* BANTUAN SOSIAL DI BANTUL
Foto Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Antara)
Bantuan sosial di Bantul yang fiktif
dimaknai warga untuk membuat polling dan mengetahui pendapat mereka atas
kasus bansos fiktif pengadaan semen
Warga RT3 Dusun Kloron, Desa Segoroyoso, Kecamatan Pleret menolak berdamai dengan para pelaku kasus bantuan sosial fiktif di wilayah mereka. Bahkan kasus dugaan tindak pidana korupsi itu, Kamis (11/6/2015) siang dilaporkan ke Polres Bantul.(Baca Juga : BANTUAN SOSIAL DI BANTUL Tak Dinikmati Masyarakat, Ternyata Proposal Fiktif)
Warga RT3 Dusun Kloron, Desa Segoroyoso, Pleret, Bantul, Sugeng Raharjo menyatakan, warganya telah membuat polling untuk mengetahui pendapat warga atas kasus bansos fiktif pengadaan semen itu. Survei dilakukan terhadap 73 warga RT3 Dusun Kloron.
Hasilnya, sebanyak 82,2% warga meminta kasus yang diduga melibatkan Dalijan dan Ketua RT3 Yuwono itu dituntaskan secara hukum. Warga menolak berdamai dengan membebaskan keduanya dari jerat hukum. Hanya 9,3% warga yang tidak ingin kasus ini dituntaskan secara hukum. Sementara sebanyak 8,3% warga menyatakan tidak memilih.
Lantaran kesepakatan tersebut, pada Kamis siang kasus itu resmi dilaporkan ke Polres Bantul. “Sudah dilaporkan pukul 11.00 WIB tadi,” ujar Sugeng Raharjo saat ditemui Kamis (11/6/2015).
Kendati nilai bansos tersebut hanya 45 sak semen atau sekitar Rp2 juta lebih, namun yang terpenting menurut Sugeng adalah pembelajaran bagi masyarakat agar jangan sekali-kali terlibat korupsi yang merugikan banyak orang.
“Nilainya memang kecil, tapi ini sebagai pembelajaran bagi mereka dan masyarakat, agar jangan lagi terlibat korupsi dan bantuan fiktif seperti ini lagi,” ujarnya.
Tidak hanya meminta kasus ini dituntaskan secara hukum, warga RT3 bahkan sampai sekarang tidak mau menerima puluhan sak semen yang dijanjikan Dalijan dan Yuwono diserahkan ke warga setelah kasus keduanya terkuak belum lama ini.
“Kalau kami menerima, sama saja kami membenarkan perbuatan mereka yang proses awalnya sudah salah,” ujar Sugeng memaparkan.
Bahkan saat ini, dua terduga bansos fiktif itu bahkan mendapat sanksi sosial, karena masyarakat setempat tidak mau mengakui mereka sebagai warga RT3.
Kepala Dusun Kloron, Supar mengatakan, kasus bansos yang diajukan dengan proposal fiktif itu mengatasnamakan warga RT3 dan RT4. Namun untuk RT4, ia mengklaim warga akhirnya tidak mempersoalkan lebih lanjut kasus ini dengan menerima saja bansos semen yang dikembalikan oleh Dalijan dan Yuwono.
“Tapi kalau untuk RT3, sepertinya belum menerima, jadi bantuannya mau dikembalikan tapi enggak ada yang ambil, jadi tertahan di rumah Pak Yuwono,” kata Supar.
Baik Dalijan dan Yuwono sebelumnya telah mengakui pengajuan proposal fiktif tersebut adalah inisiatif keduanya. “Tapi sudah kami kembalikan barangnya,” ujar Dalijan saat dikonfirmasi.
Keduanya mengajukan bansos semen sebanyak 45 sak pada Juli 2012 untuk pembangunan cor blok jalan kampung, mengatasnamakan warga RT3 dan RT4, serta mencatut sejumlah nama warga yang tercantum dalam proposal fiktif. Proposal itu lolos tingkat desa hingga kabupaten. Bantuan turun namun tidak disampaikan ke masyarakat melainkan dijual untuk keuntungan keduanya. Baru pada Mei 2015 ini kasus ini terkuak setelah salah seorang warga melaporkan kasus tersebut ke Forum Pemantau Indepen (Forpi) Bantul. Warga kaget karena tidak tahu menahu ada pengajuan bantuan serta tidak pernah menerima bansos tersebut. Harianjogja.com
Warga RT3 Dusun Kloron, Desa Segoroyoso, Kecamatan Pleret menolak berdamai dengan para pelaku kasus bantuan sosial fiktif di wilayah mereka. Bahkan kasus dugaan tindak pidana korupsi itu, Kamis (11/6/2015) siang dilaporkan ke Polres Bantul.(Baca Juga : BANTUAN SOSIAL DI BANTUL Tak Dinikmati Masyarakat, Ternyata Proposal Fiktif)
Warga RT3 Dusun Kloron, Desa Segoroyoso, Pleret, Bantul, Sugeng Raharjo menyatakan, warganya telah membuat polling untuk mengetahui pendapat warga atas kasus bansos fiktif pengadaan semen itu. Survei dilakukan terhadap 73 warga RT3 Dusun Kloron.
Hasilnya, sebanyak 82,2% warga meminta kasus yang diduga melibatkan Dalijan dan Ketua RT3 Yuwono itu dituntaskan secara hukum. Warga menolak berdamai dengan membebaskan keduanya dari jerat hukum. Hanya 9,3% warga yang tidak ingin kasus ini dituntaskan secara hukum. Sementara sebanyak 8,3% warga menyatakan tidak memilih.
Lantaran kesepakatan tersebut, pada Kamis siang kasus itu resmi dilaporkan ke Polres Bantul. “Sudah dilaporkan pukul 11.00 WIB tadi,” ujar Sugeng Raharjo saat ditemui Kamis (11/6/2015).
Kendati nilai bansos tersebut hanya 45 sak semen atau sekitar Rp2 juta lebih, namun yang terpenting menurut Sugeng adalah pembelajaran bagi masyarakat agar jangan sekali-kali terlibat korupsi yang merugikan banyak orang.
“Nilainya memang kecil, tapi ini sebagai pembelajaran bagi mereka dan masyarakat, agar jangan lagi terlibat korupsi dan bantuan fiktif seperti ini lagi,” ujarnya.
Tidak hanya meminta kasus ini dituntaskan secara hukum, warga RT3 bahkan sampai sekarang tidak mau menerima puluhan sak semen yang dijanjikan Dalijan dan Yuwono diserahkan ke warga setelah kasus keduanya terkuak belum lama ini.
“Kalau kami menerima, sama saja kami membenarkan perbuatan mereka yang proses awalnya sudah salah,” ujar Sugeng memaparkan.
Bahkan saat ini, dua terduga bansos fiktif itu bahkan mendapat sanksi sosial, karena masyarakat setempat tidak mau mengakui mereka sebagai warga RT3.
Kepala Dusun Kloron, Supar mengatakan, kasus bansos yang diajukan dengan proposal fiktif itu mengatasnamakan warga RT3 dan RT4. Namun untuk RT4, ia mengklaim warga akhirnya tidak mempersoalkan lebih lanjut kasus ini dengan menerima saja bansos semen yang dikembalikan oleh Dalijan dan Yuwono.
“Tapi kalau untuk RT3, sepertinya belum menerima, jadi bantuannya mau dikembalikan tapi enggak ada yang ambil, jadi tertahan di rumah Pak Yuwono,” kata Supar.
Baik Dalijan dan Yuwono sebelumnya telah mengakui pengajuan proposal fiktif tersebut adalah inisiatif keduanya. “Tapi sudah kami kembalikan barangnya,” ujar Dalijan saat dikonfirmasi.
Keduanya mengajukan bansos semen sebanyak 45 sak pada Juli 2012 untuk pembangunan cor blok jalan kampung, mengatasnamakan warga RT3 dan RT4, serta mencatut sejumlah nama warga yang tercantum dalam proposal fiktif. Proposal itu lolos tingkat desa hingga kabupaten. Bantuan turun namun tidak disampaikan ke masyarakat melainkan dijual untuk keuntungan keduanya. Baru pada Mei 2015 ini kasus ini terkuak setelah salah seorang warga melaporkan kasus tersebut ke Forum Pemantau Indepen (Forpi) Bantul. Warga kaget karena tidak tahu menahu ada pengajuan bantuan serta tidak pernah menerima bansos tersebut. Harianjogja.com
No comments:
Post a Comment