Seorang jariyah datang menemui al-Husain bin Ali dengan membawa seikat raihan (tumbuhan yang wangi), lalu al-Husain berkata kepada jariyah itu, "Demi Allah, engkau bebas." Anas berkata kepada al-Husain, "Dia memberi salam dengan seikat raihan yang tidak berharga, lalu kau membebaskannya?" al-Husain menjawab, "Demikianlah Allah SWT mendidik kami." Lalu dia berkata:
"Apabila kamu diberi penghormatan dengan
sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik
daripadanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)." (QS
An-Nisâ [4]: 86).
Wanita yang
Cerdas
Syu'aib
bin Harb ingin menikahi seorang wanita. Dia mengaku
kepada wanita itu, "Aku ini berakhlak buruk." Lalu wanita itu
menjawab, "Orang yang lebih buruk akhlaknya daripada kamu adalah orang yang membuatku menjadi orang yang buruk
akhlaknya."
Ibu dan Anaknya
Muhamad
bin al-Munkadir berbuat baik pada ibunya. Ja'far bin Sulaiman berkata bahwa Muhamad
al-Munkadir meletakkan pipinya di tanah lalu mengucap
kepada ibunya, "Bangkitlah, lalu letakkan kakimu di atas pipiku."[1]
Dari
Abu Sanan dari Said bin Jubair, dia berkata, "Seekor kalajengking
menggigitku lalu ibuku bersumpah akan meruqyahku. Lalu aku berikan tanganku yang
tidak digigit pada tukang ruqyah dan aku tidak mau mengecewakannya."
Taubatnya Jariyah Hisyam bin Abdul Malik
Dari
ayahnya, Muhamad bin Abdulrahman al-Hasyimi menceritakan bahwa disebutkan pada Hisyam bin Abdul Malik[2]
seorang pengasuh wanita tua di Kufah yang memiliki kecantikan yang elok dan
mempesona, dia membaca Kitab Allah SWT, meriwayatkan syair dengan
kecerdasan dan kefasihan bahasa. Lalu Hisyam memerintahkan (secara tertulis) kepada wali Kufah agar membeli jariyah itu untuknya dan segera membawa ke hadapannya.
Hisyam menghabiskan waktu bersamanya dan membawanya ke istana bersama
dayang-dayang dan memberinya berbagai macam pakaian, perhiasan dan permadani.
Pada
suatu hari, di saat dia sedang berduaan dengan jariyah itu di teras yang
disiapkan dengan permadani dan wangi-wangian,
mereka menyebut berita-berita yang lucu dan atsar-atsar yang indah, dia semakin gembira, tiba-tiba ada suara orang berteriak. Hisyam
segera menengok, ternyata jenazah bersama satu rombongan lewat. Di belakang
jenazah itu para wanita berteriak dan meratap, di antara mereka ada yang berkata, "Demi ayahku yang dibawa di
atas keranda, yang berangkat ke tempat orang-orang mati, yang sendirian dalam kuburannya,
yang terasing dalam lahadnya. Wahai orang yang diangkut, apakah kau termasuk orang
yang menyeru rombongannya, ‘Segerakan aku’ atau kau termasuk yang berseru, Kembalikan aku. Ke mana kalian akan membawaku?’"
Kedua
mata Hisyam mengeluarkan air mata, lalu dia berpaling dari kelezatannya dan
berkata, "Cukuplah kematian itu memberi nasehat." Lalu jariyahnya
berkata, "Wanita yang meratap itu telah memutus gantungan hatiku."
Kemudian Hisyam berkata, "Perkara ini serius." Dia memanggil pelayan, lalu turun dari singgasananya dan pergi. Sementara
itu jariyahnya mengantuk, lantas datang seseorang dalam mimpinya. Orang itu berkata, "Kau terfitnah
dengan kecantikanmu, terpedaya dengan kegemulaianmu, bagaimana kau ketika
sangkakala ditiup, kubur dibangkitkan, lalu mereka keluar ke tempat dikumpulkan
dan mereka akan dibalas dengan amal yang telah mereka kerjakan?"
Jariyah
itu terbangun dalam keadaan menggigil ketakutan, kecantikannya hilang, dia lalu memanggil
dayang-dayangnya. Dia meminta air, lalu mandi. Kemudian dia lemparkan pakaian
dan perhiasannya lantas dia memakai pakaian dari bulu domba
dan bergabung ke majlis Hisyam. Ketika Hisyam melihatnya, dia mengingkarinya,
lalu dia berseru, "Aku budak perempuanmu, pemberi peringatan telah datang
kepadaku, ancamannya mengetuk telingaku. Kau telah memenuhi hajatmu dan aku
datang kepadamu agar kau membebaskanku dari perbudakan dunia." Lalu Hisyam
bertutur, "Keduanya ada di antara
dua kegembiraan dan kau dalam kegembiraanmu! Pergilah, kau bebas merdeka karena
Allah SWT." Kemudian Hisyam bertanya, "Kau mau ke mana?" Jariyah itu menjawab, "Aku mau ke Baitullah."
Hisyam berujar, "Pergilah, tidak ada yang akan menghalangimu."
Lalu jariyah itu
keluar dari istana dalam keadaan zuhud dari dunia, mengharap akhirat, berjalan
sampai tiba di Makkah dan tinggal menetap di sana dengan berpuasa. Dia mencari
makan dengan menenun dan jika malam tiba, dia melakukan thawaf, kemudian masuk
ke Hijr Ismail dan berdoa, "Wahai modal dan bekalku, jangan putus
harapanku, sampaikan aku pada keinginanku, baguskanlah tempat kembaliku dan
lipat gandakan pemberianku." Dia terus berijtihad sampai warnanya berubah
dan panjangnya shalat telah mengubah badannya, banyak menangis telah mengubah matanya dan alat
tenun telah mengubah jari-jarinya,
sampai dia wafat dia seperti itu. Rahimahallah. [3]
[2]Hisyam
bin Abdul Malik bin Marwan, seorang raja dari Daulah Umawiyyah di Syam. Lahir
di Damaskus tahun 71 H dan dibai'at
setelah kematian saudaranya, Yazid, pada tahun 105 H. Dia seorang
politikus ulung, melakukan pekerjaannya sendiri dan mengumpulkan harta dalam
perbendaharaannya yang belum pernah dikumpulkan oleh raja-raja Bani Umayyah.
Dia wafat tahun 125 H. lihat : al-A'lam (8/86), Târikh al-Thabari
(8/283), Ibnu al-Atsir, al-Kâmil (5/96) dan al-Dzahabi, Târikh
al-Islâm (5/170-172).
No comments:
Post a Comment