Monday, January 23, 2017

Dana Haji untuk Infrastruktur?

Wacana pemerintah untuk mengelola dana haji di sektor infrastruktur bergulir. Dengan jumlah jamaah haji yang berangkat tiap tahunnya mencapai lebih dari 200 ribu orang, tentu potensi dana yang bisa dimanfaatkan negara cukup besar. Apalagi jamaah haji harus tunggu antrian panjang.
Sayang apabila dana yang sudah disetor sebesar Rp70 triliun hanya ditaruh di deposito perbankan saja. Ide tersebut sebenarnya sudah lama disampaikan, bahwa pengelolaan dana haji di Indonesia sudah ketinggalan zaman. Demikian disampaikan Peneliti Indef Bhima Yudhistira Adhinegara.

Malaysia misalnya bisa jadi contoh betapa dana haji punya peran signifikan bagi perekonomian nasional sejak tahun 1997. Lewat Lembaga Tabung Haji, dana jamaah haji yang masuk ke rekening Pemerintah dikelola secara profesional. Pada awalnya agar dana haji terus berkembang tidak tergerus inflasi. Kini Lembaga Tabung Haji terus progresif dengan lini bisnis yang cukup tersebar mulai dari bisnis properti, infrastruktur, perkebunan hingga perbankan. Imbal hasil dana haji pun tetap tumbuh kendati sejak 2014 lalu ekonomi Malaysia mengalami kelesuan.
Jadi kembali ke persoalan apakah dana haji yang mengendap di rekening Pemerintah layak dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan infrastruktur? Jelas melihat praktik di negara lain, dari segi hukum sah-sah saja. Apalagi pembangunan infrastruktur memang penting bagi masyarakat luas. Ujung-ujungnya kalau kesenjangan infrastruktur diatasi, manfaatnya kembali lagi bagi peserta haji.
Di sisi yang lain Pemerintah butuh uang cukup besar untuk pembangunan infrastruktur dasar seperti jembatan, jalan tol, pelabuhan. Anggaran negara yang tersedia tak mungkin cukup, karena ada Rp5.519 triliun lebih dana yang dibutuhkan sampai tahun 2019 untuk membangun proyek infrastruktur strategis sebanyak 225 dan 30 proyek prioritas. APBN dan APBD hanya sanggup menyumbang 52% dari total kebutuhan dana. Meskipun sejak tahun 2015 lalu, belanja infrastruktur naik signifikan dari total belanja tetap saja masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu momentum reformasi pengelolaan dana haji langsung disambut hangat Pemerintah yang pusing mencari dana murah. Asalkan dikelola secara profesional dan transparan, kita harus terus mendukung upaya Pemerintah untuk membuat dana haji lebih bermanfaat. Tapi fakta di lapangan tentu berbeda, cerita pengelolaan dana biasanya diselingi oleh pemberitaan tertangkapnya oknum karena menyeleweng. Apalagi sejak tertangkapnya pejabat tinggi di Kementerian Agama beberapa tahun lalu, trauma soal pengelolaan haji masih berbekas. Tata kelola jadi kunci utama sebelum melangkah lebih jauh.
Entah melalui sukuk atau instrumen investasi lainnya, si pengelola dana haji harus amanah dan imbal hasilnya pun harus bagus. Keuntungan dari investasi tersebut harus digunakan kembali untuk memperbaiki pelayanan haji. Contohnya di kemudian hari Pemerintah bisa punya apartemen sendiri di Mekkah tanpa harus menyewa tiap tahunnya, dan pelayanan katering jamaah haji juga bisa ditingkatkan.
(http://economy.okezone.com/read/2017/01/16/320/1592524/dana-haji-untuk-infrastruktur)

No comments:

Post a Comment