Negeri
jiran Malaysia cukup sukses memobilisasi dana jaminan sosial warganegaranya.
Dan dana jaminan sosial mampu memperkuat cadangan keuangan nasional Malaysia.
Sebagai negara
persemakmuran, sistem jaminan sosial di Malaysia berkembang lebih awal dan
lebih pesat dibandingkan perkembangan sistem jaminan sosial di negara-negara
lain di kawasan Asia Tenggara. Di tahun 1951, Malaysia sudah memulai program
tabungan wajib pegawai untuk menjamin hari tua (employee provident fund, EPF) melalui Ordonansi EPF. Seluruh
pegawai swasta dan pegawai negeri yang tidak berhak atas pensiun, wajib
mengikuti program EPF. Ordonansi EPF kemudian diperbarui menjadi UU EPF pada
tahun 1991.
Sistem jaminan sosial
di Malaysia sudah pula meng-cover
pekerja di sektor informal seperti mereka yang bekerja secara mandiri dan
pembantu rumah tangga. Memang, boleh dikatakan, sektor informal merupakan
sektor yang lebih sulit dimobilisasi. Dalam sistem jaminan sosial di Malaysia,
sektor informal dapat menjadi peserta EPF ataupun SOCSO secara sukarela.
Karyawan asing dan pegawai pemerintah yang sudah punya hak pensiun juga dapat
ikut program EPF secara sukarela.
Selain itu, Malaysia
juga memiliki sistem jaminan kecelakaan kerja dan pensiun cacat yang dikelola
oleh Social Security Organization
(SOCSO). Karena pemerintah federal Malaysia bertanggung-jawab atas pembiayaan
dan penyediaan langsung pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk, maka
pelayanan kesehatan tidak masuk ke dalam cakupan program sistem jaminan sosial
di negeri jiran itu.
Di dalam
penyelenggaraannya, setiap program dan kelompok penduduk yang dilayani
mempunyai satu badan penyelenggara. Program EPF dikelola oleh Central Provident Fund (CPF), sebuah
badan hukum di bawah naungan Kementerian Keuangan. Lembaga ini merupakan
lembaga tripartit, yang terdiri atas wakil pekerja, pemberi kerja, pemerintah,
dan profesional. Untuk tugas-tugas khusus, seperti investasi, lembaga ini
membentuk Panel Investasi. Penyelenggaraan pensiun bagi pegawai pemerintah
dikelola langsung oleh Kementerian Keuangan lantaran program tersebut merupakan
program tunjangan pegawai (employment
benefit) di mana pegawai tidak berkontribusi. Program jaminan kecelakaan
kerja dan pensiun cacat dikelola oleh SOCSO yang dalam bahasa Malaysia disebut
Pertubuhan Keselamatan Sosial (PERKESO).
Program jaminan
sosial buat pegawai negeri sipil dikelola oleh Kumpulan Wang Amanat Pencen (KWAP). Program jaminan sosial untuk
angkatan bersenjata dikelola oleh Lembaga
Tabungan Angkatan Tentara (LTAT). Dan program jaminan sosial buat para
pekerja swasta dikelola oleh Kumpulan
Wang Simpanan Pekerja (KWSP). Semuanya tertata dalam sistem yang saling
mendukung dan ditaati baik oleh peserta maupun oleh pemberi kerja (pemerintah
dan majikan/perusahaan) dengan memberikan kontribusi berupa iuran bersama. Ada
kontribusi yang diiur oleh pekerja yang ditetapkan dengan nilai RM tertentu
berdasarkan range tertentu yang
rata-rata 0,5 persen sedangkan pemberi kerja 2,0 persen.
Dana pensiun yang
dikelola secara sentral melalui KWAP, KWSP, LTAT dan SOCSO, jelas Ketua Umum
Komintas Jamsosnas Indonesia Achmad Subianto, kinimencapai lebih dari Rp1.000
triliun. “Dengan begitu cadangan keuangan nasional Malaysia sangat kuat dan
cepat pulih dari krisis yang sempat melanda negeri jiran itu pada tahun 1997,”
ujar Subianto yang pernah melakukan studi banding sistem jaminan sosial di
Malaysia beberapa waktu lalu.
Manfaat (benefits) yang menjadi hak peserta: pertama, Peserta dapat menarik jaminan
hari tua berupa dana yang dapat diambil seluruhnya (lump sum) untuk modal usaha, menarik sebagian lump sum dan sebagian dalam bentuk anuitas (sebagai pensiun
bulanan), dan menarik hasil pengembangannya saja tiap tahun sementara pokok
tabungan tetap dikelola CPF. Kedua, Peserta
dapat menarik tabungannya ketika mengalami cacat tetap, meninggal dunia (oleh
ahli warisnya), atau meninggalkan Malaysia untuk selamanya. Ketiga, Peserta juga dapat menarik
dananya untuk membeli rumah, ketika mencapai usia 50 tahun, atau memerlukan
biaya perawatan di luar fasilitas publik yang ditanggung pemerintah. Dan keempat, Ahli waris peserta berhak
mendapatkan uang duka sebesar RM1.000-30.000, tergantung tingkat penghasilan,
apabila seorang peserta meninggal dunia.
Tingkat iuran untuk
program EPF, dalam persentase upah, bertambah dari tahun ke tahun. Jumlah iuran
tersebut ditingkatkan secara bertahap untuk menyesuaikan dengan tingkat upah
dan tingkat kemampuan penduduk dalam menabung. Dalam program EPF di Malaysia,
sekali seorang mengikuti program tersebut, maka ia harus terus menjadi peserta
sampai ia memasuki usia pensiun yang kini masih 55 tahun. Kini program EPF
telah meng-cover jaminan sosial
sekitar 12,5 juta pekerja di Malaysia.
============================
Lembaga
Tabung Haji Malaysia
Menyadari mayoritas
penduduknya beragama Islam, Malaysia mengembangkan tabungan haji dengan pola
Jaminan Sosial yang memberi kesempatan kepada setiap warganegara
Malaysiamemperoleh jaminan menunaikan ibadah haji. Tabungan Haji Malaysia itu
kini dikelola oleh Lembaga Tabung Haji Malaysia (LTHM).
Setiap umat Islam
yang belum menunaikan ibadah haji, menurut UU Haji Malaysia, diwajibkan
menyetorkan satu persen dari penghasilannya kepada LTHM. Kemudian, jelas Ketua
Umum KJI Achmad Subianto, mereka yang telah menyetor tabungan haji diwajibkan
membuat akad atau perjanjian untuk pelaksanaan ibadah haji.
“Jadi, tabungan haji
Malaysia bersifat tabungan jangka panjang, bukan jangka pendek sebagaimana yang
selama ini dilakukan oleh Kementerian agama yang bekerjasama dengan sejumlah
bank di Indonesia yang sebenarnya sangat merugikan umat,” tutur Subianto.
Berkat kemampuan LTHM menggalang dana tabungan haji kini Malaysia memiliki Cadangan Keuangan Nasional (National Reserve Fund) yang sangat kuat. “Tahun 2003 saja, dana haji yang terkumpul di LTHM mencapai Rp75 triliun. Sekarang tentu lebih dari Rp100 triliun,” jelas Subianto yang pernah melakukan kunjungan ke LTHM beberapa waktu lalu.
No comments:
Post a Comment