* DELAPAN
Janganlah
kamu bertanya apa yang dapat diperbuat oleh negara untukmu; tapi tanyakan pada
dirimu apa yang dapat kamu perbuat bagi negara.
John F. Kennedy, Presiden ke-35 Amerika Serikat,
1961-1963
Globalisasi dan Otonomi
Daerah (Otda) membawa sebuah konsekuensi logis bahwa tingkat persaingan
antar-daerah semakin tajam, baik di tingkat regional, nasional maupun
internasional. Setiap daerah di Tanah Air dituntut kemampuannya untuk menggali
dan memanfaatkan secara optimal berbagai potensi sumber daya ekonomi. Lebih
lanjut, potensi sumber daya manusia (SDM) yang ada di daerah juga dituntut
harus berkualitas dan mampu mengantisipasi perubahan yang terjadi. Hal ini
sangat penting, bukan saja dalam konteks daya saing daerah, namun lebih dari
itu sebagai upaya memacu laju pertumbuhan ekonomi daerah, membuka lapangan
kerja baru, sekaligus pada akhirnya meningkatkan taraf hidup masyarakat ke arah
kehidupan yang lebih baik.
Sebagai bagian integral
dari pembangunan nasional, pemerintah daerah harus berupaya keras mewujudkan
cita-cita nasional serta mencapai kemajuan pembangunan di daerah. Berbagai
dinamika, permasalahan dan isu strategis pembangunan yang berpeluang menghambat
pembangunan di daerah, sepatutnya diatasi secara cepat, tepat dan komprehensif.
Dari sisi kebijakan, diarahkan pula yang bertumpu pada kebutuhan dan menampung
aspirasi masyarakat, selain juga mampu mendorong iklim usaha yang kondusif dan
menguatkan kapasitas ekonomi daerah.
Sebagai daerah yang
tengah tumbuh dan berkembang di Provinsi Aceh, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya
terus berupaya meningkatkan pembangunan di setiap kecamatan. Dengan
keterbatasan anggaran (dana) dan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki,
Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya tetap berusaha keras mewujudkan pembangunan
infrastruktur dan pelayanan publik yang berkualitas. Juga berupaya
mendaya-gunakan berbagai potensi sumber daya ekonomi secara efektif, efisien
dan berkelanjutan demi kemakmuran rakyat-masyarakat.
Kabupaten Aceh Jaya yang
berada di wilayah pesisir barat Provinsi Aceh memiliki sumber daya ekonomi yang
cukup menggembirakan namun belum tergali secara optimal. Bila diamati dari
struktur ekonominya, sektor primer dengan lapangan usaha pertanian merupakan
andalan penggerak perekonomian dan penyedia lapangan kerja terbesar. Mengutip
data Badan Pusat Statistik (2012), kontribusi lapangan usaha tersebut mencapai
42,43 persen dari total produk domestik regional bruto (PDRB) ADHK Kabupaten
Aceh Jaya. Pada tahun 2008, kontribusi nilai tambah usaha tersebut mencapai
44,17 persen. Subsektor peternakan merupakan penghasil nilai tambah terbesar
dalam sektor primer. Sampai tahun 2012, kontribusi nilai tambah lapangan usaha
tersebut mencapai 18,44 persen dari total PDRB ADHK. Adapun subsektor
perkebunan menyumbang sebesar 8,90 persen, tanaman pangan 8,30 persen,
perikanan 3,09 persen, dan kehutanan 2,88 persen.
Selain itu, jasa-jasa
yang merupakan andalan sektor tersier termasuk lapangan usaha yang banyak
ditekuni warga masyarakat dan menyumbang nilai tambah cukup memadai dalam PDRB
Kabupaten Aceh Jaya. Lapangan usaha tersebut menyumbang nilai tambah sebesar
20,42 persen pada tahun 2012. Bahkan, aktivitas usaha jasa-jasa tersebut terus
menggeliat dalam beberapa tahun terakhir. Tahun 2008, tercatat kontribusi nilai
tambah sektor jasa-jasa sebesar 19,51 persen. Aktivitas jasa-jasa tidak dapat
dipisahkan dari perkembangan sebuah kabupaten, terutama di pusat kota. Lapangan
usaha tersebut cenderung menggeliat dan turut andil besar dalam mendorong
percepatan ekonomi daerah. Sebaliknya, industri pengolahan masih menunjukkan
kinerja yang relatif menggembirakan dalam empat tahun terakhir. Kondisi
tersebut dipengaruhi belum adanya keterkaitan yang kuat antara pembangunan
pertanian dan pengembangan industri pengolahan. Hingga akhir tahun 2012,
sumbangan nilai tambah industri pengolahan terhadap PDRB Kabupaten Aceh Jaya
tidak lebih dari 8,17 persen.
Secara sektoral, tingkat
pertumbuhan sektor-sektor ekonomi potensial di Kabupaten Aceh Jaya masih
relatif rendah. Kondisi ini telah menyebabkan melambatnya laju pertumbuhan
ekonomi daerah secara keseluruhan. Kecuali pertambangan dan penggalian tumbuh
drastis mencapai 7,74 persen, sementara pertanian hanya tumbuh 4,45 persen
(kondisi tahun 2012). Adapun sektor jasa-jasa tumbuh sebesar 6,38 persen tahun
2012. Sedangkan perdagangan, hotel dan restoran hanya tumbuh 3,03 persen tahun
2012, sedangkan tahun 2008 tumbuh hampir 8,73 persen. Secara keseluruhan, laju
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Jaya sebesar 4,11 persen tahun 2012, turun
(lebih rendah) dibanding tahun 2010 yang tumbuh mencapai 4,61 persen. Bahkan,
laju pertumbuhan tersebut cenderung lebih rendah daripada yang dicapai tahun
2008. Tercatat aktivitas ekonomi Kabupaten Aceh Jaya tumbuh sebesar 4,24 persen
tahun 2008.
Dalam struktur perwilayahan
Provinsi Aceh, Kabupaten Aceh Jaya berada pada Wilayah Pengembangan (WP) Barat
I yang meliputi Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Jaya, dan Kabupaten Nagan
Raya, dengan pusat pengembangan di Meulaboh. Kedudukan Kabupaten Aceh Jaya yang
berada pada jalur lintas pantai barat-selatan Aceh harus dimanfaatkan sebagai
peluang untuk mendorong akselerasi pembangunan serta diharapkan menjadi pusat
pertumbuhan ekonomi terkemuka di wilayah pesisir barat Aceh. Hal ini tentu juga
didukung berbagai potensi ekonomi yang dimiliki oleh Kabupaten Aceh Jaya.
Potensi sumber daya ekonomi tersebut harus didaya-gunakan secara optimal dan
berkelanjutan sehingga berimplikasi positif terhadap peningkatan kesejahteraan
masyarakat serta mendorong secara signifikan pertumbuhan ekonomi daerah.
Patut dipahami, bahwa
kabupaten yang berada di lintas pantai barat-selatan Aceh ini berupaya keras
memacu pertumbuhan ekonominya. Berbagai strategi dan langkah taktis ditempuh
guna memanfaatkan potensi dan peluang di wilayah sekitarnya (hinterland), serta mengatasi secara
serius ancaman dan hambatan. Karena itu, sepatutnya, Pemerintah Kabupaten Aceh
Jaya merespon dinamika persaingan dan isu strategis yang berkembang di wilayah
sekitarnya serta merancang strategi yang mampu menarik peluang-peluang ekonomi
untuk mendukung percepatan ekonomi Kabupaten Aceh Jaya.
Berpijak pada uraian
tersebut, sebuah konsep perencanaan yang taktis dan komprehensif guna membangun
serta mengembangkan potensi-potensi sumber daya ekonomi yang ada di Kabupaten
Aceh Jaya dinilai sangat penting. Dengan begitu, berbagai potensi ekonomi di
Aceh Jaya, terutama sektor-sektor ekonomi basis (unggulan) mampu dikembangkan. Dan
selanjutnya dapat mendorong dan mendukung pemanfaatan sumber daya ekonomi lokal
secara optimal. Selain itu diharapkan pula mampu berperan strategis memacu
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Jaya serta terwujudnya keterkaitan yang kuat
antar-sektor ataupun antar-wilayah dalam mendukung percepatan pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Aceh Jaya.
Dari perencanaan
pembangunan yang telah diretas, visi-misi yang jelas, dan strategi yang relatif
tepat, di bawah kepemimpinan Bupati Azhar Abdurrahman, Kabupaten Aceh Jaya
telah menuai sejumlah perkembangan menarik. Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya
lebih memprioritaskan pengembangan pertanian dalam arti luas, sosial
(pendidikan, kesehatan dan keamanan), Usaha Kecil dan Menengah (UKM), keuangan
dan pendapatan warga masyarakat. Mari kita lihat perkembangannya dalam beberapa
tahun terakhir.
A.
Pertanian
dalam Arti Luas
Aceh Jaya termasuk kabupaten di wilayah barat
pesisir Provinsi Aceh yang memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang cukup
menggembirakan. Di antaranya meliputi sektor pertanian (tanaman pangan,
perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan), pariwisata dan lainnya. Potensi
ini berusaha dikelola secara baik dan berkelanjutan agar berimbas pada
peningkatan penghasilan warga masyarakat berkesibambungan (income generation), penyerap lapangan kerja, dan pendorong
pertumbuhan ekonomi daerah. Berbagai potensi SDA, khususnya pertanian,
merupakan sumber bahan baku utama dalam pengembangan industri pengolahan hasil
pertanian. Dan Kabupaten Aceh Jaya dapat memanfaatkan potensi ekonomi ekonomi
berbasis sumber daya lokal secara optimal dan mengembangkannya secara
integratif dari hulu-hilir sehinga berimplikasi positif bagi kemajuan pembanngunan
daerah.
Mengutip data BPS tahun
2012, sumbangan sektor pertanian mencapai hampir 41,60 persen dalam PDRB
Kabupaten Aceh Jaya, berdasarkan harga konstan (ADHK). Secara absolut, nilai
tambahnya berjumlah Rp124.627,19 juta tahun 2012, naik rata-rata hampir 3,18
persen dibanding tahun 2009, nilai tambah yang dihasilkan sektor pertanian
berjumlah Rp113.433,97 juta. Berdasarkan harga berlaku (ADHB), nilai tambah
sektor pertanian juga meningkat signifikan selama tahun 2009-2012. Bahkan,
pertumbuhannya di atas rata-rata dari PDRB ADHK, yaitu mencapai rata-rata 9,41
persen setiap tahun. Pada tahun 2009, nilai tambah pertanian ADHB berjumlah
Rp278.132,48 juta. Angka tersebut terus meningkat secara signifikan menjadi
Rp364.285,93 juta.
Selama kurun waktu
2009-2012 terdapat kecenderungan kontribusi lapangan usaha pertanian semakin
menurun, meskipun masih mendominasi struktur ekonomi Kabupaten Aceh Jaya.
Kondisi tersebut sejalan dengan menguatnya sektor ekonomi lain yang turut
berperan positif dalam perekonomian Kabupaten Aceh Jaya. Sektor pertanian terus
didorong dikembangkan secara integratif serta memiliki keterkaitan yang kuat
dengan sektor ekonomi lain sehingga menghasilkan nilai tambah yang lebih besar
dalam struktur PDRB Kabupaten Aceh Jaya.
Berdasarkan PDRB ADHK,
pertumbuhan sektor pertanian cukup menggembirakan. Tahun 2009, tercatat
pertumbuhan sektor pertanian masih sebesar 1,42 persen. Angka pertumbuhan
tersebut naik menjadi 1,87 persen tahun 2010 dan terus meningkat menjadi 3,25
persen tahun 2011. Akhir tahun 2012, tercatat pertumbuhan sektor pertanian
mencapai 4,45 persen, jauh lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya.
(Gambar
Trend Kontribusi dan Pertumbuhan PDRB Pertanian Kabupaten Aceh Jaya, Tahun
2009-2012) àambil dari buku Laporan Akhir hal IV-3
Lapangan usaha pertanian
menjadi tumpuan hidup bagi warga masyarakat di Kabupaten Aceh Jaya. Hasil
sensus pertanian tahun 2013 (BPS), menyiratkan 14.339 rumah tangga (RT) yang
tersebar di sembilan kecamatan menekuni hidup sebagai petani. Paling banyak terdapat
di Kecamatan Jaya, termasuk juga di Kecamatan Teunom. Di Kecamatan Jaya, jumlah
RT petani mencapai 2.499 RT atau sekitar 17,43 persen dari total RT petani.
Sementara di Kecamatan Teunom, RT petani tercatat 2.398 RT (16,72 persen).
Adapun yang relatif sedikit RT petani mendiami wilayah Kecamatan Indra Jaya,
yakni 1.059 RT (7,38 persen). Karena itu, berbagai potensi sumber daya
pertanian yang dimiliki Kabupaten Aceh Jaya harus dikelola secara optimal
sehingga dapat meningkatkan penghasilan warga masyarakat.
Tabel
8.1
Jumlah
Usaha Pertanian di Kabupaten Aceh Jaya, Tahun 2013
Kecamatan
|
Rumah Tangga Pertanian
|
Perusahaan
|
Lainnya
|
Teunom
|
2.398
|
1
|
4
|
Panga
|
1.553
|
1
|
0
|
Krueng
Sabee
|
1.834
|
2
|
1
|
Setia
Bakti
|
1.248
|
1
|
4
|
Sampoinet
|
1.214
|
5
|
1
|
Jaya
|
2.449
|
0
|
1
|
Pasie
Raya
|
1.357
|
0
|
0
|
Darul
Hikmah
|
1.177
|
2
|
0
|
Indra
Jaya
|
1.059
|
2
|
1
|
Jumlah
|
14.339
|
14
|
12
|
Sumber:
BPS Kabupaten Aceh Jaya, 2013
Tanaman
Pangan. Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya berkomitmen menggalakkan sektor pertanian sebagai andalan
untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Subsektor tanaman pangan yang merupakan
penghasil kedua terbesar kontribusi nilai tambah PDRB dikembangkan secara
berkelanjutan guna mendukung program nasional swasembada berkelanjutan. Akhir
tahun 2012, subsektor tanaman pangan telah menyumbang Rp73.525,68 juta dalam
PDRB ADHB dan paling kurang Rp24.862,52 juta dalam PDRB ADHK. Nilai tambah
tersebut cenderung meningkat signifikan
dibandingkan tahun 2009. Rata-rata setiap tahunnya nilai tambah
subsektor tanaman pangan tumbuh sebesar 12,48 persen (PDRB ADHB) dan sebesar
2,22 persen (PDRB ADHK). Adapun nilai tambah suksektor pertanian tahun 2009
adalah sebesar Rp51.666,09 juta (PDRB ADHB) dan sebesar Rp23.276,56 juta (PDRB
ADHK).
Selama empat tahun
terakhir, pertumbuhan nilai tambah sukbsektor tanaman pangan cenderung
fluktuatif, meskipun meningkat drastis pada akhir tahun 2012. Pertumbuhan nilai
tambah subsektor tanaman pangan mencapai 3,57 persen pada tahun 2012, jauh
lebih tinggi dibandingkan tahun 2009 yang masih sebesar 1,33 persen. Hal
tersebut dicapai sebagai bentuk kerja keras dari Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya
dalam memanfaatkan potensi sumber daya pertanian guna meningkatkan produksi dan
produktivitas tanaman pangan.
Dari sisi kontribusi,
subsektor pertanian tanaman pangan menyumbang sebesar 8,3 persen dalam PDRB
ADHK dan sebesar 6,23 persen dalam PDRB ADHB (kondisi tahun 2012). Secara
persentase, kontribusi nilai tambah tersebut sedikit menurun dibandingkan tahun
2009. Adapun tahun 2009 tercatat kontribusi nilai tambah suksektor tanaman
pangan terhadap PDRB ADHB sebesar 6,44 persen dan PDRB ADHK sebesar 8,83
persen. Secara lebih rinci, tren kontribusi dan pertumbuhan PDRB tanaman bahan
makanan Kabupaten Aceh Jaya periode 2009-2012 dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar
Tren Kontribusi dan Pertumbuhan PDRB Tanaman Bahan Makanan Kabupaten Aceh Jaya,
2009-2012 àambil
dari buku Laporan Akhir hal.IV-6
Kabupaten Aceh Jaya memiliki potensi komoditas
tanaman pangan yang cukup menggembirakan. Kurun waktu tiga tahun terakhir
(2010-2012), perkembangan luas tanam beberapa komoditas tanaman pangan di
Kabupaten Aceh Jaya menunjukkan angka meningkat signifikan, selain juga
terlihat fluktuatif. Komoditas padi misalkan, luas lahan yang ditanami petani
cenderung meningkat, dari 6.506 hektar tahun 2010 naik drastis menjadi 12.505
hektar tahun 2012. Artinya, setiap tahun naik rata-rata hampir 38,64 persen.
Patut dipahami bahwa dari semua komoditas tanaman pangan yang dibudidayakan
petani, komoditas padi yang paling diminati petani di Kabupaten Aceh Jaya. Hal
tersebut cukup beralasan mengingat komoditas padi adalah tanaman pangan utama
bagi warga masyarakat. Selain itu, padi merupakan komoditas sangat strategis
baik secara politis maupun sosial. Jika terjadi gejolak perubahan produksi pada
komoditas tersebut, maka stabilitas sosial ataupun politik akan terusik. Sehingga,
bila gejolak produksi itu terjadi, maka implikasinya akan lebih mahal untuk
mengembalikan, bukan hanya sumber dana dan sumber daya yang dicurahkan untuk
menata produksi secara fisik semata, tapi juga diperlukan dana untuk
mengamankan gejolak sosial yang terlanjur terjadi. Sebaliknya, bila antisipasi
terhadap pengamanan dan penataan jumlah produksi padi lebih baik, maka sumber
daya yang dialokasikan lebih efektif dan memiliki multi-efek yang percepatan
dampaknya terhadap sektor lain lebih meningkat.
Lebih lanjut, komoditi
pangan (terutama padi) memiliki peran yang sangat penting --baik untuk
penciptaan lapangan kerja maupun sebagai sumber pendapatan. Menurunnya produksi
komoditas pangan dapat mengganggu pendapatan warga masyarakat dan pendapatan
daerah. Jika saja tidak segera ditata kembali, maka warga masyarakat akan
kehilangan alokasi pendapatannya untuk membeli produk pangan yang didatangkan
dari luar daerah yang tentu harganya akan lebih mahal dibandingkan produksi
daerah sendiri.
Luas tanam komoditas
pangan lainnya di Kabupaten aceh Jaya cenderung fluktuatif, khususnya tiga
tahun terakhir, seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, kedelai, dan kacang tanah.
Areal tanam jagung seluas 95 hektar tahun 2010. Luas tanam komoditas tersebut
naik menjadi 214 hektar tahun 2011 dan selanjutnya menurun jadi 126 hektar
tahun 2012. Untuk komoditas kacang tanah, lahan yang ditanami petani seluas 126
hektar tahun 2012. Juga menurun dibanding tahun 2011 yang mencapai 143 hektar.
Adapun luas tanam kacang tanah pada tahun 2010 masih seluas 87 hektar.
Kecuali padi, komoditas
pangan lainnya juga didorong dikembangkan secara terpadu dan berkelanjutan di
Kabupaten Aceh Jaya. Diversifikasi pangan sangat diperlukan dalam upaya
mengantisipasi terjadinya kerawanan pangan, selain juga mendorong dan mendukung
kebijakan nasional pencapaian swasembada pangan (non-beras).
Gambar
tren luas tanam komoditas Tanaman Pangan Kabupaten Aceh Jaya, 2010-2012 –>ambil
dari buku Laporan Akhir hal. IV-8
Selain padi dan kacang
tanah, luas panen komoditas pangan lainnya cenderung menurun dan fluktuatif.
Luas panen padi meningkat, dari 6.671 hektar tahun 2010 naik menjadi 8.489
hektar tahun 2011, dan terus meningkat hingga 10.288 hektar tahun 2012. Untuk
kacang tanah, luas panen mencapai 149 hektar tahun 2012, dari sebelumnya hanya
seluas 113 hektar (tahun 2011) dan seluas 85 hektar (tahun 2010). Luas panen
yang terus menurun terjadi pada komoditas ubi kayu dan ubi jalar. Sedangkan
luas panen cenderung fluktuatif terjadi pada komoditas jagung dan kedelai,
sebagaimana terlihat pada gambar berikut:
Gambar
Tren Luas Panen Komoditas Tanaman Pangan Kabupaten Aceh Jaya, 2010-2012 àambil dari buku Laporan Akhir hal. IV-9
Selama lima tahun
terakhir, produksi komoditas pangan di Kabupaten Aceh Jaya terlihat fluktuatif.
Hal tersebut tentu terkait dengan luas tanam dan luas panen dari komoditas
pangan yang dibudi-dayakan petani. Secara rata-rata, pertumbuhan produksi padi
di Kabupaten Aceh Jaya cukup menggembirakan, yaitu naik hampir 43,22
persen/tahun periode 2008-2012. Pertumbuhan produksi rata-rata komoditas jagung
juga cukup memadai, yakni sebesar 27,3 persen/tahun. Sedangkan pertumbuhan
produksi rata-rata komoditas ubi jalar dan ubi kayu justru menurun selama tahun
2008-2012. Produksi ubi jalar turun rata-rata -5,74 persen/tahun dan ubi kayu
turun sebesar -9,14 persen/tahun.
Gambar
Tren Jumlah Produksi Komoditas Tanaman Pangan Kabupaten Aceh Jaya, 2008-2012 –ambil
di buku Laporan Akhir hal. IV-10
Kecamatan penghasil padi
yang sangat dominan di Kabupaten Aceh Jaya adalah Kecamatan Jaya, selain juga
Kecamatan Indra Jaya. Sekitar 46,77 persen atau sebanyak 25.005 ton padi dari
total produksi padi di Kabupaten Aceh Jaya dihasilkan petani di Kecamatan Jaya
(kondisi tahun 2012). Sementara produksi padi di Kecamatan Indra Jaya tercatat
sebanyak 7.224 ton (13,51 persen). Kecamatan Panga, Pasie Raya dan Setia Bakti
pun termasuk penghasil padi yang cukup memadai. Ketiga kecamatan ini
menghasilkan produksi hampir mencapai 24,13 persen dari total produksi padi di
Kabupaten Aceh Jaya.
Dari sisi produktivitas
lahan, rata-rata produksi padi yang dihasilkan petani di Kabupaten Aceh Jaya
cukup menggembirakan, kendati masih adanya variasi di tingkat kecamatan. Tahun
2012, untuk setiap hektarnya telah dicapai produksi rata-rata 4,6 ton,
sementara produktivitas padi Aceh sebesar 4,65 ton per hektar. Produktivitas
tertinggi dicapai Kecamatan Jaya dan Kecamatan Indra Jaya, yakni masing-masing
6,3 ton/hektar dan 6,0 ton/hektar, jauh lebih tinggi daripada Aceh yang hanya
4,65 ton/hektar. Adapun tingkat produktivitas padi yang relatif rendah terdapat
di Kecamatan Krueng Sabee, yaitu 3,4 ton/hektar. Peningkatan produksi dan
produktivitas padi di Kabupaten Aceh Jaya terus didorong dan diupayakan terus
berlanjut sehingga mampu menjadi penyedia bahan pangan bagi warga masyarakat
serta memenuhi kebutuhan pangan Aceh. Nilai tambah dari komoditas padi juga
ditingkatkan yang diarahkan melalui perbaikan dari hulu-hilir yang melibatkan peran
serta petani dan dunia usaha, penguatan kelembagaan, dan dukungan fasilitasi
pemerintah dalam bentuk regulasi.
Tabel
8.2
Luas
Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Komoditas Padi di Kabupaten Aceh
Jaya, Tahun 2012
Kecamatan
|
Luas Tanam
|
Luas Panen
|
Jumlah Produksi
|
Produktivitas
|
Teunom
|
1.536
|
747
|
2.839
|
3,8
|
Panga
|
1.345
|
875
|
4.725
|
5,4
|
Krueng
Sabee
|
611
|
285
|
998
|
3,4
|
Setia
Bakti
|
775
|
1.000
|
4.000
|
4
|
Sampoiniet
|
521
|
290
|
1.305
|
4,5
|
Jaya
|
4.351
|
3.969
|
25.005
|
6,3
|
Pasie
Raya
|
1.285
|
1.193
|
4.176
|
3,5
|
Darul
Hikmah
|
890
|
725
|
3.190
|
4,4
|
Indra
Jaya
|
1.281
|
1.204
|
7.224
|
6
|
Jumlah
|
12.505
|
10.288
|
53.460
|
4,6
|
Sumber:
BPS Kabupaten Aceh Jaya, 2013
Catatan:
satuan luas dalam hektar
Secara nasional,
komoditas padi termasuk komoditas pangan yang dikembangkan selama periode
2009-2014 guna meningkatkan swasembada berkelanjutan. Hal ini pula yang menjadi
momentum dan kebijakan strategis bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya guna
membudi-dayakan padi secara berkelanjutan sebagai upaya mendorong ketahanan pangan
daerah. Untuk itu, pengembangan tanaman padi menjadi prioritas dan terus
dikembangkan secara berkelanjutan untuk meningkatkan swasembada beras di Aceh
Jaya pada masa mendatang. Langkah yang ditempuh mencakup perluasan areal tanam,
peningkatan produktivitas, pemberian bantuan sarana produksi, peningkatan SDM
petani dan penguatan kelembagaan, serta peningkatan sarana dan prasarana,
termasuk irigasi.
Irigasi berperan pentng
mensuplai kebutuhan air lahan sawah. Ketersediaan irigasi di Kabupaten Aceh
Jaya masih terbatas. Total lahan sawah yang dialiri irigasi teknis hanya 415
hektar yang terdapat di Kecamatan Panga. Lahan yang dialiri irigasi sederhana
seluas 1.930 hektar. Sedangkan lahan sawah lainnya, petani masih mengandalkan
tadah hujan, yang mencapai 10.621 hektar atau sekitar 80,0 persen dari total
luas baku sawah di Kabupaten Aceh Jaya.
Usaha tani jagung terus
diupayakan berkembang di Kabupaten Aceh Jaya. Saat ini semua kecamatan sudah
mengembangkan jagung, kendati belum optimal. Sentra produksi jagung ada di Kecamatan
Teunom, Darul Hikmah dan Pasie Raya. Total produksi jagung di tiga kecamatan
tersebut mencapai 228 ton, atau setara 59,07 persen dari total produksi jagung
di Kabupaten Aceh Jaya. Luas tanaman jagung di tiga kecamatan tersebut juga
cukup memadai. Tahun 2012 tercatat luas tanam di Kecamatan Teunom seluas 28
hektar, Kecamatan Darul Hikmah seluas 19 hektar, dan Kecamatan Pasie Raya
seluas 22 hektar.
Untuk meningkatkan
produksi jagung, upaya intensifikasi dan ekstensifikasi lahan terus
ditingkatkan, termasuk pada lahan-lahan produktif yang selama ini masih
dimanfaatkan. Dukungan kebijakan lain juga sangat diharapkan, berupa bantuan
permodalan, benih berkualitas dan sarana produksi lainnya, penguatan
kelembagaan petani, peningkatan akses pemasaran, peningkatan adopsi teknologi
pertanian siap diterapkan di lapangan, serta pengembangan irigasi dan jalan
usaha tani.
Kemudian lahan yang
ditanami kedelai di Kabupaten Aceh Jaya sebanyak 98 hektar (kondisi tahun
2012). Di antaranya 30,61 persen ditanam petani di Kecamatan Setia Bakti,
sekitar 22,44 persen di Kecamatan Indra Jaya, dan sekitar 20,40 persen di
Kecamatan Darul Hikmah. Dari total luas tanam kedelai tersebut, dicapai
produksi kedelai sebanyak 14,6 ton dan tingkat produktivitas rata-rata 1,1 ton
per hektar.
Tanaman lain yang
diusahakan petani di Kabupaten Aceh Jaya adalah kacang tanah. Produksi kacang
tanah yang cukup menonjol dihasilkan di Kecamatan Teunom (64,5 ton), selain di
Kecamatan Panga (37,7 ton), Kecamatan Pasie Raya (32,5 ton) dan Kecamatan Darul
Hikmah (31,2 ton). Secara keseluruhan, luas tanam kacang tanah di Kabupaten
Aceh Jaya mencapai 126 hektar dan produksi mencapai 197,4 ton. Produktivitas
rata-rata per hektar masih kurang menggembirakan, hanya 1,3 ton per hektar
(keadaan tahun 2012).
Perkebunan.
Kabupaten Aceh Jaya memiliki potensi perkebunan yang dapat dikelola secara
berkelanjutan buat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Potensi tersebut
belum terkelola secara optimal akibat keterbatasan investasi dunia usaha/swasta
yang bergerak di sektor perkebunan. Secara statistik, peran subsektor
perkebunan masih relatif stabil dalam mendorong kinerja ekonomi daerah
Kabupaten Aceh Jaya. Subsektor ini hanya memberikan kontribusi nilai tambah
rata-rata 8 persen dari keseluruhan PDRB ADHK Kabupaten Aceh Jaya (periode
2009-2012). Untuk total nilai tambah PDRB ADHB, kontribusi subsektor perkebunan
rata-rata 8,11 persen.
Dari sisi pertumbuhan,
perkembangan selama empat tahun terakhir cenderung fluktuatif. Tahun 2009,
tercatat pertumbuhan nilai tambah subsektor perkebunan sebesar 4,28 persen.
Angka pertumbuhan tersebut menurun drastis menjadi 2,75 persen tahun 2010.
Akhir tahun 2012, pertumbuhan nilai tambah subsektor perkebunan mencapai 6,25
persen, jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan
pertumbuhan nilai tambah suksektor perkebunan pada tahun 2012 menjadi momentum
pada tahun selanjutnya untuk terus meningkatkan kapasitas produksi komoditas
perkebunan. Karena itu, upaya dan langkah konkrit, termasuk political will dan political action dari Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya sangat
diperlukan guna mengembangkan perkebunan secara terpadu sehingga diharapkan
menyerap tenaga kerja yang lebih besar dan meningkatkan kapasitas ekonomi daerah.
Gambar
Tren Kontribusi dan Pertumbuhan PDRB Tanaman Perkebunan Kabupaten Aceh Jaya
2009-2012 –ambil dari buku Laporan Akhir hal IV-16
Sesuai publikasi BPS,
nilai tambah yang dihasilkan subsektor perkebunan mencapai Rp92.568,36 juta
(ADHB) dan Rp26.652,26 juta (ADHK) pada tahun 2012. Nilai tambah ini meningkat
drastis dibandingkan dengan yang dicapai beberapa tahun sebelumnya. Tahun 2009,
misalkan, tercatat nilai tambah masih sebesar Rp69.937,26 juta (ADHB) dan
Rp23.599,74 juta (ADHK). Dengan demikian, kenaikan pertumbuhannya rerata
mencapai 9,80 persen per tahun (ADHB) dan rata-rata 4,13 persen per tahun
(ADHK).
Keberadaan subsektor
perkebunan diharapkan tetap menjadi tumpuan dalam mendorong peningkatan
kesejahteraan petani dan akselerasi ekonomi Kabupaten Aceh Jaya. Hal ini sangat
beralasan mengingat subsektor perkebunan memiliki keunggulan spesifik yang
dicirikan, ditinjau dari cakupan komoditasnya, terdapat paling kurang 145 jenis
tanaman, baik tanaman tahunan maupun tanaman semusim, sehingga pengembangannya
mampu menjangkau berbagai sumber daya. Ditinjau dari hasil produksi, merupakan
sumber bahan baku industri atau ekspor, sehingga memiliki keterkaitan yang kuat
dengan kegiatan usaha berbagai sektor dan subsektor lainnya. Dari sisi
pengusahaannya, sekitar 85 persen merupakan usaha perkebunan rakyat yang
tersebar di berbagai daerah.
Jenis komoditas
perkebunan yang selama ini dibudi-dayakan petani di Kabupaten Aceh Jaya,
meliputi kelapa, kelapa sawit, cengkeh, pinang, kakao, kopi, karet, pala, sagu,
aren dan nilam. Kendati potensi sumber daya lahan cukup memadai, namun
pengelolaan tanaman perkebunan ini oleh petani dinilai masih kurang menggembirakan.
Hasil pengamatan di beberapa lokasi tersirat bahwa banyak tanaman perkebunan
yang rusak akibat kurangnya perawatan dan perhatian serius dari petani, selain
kondisi tanaman yang sudah tua. Data 2012 mengungkapkan 23,54 persen (8.520
hektar) lahan tanaman perkebunan rusak. Paling luas tanaman rusak terjadi pada
komoditas kelapa, karet dan kelapa sawit. Tanaman rusak tiga komoditas tersebut
mencapai 6.655 hektar atau paling kurang 78,11 persen dari total 8.520 hektar
tanaman rusak. Sebab itu, upaya penanganan tanaman rusak didorong ditingkatkan
serta dilakukan secara intensif dan berkelanjutan.
Secara keseluruhan, tahun
2012 tercatat luas tanam komoditas perkebunan di Kabupaten Aceh Jaya mencapai
36.199 hektar, meliputi tanaman belum menghasilkan (TBM) seluas 11.885 hektar,
tanaman menghasilkan (TM) seluas 16.102 hektar dan tanaman rusak (TR) seluas
8.520 hektar.
Akhir tahun 2012,
tercatat petani yang menggeluti hidup di sektor perkebunan mencapai 27.650
orang. Di antara komoditas perkebunan, usaha perkebunan karet yang paling
banyak diminati petani. Jumlah petani komoditas karet mencapai 10.962 orang
(38,64 persen). Usaha perkebunan kelapa dan kelapa sawit juga cukup memadai
menampung tenaga kerja. Terdapat 9.486 petani (34,30 persen) mengelola perkebunan
kelapa dan kelapa sawit.
Dari sisi produksi,
tertinggi dicapai oleh komoditas kelapa sawit. Total produksi kelapa sawit
mencapai 23.688 ton dengan tingkat produktivitas 43.200 kilogram/hektar.
Disusul komoditas karet dengan produksi 15.360 ton dan produktivitas 2.700
kilogram/hektar. Sementara produksi kelapa berkisar 1.643 ton dan tingkat
produktivitas 786 kilogram/hektar.
Usaha perkebunan rakyat
komoditas karet sudah dikembangkan di semua kecamatan di Kabupaten Aceh Jaya.
Keadaan ini menandakan para petani semakin melirik komoditas karet sebagai
sumber penghasilan. Sentra utama perkebunan karet terdapat di Kecamatan Krueng
Sabee dan Kecamatan Setia Bakti. Kedua kecamatan ini memiliki luas tanam karet
5.214 hektar atau setara 40,90 persen dari total luas tanam karet di Aceh Jaya.
Dari luas tanam tersebut, dicapai produksi karet sebanyak 6.625 ton, meliputi
Kecamatan Setia Bakti sebanyak 3.345 ton dan Kecamatan Krueng Sabee sebanyak
3.280 ton. Sedangkan yang relatif sedikit produksi karet terdapat di Kecamatan
Indra Jaya, sebanyak 240 ton dari luas tanam 611 hektar.
Potensi peluang
pengembangan komoditas karet di Kabupaten Aceh Jaya masih terbuka lebar.
Terdapat sekitar 9.255 hektar lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan
perkebunan karet. Paling luas terdapat di Kecamatan Setia Bakti, seluas 2.276
hektar (24,59 persen). Disusul Kecamatan Panga seluas 2.003 hektar (21,64 persen),
Kecamatan Sampoiniet seluas 1.295 hektar (13,99 persen) dan Kecamatan Pasie
Raya seluas 1.220 hektar (13,18 persen).
Selanjutnya perkebunan
kelapa sangat menonjol dikembangkan di Kecamatan Krueng Sabee, Setia Bakti,
Panga, Teunom dan Jaya. Dari total 6.333 hektar luas tanam kelapa di Aceh Jaya,
65,23 persen (4.131,5 hektar) luas tanam terdapat di lima kecamatan tersebut. Akibat
masih banyaknya tanaman kelapa rusak (37,29 persen), terutama di Kecamatan
Jaya, Indra Jaya, Krueng Sabee dan Setia Bakti, selain juga tanaman berusia
muda atau belum menghasilkan (29,68 persen), terutama di Kecamatan Panga,
Teunom dan Jaya, berdampak terhadap kapasitas produksi yang dihasilkan. Untuk
setiap hektarnya, rerata produksi kelapa masih 1.643 kilogram/hektar. Angka produktivitas
ini tergolong rendah karena masih di bawah standar nasional (2 ton/hektar).
Saat ini potensi lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan kelapa di
Kabupaten Aceh Jaya mencapai 1.950 hektar.
Mencermati kondisi
beberapa komoditas perkebunan yang kurang berperan dalam menyerap tenaga kerja,
selain melihat peluang dan prospek pengembangan komoditas di masa mendatang, Kabupaten
Aceh Jaya telah mengembangkan kelapa sawit sebagai komoditas andalan. Luas
lahan yang telah ditanami kelapa sawit sekitar 11.893 hektar, paling luas di
Kecamatan Panga seluas 2.458 hektar dan di Kecamatan Teunom seluas 2.274
hektar.
Sejalan dengan program
revitalisasi pertanian, khususnya perkebunan, pemerintah pusat telah memilih
tiga komoditas andalan yang dikembangkan dalam lima tahun ke depan. Salah
satunya adalah kelapa sawit. Dalam mendukung program tersebut, peluang
pengembangan sawit di Kabupaten Aceh Jaya masih terbuka. Data yang ada (Dinas
Perkebunan), masih terdapat 20.829 hektar areal cadangan yang dapat
didaya-gunakan untuk pengembangan sawit. Areal cadangan ini hampir merata
ditemui di setiap kecamatan. Di Teunom, areal yang belum dimanfaatkan seluas
4.790 hektar, Pasie Raya 2.712 hektar, dan Darul Hikmah 2.499 hektar.
Berikutnya usaha
perkebunan kopi tersebar relatif merata di setiap kecamatan. Tahun 2012,
tercatat areal paling luas buat pengembangan komoditas kopi terdapat di
Kecamatan Jaya, 575 hektar dengan total produksi 85 ton. Kedua terluas adalah
Kecamatan Indra Jaya. Luas areal kebun kopi di kecamatan ini 247 hektar dan jumlah
produksi sebanyak 45 ton. Sedangkan yang relatif sedikit terdapat di Kecamatan
Teunom dengan jumlah produksi 4 ton (luas areal 36,5 hektar).
Secara keseluruhan,
jumlah produksi kopi di Kabupaten Aceh Jaya mencapai 1.714 ton, dari luas areal
1.355 hektar. Dibanding luas areal, tingkat produktivitas yang dicapai masih
belum menggembirakan. Setiap hektarnya hanya dicapai produksi rerata sebesar
418,9 kilogram. Ke depan, pengembangan komoditas kopi diarahkan ke Kecamatan
Setia Bakti, Darul Hikmah, Pasie Raya dan beberapa kecamatan lainnya, dengan
total potensi lahan seluas 1.714 hektar.
Berikutnya kakao
merupakan komoditas andalan ekspor, namun masih relatif belum berkembang di
Aceh Jaya. Luas areal yang ditanami petani pada tahun 2012 mencapai 1.272
hektar, meliputi tanaman belum menghasilkan (TBM) 508 hektar, tanaman
menghasilkan (TM) 275 hektar, dan tanaman rusak (TR) 489 hektar. Luas areal
yang ditanami kakao relatif merata di setiap kecamatan. Yang paling menonjol di
Kecamatan Krueng Sabee dan Kecamatan Panga. Dan, relatif sedikit luas tanam
kakao terdapat di Kecamatan Pasie Raya. Dibanding luas areal, produktivitas
yang dicapai masih relatif rendah, rerata 672,2 kilogram/hektar.
Komoditas andalan ekspor
lainnya adalah pinang. Total luas tanam pinang di Kabupaten Aceh Jaya mencapai
820 hektar. Di antaranya tanaman menghasilkan seluas 447 hektar, tanaman belum
menghasilkan seluas 226 hektar, dan tanaman rusak seluas 147 hektar. Sentra
utama perkebunan pinang terdapat di Kecamatan Krueng Sabee, Setia Bakti dan
Panga, dengan total luas lahan 395 hektar atau 48,17 persen dari total luas lahan
pinang di Kabupaten Aceh Jaya.
Sampai akhir 2012,
produksi pinang tercatat 341,7 ton. Produksi pinang tertinggi dicapai Kecamatan
Setia Bakti, Panga dan Kueng Sabee. Dibandingkan luas areal, produktivitas yang
dicapai masih relatif rendah, rata-rata 766 kilogram/hektar. Sebab itu,
produksi pinang terus ditingkatkan melalui pemeliharaan secara intensif tanaman
berusia muda atau tanaman belum menghasilkan (seluas 226 hektar) dan rehabilitasi tanaman rusak
(seluas 147 hektar), selain juga perluasan areal yang masih ada sekitar 1.096
hektar. Upaya ini diharapkan mampu menambah penghasilan petani perkebunan yang
tersebar di sembilan kecamatan.
Lalu, komoditas cengkeh
belum begitu berkembang, kendati telah dibudi-dayakan relatif merata di semua
kecamatan. Total lahan perkebunan cengkeh seluas 421 hektar, dengan produksi
sebanyak 14,7 ton dan produktivitas 386,7 kilogram/hektar. Kecamatan Sampoiniet
dan Setia Bakti memiliki luas tanam paling luas, masing-masing 68 hektar dan 64
hektar.
Sebagaimana halnya
komoditas cengkeh, usaha perkebunan sagu juga terlihat masih kurang berkembang.
Pengelolaan sagu dilakukan secara tradisional dan belum sepenuhnya mengarah
komersialisasi. Tahun 2012, tercatat luas tanam sagu 386 hektar. Dari luas
tanam tersebut, dicapai produksi 70 ton dan produktivitas rata-rata 763,9
kilogram/hektar. Produksi sagu tertinggi dicapai Kecamatan Teunom, 32 ton atau
sekitar 45,72 persen dari total produksi sagu Kabupaten Aceh Jaya. Kecamatan
Teunom juga terlihat paling luas areal tanaman sagu. Dari total 386 hektar, sekitar
30,05 persen (seluas 116 hektar) lahan sagu terdapat di Kecamatan Teunom. Data
2012 menyiratkan pula Kecamatan Teunom berpeluang untuk pengembangan sagu
dengan luas lahan 150 hektar, dari potensi lahan 1.533 hektar.
Kabupaten Aceh Jaya pun
mengembangkan nilam yang merupakan salah satu jenis tanaman atsiri penghasil
devisa. Hampir 90 persen minyak nilam dunia dipasok dari Indonesia. Aceh
termasuk penghasil nilam yang utama. Pada tahun 1970-an, kontribusi nilam Aceh
mencapai 70 persen dari total produksi nilam Indonesia. Namun, produksi
tersebut terus menurun akibat perdagangan yang kurang sehat dan mutu minyak
yang kurang baik.
Aceh Jaya termasuk
penghasil nilam di Provinsi Aceh. Total lahan yang ditanami nilam seluas 948
hektar. Sampai tahun 2012 tercatat produksi nilam masih sekitar 11 ton.
Rendahnya produksi ini terkait dengan belum memasukinya masa panen tanaman nilam.
Tercatat luas tanaman nilam yang belum menghasilkan mencapai 638 hektar.
Sedangkan tanaman yang menghasilkan baru 308 hektar. Beberapa kecamatan yang
menonjol budidaya nilam adalah Panga, Pasie Raya dan Krueng Sabee.
Peternakan.
Subsektor peternakan merupakan penyumbang terbesar dalam mendorong kinerja dan
penguatan perekonomian Kabupaten Aceh Jaya. Kontribusi subsektor ini dalam PDRB
ADHB Kabupaten Aceh Jaya cukup dominan, berkisar 10,06 persen per tahun. Sedangkan
untuk PDRB ADHK, subsektor peternakan menghasilkan nilai tambah berkisar 18,38
persen tiap tahun. Dalam kaitan itu, subsektor peternakan diprioritaskan
dikembangkan dan menjadi andalan daerah di masa mendatang. Hal ini sangat
beralasan, mengingat aktivitas usaha ini lebih banyak ditekuni oleh warga
masyarakat yang mendiami kawasan pedesaan yang pada akhirnya diharapkan pula
berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sekaligus percepatan
perekonomian di kawasan tersebut.
Pertumbuhan rerata nilai
tambah subsektor peternakan sangat tinggi, sekitar 8,32 persen setiap tahun. Tercatat
nilai tambahnya tidak kurang dari Rp112.325,24 juta tahun 2012, lebih tinggi
dibandingkan capaian tahun 2009 yang masih sebesar Rp88.370,68 juta.
Dengan mengeliminasi
inflasi atau berdasarkan harga konstan, nilai tambah yang dihasilkan subsektor
peternakan cenderung naik selama empat tahun terakhir. Rata-rata kenaikannya
sebesar 4,10 persen tiap tahun. Dibandingkan tahun 2009 yang masih sebesar
Rp48.970,42 juta, nilai tambah yang dicapai pada akhir tahun 2012 sekitar
Rp55.252,21 juta. Subsektor peternakan merupakan penyumbang nilai tambah
terbesar dalam PDRB pertanian. Untuk itu, pengembangan peternakan secara
terpadu dengan prioritas jenis ternak unggulan sesuai karakteristik dan potensi
wilayah patut dikedepankan. Langkah ini diawali pula dengan peningkatan
kualitas SDM peternak, pemberian sarana produksi dan modal, penguatan
kelembagaan, dan perluasan jaringan pemasaran.
Sebagai penyumbang nilai
tambah yang sangat dominan dalam PDRB Kabupaten Aceh Jaya, subsektor peternakan
diupayakan secara berkesinambungan menjadi andalan di masa mendatang. Upaya ini
ditempuh dengan tujuan agar subsektor peternakan dapat berperan sebagai
penyedia lapangan kerja, sekaligus mampu memenuhi tuntutan kecukupan
(swasembada) daging serta berperan signifikan dalam meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan peternak. Beragam jenis ternak yang selama ini dipelihara oleh
warga masyarakat dikelola melalui pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang
terpadu sehingga memberikan manfaat dan menghasilkan produk yang berdaya saing
tinggi.
Secara umum jenis ternak
yang dipelihara warga masyarakat Aceh Jaya adalah kerbau, sapi, kambing, ayam
buras dan itik. Tahun 2012, tercatat populasi sapi sebanyak 17.355 ekor. Angka
populasi tersebut naik drastis dibandingkan tahun 2011 yang sebanyak 14.714
ekor. Demikian pula dengan ternak kerbau, meningkat menjadi 3.226 ekor tahun
2012 dari 2.589 ekor di tahun 2011. Jenis ternak lainnya seperti kambing, itik
dan ayam buras pun terlihat melonjak populasinya. Ternak kambing yang
dipelihara oleh warga masyarakat sebanyak 30.475 ekor tahun 2011 dan meningkat
menjadi 33.129 ekor di tahun 2012. Ternak itik dan ayam buras masing-masing
sebanyak 110.608 ekor dan 153.712 ekor tahun 2012. Tahun 2011, ternak itik
sebanyak 82.780 ekor dan ayam buras 99.369 ekor.
Hingga akhir 2012, jumlah
ternak yang dipotong untuk memenuhi konsumsi daging warga masyarakat Kabupaten
Aceh Jaya terdiri dari 176 ekor kerbau, 579 ekor sapi, 290 ekor kambing, 3.433
ekor itik dan 32.329 ekor ayam buras.
Perikanan.
Sebagai daerah yang dikelilingi oleh laut aktivitas ekonomi masyarakat pun lebih
didominasi sektor perikanan dan kelautan. Sayangnya, pemanfaatan potensi sumber
daya ini cenderung berjalan lamban dan belum sepenuhnya optimal. Fakta ini
tercermin dari masih minimnya kontribusi subsektor perikanan terhadap
perekonomian daerah. Sepanjang tahun 2009-2012, kontribusi yang dihasilkan
subsektor perikanan rata-rata 3,56 persen terhadap PDRB ADHB dan rata-rata 3,11
persen terhadap PDRB ADHK, kendati dari sisi nilai tambahnya terus meningkat.
Dalam periode tersebut,
kenaikan nilai tambah rata-rata 9,72 persen tiap tahun (ADHB), dari sebesar
Rp30.764,46 juta (tahun 2009) meningkat menjadi Rp40.525,65 juta (tahun 2012).
Sedangkan berdasar harga konstan, setiap tahun meningkat rata-rata 3,74 persen,
dengan capaian nilai tambah sebesar Rp9.245,65 juta (tahun 2012), sebelumnya
(tahun 2009) tercatat masih sebesar Rp8.279,26 juta.
Pemanfaatan potensi
sektor kelautan dan perikanan di Kabupaten Aceh Jaya harus didukung dengan
fasilitas tempat pendaratan ikan (TPI) dan pelabuhan pendaratan ikan (PPI) yang
memadai. Upaya tersebut untuk mendorong peningkatan aktivitas ekonomi di sektor
perikanan yang optimal dan berkelanjutan dengan tetap memperhatikan
prinsip-prinsip dan nilai kearifan lokal (local
wisdom), terutama menyangkut konsep pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
alam secara berkelanjutan (sustainable
development).
Selain itu, adanya
kesadaran masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan untuk tidak melakukan
metode ataupun teknik penangkapan ikan yang dapat merusak ekosistem laut juga
sangat diperlukan, terutama terkait dengan penggunaan bom, pukat harimau, dan
jenis alat tangkap lain yang bisa mengancam kelestarian ekosistem laut. Dalam
kaitan itu, masyarakat harus pula dapat bekerja sama dengan pemerintah untuk
menjaga dan mengawal wilayah laut dan perairan Kabupaten Aceh Jaya dari ancaman
penjarahan dan perusakan oleh nelayan asing. Umumnya nelayan asing menggunakan
teknologi peralatan tangkap yang dapat mengancam dan menyebabkan kerusakan
ekosistem laut secara massif. Sebab itu, peran dan dukungan dari semua pihak
sangat diperlukan sehingga berbagai potensi kekayaan alam hasil laut dapat
dirasakan manfaatnya, tidak hanya generasi sekarang namun juga generasi mendatang.
Pertumbuhan nilai tambah
subsektor perikanan dalam PDRB Kabupaten Aceh Jaya menunjukkan peningkatan pada
tahun 2012. Tercatat pertumbuhan nilai tambah sektor ini mencapai 4,42 persen,
dari tahun 2011 yang sebesar 4,31 persen. Bahkan, tahun 2012 pertumbuhan nilai
tambah subsektor perikanan masih sebesar 2,53 persen. Diharapkan ke depan
pertumbuhan nilai tambah suksektor perikanan terus meningkat signifikan melalui
upaya pengelolaan perikanan dan kelautan yang optimal.
Potensi sumber daya
perikanan dan kelautan yang ada sangat beragam dan bernilai ekonomi tinggi.
Jenis ikan, misalkan, potensi yang dimiliki berupa pelagis besar dan kecil
(tuna, cakalang, dan gembung), ikan demersal (kerapu, kakap dan cucut), ikan
karang dan udang (windu, kelong, dan lobster). Di perairan laut, umumnya jenis
ikan yang ditangkap nelayan, seperti pelagis mencapai produksi 2.420,70 ton
(kondisi tahun 2012). Ikan ini banyak ditangkap nelayan Kecamatan Setia Bakti,
Indra Jaya dan Jaya. Jenis ikan demersal juga memadai ditangkap nelayan.
Produksi ikan ini tercatat 980,8 ton tahun 2012, dengan jumlah produksi
terbanyak dihasilkan nelayan di Kecamatan Setia Bakti dan Krueng Sabee. Sementara
itu jenis udang-udangan lebih potensial ditangkap nelayan di Kecamatan Setia
Bakti, Jaya, Teunom, Indra Jaya dan Krueng Sabee. Jumlah produksi ikan ini
mencapai 1.707,8 ton. Secara keseluruhan, jumlah produksi ikan penangkapan di
laut Kabupaten Aceh Jaya mencapai 3.401,50 ton tahun 2012.
Dalam dua tahun terakhir,
perkembangan jumlah nelayan dan petani ikan yang bergerak pada usaha perikanan
cenderung menurun. Pada tahun 2011, misalkan, tercatat jumlah nelayan 2.663
orang dan petani ikan sebanyak 1.562 orang. Angka ini menurun pada tahun 2012
yang tercatat nelayan sebanyak 2.923 orang. Di antaranya 87,17 persen atau
berjumlah 2.548 orang merupakan nelayan yang bergerak di perairan laut. Dan sisanya
12,83 persen (375 orang) adalah nelayan yang bergerak di perairan darat.
Penurunan jumlah nelayan
yang bergerak di perairan laut dan perairan darat disikapi secara serius oleh
Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya. Minat dan kesadaran nelayan untuk mengembangkan
usaha perikanan harus ditingkatkan dan didorong melalui upaya dukungan
pemerintah dalam bentuk bantuan peralatan dan pelatihan. Selain itu, dukungan
para donatur/NGO asing yang peduli pada nelayan juga sangat dibutuhkan sehingga
menjadi motivasi bagi nelayan guna mengembangkan usahanya.
Armada kapal yang
digunakan nelayan buat menangkap ikan mencapai 569 unit, terdiri dari kapal
motor sebanyak 89 unit dan perahu tanpa motor 480 unit. Namun, kondisi kapal
motor yang dimiliki nelayan lebih dominan berukuran di bawah 4 GT, sebanyak 65
unit. Selanjutnya, kapal motor berukuran 5-10 GT sebanyak 14 unit dan berukuran
20-30 GT sebanyak satu unit. Sedangkan kapal berukuran lebih dari 30 GT sangat terbatas
(4 unit). Dengan armada kapal yang dimiliki nelayan saat ini dapat dipastikan
aktivitas melaut masih kurang optimal lantaran jangkauannya terbatas, selain
hasil yang diperoleh masih relatif sedikit.
Produksi perikanan yang
dihasilkan terlihat masih rendah dibandingkan daerah pesisir lain di Provinsi
Aceh. Kabupaten Simeulue, misalkan, produksi perikanan laut mencapai 5.496,3
ton. Sementara itu Kabupaten Aceh Selatan 12.126,6 ton, Aceh Singkil 5.288,2
ton, Aceh Barat Daya 11,698,9 ton, dan Aceh Barat 10.715,6 ton. Keterbatasan
produksi perikanan laut Aceh Jaya diakui tidak terlepas dari armada dan
peralatan yang digunakan nelayan masih sederhana sehingga mempengaruhi
aktivitas melaut. Ke depan, upaya strategis yang ditempuh sebagai upaya
optimalisasi potensi sumber daya perikanan di Aceh Jaya, antara lain
meningkatkan kemampuan SDM nelayan, pemberian modal usaha bagi nelayan dan
penyediaan akses yang lebih luas terhadap sumber-sumber permodalan, penguatan
kelembagaan nelayan, penyediaan sarana, serta pengembangan prasarana produksi.
Alat penangkapan ikan
yang digunakan nelayan meliputi pukat cincin, pukat pantai, jaring ikan, jaring
udang, bubu, angkat, pancing rawai, panting tonda dan bagan perahu. Sampai
tahun 2012, tercatat alat penangkapan ikan yang digunakan nelayan di Aceh Jaya
sebanyak 4.565 unit. Sebagian besar (68,76 persen) nelayan menggunakan jaring
dan sekitar 26,83 persen menggunakan pancing untuk menangkap ikan.
Kemudian perikanan air
tawar dan air payau pun cukup potensial dan telah dikembangkan Pemerintah
Kabupaten Aceh Jaya. Yang telah dikembangkan antara lain perikanan budidaya
kolam, keramba dan tambak. Akhir tahun 2012, tercatat potensi lahan budidaya
perikanan seluas 1.363 hektar meliputi air tawar seluas 390 hektar dan air
payau seluas 973 hektar.
B.
Usaha
Kecil dan Menengah (UKM)
Selain membangun dan
mengembangkan pertanian dalam arti luas, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya juga
membidik pengembangan potensi Usaha Kecil dan Menengah (UMK) yang cukup
menggembirakan. Situasi keamanan yang semakin kondusif turut menjadi pemacu
perkembangan UKM di Aceh Jaya sehingga pelaku usaha merasa kondusif dalam
menjalankan aktivitas ekonomi usahanya. Di Kabupaten Aceh Jaya terdapat beragam
jenis UKM. Untuk jenis industri, total usahanya mencapai 406 unit. Usaha
tersebut mampu menampung 778 orang tenaga kerja dengan nilai investasi sekitar
Rp10,19 miliar dan nilai produksi mencapai Rp10,57 miliar (kondisi tahun 2011).
Sebagian besar (35,47 persen) merupakan usaha kimia dan bahan bangunan. Sisanya
adalah industri pangan (31,03 persen), industri logam dan elektronik (22,17
persen), industri sandang (6,90 persen) dan kerajinan rumah tangga (4,43
persen).
Gambar
Komposisi Industri Menurut Bidang Usaha di Kabupaten Aceh Jaya, tahun 2011 àambil di buku Laporan Akhir hal. IV-37
Industri kimia dan bahan
bangunan sangat menonjol di Kabupaten Aceh Jaya. Tahun 2011 tercatat industri
usaha tersebut mencapai 144 unit. Industri kimia dan bahan bangunan telah berproduksi
mencapai sekitar Rp6,22 miliar, dengan nilai investasi sekitar Rp6,14 miliar.
Usaha tersebut mampu menyerap 313 orang tenaga kerja. Industri kimia didominasi
usaha penyulingan nilam yang menyerap 110 orang tenaga kerja dalam 55 unit
usaha.
Industri pangan juga
cukup berkembang dan diminati pelaku usaha. Usaha tersebut menghasilkan nilai
investasi sekitar Rp1,35 miliar, nilai produksi Rp1,15 miliar dan menyerap 173
orang tenaga kerja dalam 126 unit usaha. Usaha bumbu masak dan gilingan kopi
mendominasi kategori industri pangan.
Berikutnya industri logam
dan elektrobik mulai berkiprah. Industri tersebut didominasi usaha karoseri
kendaraan bermotor. Tahun 2011 tercatat usaha karoseri kendaraan bermotor
sebanyak 56 unit dan menampung 90 orang tenaga kerja. Secara keseluruhan,
industri logam dan elektronik menghasilkan nilai investasi sekitar Rp2,13
miliar dan nilai produksi sebesar Rp2,32 miliar. Usaha ini mampu menyerap 170 orang
tenaga kerja dalam 90 unit usaha.
Potensi UKM lain yang
relatif tersebar merata di semua kecamatan antara lain usaha sandang dan
kerajinan rumah tangga. Keberadaan UKM ini telah mampu menciptakan dan
menampung tenaga kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, serta berperan
strategis dalam percepatan perekonomian daerah. Untuk itu, berbagai
permasalahan klasik yang dihadapi pelaku usaha segera diatasi secara
sungguh-sungguh, diikuti pula pola pembinaan secara intensif dan berkelanjutan.
Dalam upaya menumbuhkan
kemandirian ekonomi masyarakat, berbagai potensi UKM tersebut telah
diberdayakan dan dikembangkan secara berkelanjutan. Kendala dan kelemahan yang
dihadapi pelaku usaha diatasi secara tepat sehingga aktivitas usaha terus
berkembang dan berperan signifikan dalam mendorong percepatan pembangunan di
Kabupaten Aceh Jaya.
C.
Perdagangan
Aktivitas perdagangan di
Kabupaten Aceh Jaya terus berkembang. Indikasi ini tercermin pada peningkatan
nilai tambah perdagangan yang signifikan selama empat tahun terakhir. Berdasarkan
PDRB ADHB, nilai tambah perdagangan mencapai Rp92.654,65 juta tahun 2012. Nilai
tambah tersebut meningkat cukup memadai dari tahun 2009 yang masih Rp62.378,54
juta. Artinya naik rata-rata 13,88 persen tiap tahun selama 2009-2012. Dari
PDRB ADHK, nilai tambah perdagangan naik rata-rata sebesar 5,56 persen/tahun,
dari Rp29.753,56 jua (tahun 2009) menjadi Rp34.996,25 juta (tahun 2012).
Secara persentase,
sumbangan sektor perdagangan dalam PDRB Kabupaten Aceh Jaya mencapai 11,68
persen (ADHB) dan sebesar 7,85 persen (ADHK) pada tahun 2012. Tiga tahun
sebelumnya, sektor perdagangan hanya menyumbang sebesar 11,29 persen (ADHB) dan
sebesar 7,82 persen (ADHK).
Di sisi lainnya, kondisi
koperasi di Kabupaten Aceh Jaya beberapa tahun terakhir masih relatif belum menggembirakan.
Padahal, koperasi merupakan wadah utama bagi kehidupan ekonomi masyarakat di
pedesaan. Hingga akhir 2012, tercatat Koperasi Unit Desa (KUD) sebanyak 11
unit. Sedangkan koperasi non-KUD sangat dominan di Kabupaten Aceh Jaya,
mencapai 111 unit. Jenis koperasi ini lebih didominasi koperasi
perikanan/nelayan sebanyak 24 unit, 15 unit koperasi perkebunan, 13 unit
koperasi pertanian, 11 unit koperasi wanita dan sisanya bergerak pada usaha
yang lain.
Jumlah anggota KUD
sebanyak 409 orang dengan dana anggota sebesar Rp282.240 ribu. Secara
keseluruhan tercatat jumlah anggota koperasi di Kabupaten Aceh Jaya sebanyak
5.024 orang. Modal usaha yang telah dihimpun dari anggota koperasi berjumlah
Rp7.671.767 juta. Selain itu terdapat pula modal usaha yang dihimpun dari luar,
sebanyak Rp101.936.031 juta.
Koperasi merupakan wadah
untuk pengembangan ekonomi masyarakat. Belum berkembang secara optimal tidak
terlepas dari berbagai permasalahan yang dihadapi, antara lain berupa kemampuan
permodalan koperasi, baik bersumber pada anggota maupun pihak luar, masih
sangat terbatas. Kondisi ini tidak hanya dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan
ekonomi dan kesadaran anggota, melainkan juga kredibilitas koperasi di hadapan
para debitur masih rendah. Permasalahan lainnya: masih kurangnya SDM yang
berkualitas dalam pengelolaan koperasi; koperasi masih dipandang sebagai wadah
berkumpulnya golongan ekonomi lemah dan kurang potensi; pengembangan koperasi
masih sangat tergantung pada kebijakan dan program pemerintah; dan masih belum
terbinanya hubungan kemitraan antara koperasi dan pihak luar.
D.
Sosial
Pendidikan.
Kualitas pendidikan yang memadai sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas
hidup masyarakat. Tingginya permintaan jasa pendidikan menuntut tersedianya lembaga
penyelenggara pendidikan yang makin bermutu. Di lain pihak, salah satu kunci
keberhasilan pembangunan di suatu daerah adalah tersedianya sumber daya manusia
(SDM) yang berkualitas. Peningkatan SDM di setiap daerah sekarang ini secara
umum lebih difokuskan pada pemberian kesempatan kepada warga masyarakat untuk
mendapatkan pendidikan, khususnya penduduk kelompok usia sekolah (7-24 tahun).
Pada tahun 2012, di
wilayah Kabupaten Aceh Jaya, fasilitas pendidikan untuk jenjang TK sampai SMA
dan sederajat tercatat 221 unit sekolah, 14.935 anak didik dan 1.689 orang
guru.
Bupati Azhar Abdurrahman dikenal peduli pada
kemajuan mutu pendidikan di Aceh Jaya. Salah satu buktinya dengan
mengalokasikan anggaran 30% untuk Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga.
Kegiatan pendidikan yang telah dilakukan antara lain mengirimkan para anggota dewan
guru ke luar daerah untuk studi belajar, memberikan beasiswa kepada pelajar
tingkat SD, MTsN, SMA, Mahasiswa, dan
santri dayah. Selain itu juga membangun berbagai fasilitas pendidikan.
Kesehatan.
Dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan masyarakat, pemerintah berupaya
menyediakan sarana dan prasarana kesehatan disertai tenaga kesehatan yang
memadai, baik kualitas maupun kuantitas. Upaya ini diarahkan agar tempat
pelayanan kesehatan mudah dikunjungi dengan biaya yang terjangkau oleh warga
masyarakat.
Pada tahun 2012, sarana
kesehatan yang tersedia di Kabupaten Aceh Jaya sebanyak satu unit rumah sakit
umum, 10 unit Puskesmas, 28 unit Pustu (Puskesmas Pembantu), 57 Poskesdes, dan
41 Polindes. Sedangkan jumlah tenaga medis terdiri dari 27 orang dokter umum.
Agama.
Kabupaten Aceh Jaya memiliki penduduk yang mayoritas memeluk agama Islam. Pada
tahun 2012, tercatat 120 masjid dan 183 meunasah yang tersebar di seluruh
wilayah Kabupaten Aceh Jaya. Untuk pendidikan agama, terdapat 32
dayah/pesantren dan 52 balee seumebeut.
Pada tahun 2012, jamaah
haji yang diberangkatkan untuk melaksanakan ibadah haji tercatat 55 orang yang
terdiri dari 26 orang laki-laki dan 29 orang perempuan. Sedangkan untuk
penerimaan zakat pada tahun 2012 tercatat sebesar Rp1.711.000.000.
Pada tahun 2012 pula
tercatat 681 pernikahan dan 40 kasus perceraian di KUA wilayah Kabupaten Aceh
Jaya yang telah diputuskan di Mahkamah Syariah Calang. Perceraian yang terjadi
disebabkan oleh faktor tidak ada keharmonisan dalam rumah tangga.
Peradilan.
Kriminalitas menggambarkan ketimpangan kehidupan sosial yang terjadi di
masyarakat, sekaligus merupakan fenomena sosial yang membutuhkan penanganan
serius.
Pembangunan diharapkan
dapat membawa masyarakat ke arah yang lebih maju. Di sisi lain, pembangunan
juga masih diikuti oleh tindak kriminal yang mengakibatkan terganggunya
keamanan dan ketertiban. Sebagai indikator keamanan, pencatatan statistik
kriminal menjadi bagian yang tidak terpisahkan.
Sepanjang tahun 2012,
jumlah perkara yang masuk ke Pengadilan Negeri Calang sebanyak 1.236 kasus.
Jumlah perkara yang diputuskan mencapai 1.236 kasus atau mengalami penurunan
dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 2.409 kasus yang diselesaikan.
E.
Keuangan
dan Pendapatan Masyarakat
Pada akhir tahun 2012,
dana masyarakat yang berhasil dihimpun perbankan di Kabupaten Aceh Jaya (PT BPD
Aceh, PT BRI [Persero] Tbk, dan PT Bank Syariah Mandiri) mencapai Rp97,88
miliar yang terdiri dari Rp52,98 miliar dalam bentuk giro, Rp47,29 miliar dalam
bentuk deposito, dan Rp97,86 miliar dalam bentuk tabungan.
Posisi kredit yang
disalurkan perbankan di akhir tahun 2012 berada pada angka Rp205,45 miliar yang
terdiri dari Rp181,5 miliar digunakan untuk keperluan konsumtif dan Rp23,95
miliar yang digunakan untuk modal.
Lalu pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Aceh Jaya sebagaimana digambarkan oleh Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) atas harga konstan tahun 2000 masih dipengaruhi sektor pertanian. Namun
demikian peranan sektor pertanian atas PDRB terus menurun secara gradual sejak tahun
2005. Pada tahun 2012, kontribusi sektor pertanian sebesar 41,60 persen. Dan
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Jaya tahun 2012 mengalami sedikit
pelambatan.
F.
Prestasi
dan Apresiasi
Dengan berbagai
pengelolaan pemerintahan dan hasil pembangunan yang telah bisa dinikmati oleh
warga masyarakat, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya memperoleh sejumlah apresiasi
dan prestasi.
Sejak tahun 2009 sampai
2012, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya sudah menerima opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terhadap akuntabilitas
laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya.
Opini WTP merupakan
pengakuan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang
disajikan dalam laporan keuangan dengan memperhatikan kesesuaian penyajian
Laporan Keuangan dengan Standar Akuntasi Pemerintah (SAP); kecukupan
pengungkapan informasi keuangan dalam Laporan Keuangan sesuai dengan
pengungkapan yang diatur SAP; kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan;
dan Efektivitas Sistem Pengendalian Intern.
Terakhir, pada 12
September 2013, Bupati Azhar Abdurrahman secara langsung menerima penghargaan
dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia atas keberhasilan menyusun dan
menyajikan laporan keuangan.
“Kabupaten Aceh Jaya
memperoleh capaian standar tertinggi dalam akuntansi dan pelaporan keuangan
pemerintah,” kata Bupati Azhar Abdurrahman sesaat setelah menerima penghargaan
dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Lalu sebagai pemimpin
yang peduli pada peningkatan kualitas pendidikan, September 2014 lalu Bupati
Azhar Abdurrahman menerima dua penghargaan di bidang kemajuan pendidikan yang
diserahkan langsung oleh Gubernur Aceh Zaini Abdullah pada acara Rapat
Koordinasi Pendidikan Aceh.
Dalam rapat yang
berlangsung pertengahan September 2014 yang dihadiri Bupati/wali kota, Ketua
DPRK, Kadis Pendidikan se-Aceh itu, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya mendapatkan
dua penghargaan, masing-masing juara 1 (satu) di bidang target pengembangan
PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dan juga juara 1 (satu) Bidang Komitmen
terhadap anggaran peningkatan mutu pendidikan.
Selain itu, pada puncak
peringatan Hari Pendidikan Daerah (Hardikda) ke-55, secara langsung Gubernur
Aceh menyerahkan 3 (tiga) Manyam emas kepada Teuku Dermawan sebagai guru terpencil dan
penghargaan kepada sekolah berprestasi yang diperoleh TK Negeri Pembina Aceh
Jaya.
Lalu, berkat perhatiannya
pada sektor perikanan dan kelautan yang cukup signifikan, Pemerintah Kabupaten
Aceh Jaya juga berhasil memperoleh anugerah Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi
Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (E-KKP3K), untuk kategori percepatan
dari Menteri Kelautan dan Perikanan RI pada akhir 2013.
Kepala Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Aceh Jaya, Teuku Imran SE, mengatakan bahwa anugerah
E-KKP3K tersebut diberikan kepada Aceh Jaya lantaran berhasil membina dan mengelola kawasan
konservasi perairan Kawasan Ramah Lingkungan (KRL) di Lhok Rigah, Kecamatan
Setia Bakti. Selain itu berhasil pula membina Kawasan Peudhit Laot (KPL) di
kawasan Keluang Daya, Kecamatan Jaya (Lamno).
Penghargaan anugerah
E-KKP3K tersebut, menurut Teuku Imran, merupakan penghargaan yang pertama kali
diberikan Kementerian Kelautan dan Perikanan kepada Pemerintah Kabupaten Aceh
Jaya sejak Aceh Jaya mandiri 11 tahun lalu. Penghargaan ini diberikan kepada kepala
daerah yang konsisten dalam mengembangkan kawasan konservasi perairan.
“Mudah-mudahan ini dapat memacu semangat kerja nelayan dan semua pihak terkait
di sektor kelautan dan perikanan Aceh Jaya ke arah yang lebih baik lagi di masa
mendatang,” kata Teuku Imran.
Dia menambahkan,
penghargaan yang diperoleh itu tidak terlepas dari adanya perhatian dan
dukungan para nelayan di dua kawasan tersebut, para staf di Dinas Kelautan dan
Perikanan setempat dan bantuan pihak terkait lainnya. Pemerintah Kabupaten Aceh
Jaya tetap mempertahankan potensi yang sudah ada yang kelak terus dikembangkan
lebih baik lagi.
Tidak hanya Pemerintah
Kabupaten Aceh Jaya yang fokus di sektor pertanian dalam arti luas yang beroleh
penghargaan. Petani asal Desa Masen, Kecamatan Sampoiniet, Kabupaten Aceh Jaya,
Mauliddin (34), juga ikut meraih penghargaan sebagai petani padi berprestasi
tingkat nasional pada tahun 2011.
Keberhasilan yang diraih
Mauliddin tidak terlepas dari pembianaan secara kontinyu yang dilakukan
Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya dan Dewan Pangan Provinsi Aceh.
Communication
Officer dari lembaga Head
of Mission Caritas Czech Republik (CCR), Isfani Yunus, mengatakan apa yang
dilakukan Mauliddin salah satunya adalah mengembangkan sistem pertanian organik
System of Rice Intensification (SRI).
Menurut Isfani, pada
awalnya lelaki pemalu itu merasa kurang tertarik dengan kegiatan SRI yang
diperkenalkan Caritas, apalagi dengan metode SRI yang menurut mereka aneh
karena di luar kebiasaan cara bercocok tanam. "Walaupun semula skeptis,
Mauliddin tetap mencoba mengikuti segala aktivitas kelompok, bahkan selalu
hadir pada saat sekolah lapangan," katanya.
Sebagai pelatih lokal
metode SRI, nama Mauliddin kemudian dikenal oleh petani-petani di desa lain.
Sejumlah warga berdatangan menimba ilmu pertanian dari Mauliddin. Mereka
belajar mengolah lahan dari proses awal hingga selesai.
"Pada awal 2010
Caritas mengangkat Mauliddin sebagai fasilitator lokal SRI dengan tugas utama
memberikan pelatihan bagi kelompok-kelompok petani di desa lainnya," jelas
Isfani.
Setelah screening dan seleksi yang dilakukan di
Kementerian Pertanian, Mauliddin terpilih menjadi satu dari empat orang putra
bangsa berprestasi yang mendapatkan penghargaan dari Presiden. "Kini
terbukti, apa yang dia upayakan tidak sia-sia, dia telah berhasil dan mampu membuktikan
dengan terpilih sebagai petani terbaik di Aceh secara nasional," ujarnya.
Azhar Abdurrahman telah
banyak berbuat kepada masyarakat Aceh Jaya dengan semaksimal mungkin
mengimplementasikan visi-misinya mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera
dengan kualitas hidup yang memadai. Dan, kerja keras serta langkah-langkah
dalam memimpin Kabupaten Aceh Jaya telah memperoleh sejumlah prestasi dan
apresiasi. Bukan apresiasi yang menjadi tujuan utama setiap langkahnya
memperbaiki wilayah yang menjadi korban terparah bencana tsunami akhir 2004
tersebut. Apreasi hanyalah sebuah efek dari sebuah kerja kerja, cerdas dan
ikhlas, ucapnya suatu kali penuh kerendahan hati. (*)
No comments:
Post a Comment