Wednesday, January 16, 2013

Melalui Masjid Urus Jenazah


Kematian. Satu proses yang pasti datang namun dilupakan banyak orang. Banyak orang tidak bersiap diri menghadapi kematian. Bahkan, terasa aneh bila ada orang mengikuti program iuran kematian sebuah wadah atau organisasi seperti Yayasan Bunga Kamboja (Jakarta) dan Yayasan Farkila (Bekasi).
Pada dasarnya orang memang tidak ingin mati. Kata penyair Chairil Anwar, dia ingin hidup seribu tahun lagi. Ada satu kisah si Fulan yang pengusaha minimarket beranak tengah menghadapi sakaratul maut. Saat maut hendak menjemput, dia bertanya di mana anaknya yang pertama lalu dijawab si isteri bahwa si sulung tengah memijit kaki kirinya. Lalu bertanya keberadaan anak keduanya di mana dan dijawab si isteri bahwa si tengah sedang memijit-mijit kaki kanannya. Dan kemudian bertanya di mana keberadaan si bungsu, si isteri menjawab bahwa si bungsu sedang memijit tangan kanannya. Spontan si Fulan berteriak, “Kalian di sini semua, siapa yang menjaga toko kita.”  
Moral cerita tadi jelas bahwa banyak orang melupakan kematian. Padahal, kematian itu pasti datang. Kita pun harus mempersiapkan diri agar tidak menyulitkan ahli waris yang ditinggalkan. Banyak cara mempersiapkan diri, baik lahir maupun batin. Secara batin, barangkali setiap orang memiliki cara masing-masing. Bagaimana pula secara lahir, terutama buat kepengurusan memandikan sampai jenazah masuk liang lahat? Proses ini kerapkali membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Banyak cara dapat ditempuh agar kita tidak kesulitan saat menghadapi kematian nanti. Di antaranya mengikuti iuran kematian yang sudah diselenggarakan oleh beberapa yayasan pengelola masjid. Beberapa masjid yang telah memiliki manajemen yang baik sudah mendiversifikasi pelayanannya kepada umat, dengan membuka pelayanan pengurusan jenazah. Satu masjid di Bekasi misalkan, dengan iuran Rp10.000 per kepala per bulan, ketika pengiur meninggal akan memperoleh pelayanan memandikan, mengkafani lengkap dengan kafannya, ambulan mengantar sampai pekuburan, dan bantuan mengurus kavling makam.
Sudah saatnya kini pengurus masjid kreatif membaca peluang yang ada. “Pengurus masjid harus kreatif mengembangkan layanan, tidak hanya fokus ke pelayanan sarana ibadah, tapi juga pelayanan sosial seperti mengurus jenazah. Melalui masjid kita urus jenazah secara agama dan kita bangun umat yang berkualitas,” ujar Ketua PP Dewan Masjid Indonesia Drs. H.M. Natsir Zubaidi saat memberikan kata sambutan pada acara seminar jaminan sosial kematian di Jakarta belum lama ini.
Ketua Badan Pengelola Masjid Istiqlal Drs. H. Mubarok menambahkan manajemen masjid harus kreatif merespons perkembangan dan tuntutan kebutuhan masyarakat dengan terus memperluas cakupan pelayanan. “Manajemen masjid harus mampu mengorganisasikan dan mengelola potensi yang dimilikinya serta merumuskan kebutuhan jamaah dan masyarakat lingkungan. Potensi takmir, prasarana dan sarana fisik serta kemampuan faktor pendukung yang dimiliki masjid perlu dikelola dan diarahkan untuk menjawab tantangan dan tuntutan kebutuhan jamaah dengan cara merumuskan visi dan misi yang jelas serta program yang diprioritaskan dengan tahapan waktu baik jangka pendek, menengah maupun panjang,” terang Mubarok.
Mubarok mencontohkan misi  sederhana manajemen masjid  antara  lain  dapat  dirumuskan  meningkatkan  keimanan,  ketaqwaan, akhlak mulia jamaah; mencerdaskan jamaah; membina ukhuwah Islamiyah; dan meningkatkan kehidupan sosial dan ekonomi jamaah. Sedangkan penyusunan program meliputi pengaturan pelaksanaan ibadah mahdhah dan program di bidang ibadah sosial yang dirumuskan dengan memperhatikan hasil penelitian dan masukan sesuai kebutuhan jamaah. Misalkan sekarang banyak jamaah membutuhkan layanan pengurusan jenazah, maka manajemen bisa membuka Unit Pelayanan Jenazah Masjid (UPJM). Unit ini tidak sebatas mengurus jenazah di rumah dan menyediakan keranda, namun bisa dikembangkan sampai pengelolaan model iuran jaminan kematian.
Sementara itu, secara agama, Ketua LDNU K.H. Zakky Mubarak menerangkan bahwa kepengurusan jenazah, mulai dari menjelang ajal sampai penguburannya, di berbagai negara Islam pada prinsipnya semua sama. “Yang berkaitan dengan nash-nash Al Qur’an dan sunah itu sama,  yang berbeda hanya berkaitan dengan adab, misalnya di masyarakat kita begitu ada orang meninggal kita pasang bendera kuning, di Medan memasang bendera warna merah, di Sumatera Barat memasang bendera warna hitam, ini hanya untuk memberitahu bahwa ada orang yang meninggal,” jelasnya.
Menyangkut proses kepengurusan mulai dari memandikan, mengkafani sampai menshalatkan, kata Zakky Mubarak, secara agama relatif sama dan telah ada aturannya. Manajemen masjid yang sudah tertata telah menyediakan unit yang siap menjalankan fungsi ini.
Dalam hal penguburan, kata Zakky Mubarak lebih lanjut, Islam pun mengajarkan kesederhanaan. “Waktu mengubur itu ditutup di atasnya sebelum diuruk lalu  tanahnya sedikit ditinggikan kemudian diberi batu penanda. Sekarang orang menyebutnya nisan. Kemudian kita taruh pasir atau kerikil di atasnya ditambah menancapkan pelepah yang masih segar lalu menyiram dengan air. Proses penguburan ditutup dengan berdoa untuk si mayit. Itulah adab-adab penguburan di beberapa negara Islam,” terang Zakky Mubarak.
Proses penguburan memang tampak sederhana. Hanya terkadang si ahli waris yang meminta berbagai ornamen sehingga menjadi mahal ongkosnya. Melalui masjid, kita berharap ada sosialisasi pemakaman sederhana agar umat tidak lagi meminta ornamen-ornamen yang membuat makin berbiaya tinggi. 

No comments:

Post a Comment