepas dari pengawasan tiada henti
atas penerapan prosedur standar operasional. Hal ini merupakan bagian tak
terpisahkan dalam keseharian kegiatan operasional perusahaan. Bilamana ada
cabang yang mempunyai piutang melebihi dua persen maka kegiatan pembiayaan
segera dihentikan sementara waktu. Cabang tersebut mesti memfokuskan
operasionalnya pada upaya penagihan.
Berkat penerapan
prinsip kehati-hatian dan pengelolaan risiko secara pas, Adira mampu melewati
masa-masa krisis. Terutama saat krisis multidimensi menghantam seluruh sendi
kehidupan di negeri ini pada 1997-1998. Selain itu, pada 2005, Adira mampu
tampil di urutan keenam dari 10 perusahaan pembiayaan terbaik dengan modal
disetor di atas Rp10 miliar. Lalu, berada di peringkat ketiga dari 10
perusahaan multifinance patungan terbaik yang ada di Indonesia. Juga menempati
rating kelima dari perusahaan pembiayaan katagori go public. Dan, berada
di anak tangga ketiga dari 10 terbaik perusahaan pembiayaan katagori besar
dengan aset lebih dari Rp500 miliar.
Prestasi di tahun
2005 itu bukanlah capaian yang sesaat. Tahun sebelumnya, 2004, PT Adira
Dinamika Multi Finance sudah tampil sebagai yang terbaik untuk katagori
multifinance beraset Rp1-2 triliun versi Majalah Investor. Menyisihkan
enam kompetitor sekelas lainnya. Prestasi yang bukan main-main. Karena,
penentuan itu setidaknya melihat enam variable –return on asset (ROA)
2003, return on equity (ROE) 2003, DER 2003, pertumbuan laba 2002-2003,
pertumbuhan aset 2002-2003, dan pertumbuhan pendapatan 2002-2003.
Sebuah lompatan
prestasi Adira yang memang sudah seharusnya dicapai. Sebab, selain ditopang
kepemimpinan seorang Stanley yang cerdas dan penuh perhitungan strategis,
banyak pula faktor eksternal yang fenomenal yang membawa percepatan tumbuh
kembang perusahaan pembiayaan. ***
Boks:
Leadership yang Bukan “Boss Style”
Satu hal menarik
pada diri seorang Stanley Atmadja. Kendati ia sempat menguasai 40 persen saham
PT Adira Dinamika Multi Finance dan berada di pucuk pimpinan sebagai chief
executive officer (CEO), Stanley tak lantas nangkring
ongkang-ongkang kaki laksana bos (boss style) yang dapat berbuat apa
saja sesuai kemauannya. Ia ingin tampil sebagai leader dengan sepenuh leadership.
Yang tidak hanya main perintah. Yang mampu menjadi penyelaras. Yang mampu
memberikan mentoring kepada setiap lini institusi usahanya.
“Leader bukan
berarti hanya memerintah. Ia harus mampu menjadi penyelaras, mampu menjadi
mentor bagi bawahannya, mampu membangkitkan. Sekali waktu juga harus turun
langsung,” ujar Stanley mengenai falsafah kepemimpinannya dalam membesarkan
Adira.
Dengan turun
langsung, kata lelaki yang membidani majalah otomotif gratis Ascomax
ini, seorang leader dapat mengetahui segala perkembangan dan persoalan
di semua tingkatan. Menyatu antara leader dan yang dipimpin atau
bawahan. Namun, ia buru-buru menambahkan, langkah ini bukan berarti menafikan trust
atau kepercayaan seorang pimpinan kepada bawahannya. Dan, Stanley adalah
seorang leader yang sangat menjunjung tinggi penerapan prinsip trust.
Trust atau
kepercayaan, menurut Warren Bennis dan Burt Nanus dalam bukunya bertajuk Leader
terbitan tahun 1985, adalah lem emosional yang merekatkan pengikut dan pemimpin
menjadi satu. Dalam kaca mata pandang Stephen R. Covey (1994), kepercayaan
merupakan perekat kehidupan yang mengikat segala sesuatu secara bersama-sama.
Hal ini merupakan unsur paling pokok dalam komunikasi yang efektif. Kepercayaan
merupakan hasil pertumbuhan alamiah dari sikap dapat dipercaya.
Lebih jauh pakar
yang juga professor manajemen Peter F. Drucker (1974) menambahkan, “Persyaratan
akhir kepemimpinan yang efektif adalah memperoleh kepercayaan. Kalau tidak,
maka tidak akan mempunyai pengikut. Untuk mempercayai seorang pemimpin, kita
tidak perlu setuju dengannya. Kepercayaan adalah keyakinan bahwa pemimpin
sungguh-sungguh dengan apa yang dikatakannya. Itu adalah kepercayaan kepada
sesuatu yang sangat kuno yang disebut integritas. Tindakan seorang
pemimpin dan kepercayaan yang dipegang oleh pemimpin harus sama atau paling
sedikit serasi. Kepemimpinan yang efektif –dan sekali lagi kebijaksanaan yang
sangat tua—tidak berdasarkan sifat pintar; ini terutama berdasarkan sikap
konsisten.”
Ada empat unsur bagi
seorang pemimpin bisnis yang ingin membangkitkan dan mempertahankan
kepercayaan. Keempat unsur itu, demikian pendapat Warren Bennis (1994:
198-199), pertama keteguhan. Betapapun berat masalah yang ia hadapi, ia
dapat menghadapinya sendiri. Mereka tidak menciptakan apapun bagi kelompok.
Pemimpin harus konsisten, tetap berada pada jalurnya. Kedua, kesesuaian.
Para pemimpin berjalan menapaki perkataan mereka. Dalam diri para pemimpin
sejati tidak ada kesenjangan antara teori-teori yang mereka dukung dan
kehidupan yang mereka jalani. Ketiga, keandalan. Pemimpin siap bilamana
dibutuhkan; mereka siap mendukung rekan kerja mereka pada saat-saat mereka
membutuhkan. Keempat, integritas. Pemimpin menghormati komitmen dan
janji mereka. Bila faktor-faktor ini dimiliki oleh seorang pemimpin, maka
orang-orang akan berpihak kepadanya dan membuat mereka setia kepadanya.
Kepercayaan
merupakan hal vital dalam sebuah institusi bisnis. Namun sungguh tak mudah buat
merengkuhnya. Membangun atau membangkitkan sebuah kepercayaan (trust).
Butuh waktu. Perlu kelapangan dada. Butuh keteguhan. Bukan dengan pendekatan
‘aktor’ --yang mengajarkan para manajer untuk berlaku bak seorang bos yang
ideal.
Bayangkan saja
bagaimana seorang bos ideal akan bertindak dan apa yang akan dia katakan dalam
situasi yang Anda hadapi. Lantas, perkataan dan tindakan bos ideal itu harus
Anda jadikan sebuah ‘naskah’ yang harus diimplementasikan dalam menjalankan
roda usaha. Masalah tentu segera muncul manakala para bawahan melihat berbagai
ketidak-mantapan dalam naskah tersebut atau dalam penyampaiannya.
Ketidakjujuran atau, yang lebih buruk lagi, kurangnya integritas menjadi
kesimpulan logis mereka.
Pendekatan aktor
tidaklah tepat untuk membangun sebuah trust dari seorang top puncak
pimpinan ke para bawahan. Alasannya, demikian pendapat Andrew EB Tani dalam
bukunya bertajuk Get Real (2003-17), tidak pernah ada yang namanya bos
ideal. Pendekatan ini mengharuskan mereka yang terlibat di dalamnya bertindak
dan bicara menurut naskah, dan kegagalan menjaga ‘acting’’ mengakibatkan
ketidak-mantapan dan, akhirnya, tingkat kepercayaan yang rendah.
Di sini lah letak
bahaya aksi panggung sebagaimana direkomendasikan oleh pendekatan aktor.
Pendekatan ini relatif mudah dimanipulasi. Di sini pula tersembul perbedaan
antara seorang pemimpin sejati dan seorang manipulator. Proses mental yang terjadi
boleh jadi sama. Keterampilan yang digunakan relatif sama. Hasil segera yang
didapat relatif sama: satu atau lebih orang setuju dengan apa yang diinginkan
oleh orang lain. Namun, seorang pemimpin sejati tidak lahir dari seorang
manipulator.
Perbedaan pemimpin
dengan manipulator terletak pada motif.apakah sang pemimpin sedari mula
mengungkapkan motif sejatinya? Apakah yang dia lakukan dilandasi oleh niat
tulus demi kepentingan bersama para pengikutnya dan para atasannya? Ataukah,
dia cuma bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri?
Para pengikut –dalam
konteks sebuah institusi bisnis bisa berupa bawahan, atasan atau mitra—akan
merasa dimanipulasi begitu mereka meragukan ketulusan pemimpin mereka, tak
peduli bagaimanapun kemungkinan tercapainya hasil yang dijanjikan. Tentunya,
hukuman akan dijatuhkan lebih dini jika terjadi sesuatu yang segera merugikan
mereka. Orang yang sebelumnya pernah merasakan pengalaman dimanipulasi pada
galibnya lebih mudah mencurigai orang lain dan cenderung mencari tanda-tanda perilaku
tidak konsisten dari orang-orang yang memiliki otoritas. Akibat lebih lanjut,
jelas, tak ada lagi trust alias kepercayaan.
Namun, mengutip
temuan peneliti dan psikolog sohor Robert Katz, Andrew EB Tani mengingatkan
bahwa kepemimpinan yang berlandaskan trust tidak bisa dibangun dengan
pendekatan “nice guy”. Inti pendekatan ini merekomendasikan jika Anda
ingin menjadi pemimpin yang baik maka jadilah si manis, nice guy.
Pendekatan ini,
demikian pendapat Andrew yang biasa dijuluki “Mr Corporate Culture”, lebih
banyak mendatangkan masalah daripada apa yang ingin diselesaikan, terutama
masalah disiplin. Juga berdampak pada kinerja yang buruk. Berikan hati dan
mereka akan datang lagi meminta ampela. Begitu sebuah pepatah usang yang masih
kerap menemukan relevansinya dalam kehidupan kini. Repotnya, dengan tidak
memberikan apa yang mereka inginkan, Anda menghadapi risiko dicap sebagai
pemimpin yang tidak konsisten. Anda tidak memperoleh trust.
“Ide berlaku
manislah dan mereka tak kan mengecewakan Anda adalah tanggapan salah namun
lumrah dari kepemimpinan yang paling banyak saya temukan,” jelas Andrew yang di
tahun 1988 pernah memimpin sebuah tim yang terdiri dari para profesional untuk
mengadakan riset lapangan dan merangkum pengalaman belajar untuk lebih dari
2000 manajer yang bekerja di sebuah perusahaan global yang memiliki berbagai
jenis usaha (diversified) bernilai sekitar US$7 miliar.
Menurut ide nice
guy ini, manajer harus menjauhi citra seorang tiran. Pendekatan nice guy
terlalu menyederhanakan masalah dan mendatangkan rasa frustrasi. Para manajer
yang mencobanya akan bingung manakala mereka mendapati hasilnya, dan pada
akhirnya hubungan atasan-bawahan, justru bertambah buruk. Kecewa dan terluka.
Tak mengherankan bila kemudian mereka berbalik arah. Kembali ke sikap
otoritarian dan komunikasi satu arah.
Kepemimpinan
bukanlah soal bermanis-manis laku. Ia menyangkut masalah mengakui
individualitas orang lain. Kepemimpinan adalah tentang bagaimana memberikan
dampak positif terhadap cara berpikir, perilaku dan kinerja mereka. Dan ada
kalanya, kendati langka, demikian penjelasan Andrew EB Tani dalam bukunya
berjudul Get Real : Berdayakan Manager-Leader Dalam Diri Anda, ketika
jalan terbaik untuk memberikan dampak positif kepada seorang karyawan adalah
dengan memberhentikannya dan berharap bahwa dia dapat memperoleh yang terbaik
di tempat kerja yang lain.
Agaknya, sebagai
seorang chief executive officer (CEO) sebuah perusahaan yang sudah
demikian besar dan mapan, Stanley menyadari betul betapa pendekatan aktor dan
pendekatan nice guy bukanlah pendekatan yang tepat untuk membesarkan
sebuah perusahaan. Penerima penghargaan After Sales Services dan
Customer Satisfaction dari Isuzu National Sales Convention 2006 lewat anak
usaha PT Asco Dinamika Mobilindo ini tak ingin tampil sebagai pemimpin yang
manipulatif atau suka bermanis-manis laku di hadapan bawahan.
“Ada staf atau orang
dari sebuah cabang mengungkapkan bahwa Adira sebaiknya langsung menarik sepeda
motor atau mobil yang macet angsurannya maka saya katakan terus terang bahwa
tindakan itu tidak benar. Saya khawatir orang macam ini masuk ke Adira hanya
mengharapkan tarikan mobil atau motor yang kemudian dilelang atau dijual murah.
Saya jelaskan betul, bukan demikian karakter kerja di Adira,” papar Stanley.
Sikap kepemimpinan
yang manipulatif dan bermanis-manis muka, di mata Stanley, akan menghambat
munculnya trust pada diri dan semua orang yang berada di bawah kendali
kewenangannya. Padahal, seorang Stanley sangat menjunjung prinsip trust
alias kepercayaan. Trust dirinya kepada semua staf, mulai dari ring satu
sampai pada para mereka yang nun jauh di ujung point of collection. Pun
sebaliknya, trust dari mereka yang ada di ujung tombak sampai mereka
yang ada di lingkaran pertama.
Kepercayaan dua
arah. Dan, prinsip ini pula yang selalu ditanamkan oleh Stanley kepada setiap
insan yang menggantungkan asa kehidupan bersama Adira. Stanley terus aktif
menancapkan trust sampai ke relung-relung terluar makhluk bisnis bernama
Adira Dinamika Multi Finance.
Betapa dalam Stanley
menaruh trust pada seluruh insan yang ada di dalam tubuh Adira tampak
pada pengalaman seorang bernama Wahyu WH. Warga Griyan, Pajang, Solo, ini
mempunyai pengalaman indah bersama Adira Solo. Selama bekerja di Adira ia
merasa ‘diorangkan’, dipercaya penuh dan mendapatkan penghargaan yang cukup.
Jauh dari syakwasangka. Bahkan, sampai tiba waktu untuk memutuskan keluar dari
Adira, Wahyu mengaku tak bisa melupakan jasa baik orang-orang di balik
manajemen Adira.
“Saya ucapkan terima
kasih kepada PT Adira Finance yang dengan hati nurani dan pemikiran bijak
mengabulkan permohonan atas hak-hak saya sebagai eks karyawan. Kepada PT Adira
Finance terima kasih atas kepercayaannya selama ini. Semoga tetap jaya, maju
dan meningkatkan penghargaan kepada para karyawannya,” kata Wahyu dalam satu
ungkapan di surat pembaca satu media cetak lokal Jawa Tengah beberapa waktu
lalu.
Sudah barang tentu, trust
saja tidak akan cukup buat membesarkan sebuah perusahaan yang berangkat dari
sebuah garasi dengan jumlah karyawan masih dalam hitungan jari tangan. Selain trust,
Stanley juga menanamkan rasa atau sikap respect pada setiap individu
yang ada di bahtera Adira. Respect pada bawahan. Respect pada
atasan. Respect pada mitra. Dan, respect pada setiap orang.
Respect yang
berangkat dari rasa percaya bahwa pengikut alias karyawan memiliki potensi
besar yang menunggu peluang untuk dimanfaatkan bagi kepentingan umum. Rasa
percaya bahwa ada saling ketergantungan di antara kelompok dengan
anggota-anggotanya yang perlu dikelola secara berimbang. Respect dengan
memperlakukan pengikut sebagai subyek yang mandiri, bukan sebagai obyek yang
dapat dimanipulasi.
Penancapan prinsip respect
tadi tercermin pada tema “Adira Olympic 2004 – Winning Each Other’s Heart”. Di
sini, Stanley berusaha mengintegrasikan budaya kerja melalui program pelatihan
yang berkesinambungan dengan menyentuh hati karyawan, mitra kerja dan lingkungan
secara umum.
Ya … Adira ingin
menggapai hati menanamkan kebanggaan dan integritas dalam kerja. Dengan rasa
bangga yang melekat pada setiap diri karyawan Adira Finance, rasa hormat pun
segera mengikutinya. Bagaimana mau memperolah rasa respect dari orang
lain kalau mereka tidak memiliki kebanggaan dan kecintaan terhadap pekerjaan di
Adira.
Namun, Stanley sadar
bahwa kehormatan tak cukup digapai dengan bermodalkan kebangaan dan kecintaan
pada bahtera Adira. Kebanggaan atau kecintaan tanpa isi, besar kemungkinan,
akan menurunkan tingkat martabat sebuah rasa hormat. Sebab itu, Stanley
mengajak segenap manusia yang kini menggantungkan asa bersama Adira untuk
‘menuju kesempurnaan’ atau ‘journey to excellence’ yang telah
dicanangkan sejak Agustus 2002 silam. Dari sinilah lantas bermuara pada prinsip
ketiga dalam kepemimpinan Stanley, bahwa ia akan terus-menerus melakukan
pemberdayaan (empowerment) seluruh aspek sumber daya manusia.
Guna meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, Stanley melakukan ADIRATOP Roadshow –sebuah
program sosialisasi panduan perusahaan dalam pelaksanaan pekerjaan buat
memastikan semua operasional Adira dilakukan dengan menjunjung tinggi etika dan
moral—sejak tahun 2004. Diawali dengan ADIRATOP Roadshow Head Office pada 24
September 2004. Lalu ADIRATOP Roadshow Jabotabek pada 27-28 November 2004. Dan,
ADIRATOP Roadshow Jawa Timur pada 2-3 Desember 2004. Kegiatan ini melibatkan
Transforma Consulting –sebuah perusahaan konsultan dengan reputasi tinggi di
bidang pengembangan organisasi dan sumber daya manusia.
Kegiatan yang
mengusung tema ‘memenangkan hati satu sama lain’ itu bertujuan untuk menanamkan
nilai-nilai yang tertuang dalam ADIRATOP serta membangun pemaknaan atas
kontribusi setiap karyawan bagi lingkungannya. Tentu, melalui pekerjaan dan
tanggung jawab profesional masing-masing. Program ini dirancang dengan
memasukkan pengalaman emosional dan pola pikir yang mampu memberi dampak jangka
panjang bagi perubahan perilaku.
Dengan begitu,
Stanley menandaskan, “kami dapat turut menciptakan tenaga kerja bernilai tinggi
yang pada akhirnya dapat mengurangi perilaku tidak etis di lingkungan
usaha.”
Sekali lagi
ADIRATOP. A(dvance). Tak salah, Adira kini telah demikian pesat kemajuannya. Di
tahun 2004 lalu, Adira tampil di depan di antara ratusan perusahaan
multifinance dengan membiayai sedikitnya 12 persen dari seluruh pembiayaan
sekitar 3,9 juta sepeda motor baru di Indonesia. Dan, sejak 2003, Adira mampu
menjadi nomor satu untuk perusahaan pembiayaan multibrand dan nomor dua
pada katagori perusahaan multifinance singlebrand.
D(iciplined). Yah,
walau berisiko mendapat label konservatif, Adira tetap disiplin dalam mengelola
risiko. Salah satunya adalah seleksi ketat melalui survei atas kemampuan
finansial setiap calon nasabah dan keharusan pembayaran uang muka minimal 10
persen dari jumlah nilai pembiayaan. Adira tetap disiplin kendati di belantara
bisnis pembiayaan tengah terjadi persaingan dalam menarik dan membidik
konsumen. Banyak pelaku bisnis multifinance sampai menerapkan uang muka
sekecil-kecilnya. Bahkan, uang muka mendekati nol persen.
I(ntegrity).
Kebulatan. Keutuhan. Kejujuran. Sebuah tekad yang tak mudah diimplementasikan.
Sebagai sebuah perusahaan jasa pembiayaan, jelas Stanley, Adira senantiasa
menjaga hubungan baik dengan mitra kerja, terutama ATPM (Agen Tunggal Pemegang
Merek) dan dealer kendaraan bermotor.
Divisi Operasional dibentuk dengan maksud untuk secara terus menerus memantau
dan menyempurnakan kinerja administratif setiap cabang dengan tujuan
meningkatkan kepercayaan dan kepuasan, baik mitra maupun nasabah. Sebuah keutuhan yang harus terus menerus
dibangun. Sebuah kejujuran yang secara kontinyu mesti dipenuhi.
R(eliable). Adira
teguh pada tekad memperkokoh modal perusahaan melalui pengelolaan risiko
operasional dan pembiayaan yang konservatif, mempertahankan neraca perusahaan
yang kuat, menghasilkan laba secara konsisten dan beroperasi secara optimal.
Dengan masuknya Bank Danamon, pada 2004, yang mengambil alih 75 persen saham
secara langsung memperkuat pondasi modal Adira. Produk gabungan, perluasan
jaringan usaha, serta potensi basis nasabah dari Bank Danamon telah mewujudkan
sebuah sinergi usaha yang menakjubkan. Ditamba pula keunggulan berbasis
teknologi dengan mengoperasikan system informasi terpadu Ad1Sys untuk seluruh
cabang di Indonesia. Adira benar-benar andal di bidangnya.
A(ccountable).
Sebagai sebuah perusahaan publik, Adira menyediakan akses informasi seiring
dengan penerapan prinsip akuntabilitas dan daya tarik investasi. Dalam hal
penyajian laporan keuangan dan non-keuangan untuk tujuan komunikasi internal
dan eksternal, Adira senantiasa menjaga akurasi. Juga mengedepankan hak
pemegang saham untuk tahu hal-ihwal perkembangan Adira.
T(eamwork). Stanley
mengaku jika dirinya tidak didukung teamwork yang solid, Adira tak akan
berkembang sebesar sekarang. Tak henti-hentinya ia terus mengobarkan semangat
kekuatan tim dalam setiap lini operasional Adira. Betapa teamwork merupakan
salah satu landasan bagi terbentuknya suatu instutisi bisnis yang kuat dan siap
bertarung di kancah yang semakin kompetitif.
O(bsession). Sebuah
institusi bisnis akan mandeg jika orang-orang di belakangnya tak memiliki misi
dan visi ke depan. Dan karenanya, Stanley menandaskan Adira bertekad
menghadirkan masa depan ke masa kini buat bangsa (brings tomorrow today to
the nation). Angan pun dilambungkan, bahwa pada 2008 nanti Adira ingin
menjadi perusahaan pembiayaan kelas dunia (to be a world-class finance
company). Cukup visioner.
P(rofessional).
Semua apa yang telah diformulasikan sebagai standar etika dan moral manusia
Adira akan sia-sia tanpa dukungan sumber daya manusia yang profesional. Untuk
itu, pada 2004, Adira meluncurkan standar baru dalam seleksi calon karyawan
secara nasional. Standar yang berlaku bagi semua cabang. Ada langkah pemetaan
kompetensi terhadap seluruh karyawan di setiap jenjang dengan maksud agar mampu
mengembangkan program-program pelatihan dan pengembangan yang lebih terarah
sesuai dengan kompetensi masing-masing.
Selain itu, masih
dalam kaitan peningkatan kualitas sumber daya manusia, Adira melakukan QCC (Quality
Cycle Construction) Olympic. Melibatkan seluruh insan yang mengaku sebagai
orang Adira. Setiap tim, setiap lapis, dan setiap divisi ikut dalam acara yang
kemudian berpuncak pada Konvensi Nasional Gugus Kendali Mutu (GKM) Adira. Acara
ini dirancang dengan tujuan mendorong semangat bersaing yang sehat dalam menuju
kesempurnaan antarkelompok di seluruh jajaran perusahaan.
“Lewat medium ini,
kami menciptakan dan memberi kesempatan kepada setiap insan Adira menjadi
saling mengenal. Semua leval kami libatkan, termasuk sampai office boy. Mereka
yang di ujung sana yang lebih mengerti daripada saya,” ujar Stanley.
Secara tidak
langsung, QCC Olympic ini menjadi wahana ‘mengorangkan’ siapapun yang ada di
dalam Adira. Stanley bercerita, suatu kali seorang office boy menyampaikan pengalamannya yang orisinal sehari-hari. Ada
sebuah pengalaman ihwal standar minuman untuk tamu-tamu Adira. Sampai di ujung
kisah, si office boy melontarkan ide bagaimana kalau gelas minum buat para tamu
dibuat relatif kecil. Tentu, sebuah persoalan kecil yang jauh dari lintasan pikir
seorang Stanley yang ada di kursi puncak perusahaan.
Office boy si
empunya kisah ini bertutur, di awal-awal masa kerja di Adira, ia biasa
menghidangkan minuman tamu dengan gelas biasa, kapasitas sekitar 200-220
mililiter. Setiap kali membereskan gelas-gelas yang ditinggalkan tamu, lebih
dari setengah gelas teh tersisa. Terpaksa dibuang. Si office boy lantas
mengerutkan dahi, dalam sehari di satu kantor cabang, apalagi kantor pusat, tak
kurang dari 50 tamu datang. Padahal, Adira kini memiliki 210 kantor cabang.
Belum lagi ada ratusan representative office dan ratusan pula point
of collections. Kalkulasi selanjutnya, berapa ratus gelas teh atau kopi
terbuang percuma. Sebuah pemborosan.
“Mana mungkin
pikiran saya sampai ke sana. Tapi, karena mereka memang berada di sana, mereka
pun memikirkannya,” aku Stanley menceritakan salah satu contoh betapa seorang
office boy harus pula dilibatkan sesuai dengan dengan porsi perannya dalam roda
sebuah perusahaan. Dan, setelah melalui sebuah permainan (games) yang
biasa digelar setiap tahun, sampailah si office boy mempresentasikan bahwa
gelas minum buat para tamu Adira cukup dari cangkir kecil saja, kapasitas tak
lebih dari 150 mililiter. Akhirnya, ukuran dan bentuk gelas hasil presentasi
itu diputuskan dengan gelas standar buat dipakai di seluruh lingkungan Adira.
“Di sisi ini ada
satu proses di mana kami melibatkan setiap lapisan untuk memberikan ide
kemudian kami standarkan, semua cabang Adira memakai gelas kecil misalnya,”
ungkap Stanley. Ada sisi bagaimana membangkitkan semangat dan peran, sampai
pada lini terdepan macam office boy.
Masih banyak lagi
upaya buat membangkitkan semangat dan kekompakan di lingkungan Adira. Misalnya
bagaimana menciptakan standar collecting lewat sebuah permainan antartim
para kolektor. Setiap tim terdiri dari 7-8 orang kolektor. Setiap anggota tim
harus aktif memberikan pendapat, memberikan jalan keluar, pada suatu perkara
kemacetan collecting yang disimulasikan. “Jalan keluar atau pendapat
terbaik yang keluar sebagai pemenang dan rumusannya dijadikan standar collecting
bagi seluruh karyawan Adira di bagian collecting,” jelas Stanley.
Setelah saling
percaya, menaruh rasa hormat satu sama lain, berada pada satu standar mutu
insani yang relatif sama, barulah Stanley Setia Atmadja meletakkan pilar
prinsip kepemimpinannya yang keempat dan kelima: punishment dan reward.
Dalam suasana kerja
yang kondusif seperti apa pun, ada saja karyawan yang melanggar apa yang sudah menjadi konsensus bersama.
Berangkat dari pemahaman bahwa orang yang tepat adalah aset perusahaan, Stanley
(Adira) ingin bahwa setiap karyawan dalam setiap transaksi dengan pihak lain
diharapkan untuk mengutamakan kepentingan perusahaan di atas kepentingan
pribadi.
Adira ingin tumbuh
sehat bersama orang-orang baik, orang-orang hebat. Orang baik, orang hebat,
adalah orang yang perilakunya benar dan pola pikirnya pun benar. Soal
kompetensi, demikian pendapat Stanley, dapat diisi. “Kalau orang sudah salah attitude
dan pola pikir, sulit diharapkan lagi. Bisa-bisa dalam benaknya hanya terngiang
‘wah ini ada kesempatan, bisa dicuri’. Kami sekarang tidak tidak mau lagi ada
orang-orang seperti itu, yang kami mau orang-orang right people,” tutur
Stanley tegas dan jelas.
Dalam kerangka yang
lebih ke depan, Adira ingin tumbuh sehat bersama orang-orang hebat dan tepat.
Bukan sekadar main aksi kalau kemudian Adira menjadikan tahun 2006 sebagai healthy
growth with great people. Adira terus meningkatkan performance manusia di
dalamnya. Terus menganalisa portofolio dari region ke region. Menyeleksi cabang mana yang jelek, apakah ada
kesalahan dalam menerapkan strategi penetrasi pasar. Melihat cabang mana yang
bagus, strategi macam apa yang diterapkan sampai mampu memenangkan pertarungan
di pasar. Adakah strategi yang salah atau memang orangnya yang salah.
Stanley menekankan
jika ada cabang lembek dalam menerapkan strategi maka manajemen pusat tidak
segan-segan mengencangkan tekanan agar cabang tersebut cepat berlari. Bukan
maksud untuk mengurangi alias memutus hubungan kerja dengan karyawan. Bukan
pula buat menanamkan rasa suka atau tidak suka pada karyawan. Bukan. Adira
ingin mendapatkan orang-orang terbaik. Adanya satu orang yang dinilai tidak
sejalan dengan iklim atau standar kinerja tentu akan merugikan secara
keseluruhan sistem.
Mekanisme komunikasi
semacam ini secara otomatis terbangun lewat sosialisasi ADIRATOP dan QCC. Lewat
kedua medium ini, komunikasi semua lini –mulai dari yang paling bawah sampai
pucuk pimpinan berlangsung sinergis. Berlangsung dua arah. Bukan atas dasar
rasa curiga atasan ke bawahan. Bukan menanamkan rasa takut bawahan pada atasan.
Bahkan, berkat
kematangan komunikasi dua arah, ketika pemerintah mengambil kebijakan menaikkan
bensin sampai hampir 100 persen pada Oktober 2005, tak tampak gejolak di
kolektivitas karyawan Adira. Manajemen secara terang menjelaskan bahwa
perusahaan tidak memiliki budget untuk menutup tambahan uang bensin
karyawan yang tiba-tiba melonjak.
“Saya jelaskan ke
karyawan kami akan prioritaskan tambahan uang bensin untuk karyawan golongan
satu sampai empat. Namun, karena kejadiannya bulan Oktober, perusahaan tidak
bisa serta merta memenuhi. Kami masukkan tambahan itu mulai Januari sekaligus
ada rapel. Mereka mau mengerti dan memahami. Ini kan bukan salah company, kita
semua harus ikat pinggang,” papar Stanley.
Lantaran komunikasi
dua arah yang lancar tadi, kultur dan nilai Adira sudah benar-benar tertanam
pada benak dan perilaku sekitar 11.000 orang Adira. Seorang Stanley tak perlu
berteriak-teriak di hadapan ribuan orang Adira. Ia cukup mengulurkan ‘tangan’
sampai lingaran kedua dan lingkaran ketiga.
Sekali waktu memang,
Stanley terlihat langsung turun menyingsingkan lengan baju mengajak dialog
orang-orang di lingkaran terluar Adira. Bukan sekali waktu ternyata. Stanley
sudah memiliki agenda kapan saja waktu-waktu untuk turun ke bawah, berdialog
dengan mereka yang menjadi ujung tombak Adira. Bagaimana pun, kehadiran
pimpinan puncak di hadapan mereka sangat dibutuhkan. Minimal untuk mengontrol
apakah mereka yang berada di level manajer sudah bekerja secara benar dan
tepat. Lewat kegiatannya sekali waktu namun rutin itu, Stanley pernah mendapat
ungkapan aspirasi seorang Satpam yang mengutarakan keluhannya. Bahwa baju
dinasnya sudah dua tahun belum diganti.
Dari sini Stanley
mengetahui adanya seorang general manager yang tidak melakukan
pekerjaannya secara pas. Hal-hal kecil macam ini sekali tempo harus mendapat
sentuhan. Bilamana perlu ada teguran alias punishment yang ringan-ringan
saja.
Dengan pemberian punishment
dan reward pada porsi yang tepat, Stanley ingin bahwa manusia Adira
menaruh trust kepada pemimpinnya secara proporsional pula. Tidak kurang,
tidak berlebih.
Stanley ingat bahwa
kepercayaan yang berlebih dapat melahirkan masalah serius. Pemimpin dapat
secara gampang menjadi buruk tingkah lantaran efektivitasnya yang tinggi
sebagai pemimpin cenderung menjadikannya arogan, sombong, merasa pintar
sendiri, mabuk kekuasaan, dan tidak sensitif terhadap lingkungannya –khususnya
terhadap pengikutnya. Gara-gara kepercayaan yang berlebih akan menjadikan
seorang pemimpin cenderung selalu membesarkan diri sendiri, kurang menghargai
prestasi orang lain, dan bahkan suka mengecilkan arti orang lain. Memiliki
pemimpin yang buruk akan membawa kerugian jangka panjang yang berdampak lebih
luas lagi.
Tak gampang memang.
Memimpin sebuah perusahaan yang sudah demikian besar dengan prinsip-prinsip
kepemimpinan yang demikian komplit. Tidak menjadi tiran. Tidak bermanis-manis
laku. Jauh dari tindakan manipulatif. Melengkapi diri dengan pujian-pujian
ringan dan hukuman halus namun menyentuh. Dan, mendapat kepercayaan yang
proporsional. ***
Bermula dari Sebuah Dealer
Kalender menunjuk
pada November 1990. Sebuah masa tak lama dari meluncurnya Paket Kebijakan
Oktober (Pakto) 1988. Paket ekonomi yang merangsang orang untuk beramai-ramai
mendirikan bank. Ketika itu, benar, orang memang lebih suka membuka usaha
perbankan. Puluhan bank berdiri, dari yang besar sampai yang gurem.
Di tengah euphoria
orang ramai-ramai bikin bank dan banyak tenaga kerja yang cenderung memilih
gengsi bekerja di bank, Adira lahir dari sebuah garasi. Bersama Adi Rachmat
(ayahanda mantan CEO Astra International Theodore Permadi Rachmat), Stanley
membidani perusahaan yang jauh dari gengsi. Hanya ‘mengangkut’ lima orang
–termasuk dirinya—di gerbong PT Adira Dinamika Multi Finance.
Perbandingan bank
dan perusahaan pembiayaan, pada zaman itu, bak supermarket dan warung. Jelas,
lebih mudah mencari orang yang bersedia dipekerjakan di sektor perbankan
dibandingkan yang hanya bekerja di perusahaan pembiayaan. Padahal, perusahaan
pembiayaan yang masih berskala warung itu sangat bagus. Suatu waktu nanti
warung itu menjadi sebuah supermarket modern. Lengkap, pelayanan dari hulu
sampai hilir.
Di awal-awal 1990-an
itu, sangatlah sulit meyakinkan orang untuk mau bergabung membesarkan sebuah
‘warung’ multifinance. Hampir semua orang hanya bersedia bekerja di bank. Lebih bergengsi dan paket numerasi yang ditawarkan
pun lebih bagus. Gengsi terkadang mengalahkan segalanya.
Para pencari kerja,
terutama yang bergelar sarjana atau minimal punya sertifikat diploma, tak ada
yang melirik perusahaan pembiayaan yang masih berkelas warung. Jauh dari
gengsi. Pekerjaan ini terkesan ecek-ecek. Hanya bekerja mencari orang yang
bersedia membeli mobil atau sepeda motor secara angsuran. Cuma mencari tahu
latar belakang finansial orang-orang yang akan membeli kendaraan secara kredit.
Boleh jadi berjalan dari gang sempit ke gang sempit. Lain dengan mereka yang di
bank. Bekerja di ruangan berpendingin, wangi, ketemu orang-orang berduit dari
gedung ke gedung. Berkutat dengan angka-angka miliaran atau triliuan rupiah.
Meski tak tahu entah siapa tuan pemilik uang itu.
Jelas kalah kelas.
Tapi, Stanley yang ketika itu baru saja memilih turun pangkat dari Citibank
tidak langsung patah arang. Justru pengalaman dari Citibank dijadikan referensi
buat memulai sebuah usaha multifinance. Apalagi, posisi terakhirnya di Citibank
adalah sebagai Direktur PT Citicorp Leasing Indonesia –lembaga pembiayaan milik
Citibank. Berbekal pengalaman di multifinance kepunyaan Citibank, Stanley
melangkah enteng dengan tekad membara bahwa usaha ini tak perlu langsung
ditangani oleh mereka yang berkompetensi di sektor perbankan. “Wah, saya tak
perlu orang-orang dengan kualifikasi pekerja bank. Lulusan SMA pun jadi. Yang
penting bisa saya latih,” ujar Stanley mengawali cerita tentang titik-titik
mula ‘warung’ Adira.
Sederhana. Simpel.
Cukup bertumbuh secara evolusioner. Begitu prinsip Stanley membesarkan ‘warung’
Adira. Sebab itu, ia tidak langsung merekrut banyak-banyak orang. Tak perlulah
merekrut direktur, cukup Stanley saja sebagai pengendali langsung. Dengan bekal
pengalamannya di tempat sebelumnya, Stanley berusaha menyeimbangkan para tenaga
rekrutannya untuk bermental enterpreneur sekaligus berjiwa profesional.
Perlahan namun
pasti. ‘Warung’ pun berkembang. Dari satu kantor bertambah satu. Dua jadi tiga
kantor. Dan seterusnya. Sampai kemudian pada satu titik Stanley tidak bisa
menangani lapangan sekaligus manajerial internal. Ia membutuhkan orang dengan
kualifikasi mampu mengendalikan manajemen. Kualifikasi yang belum dibutuhkan
ketika ‘warung’ kecil Adira masih mengambil tempat hanya sebuah dealer.
Stanley kepentok
pada satu noktah. Sebuah dilema. Saat mana Stanley tetap pada pendirian
menikmati lapangan sekaligus mengendalikan kehidupan internal ‘warung’. Memang
efektif, tidak perlu mengeluarkan gaji buat orang berkualifikasi manajer, tapi
waktu Stanley habis tersita buat menginterview calon-calon ‘tamu’ Adira. Kehilangan waktu untuk memikirkan
bagaimana rencana bisnis dan kelangsungan usaha ke depan. Sampailah pada satu
titik bahwa sudah saatnya ia merekrut orang bank.
Lagi-lagi evolusi.
Pengoleksi Mercy Pagoda tahun 1970 ini tak mau gegabah mencari-cari solusi yang
pas. Ia tak mau membajak tenaga kerja yang sudah mahir menerapkan ilmu-ilmu
manajerial sebuah ‘supermarket’. Sebuah langkah yang sudah pasti bakal menyedot
dana yang akan sangat mempengaruhi cash flow warung yang baru mengintip
masuk ke menjadi minimarket. Tenaga yang sudah bergabung di Adira ia latih
sampai memiliki kualifikasi manajerial yang mumpuni. Pikirannya simpel.
Pekerjaan di multifinance tak serumit di bank. Tak sampai mencari deposit dan
melakukan analisis keuangan. Hanya cari orang yang mau kredit motor atau mobil,
analisa gaji, lihat-lihat tempat tinggal dan memperkirakan kelanggengan
pekerjaan atau jalannya usaha para calon nasabah. Simpel-simpel saja.
Dengan pekerjaan
yang relatif simpel, lelaki atau perempuan di titik nol pun bisa. Dalam
perjalanan berevolusi ke minimarket dan kemudian supermarket, Stanley
benar-benar mengandalkan tenaga-tenaga debutan Adira. Evolusi itu menampakkan
perkembangan. Sampai pertengahan 1990-an, Adira telah memiliki 35 kantor
cabang.
Kekuatan internal
Adira semakin solid memasuki pertengahan kedua 1990-an. Namun badai krisis di
tataran eksternal dan makro-ekonomi menghempas ketika kalender memasuki angka
1997. Adira sudah memasuki katagori minimarket. Sampai kemudian Adira sempat
‘mampir’ menjadi ‘pasien Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Plong rasa hati
Stanley. Tak ada yang salah dari langkah Stanley melayarkan biduk Adira secara
evolusioner. Berkat etika dan moral yang ketat yang senantiasa memayungi Adira,
BPPN memutuskan Adira sebagai perusahaan yang pertama kali dapat beroperasi dan
boleh mencari funding.
Layar Adira
lekas-lekas dibentangkan. Selama krisis 1997, hanya 12 dari 35 kantor cabang
benar-benar difungsikan sebagai kantor cabang. Yang 23, cukup dibuka sebagai
pos collecting dan marketing. Begitu lampu hijau dari BPPN menyala pada
1999, serentak 23 kantor cabang kembali ke fungsi semula.
Beberapa waktu
sebelum ready dengan 35 kantor cabang, ada sedikit langkah yang agak
cepat diambil oleh Adira. Perusahaan dengan komisaris utama Theodore Permadi
Rachmat ini menggaet Marwoto Subiakno ke dalam jajaran direksi pada 1997.
Marwoto langsung duduk di kursi Deputy General Manager sampai pada 1999. Mantan
Marketing Manager bagian Honda Sales PT Astra International Tbk ini sekarang
menjabat direktur pemasaran dan kredit divisi motor.
Kendati lahir dengan
perkembangan secara evolusioner, ketika badai krisis menghantam dunia bisnis di
negeri yang disebut Nusantara ini, Adira secara cepat bangkit. Langkahnya bak
kuda dilepas dari kandangnya. Dari sini tampak betapa cerdas seorang Stanley
dalam menentukan strategi bertahan sebuah perusahaan di tengah badai krisis
multidimensi. Tidak perlu menutup kantor cabang yang sudah ada. Cukup dengan
menurunkan kelas atau fungsi dari cabang ke pos collecting dan
marketing. Ada celah untuk sebentar
parkir ke tempat yang lebih rendah dan agak longgar.
Pasca krisis, 1999,
sewaktu Adira langsung mengoperasionalkan 35 cabang, banyak orang terhenyak.
“Adira mengalami kemajuan tiba-tiba. Padahal, kami sudah punya kapasitas untuk
itu,” ujar kolektor miniatur mobil berbagai ukuran ini.
Perjalanan Adira
sampai enam atau tujuh tahun pertama tampak smooth saja. Baru selepas
krisis, ia langsung melesat bak meteor. Sampai tahun ketujuh, perputaran roda
bisnis Adira tergolong biasa-biasa saja. Baru tahun kedelapan, Adira mulai
sedikit tancap gas, ancang-ancang buat melaju kencang. Langkah ini seiring
dengan melesatnya pertumbuhan pasar mobil dari sekitar 50.000 unit (1998)
menjadi 88.000 unit (1999). Tahun 2000, pasar mobil melonjak hingga jumlah
285.000 unit dan 300.000 pada 2001.
Pijakan pedal gas
semakin dalam, setelah melihat pasar sepeda motor yang meningkat fantastis.
Pada 1998, pasar motor masih berada di kisaran 430.948 unit, lantas naik
menjadi 476.824 unit (1999) serta melejit ke angka 860.689 unit (2000).
Pertumbuhan makin menggiurkan saja bagi pelaku bisnis pembiayaan pembiayaan
sepeda motor. Tahun 2001, pasar mampu menyerap sekitar 1,5 juta unit. Lalu, di
tahun 2002, pasar makin menggembung dengan daya serap mencapai 2,3 juta unit.
Mencermati
perkembangan pasar sepeda motor yang mengundang gelora naluriah bisnis pada
setiap pelaku usaha, Stanley pun sedikit membelokkan stir Adira. Dari yang
semula berfokus pada pembiayaan kendaraan bermotor roda empat, portofolionya
dialihkan ke kendaraan bermotor roda dua. Jikalau pada 1998 kucuran pembiayaan
Adira kepada kepemilikan sepeda motor masih 53 persen (Rp145,3 miliar) dan
mobil 47 persen (Rp129,9 miliar) maka pada 2001 langsung berubah drastis: motor
85 persen (Rp1,0 triliun) dan mobil 15 persen (Rp185,6 miliar). Bahkan, pada
2002, kucuran pembiayaan motor mencapai 93 persen (Rp1,9 triliun) dan mobil
cukup 7 persen (Rp143,1 miliar).
Sebuah bidikan yang
tepat. Minimal, pundi-pundi terbesar Adira pun teraih dari kepemilikan sepeda
motor yang memperlihatkan trend naik. Tahun 2000, pendapatan Adira tercatat
Rp68,6 miliar dengan laba bersih tak
kurang dari Rp8,9 miliar. Pendapatan dan laba bersih itu terus membubung
menjadi Rp146,7 miliar dan Rp37,7 miliar pada 2001. Lantas, melonjak lagi ke
Rp249,1 miliar dan Rp38,1 miliar. Dari 2000 sampai 2002, Adira mengalami
lompatan pendapatan dan laba bersih yang cukup fenomenal, yaitu sebesar 363
persen dan 425 persen.
Tahun 2003, Stanley
memasang target pendapatan Rp500 miliar dan laba bersih sekitar Rp70 miliar.
Bukan sesuatu tanpa perhitungan target kala itu. Untuk menggapai asa bermain
maskimal di lajur pembiayaan sepeda motor, Adira menyediakan dana sekitar Rp4
triliun. Termasuk dana hasil penerbitan Obligasi Adira Finance I 2003 sebesar
Rp500 miliar. Ditambah lagi Bank Danamon yang mengucurkan sekitar Rp850 miliar
pada awal 2004 guna membeli 75 persen saham Adira.
Semua langkah itu
tentu sah-sah saja. Kalau kemudian Adira memilih mendekat ke Bank Danamon
selaku pemilik uang, jelas itu pilihan strategis. “Kami harus memilih, dekat
dengan pemilik uang ataukah pemilik barang. Tidak bisa memilih di
tengah-tengah. Dan, kami memilih dekat dengan pemilik uang,” terang pemilik
predikat MBA dari Universitas La Verne ini.
Namun begitu tidak
berarti Adira benar-benar mengucap selamat berpisah kepada pemilik barang alias
produsen mobil atau sepeda motor. Selama ini Adira memang cukup dekat dan
memiliki hubungan baik dengan sejumlah agen tunggal pemegang merek (ATPM)
seperti Isuzu, Daihatsu, Nissan Diesel, Peugeot, BMW, Kawasaki, Honda, Yamaha
dan Suzuki.
Berkat kedekatannya
dengan ATPM, maka Adira lantas melahirkan anak-anaknya. PT Adira Dinamika
Mobilindo yang dealer resmi Isuzu. PT Adira Mobilindo Megatama, dealer resmi
BMW. PT Adira Dwimobilindo yang dealer resmi mobil bermerek Peugeot. Lalu, ada
PT Adira Prima Mobilindo yang tampil sebagai dealer resmi kendaraan roda empat
berlabel Daihatsu. Ada lagi PT Adira Citra Mobilindo yang menjadi dealer sah
Nissan Diesel.
Kelompok Usaha Adira
Nama perusahaan
|
Bidang usaha
|
PT Adira Dinamika
Multi Finance
|
Pembiayaan
kendaraan bermotor
|
PT Adira Dinamika
Mobilindo
|
Dealer resmi Isuzu
|
PT Adira Mobilindo
Megatama
|
Dealer resmi BMW
|
PT Adira
Dwimobilindo
|
Realer resmi
Peugeot
|
PT Asco Dinamika
Mobilindo
|
Dealer resmi Isuzu
|
PT Adira Prima
Mobilindo
|
Dealer resmi
Daihatsu
|
PT Adira Citra
Mobilindo
|
Dealer resmi
Nissan Diesel
|
PT Adira Sarana
Rahardja Makmur
|
Bengkel resmi PT
Astra International Tbk
|
PT Adira Insurance
|
Asuransi kendaraan
bermotor
|
PT Adira Mitra
Rentalindo
|
Penyedia sewa
kendaraan bermotor
|
PT ITC Adira Multi
Finance
|
Pembiayaan umum
|
PT Adira Quantum
Multi Finance
|
Pembiayaan umum
|
PT Adira Sarana
Armada
|
|
PT Daya Adira
Mustika
|
|
Keterangan : diolah
dari berbagai sumber
Tak cuma berhenti
pada lintasan pembiayaan sepeda motor dan mobil. Kepak sayap Adira terus
melebar dengan mendirikan PT Adira Sarana Raharja Makmur –bengkel resmi PT
Astra International Tbk. Lantas, ada pula PT Adira Insurance yang bergerak
dalam bisnis asuransi kendaraan bermotor.
Geliat jagad bisnis
yang semakin pragmatis dan enggan direcoki soal perawatan kendaraan operasional
pun tak lepas dari bidikan Adira. Lewat anaknya yang bernama PT Adira Mitra
Rentalindo, Adira menawarkan jasa penyewaan kendaraan bermotor. Ini jelas
merupakan pasar yang juga cukup potensial mengingat ongkos perawatan dan suku
cadang kendaraan bermotor kini semakin mahal. Banyak pelaku bisnis yang memilih
menyewa kendaraan operasional pada para penyedia jasa sewa kendaraan bermotor.
Armada yang disediakan pun cukup komplit, ada kendaraan roda empat dan
kendaraan roda dua.
Dan, yang agak
berada di luar garis linear otomotif, Adira tampaknya tak mampu mengerem
gelegak hasrat bisnisnya. Adira pun tergiur memasuki dunia pembiayaan consumer
goods yang selama ini sudah diisi pemain lama seperti Columbia, Kredit Plus
(PT Finansia Multi Finance), dan Sumber Kredit (GE Finance). Ia mengibarkan
bendera PT ITC Adira Multi Finance yang bergerak di sektor pembiayaan umum. Tak
segan-segan Adira aktif pula menggarap konsumen yang ingin menikmati
barang-barang elektronik namun kantong mereka sulit buat bayar kontan.
Dengan gerak lincah
Adira mengisi setiap ruang-ruang kosong dan tempat yang lebih rendah di alur
bisnis pembiayaan otomotif, sampai di umurnya yang 16 tahun kini, nama Adira
telah tampil sebagai top of mind para konsumen kendaraan bermotor. Adira
telah menggeliat menjadi perusahaan pembiayaan kendaraan bermotor multibrands
terbesar di Indonesia. Akhir 2004, menurut rating yang dibuat oleh Biro Riset Infobank,
bahkan Adira tampil sebagai perusahaan multifinance besar dengan predikat
kinerja sangat bagus.
Jumlah Pembiayaan
Baru dalam Jutaan Rupiah
|
2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
2004
|
2005
|
Mobil
|
77.840
|
208.361
|
98.768
|
395.749
|
1.601.736
|
2.456.720
|
Sepeda motor
|
364.354
|
916.634
|
1.596.393
|
3.025.459
|
4.927.393
|
6.229.540
|
Elektronik
|
-
|
-
|
-
|
-
|
82.140
|
87.740
|
Jumlah
|
442.194
|
1.124.995
|
1.694.561
|
3.421.208
|
6.611.269
|
8.774.000
|
Sumber : Annual
Report Adira Finance 2004 dan Neraca Laba-Rugi Adira Finance 2005
Jumlah Pembiayaan Baru dalam Unit
|
2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
2004
|
Mobil
|
2.216
|
5.629
|
2.421
|
8.362
|
26.383
|
Sepeda motor
|
47.871
|
105.910
|
171.399
|
327.292
|
531.337
|
Elektronik
|
-
|
-
|
-
|
-
|
25.734
|
Sumber : Annual Report Adira Finance 2004
Memasuki umurnya
yang 16 tahun, bak seorang anak baru gedhe (ABG), Adira terlihat makin montok
saja. Perusahaan pembiayaan (multifinance) yang dibidani oleh almarhum Raphael
Adi Rachmat dan Stanley Setia Atmadja ini terus melebarkan sayap usaha. Dan, PT
ITC Adira Multi Finance –salah satu anak usaha Adira—tahun lalu (2005) mampu
tampil sebagai perusahaan pembiayaan yang mengalami pertumbuhan laba tertinggi.
Mencapai 95,08 persen. Jauh di atas rata-rata pertumbuhan laba perusahaan
pembiayaan besar (aset di atas Rp500 miliar) yang hanya bertengger pada angka
22,68 persen.
Yang menjadikan PT
ITC Multi Finance meraup untung tertinggi melampaui rata-rata keuntungan 10
besar perusahaan pembiayaan besar adalah pembiayaan konsumsi yang ada di dalam
struktur aset yang mencapai 92,58 persen. Sementara piutang pembiayaan konsumsi
yang diragukan, boleh dikatakan, tidak terlalu besar.
Orang selama ini
mengenal Adira sebagai pemain di koridor pembiayaan pemilikan kendaraan
bermotor. Tapi, di tahun lalu (2005) itu, sebagai tonggak pertumbuhan laba
tertinggi bukanlah bertumpu pada pembiayaan kendaraan bermotor. Tumpuan
bergeser ke pembiayaan umum yang berada di tangan PT ITC Adira Multi Finance.
Bukannya mau
terseret arus pada area pembiayaan umum yang biasa berupa pembiayaan consumer
goods. Namun, sebagai sebuah langkah strategis. Apalagi di tengah masih
kentalnya persepsi di benak orang awam bahwa bank sebagai lembaga keuangan yang
proses administrasinya rumit dan berbelit. Perlu agunan. Bunga dan besaran
angsuran per bulan pun lebih besar. Ditambah pula, berurusan dengan bank
berarti harus antre ke bank. Ini jelas berbeda dibandingkan dengan lembaga
pembiayaan yang relatif sangat sederhana dalam mekanisme. Cukup menyelipkan
fotocopy KTP, slip gaji dan copy kartu keluarga.
"Ada
kecenderungan komposisi pemilikan barang elektronik saat ini lebih banyak
melalui kredit daripada pembelian tunai. Hal ini mengikuti kecenderungan yang
semula ada pada kepemilikan sepeda motor dan rumah," kata Branch Manager
Adira Finance wilayah Makassar, Amir Purnomo, awal tahun 2005.
Stanley pun
mengamini apa yang diungkapkan bawahannya nun jauh di Kota Angin Mamiri sana. Consumer,
ia menambahkan, memiliki karakter di mana jika disediakan fasilitas kredit maka
akan menarik minat konsumen untuk membelinya. Tapi, ia mengakui, risiko
pembiayaan barang elektronik lebih tinggi dibandingkan kendaraan bermotor yang
memiliki Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) sebagai agunan. Namun, bukan
berarti risiko itu tidak dapat dikelola.
“Kalau risiko
tergantung bagaimana kita melakukan proses dan menyetujui kreditnya. Yang
penting tetap ada syarat-syarat minimum. Misalnya pemohon punya penghasilan
tetap, rumah tetap,” ujar lelaki yang masih menggantung mimpi membeli sport
car McLaren ini.
Satu hal yang sampai
sekarang tidak dilirik Adira adalah pembiayaan korporat. Karena, risiko
pembiayaan di sektor ini cukup tinggi dan pelaku akan menghadapi biaya dana (cost
of fund) yang tidak kompetitif.
“Korporat minta
bunga kompetitif, misalnya sampai 13 persen. Padahal, kita bayar bunga bank 12
persen sampai 13 persen. Jika itu dilakukan maka kita akan kerja bakti,” ujar
Stanley merinci alasan mengapa Adira tidak meminati sektor pembiayaan korporat.
Sebab itu, di luar
‘mainan’ baru pembiayaan consumer goods, Adira tetap meneguhkan diri
pada pembiayaan otomotif. Atas konsistensinya ini, sampai kini Adira tetap
menjadi top of mind konsumen kendaraan bermotor.
Bukan tanpa alasan
kalau Adira tetap setia pada trek otomotif. Untuk membiayai mobil baru,
multifinance dapat menjual dengan rate 16 persen sampai 19 persen. Dan, rate
untuk mobil bekas bisa lebih tinggi lagi, sekitar 26 persen sampai 30 persen.
“Dengan biaya dana yang tinggi, sektor konsumsi lah yang mampu memberikan
margin yang tinggi,” penggemar jip, sedan dan mobil sport ini
menjelaskan.
Nama Stanley Atmadja
sungguh tidak dapat dilepaskan dari kendali perputaran roda bisnis PT Adira
Dinamika Multi Finance yang start usaha pada November 1990. Satu lagi
nama yang sangat identik dengan kelompok usaha yang berkantor pusat di Graha
Adira Jalan Menteng Raya Jakarta ini adalah Adi Rachmat –ayahanda Theodore
Permadi Rachmat (mantan Presiden Direktur PT Astra International Tbk). Konon,
Adira itu kependekan dari Adi Rachmat, yang berobsesi membangun usaha
pembiayaan kendaraan bermotor. Pertemuan Adi dan Stanley tampak saling
melengkapi. Sinergi yang komplementaris.
Berangkat dari modal
Rp5 miliar dan sebuah dealer, memasuki 16 tahun perjalanannya kini, Adira telah
memupuk aset tak kurang dari Rp12 triliun, 210 kantor cabang dan sekitar 11.000
orang karyawan.
Kondisi keuangan
Adira kini terus mengkilat. Laba bersih meningkat sebesar 94 persen dari Rp155
miliar pada tahun 2003 menjadi Rp301 miliar pada tahun 2004. Nilai pembiayaan
baru meningkat sebesar 93 persen dari Rp3,421 triliun menjadi Rp6,6 triliun.
Sementara unit pembiayaan bertambah 74 persen dari 335.654 menjadi 583.454
unit. Sebab itu, Adira Finance mampu menaikkan pangsa pasar yang dimilikinya
–baik pada industri pembiayaan sepeda motor baru maupun mobil baru—menjadi
masing-masing 12 persen dan 2,5 persen pada 2004 dibandingkan tahun 2003 yang
berada pada angka 12,3 persen dan 0,7 persen.
Adira Finance terus
memfokuskan untuk marjin yang lebih tinggi pada segmen bisnis motor. Kendati
pada tahun 2004, Adira melakukan strategi pengembangan portofolio untuk terus
memasuki segmen bisnis lainnya, antara lain mobil dan produk elektronik, buat
mengurangi ketergantungan kepada segmen bisnis sepeda motor. Karena itu,
kontribusi dari segmen bisnis motor menurun dari 88 persen dari total nilai
pembiayaan pada tahun 2003 menjadi 75 persen pada tahun 2004. Unit pembiayaan
sepeda motor juga menurun dari 97 persen pada tahun 2003 menjadi 91 persen pada
tahun 2004.
Secara keseluruhan,
pendapatan Adira Finance meningkat dari Rp651 miliar pada tahun 2003 menjadi
Rp1,013 triliun pada tahun 2004. Adira mampu membuat jumlah pembiayaan yang
lebih tinggi dan mengkombinasikan dengan penurunan tingkat suku bunga pinjaman
guna mengurangi beban keuangan yang membuat marjin laba kotor meningkat pada
tahun 2004.
Pendapatan
pembiayaan konsumen menjadi kontributor paling signifikan dan mengalami
peningkatan, yaitu menjadi 84 persen dari jumlah pendapatan dibandingkan dengan
tahun 2003 yang sebesar 79 persen. Pendapatan selain dari pembiayaan konsumen
–antara lain dari perusahaan asuransi, pendapatan administrasi, pendapatan
denda keterlambatan, pendapatan penalti, dan bagian laba perusahaan
asosiasi—mengalami penurunan dari 21 persen jumlah pendapatan pada tahun 2003
menjadi hanya 16 persen jumlah pendapatan pada tahun 2004. Hal ini lantaran
terjadinya persaingan sangat ketat dalam industri pembiayaan konsumen yang
‘memaksa’ Adira Finance menyesuaikan sebagian pendapatan administrasi bersih
yang diterima dari pembayaran administrasi oleh nasabah.
Mengenai beban
usaha, manajemen Adira mampu mengendalikan beban operasi yang meningkat sebesar
42 persen. Peningkatan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan
atas pendapatan yang mencapai 56 persen.
Peningkatan
pendapatan dikombinasikan dengan pengendalian biaya yang sangat kuat membuat
kenaikan laba bersih mencapai 94 persen dari Rp155 miliar pada tahun 2003
menjadi Rp301 miliar pada tahun 2004. Selanjutnya, laba bersih per saham
meningkat dari Rp155 menjadi Rp301. Dengan begitu, tingkat pengembalian atas
modal rata-rata meningkat sebesar 70 persen.
Dengan gerak langkah
yang terlihat terus melebar dan kondisi keuangan yang makin kinclong,
sebenarnya hendak ke mana Stanley membawa bahtera Adira di tengah gelombang
lautan bisnis multifinance? “Intinya, dari entrepreneurial company ke professional
company. Bukan yang terbesar tapi yang terbaik,” ujar lelaki yang takut
bersepeda-motor di tengah ketidak-ramahan lalu-lintas Jakarta ini.
Terbaik dalam
pelayanan, lokasi jaringan, penggunaan teknologi informasi, kualitas sumber
daya manusia (SDM), dan hubungan dengan mitra bisnis. Benchmark yang
kini terus dikampanyekan oleh Adira.
Pelayanan mencakup
pula asuransi dan keperluan pembiayaan lainnya, baik di pasar konsumen maupun
korporasi. Jaringan cabang yang kini sudah menjelajahi 210 lokasi terus
diperluas. Sumber pendanaan terus didiversifikasi dalam lingkup perbankan
nasional dan pasar modal.
Kendati sejak
pertengahan 2004 Adira telah menggandeng Bank Danamon yang di belakangnya
berdiri perusahaan asing Temasek, Stanley tak ingin didikte, apalagi
diintervensi, oleh si pemilik duit. Sejauh ini, kata dia, belum ada intervensi
yang membahayakan kelangsungan biduk kapal Adira. “Kami masih bekerja dengan
jaringan kami. Soal pemilik duit minta jaringan teknologi informasi diperbarui
dan dikelola orang luar, kami tidak keberatan. Tinggal menunggu waktu yang
tepat, kami siap. Tak ada yang perlu kami tutup-tutupi,” kata Stanley ketika
kami sengaja menyambangi ruang kerjanya di lantai 12 Graha Adira pada suatu
senja yang cerah untuk sebuah perbincangan seputar jejak-langkah Adira.
Adira memang sudah
jauh-jauh hari berencana meningkatkan kemampuan teknologi hingga mencapai
sistem aplikasi yang terintegrasi penuh. SDM ditingkatkan secara fungsional,
struktural dan geografis. Upaya perekrutan dan pelatihan terus pula
dikembangkan.
Stanley menyadari
bahwa banyak kerikil tajam di tengah jalan untuk mencapai “yang terbaik”. Sebab
itu, secara sistematis, ia menyiapkan grand strategy guna mewujudkan
Adira sebagai one stop trading service di bidang otomotif. Adira pun
tengah dilajukan dengan basis operational excellence, ekspansi melalui
peningkatan kapasitas lewat pengembangan sistem, SDM dan jaringan. Untuk itu,
Adira mulai menerapkan solusi berbasis teknologi informasi dengan menggandeng
PT Sigma Cipta Caraka. Secara bertahap, investasinya bisa mencapai US$3 juta.
Tak salah Adira
menggandeng PT Sigma Cipta Caraka. Sebab, Sigma merupakan sebuah entitas bisnis
yang telah berpengalaman lebih dari satu dekade mendedikasikan karyanya pada
bidang pengembangan serta pemberdayaan teknologi informasi. Dengan visi delivering
IT benefits (memberikan manfaat teknologi informasi), Sigma menjadi salah
satu pilar nasional dengan kekuatan utama di sector keuangan, termasuk
multifinance.
Di bidang
multifinance, Sigma telah menyediakan solusi dalam bentuk produk dan layanan
teknologi informasi (TI), yang terdiri dari tiga area utama:
- Loan origination
Proses
pengajuan dan persetujuan kredit, yaitu berupa solusi ber-platform web
dan terintegrasi back end dari teknologi inti (core technology)
dari sebuah lembaga perbankan maupun multifinance. Dengan demikian dapat
mempertinggi efisiensi waktu proses evaluasi kalayakan kredit secara
administrative.
- Multifinance System
Berupa
solusi yang digunakan untuk menangani keseluruhan proses bisnis lembaga
multifinance.
- Consumer asset purchase
Sebuah
solusi yang dikembangkan buat menangani bisnis kerja sama pembiayaan antara lembaga
multifinance dan perbankan dengan tujuan memfasilitasi kegiatan administrative
portfolio kredit mulai dari proses validasi account, persetujuan loan kepada
customer –termasuk tahap rekonsiliasi antara bank dan lembaga multifinance
serta kegiatan pelaporan kepada pihak Bank Indonesia.
Dengan investasi tak
kurang dari US$ 3 juta dan dukungan dari Sigma, kini setiap kantor cabang Adira
Dinamika Multi Finance terhubung dengan kantor pusat melalui media komunikasi
data frame relay yang disediakan oleh PT Telkom dan Lintasarta dengan backbone
di kantor pusat sebesar 2 GB. Jaringan komunikasi ini memungkinkan pengguna
sistem untuk mengakses dana secara real on-line. Jaringan komunikasi
data ini juga dapat dimanfaatkan untuk penyediaan data back-up atas data
cabang di data center kantor pusat. Selain untuk komunikasi data,
jaringan frame relay telah dipakai untuk komunikasi suara dengan
teknologi VoIP (Voice over IP).
Kini, di tengah
persaingan bisnis pembiayaan yang kian ketat, Adira telah mengimplementasikan
program komputerisasi terpadu yang disebut sebagai Ad1Sys (Adira One System).
Mengintegrasikan seluruh proses bisnis, dari entry point paling hulu (point
of sale dan point of payment) sampai pengambil keputusan di kantor
pusat. Implementasi Ad1Sys sudah melingkupi seluruh cabang Adira sejak 2003.
dengan Ad1Sys dimungkinkan pula kerja sama yang lebih intens dengan para
dealer.
Guna mendukung
kelancaran operasional, divisi teknologi informasi Adira juga telah menerapkan
sistem komputerisasi untuk pengelolaan tenaga kerja (HRIS, Human Resource
Information System) dari Infinium yang populer digunakan di Eropa. Adira
juga mengembangkan EIS (Executive Information System) berbasis WEB dan
arsitektur data warehouse, untuk pengelolaan data kantor cabang secara konsolidasi yang menghasilkan laporan
pendukung keputusan.
Upaya peningkatan
kompetensi dalam network management memang terus dilakukan. Itu
sebabnya, dengan dukungan teknologi informasi yang canggih dan integratif,
Adira berusaha mendirikan cabang-cabang di beberapa kota di Tanah Air yang
sampai saat ini belum dijangkau. Salah satunya Banda Aceh. Dengan penyebaran
dan penetrasi cabang, kedekatannya dengan para dealer –selaku garda terdepan
dalam pemasaran—menjadi semakin baik dan solid. Saat ini, Adira telah memiliki
214 kantor cabang yang tersebar dari barat sampai ke timur kepulauan Nusantara.
Terbanyak di Jawa Timur (27 persen), lalu Jawa Tengah (26 persen), lantas Jawa
Barat (15 persen), Jabotabek (11 persen), Kalimantan (7 persen), Sumatera (5
persen), Bali dan Nusa Tenggara (5 persen) dan Sulawesi (4 persen).
Semua langkah yang
sudah diayunkan Stanley dan Adira itu ditujukan pada satu visi: menjadikan
Adira sebagai the best and most reputable company yang berfokus pada consumer
finance services. Dan, itulah totalitas seorang Stanley yang telah
mencurahkan segala tenaga dan pikirannya demi kebesaran Adira. Ke depan, ia
berobsesi Adira menjadi aset bangsa sebagaimana pernah ditunjukkan oleh
idolanya Theodore Permadi Rachmat yang mantan CEO PT Astra International Tbk.
Mengawali bisnis
bersama almarhum Adi Rachmat dari Adira Mobil (sebuah dealer) lalu membesar
dengan beberapa anak usaha yang terbagi dalam divisi asuransi (Adira
Insurance), perbengkelan (AutoTrend), penyewaan kendaraan bermotor (Adira Mitra
Rentalindo) dan yang paling sohor adalah pembiayaan (Adira Finance).
Langkah-langkah
strategis telah ditempuh oleh Stanley yang senantiasa di-back-up penuh
tenaga-tenaga profesional, antara lain Marwoto Subiakno (Direktur Pemasaran dan
Kredit divisi Motor), Serian Wijatno (Direktur Pemasaran dan Kredit divisi Mobil)
dan Erida Gunawan (Direktur Keuangan dan Administrasi). Marwoto bukanlah orang
baru di bidang marketing sepeda motor. Sebelum bergabung dengan Adira Finance
pada 1997, sarjana manajemen lulusan Universitas Duta Wacana (Jogjakarta) ini
sempat dibesarkan oleh PT Astra International Tbk dengan jabatan terakhir
Marketing Manager Divisi Honda Sales Operation. Jabatan yang dilaluinya di
Adira sendiri termasuk cukup komplit: Deputy General Manager (1997-1999),
General Manager Finance and Accounting (1999-2000) dan Direktur Keuangan dan
Teknologi (2000-2001).
Begitu pula dengan
Serian Wijatno yang menjadi Direktur Pemasaran dan Kredit Divisi Mobil sejak
2004. Pemegang gelar master di bidang International Management, Finance &
Marketing dari Universitas Indonesia bergabung dengan Adira langsung mengemban
jabatan Direktur Utama PT Adira Quantum Multi Finance. Sedangkan Erida Gunawan
bergabung dengan Adira pada tahun 2002. Sebelum berlabuh di Adira, sarjana
akuntansi dari Universitas Trisakti tahun 1990 ini pernah menjabat sebagai
Division Head (1995-2000) dan Marketing Division Head (2000-2001) di PT Jaya
Real Property Tbk.
Stanley merasa bukan
apa-apa bilamana tanpa ada satu teamwork yang solid di belakangnya. Tim
yang terdiri dari banyak tangan namun dengan satu pikiran. Karena itu, ia
menaruh kepercayaan penuh pada mereka yang masuk dalam tim kerjanya –dari atas
sampai tataran paling bawah, office boy sekalipun.
Tim yang tangguh
dalam lingkungan kerja di era global ini merupakan kunci keberhasilan perusahaan.
Bukan segelintir individu yang hebat yang bekerja sendirian di dalam tim. Bukan
pula pemimpin individualistis yang menjadi perantara utama dalam meraih
sekaligus mempertahankan keberhasilan organisasional. Tapi, sebuah tim yang
memastikan masing-masing individu memperoleh kesempatan untuk berkembang dan
menghargai apa yang mereka kerjakan.
Memang, jalan untuk
mengubah keadaan perusahaan sungguh menantang dan sulit. Tapi, berkat sebuah
tim yang terdiri dari orang-orang yang bersedia dan mampu mengaplikasikan
seluruh kompetensi masing-masing, geliat sebuah perjalanan yang tertatih-tatih
akan terasa lebih berharga.
Dengan kerangka
pengembangan a la tim itu pula, untuk memperkuat basis dan kinerja usaha
pembiayaan, akhir 2002 silam Adira menggandeng perusahaan asing asal Jepang,
Itochu Corporation yang kemudian memunculkan nama PT ITC Adira Multi Finance.
Jelas, ini langkah yang sangat strategis mengingat Itochu dikenal memiliki
hubungan dekat dengan kalangan industriwan, pabrik dan lembaga keuangan di Jepang.
Itochu juga berpengalaman di bisnis berskala internasional.
Langkah strategis
juga kelihatan ketika pada Mei 2003, Adira melakukan penawaran umum obligasi
senilai Rp500 miliar. Di mana, ini merupakan obligasi pertama Adira. Suku
bunganya, ketika itu, cukup favourable sebesar 14,125 persen untuk
jangka waktu lima tahun. Obligasi Adira Finance I 2003 ini memperolah rating
id A- (stable outlook) dari Perfindo. Bertindak selaku penjamin
pelaksana emisinya waktu itu adalah PT Danareksa Sekuritas, PT Mandiri
Sekuritas, dan PT Trimegah Securities Tbk. Penjamin yang tak lagi diragukan
reputasinya.
Masa book
building Obligasi Adira Multi Finance I itu dilakukan pada 7-14 April 2003.
Dengan masa pernyataan efektif 23 April 2003. Distribusi pada 5 Mei dan pencatatan
di lantai Bursa Efek Surabaya (BES) pada 9 Mei 2003.
Saat itu, obligasi
ditawarkan dengan nilai 100 persen dari nominal pokok. Terbagi dalam dua seri.
Seri A merupakan obligasi dengan amortasi triwulan, cicilan sebesar 12,5 persen
dari nilai pokok obligasi Seri A.dibayarkan mulai triwulan ke-13 sampai
triwulan ke-20.
Sedangkan Seri B
adalah obligasi dengan pembayaran penuh (bullet payment) dengan masa
jatuh tempo lima tahun. Dana hasil penerbitan obligasi ini, 100 persen
digunakan untuk pembiayaan kepemilikan kendaraan sepeda motor.
Fantastis. Sampai
pertengahan April 2003, obligasi Adira ternyata oversubscribe. Misalnya
ada seseorang memesan 13 unit ternyata hanya mendapatkan satu unit. Ada lagi,
sebuah perusahaan memesan 20 unit namun cuma memperoleh dua unit. Obligasi
Adira terlihat cukup menarik di mata pemburu obligasi. Karena, coupon rate-nya
yang sebesar 14,125 persen. Apalagi tingkat risiko Adira tergolong relatif
rendah berkat kinerja keuangannya yang cukup bagus.
Awal tahun 2004,
Adira digaet oleh PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Bank yang kini mayoritas
sahamnya dimiliki oleh Temasek itu ingin mengambil-alih 100 persen saham Adira.
Namun, ia terpentok peraturan Bank Indonesia. Akhirnya Danamon cukup menguasai
75 persen saham Danamon.
Kini, tak hanya
kinerja keuangan Adira yang terus mengalami progres, keberadaan Grup Adira juga
makin menggurita. Adira telah mampu tampil sebagai satu dari 28 perusahaan pembiayaan berskala besar atau
beraset lebih dari Rp500 miliar. Bahkan, Adira juga menyandang predikat
perusahaan dengan katagori kinerja “sangat bagus” di antara puluhan perusahaan
sejenis. Adira memiliki 210 cabang, setidaknya 11.000 orang tenaga kerja
terserap. Dan, pada garis berikutnya, minimal 40 ribu orang menggantungkan
nasib pada Adira.
Sebuah prestasi yang
pantas diapresiasi. Ketika banyak perusahaan berguguran akibat badai krisis
multidimensi yang tak kunjung reda dan terpaksa memutus hubungan kerja jutaan
pekerja, Adira tetap kokoh nyaris tak tertandingi. Bahkan, ketika badai selagi
besar-besarnya menerpa, Adira tidak sampai menutup puluhan kantor cabangnya di
sejumlah kota di Jawa dan Sumatera. Ini tak terlepas dari prinsip kepemimpinan
seorang Stanley yang selalu berangkat dari trust dan respect pada
setiap sisi kehidupan perusahaannya.
Bagi peraih Special
Award for Enterpreneurial Spirit 2002 versi Ernst & Young ini, krisis
justru telah mempercepat transformasi Adira menuju high performance
corporation.
Nama Adira memang
sangat lekat dengan kepemimpinan Stanley. Dia adalah prime mover dalam
manajemen Grup Adira. Namun, penggemar otomotif dan artefak etnik ini tak suka
menonjolkan diri. “Semua ini hasil kerja keras tim, bukan cuma seorang
Stanley,” ujarnya merendah.
Sekali lagi, Stanley
benar. Dalam menggulirkan roda bisnis sehari-hari Adira, ia ditopang sejumlah
eksekutif muda nan enerjik seperti Ajit Ramesh Raikar (Vice President Director)
dan Jenny Widjaja (Corporate Secretary). Selain itu masih didukung pula oleh
Presiden Komisaris Theodore Permadi Rachmat, mantan CEO PT Astra International
Tbk yang akrab disapa Pak Teddy.
Boleh saja lelaki
berpenampilan kalem ini berendah hati. Tapi, semua orang tahu, dia lah motor
penggerak keberhasilan Adira. Tak terkecuali ketika Adira memutuskan menerima
pinangan PT Bank Danamon Indonesia Tbk tak lama sebelum Adira melakukan public
expose pada Maret 2004. Sebuah langkah cerdas seorang Stanley. ***
Boks:
Kawin Silang
Adira-Danamon
Sebuah langkah yang
tidak mudah. Menyatukan kultur usaha pembiayaan dan bisnis perbankan. Namun, pilihan
harus dijatuhkan. Bahwa Adira mesti mendekati pemilik duit.
Sebuah langkah yang
memang strategis untuk dijalani. Sekadar pertimbangan, sejauh ini, banyak
pemilik barang yang sudah memiliki perusahaan multifinance sendiri. Sebutlah
Federal Finance dan Toyota Finance. Bila Adira menjatuhkan pilihan mendekati
pemilik barang, jelas, jauh dari kata strategis. Alih-alih menjadi besar,
bisa-bisa Adira hilang ‘ditelan’ sang pemilik barang. Adira tinggal menyempil
di sebuah ‘kerajaan’ pabrikan produsen mobil dan sepeda motor.
Tentu Stanley tak
ingin Adira ditelan sang pemilik barang atau menyempil di sebuah kerajaan
pabrikan produsen sepeda motor. Ia ingin nama Adira tetap tampil sebagai top
of mind konsumen kendaraan bermotor. Bukan berada di balik bayang-bayang
merek-merek kendaraan bermotor. Kalau perlu, semua merek kendaraan bermotor itu
justru berada di belakang nama Adira.
Untuk itulah, Adira
terus mengasah kelancaran cash flow. Memasuki 2004, arus kas Adira makin
lancar saja. Tak pelak, banyak pemilik duit alias perbankan tergiur
meminangnya. Yang beruntung kali ini adalah PT Bank Danamon Indonesia Tbk.
Danamon begitu bernafsu untuk mengambil alih 100 persen saham Adira.
Namun tidak
segampang itu Danamon mengumbar hasrat bisnisnya. Sebagai lembaga perbankan ia
harus patuh pada ketentuan Batas Minimum Pemberian Kredit (BMPK) yang
digariskan oleh Bank Indonesia (BI).
Per 8 April 2004,
total modal Bank Danamon baru sebesar Rp7,8 triliun. Sesuai aturan BI yang
menyatakan bank hanya boleh melakukan penyertaan 10 persen dari modal pada
pihak terkait, maka Bank Danamon hanya memiliki alokasi dana untuk penyertaan
modal ke Adira sebesar Rp780 miliar.
Sementara, untuk
mengakuisisi 100 persen kepemilikan Adira Finance, Danamon harus mengucurkan
uang minimal sejumlah Rp850 miliar. Bila sampai hal ini dilakukan maka Danamon
akan melanggar ketentuan BMPK yang menyangkut penyertaan terhadap pihak yang
terkait. “Kalau 100 persen diakuisisi, maka perhitungan kita, Danamon akan
melanggar batas ketentuan BMPK,” kata Direktur Pengawasan Bank II Bank
Indonesia, Aris Anwari ketika hangat-hangatnya prosesi kawin-silang
Adira-Danamon, awal tahun 2004.
Lantaran itulah, BI
mengingatkan Bank Danamon agar hanya mengambil share Adira Finance
maksimal sebesar 65 persen. Tapi Danamon tetap menghendaki memiliki keseluruhan
saham Adira Finance. “Mereka maunya akuisisi 100 persen kepemilikan atau di
atas 65 persen biar lebih firm katanya,” ujar Aris kala itu.
BI telah melakukan
perhitungan dan menyarankan agar Danamon mengambil 75 persen saham Adira dengan
syarat Temasek sebagai pemegang saham Bank Danamon menambah modal bank. “Dengan
penambahan modal maka penyertaan sebanyak 75 persen saham Adira tidak akan
melanggar BMPK,” kata Aris lagi.
Perhitungan BI,
demikian penjelasan Aris, dengan tambahan modal sekunder dari setengah nilai
penerbitan obligasi subordinasi (sub-debt) sebesar US$ 300 juta, dan
laba berjalan tahun 2004 yang dijadikan tambahan modal, maka pembelian saham
Adira Finance sebesar 75 persen tidak akan melanggar ketentuan BMPK.
Akhirnya, Danamon
patuh pada saran BI. Bank swasta papan atas ini kemudian mengakuisisi saham
sebesar 75 persen dengan harga perolehan Rp832 miliar yang diikuti dengan
dilakukannya transaksi call option (hak opsi membeli kembali) atas 20
persen sampai dengan 25 persen dari sisa saham Adira dengan pembayaran premi
sebesar Rp186,87 miliar untuk nilai kontrak sebesar Rp335,62 miliar yang berjangka
waktu 20 bulan. Dengan demikian, total transaksi yang dianggap sebagai
penyertaan modal mencapai Rp1,354 triliun.
Danamon menyetujui
pengambil-alihan 75 persen dari jumlah saham yang telah disetor melalui direct
placement pada 26 Januari 2004. Inilah langkah strategis seorang Stanley
Setia Atmaja. Karena, tak lama setelah Danamon mengakuisisi 75 persen saham
Adira, tepatnya 5 Maret 2004, perusahaan pembiayaan yang di awal kelahirannya
hanya sekelas ‘warung’ itu melakukan public expose. Makna strategis yang
lebih dalam, ketika penawaran awal saham dengan kisaran harga Rp2.200 – Rp2.500
per saham itu langsung ada yang meminati saham Adira Dinamika Multi Finance.
Makna strategis yang
lebih dalam lagi, tata kelola Adira semakin profesional dan transparan karena
ada peran pengawasan publik. Dengan demikian, Danamon pun tidak bisa main-main
dalam menebar janji dalam membeli saham Adira.
Struktur Pemegang
Saham PT Adira Dinamika Multi Finance
Per 5 Maret 2004
|
Jumlah saham
|
Nominal
|
Persentase
|
Modal dasar
|
4.000.000.000
|
400.000.000.000
|
|
Modal disetor
|
1.000.000.000
|
100.000.000.000
|
|
- Theodore Permadi
Rachmat
|
135.000.000
|
13.500.000.000
|
13,5
|
- Stanley Setia
Atmaja
|
15.000.000
|
1.500.000.000
|
1,5
|
- PT Bank Danamon
Indonesia Tbk
|
750.000.000
|
75.000.000.000
|
75,0
|
- Umum
|
100.000.000
|
10.000.000.000
|
10,0
|
Untuk menjawab janji
membeli 75 persen saham Adira, Danamon harus berjibaku menambah modal. Dan, per
Maret 2005, total modal Bank Danamon telah meningkat menjadi Rp11,031 triliun
sehingga maksimum penyediaan dana pada pihak terkait dapat mencapai Rp1,103
triliun. Melihat kucuran duit buat mengakuisisi Adira yang mencapai Rp1,354
triliun, jelas Danamon masih berpotensi melanggar BMPK.
Namun, Wakil
Presiden Direktur Danamon Jerry Ng merasa optimistis modal Bank Danamon segera
meningkat sehingga tidak lagi melanggar BMPK. Menurut BI, Bank Danamon
memerlukan tambahan modal Rp2,845 triliun agar tidak melampaui BMPK. Maklum,
Danamon harus menyediakan kekurangan dana akuisisi sampai Rp284, 562 miliar.
Menurut Jerry,
peningkatan modal berasal dari laba. Seiring waktu, ia menambahkan, biaya goodwill
akuisisi Adira juga semakin berkurang sehingga memperkecil nilai transaksi.
Namun, kekuatan
langkah Danamon untuk menambah modal Rp2,845 triliun dalam tempo singkat
tersendat. Akhirnya, pada Juli 2005, Bank Danamon menyelesaikan persoalan ini
lewat jalan menjual hak opsi (call option) lima persen, dari kepemilikan
sebelumnya yang sebesar 20 persen. Hal ini sebenarnya sudah terlihat pada 31
Desember 2004 dengan adanya perusahan struktur pemegang saham Adira. Ada
perusahaan lain (Mega Value Profits Limited British Virgin Island) yang juga
ikut menjadi pemegang saham Adira.
Struktur Pemegang
Saham Adira
Per 31 Desember 2004
|
Jumlah saham
|
Nominal
|
Persentase
|
Modal dasar
|
4.000.000.000
|
400.000.000.000
|
|
Modal disetor
|
1.000.000.000
|
100.000.000.000
|
|
- Mega Value
Profits Limited British Virgin Island
|
174.193.500
|
17.419.350.000
|
17,419
|
- PT Bank Danamon
Indonesia Tbk
|
750.000.000
|
75.000.000.000
|
75,0
|
- Umum
|
75.806.500
|
7.580.650.000
|
7,58
|
Kekuatan share
saham Danamon di Adira Dinamika Multi Finance, sampai akhir 2005, relatif
tetap, yakni 75 persen. Pun dua kekuatannya lainnya: Mega Value Profits Limited
British Virgin Island masih share 17,42 persen dan masyarakat umum 7,58 persen.
Faktor dana bagi
perusahaan pembiayaan sangat penting untuk menghidupi nadi kegiatan bisnisnya.
Dana (funding) yang dulu kerap menjadi kendala klasik bagi multifinance,
kini cukup teratasi. Setidaknya, terdapat 13 bank yang menilai perusahaan multifinance
sebagai debitor yang layak dikucuri kredit. Bahkan, dengan mengakuisisi multifinance,
bank dapat menyalurkan kreditnya secara aman.
Karena, minimal sudah mengetahui manajemen anak perusahaannya.
Kendati Danamon
menguasai share 75 persen saham Adira, Stanley tak lantas mudah didikte
atau diintervensi. Proses sinergi usaha pembiayaan dengan jaringan perbankan
yang luas belum terjadi. Sampai hari ini Adira masih berdiri di atas kaki
sendiri. “Dari sisi bisnis tak banyak yang didapat dari Danamon. Banyak sekali
yang menghambat kalau kami paksakan. Sampai hari ini, apapun yang
berkembang karena memang Adira mampu.
Saya harapkan proses ini tidak banyak membawa perubahan,” ungkap Stanley.
Memang, walau saham
perusahaannya diambil alih perusahaan baru, manajemen puncak Adira tak berubah.
Stanley tetap duduk di kursi direktur utama. Dan, yang tak kalah penting, ujar
Stanley ketika kami temui pada suatu senja di pekan ketiga Februari 2006,
“Sejauh ini kami masih bekerja dengan jaringan yang kami miliki. Tak ada
perubahan berarti di jajaran direksi dan manajemen.”
Dengan kemudahan
sumber dana dari Bank Danamon dan sejumlah bank lain, tak lantas menjadikan
Stanley santai-santai saja mengelola gerak roda Adira. Ia menyadari bahwa kunci
keberhasilan sebuah perusahaan multifinance adalah pengelolaan yang
baik. Jika funding-nya memadai namun dilanda kredit macet maka multifinance
pun akan goyang.
Artinya, bila
multifinance yang dimiliki bank dikelola secara asal-asalan maka akan berdampak
fatal dan berbahaya bagi kelangsungan bisnis perbankan secara keseluruhan. Bank
pemiliknya akan terseret karena mayoritas funding multifinance berasal
dari bank bersangkutan. Stanley tak ingin membuat bank yang telanjur kesengsem
pada Adira masuk ke pusaran krisis gara-gara Adira tak lagi dikelola secara
benar. “Kami profesional. Apapun yang ditawarkan atau diinginkan pemegang saham
sepanjang tidak mengubah kultur yang sudah terbangun, kami akan lakukan,”
lelaki yang hobi mengelus-elus motor Ducati 916 kesayangannya di setiap akhir
pekan ini menandaskan.
Bagaimana juga, kawin silang Adira-Danamon harus disikapi secara profesional. Tidak sekadar hanya persoalan penyesuaian penerapan teknologi informasi perbankan yang jauh lebih complicated. Organisasi perusahaan harus pula beradaptasi. Adira kini membenahi organisasi manajemen dengan memisahkan divisi marketing sepeda motor dan divisi marketing mobil. Lantas, ada juga pembentukan divisi pengelolaan risiko (risk management). Hal ini dilakukan karena kawin-silang ini mesti mengikuti standar-standar yang dibakukan oleh Bank Indonesia.
Stanley sadar semua
itu harus dilakukan secara cepat. Dengan gerak lincah dan gesit. Lelaki yang
hobi ‘berburu’ mobil klasik ini tak mau kehilangan kesempatan emas yang
ditawarkan bank. Perkongsian dengan pemilik duit akan lebih menjamin
kelangsungan dana sebuah perusahaan multifinance. Selama ini, multifinance
selalu menghadapi problem klasik, yakni kekurangan dana.
Walau Stanley
mengakui belum menghasilkan sinergi yang dahsyat dari kawin silang
Adira-Danamon, bank swasta papan atas itulah yang mendanai sebagian besar dari
Rp8,774 triliun pembiayaan Adira Dinamika Multi Finance pada tahun 2005.
Perkongsian
multifinance dengan bank tentu tidak berangkat dari kepentingan salah satu
pihak semata. Perkongsian terjadi lantaran kedua belah pihak saling
membutuhkan. Dan karena itu pula, perkongsian pun dilandasi
kesepakatan-kesepakatan. Berangkat dari kerangka pandang relatif sama terhadap
bisnis ritel. Bank tentu ingin mendayagunakan multifinance sebagai nilai
tambah. Bukan cuma perluasan jaringan untuk memangsa pasar konsumsi semata.
Juga buat meningkatkan penggunaan perangkat teknologi dan saluran distribusi bank,
seperti automatic teller machine (ATM) dan kantor cabang.
Dengan mengawini
multifinance, bank dapat menyalurkan kreditnya secara aman. Sebab, kredit itu
diberikan dengan skema joint financing. Dan, dana yang dikucurkan bank
ke multifinance tidak terlalu berisiko.
Dari kaca mata
multifinance, bersama dengan bank, multifinance dapat melakukan penjualan
silang (cross selling) sehingga akan secara gampang meraih pertumbuhan
bisnis. Keuntungan lain yang diperoleh multifinance, adalah meningkatkan kredibilitas
perusahaan. Lalu, yang lebih pasti lagi, kelangsungan dana yang menjadi ‘darah’
kehidupan multifinance memperoleh komitmen bank.
Dengan menerima
pinangan Danamon, Adira kini tak lagi sekadar ‘warung’ yang dijauhi orang.
Adira telah tampil sebagai supermarket yang mengundang banyak pembeli karena
menawarkan harga kompetitif, berkat dukungan dana yang nyaris tak terbatas.
Adira tak lagi harus minder gara-gara masuk klasifikasi warung sebagaimana
waktu lahir. ***
Dalam Lindungan Etika
Keberhasilan Adira
melompat dari warung ke supermarket tak terlepas dari profesionalisme manusia
Adira yang berselimutkan etika dan moral. Pada setiap jejak langkah
berinteraksi dengan nasabah, antarsesama manusia Adira, pemegang saham, dan
seluruh mitra kerja senantiasa dalam koridor hukum positif yang berlaku.
Secara tersurat,
etika dan moral manusia Adira terangkum dalam manuskrip ADIRATOP – The
Spirit of Mentality and Commitment. Sebuah pernyataan yang memaparkan
nilai-nilai perusahaan: advance, discipline, integrity, reliability,
accountable, teamwork, obsessed, dan professional.
Paparan yang masih
terasa mengawang itu lantas diimplementasikan oleh manusia Adira dalam setiap
jejak langkah keseharian:
- Menghindari benturan kepentingan. Manusia Adira tidak boleh memanfaatkan atau pengetahuan yang diperoleh dari jabatan itu, dengan cara apapun, yang dapat mengakibatkan benturan kepentingan yang merugikan perusahaan. Setiap manusia Adira dalam setiap transaksi dengan pihak lain mesti mengutamakan kepentingan perusahaan di atas kepentingan pribadi.
- Menyimpan catatan dengan baik. Manusia Adira senantiasa menjaga dan menyimpan catatan-catatan, baik cetak maupun elektronik, sesuai dengan relevansi dan petunjuk penyimpangan dokumen perusahaan serta mematuhi hukum positif yang berlaku.
- Menciptakan lingkungan kerja nyaman. Lingkungan kerja bebas dari pelecehan, baik pelecehan seksual maupun pelecehan ras, suku dan agama. Untuk mencapai lingkungan macam ini maka rekrutmen karyawan semata-mata berdasarkan kualifikasi kemampuan dan prestasi. Bukan atas dasar ras, etnis dan religi.
- Aset perusahaan untuk perusahaan. Semua aset dan kepemilikan perusahaan digunakan hanya untuk kepentingan perusahaan. Aset perusahaan meliputi dana, surat berharga, perlengkapan dan perabotan, serta informasi penting seperti daftar nasabah, informasi keuangan non-publik, rencana kerja, perangkat lunak komputer dan ide-ide produk dan layanan baru. Manusia Adira tidak diperkenankan menggunakan milik perusahaan demi kepentingan pribadi dan harus dikembalikan kepada perusahaan apabila melepaskan ikatan kerjanya dengan perusahaan.
- Menjaga kerahasiaan. Dalam menjalankan tugas, manusia Adira mungkin saja memperoleh akses atas informasi-informasi mengenai nasabah, pemasok, mitra usaha, tentang perusahaan itu sendiri dan pihak-pihak terkait lainnya. Manusia Adira wajib menjaga kerahasiaan informasi tersebut, kecuali diminta secara sah oleh perusahaan.
- Tanggung jawab sosial. Sebagai warga dunia, manusia Adira sangat menghargai perbedaan dan adat-istiadat lokal di mana pun berada. Di mana saja manusia Adira berada, mengemban tanggung jawab mendorong pengembangan komunitas lokal dan mensponsori kegiatan-kegiatan publik yang terkait dengan upaya pelestarian aset nasional.
Jejak langkah keseharian
manusia Adira yang terlindungi oleh etika tadi, meminjam pendapat D.L. Goetsch
dan S. Davis dalam bukunya yang berjudul Introduction to Total Quality:
Quality, Productivity, Competitiveness (1994), sangat terkait dengan
sepuluh perintah tim (ten team commandments). Perintah tim dalam
kerangka menjadikan Adira yang kuat, kokoh, dan mampu terus bersaing di era
global. Perintah pertama, saling ketergantungan. Saling ketergantungan dalam
hal informasi, sumber daya, pelaksanaan tugas dan dukungan. Adanya saling
ketergantungan dapat memperkuat institusi secara keseluruhan.
Perintah kedua,
perluasan tugas. Setiap manusia Adira harus diberi tantangan. Karena, reaksi
atau tanggapan terhadap tantangan akan membentuk semangat persatuan,
kebanggaan, dan kesatuan tim.
Perintah ketiga,
penjajaran (alignment). Manusia
Adira harus bersedia menyingkirkan sikap individualisnya demi mencapai misi
bersama.
Perintah keempat,
bahasa yang umum. Stanley sebagai pemimpin tim Adira biasa menggunakan bahasa
umum. Sebab, manusia Adira demikian heterogen. Stanley menyebut Adira sebagai
cermin Indonesia mini. Dan, manusia Adira memiliki perbendaharaan kata (istilah
teknis) sendiri-sendiri.
Perintah kelima,
kepercayaan. Dibutuhkan waktu dan usaha guna membentuk kepercayaan agar setiap
manusia Adira mampu menaruh respek antarsesama anggota tim.
Perintah keenam,
kepemimpinan atau keanak-buahan yang dibagi rata. Setiap manusia Adira memiliki
bakat dan kemampuan yang berbeda. Stanley sadar betul keadaan ini. Sehingga,
tali kewenangan yang dimilikinya senantiasa dibagi secara proporsional kepada
setiap manusia Adira. “Bagaimana caranya meng-create leadership,
sepenuhnya saya serahkan kepada masing-masing orang. Ada orang yang
berpembawaan teriak-teriak, kalau itu efektif, silakan pakai,” ujar Stanley.
Perintah ketujuh,
keterampilan memecahkan masalah. Setiap tim dalam tubuh Adira harus banyak
menggunakan waktunya untuk membina kemampuan anggotanya dalam memecahkan
masalah. Sebab, masalah merupakan hal yang selalu dihadapi oleh institusi.
Perintah kedelapan,
keterampilan menangani konfrontasi alias konflik. Dalam lingkungan kerja yang high
pressure dan makin kompetitif, konflik merupakan satu hal yang tak
terelakkan. Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar-wajar saja. Karena itu,
dalam kerja tim dibutuhkan keterampilan menerima perbedaan pendapat –ide,
masalah dan pemecahan masalah—dan menyampaikan ketidak-setujuan terhadap
pendapat orang lain tanpa harus menyakiti orang yang bersangkutan.
Perintah kesembilan,
penilaian/tindakan. Penilaian dilakukan dengan memantau dan membandingkan apa
yang telah dilakukan dengan pernyataan misi dan rencana tindakan yang ada.
Rencana tindakan berisi tujuan, sasaran, jangka waktu, penugasan dan tanggung
jawab setiap manusia Adira.
Perintah kesepuluh,
perayaan. Cermin perayaan di tubuh Adira dapat dilihat dari even QCC Olympic
atau tahapan standarisasi hal-hal tertentu yang melibatkan setiap bagian
perusahaan. Mereka yang menang dalam QCC Olympic, tanpa memandang dari unit
manapun, diundang direksi. Mereka diajak makan malam bersama direksi. Sebuah
perayaan atas kesuksesan. Memang, kesuksesan yang dicapai suatu tim yang
efektif dapat diperkuat dengan jalan merayakannya. Penghargaan dan pengakuan
atas tugas yang terlaksana dengan baik akan memotivasi anggota tim untuk
bekerja lebih giat dan tangkas dalam rangka menggapai tujuan selanjutnya.
Agaknya Stanley
menyadari. Bahwa penanaman etika luhur berbalut moral, dalam jangka panjang,
akan memperkuat pondasi tempat bisnis Adira dibangun. Dunia bisnis tak lagi
cukup sekadar menganut paham modern: high technology, high efficiency, high
productivity dan high profit. Dunia bisnis juga mesti habis-habisan
mempertahankan high morality, yakni dengan manajemen etis, yang
diejawantahkan dalam ADIRATOP – The Spirit of Mentality and Commitment. ***
Stanley, Antara Ayahanda dan Pak Teddy
Lahir di
Metropolitan Jakarta. Tepatnya 24 Agustus 1956. Dari keluarga yang relatif
cukup. Ayahnya seorang pengusaha bengkel mobil dan usahanya kini dilanjutkan
oleh kakaknya.
Bak buah jatuh tak
kan jauh dari pohonnya. Stanley Setia Atmaja sejak jauh hari demikian dekat
dengan dunia otomotif. Apalagi ia menghabiskan sebagian besar jalan hidupnya di
Jakarta. Langsung bersinggungan dengan komunitas otomotif.
Sedari kecil, alumni
Universitas Trisakti Jakarta ini sudah menggandrungi hal-ihwal yang berbau
otomotif. Namun bukan otomotif yang mengekspresikan ‘kejagoan’ seseorang dengan
melesat di trek jalan raya. Stanley remaja bukanlah remaja Jakarta yang suka
menyabung nyawa ‘ngetrek’ di jalan raya. Sampai di umurnya yang setengah abad,
ia tetap takut mengendarai sepeda motor di jalanan Jakarta yang selalu siap
mengantarkan siapa saja ke alam barzah.
Stanley lebih suka
pada sisi-sisi turunan bisnis otomotif. Bisa bisnis miniatur mobil. Dapat pula
bisnis jual-beli mobil klasik yang makin dicari orang. Bisnis penyewaan
kendaraan bermotor. Bisnis asuransi mobil. Dari balik dunia otomotif banyak
melahirkan inspirasi, kata ayah dari dua puteri ini.
Stanley tak mau tanggung-tanggung
menggeluti dunia bisnis otomotif dan segala turunannya. Selepas dari Fakultas
Ekonomi Universitas Trisaksi, ia berburu ilmu administrasi bisnis ke
Universitas La Verne, California, Amerika Serikat. Sepulang dari Negeri yang
hanya bisa dikalahkan oleh Tuhan itu, ia langsung masuk ke Citibank.
Merangkak dari
bawah. Sebagai executive training pada 1985. Lalu, credit
administration head pada 1988. Tahun 1990, lelaki yang pernah menjadi juri entrepreneur
of the year 2004 ini sudah dipercaya mengemban Direktur PT Citicorp Leasing
Indonesia –lembaga pembiayaan milik Citibank.
Titian dunia
otomotif seakan sudah menjadi suratan takdir bagi ayah dua puteri ini. Karena
itu, ia tidak dapat begitu saja melupakan ayahnya yang sejak dini
memperkenalkannya pada dunia otomotif. Ayahnya pula yang sampai kini tetap
menjadi idola Stanley dalam menapaki dunia bisnis otomotif. Ia masih ingat
betul bagaimana petuah sang ayah bila ingin sukses berbisnis. “Modal nomor satu
berdagang adalah kejujuran. Kejujuranlah yang membawa orang senantiasa
menjunjung etika dalam berbisnis,” ujar Stanley mengutip pesan ayahnya.
Selain ayahnya yang
melambari langkah etis Stanley dalam menapaki dunia bisnis otomotif, ada satu
lagi lelaki yang diidolakannya. Bukan tokoh bisnis mancanegara. Tak lain adalah
Theodore Permadi Rachmat, mantan CEO PT Astra International Tbk.
Dari Pak Teddy
–sapaan akrab Theodore Permadi Rachmat—Stanley banyak belajar soal
profesionalisme dalam membesarkan sebuah entitas bisnis. Dari Pak Teddy pula,
ia mendapat wejangan bahwa setiap orang tidak perlu bangga dengan kehidupan
masa lalunya. Sebab, kebanggaan terhadap masa silam akan menjadikan orang
enggan belajar, enggan meng-upgrade diri.
Secara sepintas,
visi dan gaya kepemimpinan Pak Teddy mengalir dalam diri seorang Stanley. Pak
Teddy dikenal sebagai pribadi yang low profile, human dan mampu membuat
segalanya menjadi simpel. Dengan gaya seperti ini, Pak Teddy mampu membesarkan
Astra dan Stanley berhasil membawa Adira dari sebuah warung menjadi supermarket.
Ada kemiripan jalan
hidup Pak Teddy dan Stanley. Sama-sama membesarkan perusahaan otomotif dari
sebuah garasi. Selepas dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1968, Teddy
langsung direkrut pamannya William Soerjadjaja masuk Astra yang ketika itu baru
dipadati 16 orang karyawan. Kala itu Astra menempati sebuah garasi di Jalan
Juanda III Nomor 11 Jakarta. “Siang jadi kantor, malam dipakai tempat tidur,
termasuk Om Willem juga tidur di situ,” ujar Pak Teddy mengenang masa silamnya.
Sementara Stanley masuk Adira –ketika itu
baru ada lima karyawan—berkat ajakan Raphael Adi Rachmat, ayahanda Theodore
Permadi Rachmat. Stanley bukanlah sarjana segar yang baru lulus waktu itu.
Stanley sudah memiliki sedikit pengalaman dari Citibank. Makanya, berkat
pengalamannya menangani bisnis leasing kendaraan di Citicorp Leasing Indonesia,
Stanley tidak membawa Adira masuk ke industri pabrikan kendaraan bermotor. Ia
membawa Adira sebagai lembaga pembiayaan kendaraan bermotor.
Sosok kepemimpinan
seorang Teddy Rachmat begitu melekat di keseharian Stanley dalam mengendalikan
roda bisnis Adira. Ada empat prinsip kepemimpinan yang diyakini dan diterapkan
Teddy dalam membesarkan Astra dan United Tractor. Pertama, memberi visi tentang
fungsi dan tugas pimpinan. Kedua, memilih pembantu-pembantu terbaik. Ketiga,
melakukan kontrol dan pengendalian. Dan, keempat, memperhatikan hal-hal yang
bersifat pribadi tentang bawahan.
Keempat prinsip kepemimpinan Teddy itu kini juga mewarnai kepemimpinan seorang Stanley. Barangkali cuma style yang sedikit berbeda. Soal visi, jelas Stanley ingin menjadikan Adira sebagai perusahaan jasa pembiayaan kelas dunia (to be a world-class finance company) paling lambat pada 2008. Visi inilah yang menjadi power Stanley mengembangkan Adira.
Soal memilih pembantu-pembantu terbaik, Stanley sangat serius. Kalau ketika awal-awal Adira berdiri, ia berpinsip rekrutmen secara evolusioner, tak demikian waktu memasuki era abad 21. Untuk memperkuat divisi keuangan dan administrasi, pada 2002 Adira menggaet Erida Gunawan. Sarjana akuntasi lulusan Universitas Trisakti ini sekarang dipercaya memangku jabatan Direktur Keuangan dan Administrasi.
Bagaimana dengan masalah kontrol dan pengendalian? Stanley memang agak kurang sreg dengan kata-kata kontrol. Ia menyebutnya sebagai komunikasi dua arah, saat mana ia turun langsung ke titik terdepan operasional Adira.
Stanley aktif menyambangi cabang-cabang Adira yang tersebar di Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Dari sini ia memperoleh banyak masukan, mulai dari keluhan manajemen, komunikasi yang mampat, sampai jeritan hati seorang office boy. Dengan demikian tercipta suasana saling terbuka yang sangat positif bagi kemajuan perusahaan Adira.
Lewat safari cabang ke cabang ini, Stanley secara otomatis menyentuh hati dan pikiran manusia Adira. Bukan lewat ucapan ulang tahun pada manusia Adira. Tapi, bisa lewat ajakan makan malam setelah siang harinya mereka memenangkan sebuah game yang disaksikan para pimpinan.
Sentuhan hati dan
pikiran kepada bawahan juga dicerminkan Stanley dalam bentuk memberi contoh
perilaku. Pada setiap manusia Adira yang dipromosikan, Stanley selalu berpesan,
“Anda dipromosikan bukan untuk menjadi bos. Meski sudah berada di posisi
general manager, Anda jangan seenaknya main perintah, main suruh atau maki-maki
bahawan. Anda harus menjadi contoh.”
Identik dengan Teddy
Rachmat, Stanley adalah sosok yang mengedepankan teladan. Maka tak mengherankan
jika pagi-pagi jam delapan, Stanley sudah sibuk di meja kerjanya. CEO harus
berbuat sesuai dengan yang dia omongkan. Ia sangat terinspirasi filosofi bahwa,
“I’m nothing, Anda lebih penting dari saya.” Dengan begitu, secara mudah
ia mengembangkan sikap saling menghargai dan saling percaya.
Stanley termasuk
orang yang tuntas dalam mengerjakan sesuatu hal. Tak peduli apakah dia harus
bekerja ekstra waktu. Kalau ia memang harus menerima klien melewati batas jam
kerja maka Stanley tak akan menunda. Ia konsisten memegang janji. Dan,
karenanya, ia kerap pulang jauh waktu setelah jam kantor.
Namun prototipe
perilaku seperti ini tidak ia paksakan kepada bawahannya. Kepada sekretaris
pribadi sekalipun. Bilamana memang sudah jam pulang kantor, silakan mereka
pulang. Hal ini terekam ketika kami menemuinya di suatu senja. Perbincangan
kami dengan Stanley berakhir sekitar pukul 18.45 WIB. Dan, benar, dua staf
Stanley yang menerima kedatangan kami sudah tidak ada di kursi kerjanya
masing-masing.
Suami Shinta ini
dikenal pula sebagai sosok yang tegas dalam menerapkan kultur bahwa perusahaan
harus 100 persen bersih. Tanpa good corporate governance, perusahaan
tidak akan mampu mencapai excellent. Ketegasan itu tampak dari
pengalaman seorang kolektor yang mengusulkan penarikan cepat-cepat nasabah yang
menunggak lebih dari tiga bulan. Lalu, kata si kolektor, perusahaan segera
melelang barang tarikan.
Stanley langsung
menukas cepat, “Pola pikir Anda salah. Tak ada kebijakan Adira seperti itu.
Adira harus melihat lebih jauh dulu penyebab kemacetan nasabah.” Dan, Stanley
pun menolak habis-habisan sumber manusia berpola macam ini menjadi keluarga
besar manusia Adira.
Tapi, Stanley bukanlah
orang yang gampang melukai hati orang lain, sekalipun orang itu berpola pikir
keliru atau berperilaku salah. “Bagaimana perusahaan mau kalau setiap orang
mengharapkan tarikan,” Stanley memberi contoh jawaban pada salah seorang
karyawannya yang salah mindset dan attitude.
“Menjadi tugas kami
untuk mengarahkan agar mindset dan attitude mereka benar-benar
seiring dengan misi dan visi bisnis Adira. Kami terus mensosialisasikan
tema-tema menuju manusia yang bertumbuh setiap tahun. Tahun 2005 kami mengusung
tema tahun produktivitas dan tahun 2006 ini membawa tema tumbuh sehat bersama
orang bersih,” papar pemilik Alfa Romeo lansiran 1971 ini.
Sosok Stanley yang
demikian tegas penuh sentuhan nurani sudah mendulang banyak prestasi bersama
bahtera Adira. Sebagai CEO, ia sempat meraih Special Award for Entrepreneurial
Spirit 2002 versi Ernst & Young. Berkat prestasi ini, pada 2004 ia
dipercaya sebagai salah satu juri untuk pemilihan sosok entrepreneur of the
year 2004. prestasi terbarunya, Stanley menerima penghargaan After Sales
Services dan Customer Satisfaction dari Isuzu National Sales
Convention 2006 lewat anak usaha PT Asco Dinamika Mobilindo. Tentu ditambah
prestasi-prestasi lain seperti sebagai perusahaan dengan laba tertinggi,
perusahaan pembiayaan paling cepat keluar dari ‘rumah sakit’ BPPN, dan
perusahaan pembiayaan paling pertawa kawin-silang dengan bank.
Semua itu tak
terlepas dari sosok Stanley yang demikian total dan istiqomah meniti garis
linear otomotif. Bahkan, sampai pada hobi pun tak lepas dari dunia otomotif.
Dan, masih
tertinggal satu obsesi Stanley yang belum tercapai sampai kini namun sudah
dilewati oleh idolanya, Pak Teddy. Selepas dari kepemimpinan Pak Teddy sebagai
CEO, Astra kini menjadi aset bangsa. Astra tampil sebagai sebuah perusahaan
yang mampu melahirkan anak bangsa yang menguasai dunia pabrikan otomotif.
Stanley pun sangat sangat ingin suatu saat nanti Adira menjadi aset berharga
bangsa Indonesia. Adira mampu menjadi ‘kawah candradimuka’ bagi anak bangsa
yang ingin menggeluti dunia multifinance. ***
Boks:
Hobi yang Menginspirasi
Bak sebuah aliran
air sungai. Air meliuk menurut lekuk liku bibir-bibir sungai. Kadang membentur
karang di tengah arus yang dangkal, kadang tenang di tengah kedalaman lubuk,
tidak jarang harus melewati anak sungai yang kotor. Dan, sungai itu bernama
otomotif.
Begitulah amsal
jalan hidup yang dijalani seorang Stanley Setia Atmadja. Lelaki kelahiran
Jakarta setengah abad silam ini sedari kecil memang sengaja mengikuti arus
sungai bernama otomotif.
Di usia kanak-kanak
dan remaja, Stanley sengaja menjejali
benaknya dengan kegilaan pada semua hal yang berbau otomotif. Mulai dari
sekadar miniatur mobil alias mobil-mobilan dan bacaan-bacaan media yang
mengupas tuntas dunia otomotif. Lantas, di karirnya yang mapan, impian-impian
yang sempat menggelayuti benaknya di masa silam, benar-benar ia implementasikan
dalam dunia nyata. Tak sebatas mengoleksi mobil-mobilan atau sekadar baca-baca
mencari informasi baru dunia otomotif dari sebuah media.
Memang, kendati
telah mumpuni dalam mengekspresikan hasratnya mengoleksi mobil betulan, tak
berarti ayah dua puteri ini lantas meninggalkan dunia mobil imitasi. Ia terus
‘berburu’ miniatur mobil di seantero bumi. “Hampir semua miniatur mobil yang
keluar, saya punya. Sebagian di kantor, sebagian lagi saya simpan di rumah,”
ujar Stanley suatu kali.
Kecintaannya pada
jagad mobil imitasi tak pernah luntur sampai kini. Ke mana pun, Stanley
melanglang buana, ia selalu mampir ke toko otomotif dan secara enteng merogoh
koceknya dalam-dalam demi sebuah miniatur mobil jeep, car sport atau
sedan terbaru. Ketiga jenis mobil inilah yang, memang, ia gandrungi.
Aroma kecintaan
pemegang master administrasi bisnis dari Universitas La Verne, California, ini
pada dunia permobilan tercium jelas manakala kita menyambangi kantornya yang
asri di lantai 12 Graha Adira di Menteng Raya, Jakarta Pusat. Memasuki ruang
tunggu di depan resepsionis, kita langsung disambut bacaan pengisi waktu tunggu
berupa aneka majalan otomotif –baik lokal maupun non-lokal.
Lalu, memasuki ruang
kerjanya, berbagai artefak mobil-mobil mini langsung menyergap pandangan kita.
Mobil-mobil kecil itu terpajang rapi di dua lemari di belakang meja kerjanya.
Berbagai tipe dan merek. Dalam ukuran yang beragam pula. Koleksi miniatur mobil
terkecil yang ia miliki, berbentuk gantungan kalung warna ungu, lengkap dengan
permata.
Otomotif seolah
menjadi sungai kehidupan yang harus diarungi lelaki yang senantiasa
berpenampilan kalem dan rapi ini. Sejak kecil, dia sudah akrab dengan
lingkungan usaha otomotif. Ayahnya memiliki bisnis di bidang otomotif. Namun,
dia tidak memilih meneruskan usaha otomotif yang dirintis ayahnya. Sang kakak
lah yang kini melanjutkan bisnis warisan itu.
Stanley memilih
menimba ilmu terlebih dulu sebelum memutuskan menekuni dunia bisnis di
lingkaran otomotif. Setamat SMA, Stanley remaja melanjutkan kuliah di Universitas
Trisakti dan, kemudian, melanjutkan sekolah di Negeri Paman Sam. Dari
Universitas La Verne, California, ia berhak menambah embel-embel MBA di
belakang namanya.
Sepulang dari kawah
candradimuka perburuan ilmu administrasi bisnis di Negeri Paman Sam, Stanley
tidak serta langsung melesat membawa kapal berbendera Adira Dinamika Multi
Finance. Ia sempat mampir di Bank Citibank. Memang sudah menjadi suratan tangan
di garis linier otomotif, di Citibank pun Stanley tak jauh-jauh dari pekerjaan
yang berhubungan dengan otomotif; tepatnya bidang pembiayaan otomotif.
Merangkak dari bawah
di Citibank Jakarta, sebagai Executive Training (1985), sampai credit
administration head (1988). Posisi terakhir pada 1990, dia dipercaya
memangku jabatan direktur di PT Citicorp Leasing Indonesia –lembaga pembiayaan
milik Citibank.
Barulah pada 13
November 1990, bersama almarhum Adi Rachmat –ayahanda mantan Presiden Direktur
PT Astra International Tbk Theodore P. Rachmat— kehidupan Stanley memasuki
babak baru. Ia tak ingin sekadar bekerja pada orang lain. Ia ingin menjadi leader
dengan membangun pondasi PT Adira Dinamika Multi Finance. Dengan modal awal Rp5
miliar. Dan, bermula dari sebuah dealer mobil di sebuah garasi. Setelah hampir
16 tahun berjalan, kini di tahun 2006, aset Adira mencapai Rp12 triliun.
Stanley mengakui
bahwa memulai usaha pembiayaan (multifinance) di tahun 1990 itu bukan
sesuatu yang gampang. Ketika itu, Pemerintah baru saja meluncurkan Paket
Kebijakan Oktober (Pakto) 1988. “Banyak orang cenderung ingin mendirikan atau
memiliki bank. Itulah kesulitan terbesar saya dalam memulai usaha pembiayaan.
Tapi, saya optimis, saya tak butuh orang berkualifikasi kerja di bank. Usaha
pembiayaan lebih sederhana dan orang bisa dilatih,” tutur Stanley menyoal salah
satu kesulitannya dalam mengayunkan awal langkah sebuah bisnis.
Rasa optimis Stanley
tak terlepas dari kekuatan yang ditopang oleh hobinya yang demikian rekat pada
dunia otomotif. “Semua terjadi secara alamiah. Proses yang tidak disengaja dan
akhirnya saya menikmati sekali antara hobi dan pekerjaan,” ujarnya suatu kali.
Tidak banyak orang yang dikaruniai kenyamanan bekerja sesuai dengan kesenangan.
Hidup Stanley tampak
begitu mengalir. Tak cuma bisnisnya di bawah bendera Adira yang terus
bertumbuh. Hobinya mengoleksi miniatur mobil pun berkembang. Koleksinya tak
lagi miniatur mobil semata. Ayah dua orang puteri ini pun melengkapi garasi
rumahnya dengan koleksi mobil (beneran) tua. Sekali waktu kalau kita
sempat mampir ke rumahnya, kita akan disambut Jaguar E Type tahun 1960, Morris
mini Cooper a la Mr Bean keluaran tahun 1968, Mercy Pagoda tahun 1970, Alfa
Romeo Spider pabrikan tahun 1971, Jeep Wrangler dan Porsche 911.
Koleksi mobilnya
yang pertama, BMW tahun 1969, sampai kini masih terawat apik dan masih mampu
berjalan mulus di tengah kepadatan arus lalu-lintas Ibukota Jakarta. Di
hari-hari akhir pekan, Sabtu atau Minggu, Stanley kadang terlihat mengemudikan
salah satu koleksi mobil tua ‘mendaki’ kawasan Puncak. “Buat saya kebiasaan ini
mengasyikkan sekali,” ucapnya penuh keceriaan.
Sekadar mencoba atau
menguji kekuatan mesin si jago tua yang bukan jago mogok. Hanya beberapa jenak
di Puncak. Menikmati kesegaran alam pegunungan di pagi hari libur. Begitu
kemacetan menyergap Puncak, Stanley dan Alvina (salah seorang puterinya) sudah ngacir
balik ke Jakarta.
Sepulang dari
Puncak, bilamana tak ada undangan atau acara penting yang harus dihadirinya,
cukup gampang menemui seorang Stanley. Masuklah ke garasi rumahnya. Ia pasti di
sana, bercengkerama dengan jago-jago tua koleksinya. Membersihkan bodi
jago-jagonya. Tak segan-segan, seharian penuh, lelaki setengah abad ini hanya
mengelus-elus, memoles dan mengutak-atik apa-apa yang menempel di badan si jago
tua. Nyaris tak ada kisi yang lepas di atensinya. Sampai-sampai, tangannya
belepotan hitam karena keasyikan menyemir ban mobil.
“Hobi adalah
inspirasi buat saya. Saya tidak pernah kehabisan ide buat ngapain.
Seharian bekerja, hanya dengan membelai atau melihat koleksi saya, kepenatan
sontak hilang,” tutur suami Shinta ini.
Selain acara
membelai si jago tua berwajah klasik, masih seputar aktivitas di akhir pekan,
peraih Special Award for Enterprenuerial Spirit of The Year dari Ernst and
Young ini juga punya jadwal ‘berburu’. Bukan ke hutan Ujung Kulon yang
menyisakan beberapa ekor badak Jawa. Bukan pula ke Suaka Margasatwa Cikepuh,
Sukabumi, yang sudah kehilangan harimau kumbang. Bukan itu semua. Stanley
memilih berburu ke pinggiran Jakarta. Ke bengkel-bengkel tak bernama. Ke
bengkel-bengkel kanibal yang biasa dikelola orang-orang etnis Madura.
Pinggiran Jakarta,
mulai dari Tangerang, Ciputat, Depok, sampai Bogor, yang becek menjadi sasaran
perburuan Stanley. Kalau-kalau ada Morris tua atau Alfa Romeo yang jauh lebih
antik daripada yang dikoleksinya sekarang. Angka perburuannya ke
bengkel-bengkel becek tak berpendingin ruangan sedikit menurun setelah banyak
pemilik bengkel mengenali Stanley sebagai kolektor mobil klasik. Kini banyak
pemilik bengkel berkabar atau menawarkan
mobil antik untuk menambah koleksi Stanley.
Selain aktif
menyambangi bengkel-bengkel kelas trotoar, Presiden Direktur dan CEO Grup Adira
ini juga berburu lewat media cetak. Pengidola pembalap F-1 Ayrton Senna
(almarhum) ini aktif melahap halaman demi halaman majalah-majalah otomotif
–baik lokal maupun asing. Bahkan, halaman-halaman yang pernah dibaca boleh jadi
diulang dan diulang. Benar-benar menikmati setiap halaman yang dilahapnya.
Tak hanya berhenti
pada hobi mengoleksi miniatur mobil, mobil (betulan) klasik atau majalah
otomotif. Untuk menuntaskan hasratnya menapaki jagad otomotif dengan membidani
kelahiran majalah otomotif cuma-cuma: Ascomaxx. Dan, tak ketinggalan
pula ia membangun showroom koleksi mobilnya dengan mengusung nama Asco
Automotive.
Namun, bukan seorang
Stanley kalau gairah otomotifnya sudah padam di usianya yang baru lima
dasawarsa. Ia masih menggantung mimpi: membeli McLaren. “Saya ingin beli
McLaren, sport car yang luar biasa dengan desain unik. Driver di
tengah dan penumpang di kiri dan kanan. Tapi mahal sekali, sekitar Rp10 miliar,”
lelaki pemilik nama lengkap Stanley Setia Atmadja ini berangan.
Angan. Ya, sepanjang
manusia masih punya angan tentulah ia masih eksis. Hidup. Apalah artinya
menggantung angan yang hanya berbanderol Rp10 miliar. Bukan tak mungkin angan
itu cepat-cepat terwujud di tengah geliat Adira yang dalam lima tahun terakhir
meroket omsetnya, dari sekitar Rp1 triliun di tahun 2001 menjadi Rp12 triliun
di tahun 2006. Dan, boleh jadi, angan itu segera mewujud. McLaren nan gagah
bertengger angker di garasi rumah Stanley. ***
Kepustakaan
Djatmiko, Harmanto
Edy. Rahasia Sukses The Best CEO Indonesia. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2004.
Tani, Endrew EB. Get
Real: Berdayakan Manager-Leader dalam Diri Anda. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2003.
Nugroho, Alois A. Dari
Etika Bisnis ke Etika Ekobisnis. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2001.
Kirana, Andy. IR
MBA. Etika Manajemen Ancangan Bisnis Abad 21. Jogjakarta: Penerbit Andi,
1997.
Panuju, Redi. Drs. Komunikasi
Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1995.
Annual Report Adira
Finance, 2004
Majalah Prospektif,
Edisi 26 September – 2 Oktober 2005.
Majalah Investor,
Nomor 109 Tahun VI, 22 September – 4 Oktober 2004
Majalah InfoBank,
Nomor 318, September 2005, vol XXVII
Majalah Indonesia
Corp, Nomor 06/II/Mei 2003
Harian Kompas
Harian Media
Indonesia
Harian Bisnis
Indonesia
Harian Sinar
Harapan
No comments:
Post a Comment