Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan) bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sepakat aktivasi kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk badan usaha milik negara (BUMN), usaha besar, usaha menengah, dan usaha kecil diundur sampai 1 Juli 2015. Namun, perusahaan diharapkan tetap mendaftar pada 1 Januari tahun depan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, pihaknya bersama Apindo telah sepakat kalau prinsip manage care yang berupa rujukan untuk BPJS Kesehatan tetap akan berlaku. Pasalnya, pola manage care itu adalah keputusan pemerintah. Namun, ungkap dia, aktivasi untuk kepersertaan diputuskan untuk diperpanjang sampai 30 Juni 2015.
“Perusahaan harus mendaftar pada 1 Januari tahun depan, tetapi untuk proses pembayaran (aktivasi kepersertaan) itu batasnya sampai 30 Juni 2015. Kalau sampai 1 Juli itu, perusahaan sudah membayar namun belum membayar akan mendapat teguran, dan secara bertahap akan diikuti penghentian pelayanan publik dan bahkan denda,” ujar dia dalam acara Kesepahaman Antara BPJS Kesehatan bersama Apindo di Jakarta, Senin (22/12).
Dalam waktu enam bulan ini, jelas Fachmi, BPJS Kesehatan akan membentuk tim supervisi untuk mengurus coordination of benefit (CoB), peserta JKN, dan fasilitas kesehatan (faskes). Ia berharap, keberadaan CoB dengan asuransi swasta tidak akan membuat pelayanan kepada peserta JKN akan menurun ataupun membuat double cost.
“Nanti akan dibicarakan lagi mengenai koordinasi pembayaran, kepersertaan, dan pembayaran faskes. Jadi nanti bisa saja peserta didaftarkan oleh asuransi komersial (swasta) untuk masuk ke BPJS Kesehatan,” ungkap dia.
Dengan penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) antara BPJS Kesehatan dan Apindo ini, surat permintaan Apindo yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo sebelumnya diurungkan. Apindo, BPJS Kesehatan, dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), serta Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) akan rutin berkomunikasi bersama-sama untuk menyelesaikan masalah CoB.
Dalam waktu enam bulan ke depan, jelas Deputy Chairman Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani, mereka akan mencoba menemukan koordinasi untuk melanjutkan pembahasan CoB yang sebelumnya terhenti. “Seharusnya dengan CoB itu ada pembagian beban. Karena perusahaan selama ini kan sudah memberikan yang lebih baik kepada karyawannya. Masalah fasilitas rumah sakit (provider) untuk CoB juga harus ditambah. Jadi harus ada win-win solution terkait CoB,” tegas dia.
Saat ini rumah sakit yang menjadi provider CoB ada sebanyak 16 rumah sakit. Mengenai itu, Heriyadi menilai, jumlah rumah sakit seharusnya bertambah dan tidak hanya berpusat di kota-kota besar.”Kota besar sangat over supply. Permintaan (demand) besar, tetapi jumlah rumah sakitnya sedikit,” jelas dia.
Kendati demikian, Heriyadi memprediksikan, jika masalah skema CoB berhasil dibicarakan dengan baik nanti secara tidak langsung akan banyak rumah sakit yang berpartisipasi. Selain itu, menurut dia, insentif dari pemerintah untuk rumah sakit yang menjadi provider CoB juga diperlukan. Misalnya itu, menyangkut obat.
“Kami akan coba cari formulanya yang tepat. Program ini kan untuk seluruh rakyat, jadi memang harus terkendali dan efisien, kalau tidak repot. Terus terang kalau program ini berjalan akan sangat baik,” jelas dia. (www.beritasatu.com)
No comments:
Post a Comment