A. LATAR
BELAKANG
Kesehatan adalah hak dan investasi, setiap warga negara berhak
atas kesehatannya termasuk masyarakat miskin, untuk itu diperlukan suatu sistem
yang mengatur pelaksanaan bagi upaya pemenuhan hak warga negara untuk tetap
hidup sehat. Kualitas kesehatan masyarakat Indonesia selama ini tergolong
rendah, selama ini masyarakat terutama masyarakat miskin cenderung kurang
memperhatikan kesehatan mereka. Hal ini dapat disebabkan karena rendahnya tingkat
pemahaman mereka akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan, padahal kesadaran
rakyat tentang pemeliharaan dan perlindungan kesehatan sangatlah penting untuk
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Di sisi lain, rendahnya
derajat kesehatan masyarakat dapat pula disebabkan oleh ketidakmampuan mereka
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan karena mahalnya biaya pelayanan yang
harus dibayar.
Tingkat kemiskinan menyebabkan masyarakat miskin tidak mampu
memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang tergolong mahal. Jika tidak
segera diatasi, kondisi tersebut akan memperparah kondisi kesehatan masyarakat
Indonesia, karena krisis ekonomi telah meningkatkan jumlah masyarakat miskin
dan mengakibatkan naiknya biaya pelayanan kesehatan, sehingga semakin menekan
akses mereka karena biaya yang semakin tak terjangkau.
Mengingat kesehatan merupakan aspek penting dalam kehidupan
masyarakat, maka pemerintah harus menciptakan suatu pembangunan kesehatan yang
memadai sebagai upaya perbaikan terhadap buruknya tingkat kesehatan selama ini.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD 1945) pada Pasal 28H, menetapkan bahwa kesehatan
adalah hak dasar setiap individu dan semua warga negara berhak Tulisan
hukum/Infokum/Tematik Page 2 mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk
masyarakat miskin, dalam implementasinya dilaksanakan secara bertahap sesuai
kemampuan keuangan pemerintah dan pemerintah
daerah.
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
disebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan
UUD 1945, setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada
masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan
setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi
bagi pembangunan negara, dan upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan
dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan
merupakan tanggung jawab semua pihak baik Pemerintah maupun masyarakat.
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 28H dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan tersebut mengisyaratkan bahwa setiap individu, keluarga
dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara
bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya
termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Upaya mewujudkan hak tersebut
pemerintah harus menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang merata, adil dan terjangkau bagi seluruh lapisan
masyarakat. Untuk itu pemerintah perlu
melakukan upaya-upaya untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan
kesehatan.
Kemudian sesuai amanat
pada perubahan UUD 1945 Pasal 34 ayat 2
yang menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Dengan dimasukkannya Sistem Jaminan Sosial dalam perubahan
UUD 1945, dan terbitnya UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN),
menjadi suatu bukti yang kuat bahwa pemerintah dan pemangku
kepentingan terkait harus memiliki komitmen yang besar untuk mewujudkan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya. Karena melalui SJSN sebagai salah
satu bentuk perlindungan sosial pada hakekatnya bertujuan untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Berdasarkan konstitusi dan undang-undang tersebut, pemerintah
melakukan upayaupaya untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan
kesehatan, di antaranya adalah Program Jaringan Pengaman Sosial Kesehatan
(JPS-BK) tahun 1998-2000, Program Dampak Pengurangan Subsidi Energi (PDSE)
tahun 2001, dan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak
(PKPS-BBM) tahun 2002-2004. Pada awal tahun 2005, melalui Keputusan Menteri
Kesehatan 1241/Menkes/XI/04 pemerintah menetapkan program Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) melalui pihak ketiga, yaitu, PT Askes
(persero) Program ini lebih dikenal sebagai program Asuransi Kesehatan Masyarakat
Miskin (Askeskin). Program Askeskin merupakan kelanjutan dari PKPS-BBM yang
telah dilaksanakan sebelumnya, dimana pembiayaannya didanai dari subsidi BBM
yang telah dikurangi pemerintah untuk dialihkan menjadi subsidi di bidang
kesehatan. Program Askeskin (2005-2007) kemudian berubah nama menjadi program
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) sejak tahun 2008 sampai dengan
sekarang. JPKMM/Askeskin, maupun Jamkesmas kesemuanya memiliki tujuan yang sama
yaitu melaksanakan penjaminan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin
dan tidak mampu dengan menggunakan prinsip asuransi kesehatan sosial.
Pelaksanaan program Jamkesmas mengikuti prinsip-prinsip penyelenggaraan
sebagaimana yang diatur dalam UU SJSN, yaitu dikelola secara nasional, nirlaba,
portabilitas, transparan, efisien dan
efektif. Pelaksanaan program Jamkesmas tersebut merupakan upaya untuk menjaga
kesinambungan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang
merupakan masa transisi sampai dengan diserahkannya kepada Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial sesuai UU SJSN.
B.
PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian diatas terdapat beberapa hal yang perlu
disampaikan untuk memberikan gambaran mengenai pelaksanaan Jamkesmas, yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan kemiskinan?
2. Apakah yang dimaksud dengan Jamkesmas?
3. Aspek-aspek apakah yang mendapat perhatian pemerintah (dhi.
Departemen Kesehatan) untuk Program Jamkesmas Tahun 2011?
4. Bagaimanakah pengembangan jaminan kesehatan di daerah?
C.
PEMBAHASAN
Pemerintah menyadari bahwa masyarakat, terutama masyarakat
miskin, sulit untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Kondisi tersebut
semakin memburuk karena mahalnya biaya kesehatan, akibatnya pada kelompok
masyarakat tertentu sulit mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Untuk memenuhi
hak rakyat atas kesehatan, pemerintah mengalokasikan dana bantuan sosial sektor
kesehatan yang digunakan sebagai pembiayaan bagi masyarakat, khususnya
masyarakat miskin, bantuan sosial tersebut direalisasikan dalam bentuk Jamkesmas yang penyelengaraannya dalam skema
asuransi sosial.
1. Kemiskinan
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs
approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan
dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang
diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang
memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis kemiskinan.
Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM)
dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran perkapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai
penduduk miskin.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran
kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori per kapita
per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis
komoditi (padi-padian, umbiumbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran,
kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Garis Kemiskinan Non
Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan
dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis
komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh
Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki
rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama
Maret 2008 s.d. Maret 2009, Garis Kemiskinan naik sebesar 9,65 persen, yaitu
dari Rp182.636,00 per kapita per bulan pada Maret 2008 menjadi Rp200.262,00 per
kapita per bulan pada Maret 2009.
Dalam penanggulangan masalah kemiskinan melalui program bantuan
langsung tunai (BLT) BPS pun telah menetapkan 14 (empat belas) kriteria
keluarga miskin, seperti yang telah
disosialisasikan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika (2005),
rumah tangga yang memiliki ciri rumah tangga miskin, yaitu:
a) Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per
orang.
b) Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari
tanah/bambu/kayu murahan.
c) Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu
berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
d) Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama dengan rumah
tangga lain.
e) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
f) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air
hujan.
g) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu
bakar/arang/minyak tanah.
h) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
i) Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
j) Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
k) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
l) Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan
luas lahan 0,5 ha,buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau
pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000 per bulan.
m)Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak
sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
n) Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai
Rp. 500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal
motor, atau barang modal lainnya.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka rumah tangga yang tidak
memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan tunai langsung adalah rumah tangga
yang tidak memenuhi kriteria tersebut di atas, PNS, TNI, Polri/pensiunan,
pengungsi yang diurus oleh pemerintah, dan penduduk yang tidak mempunyai tempat
tinggal.
Kemiskinan dapat pula dikatakan sebagai rendahnya kualitas hidup
masyarakat karena tidak terpenuhinya kebutuhan sosial, artinya kesempatan
mereka untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang disediakan
oleh pemerintah sangat kecil, termasuk akses untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan.
Padahal kesehatan adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan
masyarakat yang harus mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah. Biaya
kesehatan yang mahal menjadi kendala bagi masyarakat miskin untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang memadai.
Dalam rangka memenuhi hak masyarakat miskin sebagaimana
diamanatkan konstitusi dan undang-undang, pemerintah dalam hal ini Departemen
Kesehatan mengeluarkan kebijakan yang lebih memfokuskan pada pelayanan
kesehatan masyarakat miskin. Masyarakat miskin di sini adalah masyarakat yang
berdasarkan kriteria pemerintah ditetapkan dalam kategori miskin. Dasar
pemikirannya adalah selain memenuhi kewajiban pemerintah juga berdasarkan
kajian bahwa indikator-indikator kesehatan akan lebih baik apabila lebih
memperhatikan pelayanan kesehatan yang terkait dengan kemiskinan dan kesehatan.
Melalui Jamkesmas diharapkan segenap lapisan
masyarakat miskin dapat merasakan dan menikmati fasilitas kesehatan sehingga
kedepannya dapat menurunkan angka kematian ibu melahirkan, menurunkan angka
kematian bayi, dan balita serta penurunan angka kelahiran dengan tetap mengedepankan
pelayanan akan kasus-kasus kesehatan masyarakat miskin umumnya.
2. Tentang Jaminan Kesehatan Masyarakat
Jamkesmas adalah bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi
masyarakat miskin dan tidak mampu yang iurannya dibayar oleh Pemerintah,
diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan sejak tahun 2008 dan merupakan
perubahan dari Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat
Miskin/JPKMM atau lebih dikenal dengan program Askeskin yang diselenggarakan
pada tahun 2005 s.d. 2007. Program Jamkesmas diselenggarakan untuk memberikan
kemudahan dan akses pelayanan kesehatan kepada peserta di seluruh jaringan
fasilitas kesehatan yang melaksanakan program Jamkesmas, mendorong peningkatan
pelayanan kesehatan yang terstandar dan terkendali mutu dan biayanya, dan
terselenggaranya pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel.
Pelaksanaan program Jamkesmas dilaksanakan sebagai amanat UUD
1945 Pasal 28H ayat (1), yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selain itu
berdasarkan UUD 1945 Pasal 34 ayat (3)
dinyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Pada UUD 1945 Pasal 34 ayat (2) mengamanatkan negara
mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan
dimasukkannya Sistem Jaminan Sosial dalam perubahan UUD 1945, dan terbitnya
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN), menjadi suatu bukti yang kuat bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan
terkait memiliki komitmen yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyatnya. Karena melalui SJSN sebagai salah satu bentuk perlindungan
sosial pada hakekatnya bertujuan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Pelaksanaan program Jamkesmas
tersebut merupakan upaya untuk menjaga kesinambungan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat miskin dan tidak mampu yang merupakan masa transisi sampai dengan
diserahkannya kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sesuai UU SJSN.
Pelaksanaan program Jamkesmas mengikuti prinsip-prinsip
penyelenggaraan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 903/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program
Jaminan Kesehatan Masyarakat, yaitu:
a. dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan untuk semata-mata
peningkatan derajat kesehatan masyarakat miskin;
b. menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan
medik yang cost effective dan rasional;
c. pelayanan terstruktur, berjenjang dengan portabilitas dan
ekuitas; dan d. efisien, transparan dan akuntabel.
Sasaran jamkesmas diperuntukan bagi seluruh masyarakat miskin,
pelaksanaan program Jamkesmas diharapkan dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat, dengan memberikan akses masyarakat
miskin terhadap pelayanan kesehatan, sasaran program Jamkesmas berjumlah 19,1
juta rumah tangga miskin (RTM) yang setara dengan 76,4 juta jiwa masyarakat
yang terdiri dari masyarakat miskin dan masyarakat tidak mampu.
Program Jamkesmas memberikan perlindungan sosial di bidang
kesehatan untuk menjamin masyarakat miskin dan tidak mampu yang iurannya dibayar
oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya yang layak dapat terpenuhi.
Iuran bagi masyarakat miskin dan tidak mampu dalam Program Jamkesmas bersumber dari Anggaran Pengeluaran
dan Belanja Negara (APBN) dari mata anggaran kegiatan belanja bantuan sosial.
Pada hakikatnya pelayanan kesehatan terhadap peserta menjadi tanggung jawab dan
dilaksanakan bersama oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah
Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota berkewajiban memberikan kontribusi sehingga
menghasilkan pelayanan yang optimal.
Program Jamkesmas diselenggarakan berdasarkan konsep asuransi
sosial.
Program ini diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk
mewujudkan portabilitas pelayanan sehingga pelayanan rujukan tertinggi yang
disediakan Jamkesmas dapat diakses oleh seluruh peserta dari berbagai wilayah,
dan agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan
yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.
Penyelenggaraan Program Jamkesmas dibedakan dalam dua kelompok berdasarkan
tingkat pelayanannya yaitu:
a. Jamkesmas untuk pelayanan dasar di puskesmas termasuk
jaringannya.
b. Jamkesmas untuk pelayanan kesehatan lanjutan di rumah sakit
dan balai kesehatan.
Program Jamkesmas 2011 dikembangkan dengan memberikan Jaminan Persalinan
bagi semua kehamilan/persalinan (yg belum memiliki Jaminan Persalinan), Jaminan
Persalinan yang memberikan pelayanan kepada seluruh ibu hamil yang melahirkan
di mana persalinannya ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan pemerintah
dan swasta. Selain Jaminan Persalinan diselenggarakan
pula Jaminan Pelayanan Pengobatan pada penderita Thalassaemia Mayor. Pemberian
pelayanan bagi penderita Thalassaemia Mayor diberikan kepada pasien yang telah
ditegakkan diagnosis secara pasti sebagai penderita Thalassaemia Mayor.
3. Pelaksanaan Program Jamkesmas
Program Jamkesmas Tahun
2011 lebih difokuskan pada penyelenggaraan
pelayanan kesehatan lanjutan di rumah sakit dan balai kesehatan yang terdiri
dari penyelenggaraan kepesertaan, penyelenggaraan pelayanan, penyelenggaraan pendanaan
beserta manajemen dan pengorganisasiannya, sehingga mekanisme pelaksanaan
Program Jamkesmas tahun 2011 sebagai berikut:
a) Kepesertaan
Peserta Program Jamkesmas adalah masyarakat miskin dan orang
yang tidak mampu dan peserta lainnya yang iurannya dibayar oleh Pemerintah
sejumlah 76,4 juta jiwa. Kepesertaan
Jamkesmas 2011 mengacu kepada data BPS 2008 yang berjumlah 60,4 juta jiwa,
namun jumlah sasaran (kuota) peserta Jamkesmas tahun 2011 ditetapkan oleh
Kementerian Kesehatan sama dengan tahun 2010 yaitu 76,4 juta jiwa. Baseline data kepesertaan tahun 2011
menggunakan data BPS ditambah dengan data daerah sesuai dengan updating sampai memenuhi kuota 2011 yang ditetapkan.
Peserta yang dijamin dalam program Jamkesmas tersebut meliputi:
1) Masyarakat miskin dan tidak mampu yang telah ditetapkan
dengan keputusan Bupati/Walikota mengacu pada:
(a) data masyarakat miskin sesuai dengan data BPS 2008 dari
Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) yang telah lengkap dengan nama dan
alamat yang jelas (by name by address).
(b) sisa kuota: total kuota dikurangi data BPS 2008 untuk
kabupaten/kota setempat yang ditetapkan sendiri oleh kabupaten/kota setempat
lengkap dengan nama dan alamat (by name by address) yang jelas.
2) Gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar, masyarakat
miskin yang tidak memiliki identitas.
3) Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) yang tidak memiliki
kartu Jamkesmas.
4) Masyarakat miskin yang ditetapkan berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1185/Menkes/SK/XII/2009 tentang Peningkatan Kepesertaan
Jamkesmas bagi Panti Sosial, Penghuni Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara
serta Korban Bencana Pasca Tanggap Darurat. Tata laksana pelayanan diatur
dengan petunjuk teknis (juknis) tersendiri sebagaimana tertuang dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1259/Menkes/SK/XII/2009 tentang
Petunjuk Teknis Pelayanan Jamkesmas Bagi Masyarakat Miskin
Akibat Bencana, Masyarakat Miskin Penghuni Panti Sosial, dan Masyarakat Miskin
Penghuni Lembaga Pemasyarakatan serta Rumah Tahanan Negara.
5) Ibu hamil dan melahirkan serta bayi yang dilahirkan (sampai
umur 28Hari) yang tidak memiliki jaminan kesehatan.
6) Penderita Thalassaemia Mayor yang sudah terdaftar pada
Yayasan Thalassaemia Indonesia (YTI) atau yang belum terdaftar namun telah
mendapat surat keterangan direktur rumah sakit.
Apabila masih terdapat masyarakat miskin dan tidak mampu yang
tidak termasuk dalam keputusan Bupati/Walikota maka jaminan kesehatannya
menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah (Pemda) setempat, cara penyelenggaraan
jaminan kesehatan daerah mengikuti kaidah-kaidah pelaksanaan Jamkesmas.
Peserta Jamkesmas ada yang memiliki kartu sebagai identitas
peserta dan ada yang tidak memiliki kartu.
1) Peserta yang memiliki kartu adalah peserta sesuai Surat
Keputusan Bupati/Walikota.
2) Peserta yang tidak memiliki kartu terdiri dari:
(a) gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar serta
penghuni panti sosial pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan
menunjukkan surat rekomendasi dari Dinas Sosial setempat.
(c) penghuni Lapas dan
Rutan pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan rekomendasi
dari Kepala Lapas/Rutan.
(d) peserta Program Keluarga Harapan (PKH) yang tidak memiliki kartu Jamkesmas pada saat
mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan kartu PKH.
(e) bayi dan anak yang lahir dari pasangan (suami dan istri)
peserta Jamkesmas setelah terbitnya SK Bupati/Walikota, dapat mengakses
pelayanan kesehatan dengan menunjukkan akte kelahiran/surat kenal lahir/surat keterangan
lahir/pernyataan dari tenaga kesehatan, kartu Jamkesmas orang tua dan Kartu
Keluarga orangtuanya.
Bayi yang lahir dari pasangan yang hanya salah satunya memiliki
kartu jamkesmas tidak dijamin dalam program ini.
(f) korban bencana pasca tanggap darurat, kepesertaannya
berdasarkan keputusan Bupati/Walikota setempat sejak tanggap darurat dinyatakan
selesai dan berlaku selama satu tahun.
(g) sasaran yang dijamin oleh Jaminan Persalinan yaitu: ibu
hamil, ibu bersalin/ibu nifas dan bayi baru lahir.
(h) penderita Thalassaemia Mayor.
Terhadap peserta yang memiliki kartu maupun yang tidak memiliki
kartu sebagaimana tersebut di atas, PT Askes (Persero) wajib menerbitkan Surat Keabsahan
Peserta (SKP) dan membuat pencatatan atas kunjungan pelayanan kesehatan. Khusus
untuk peserta Jaminan Persalinan dan penderita Thalassaemia
Mayor non peserta Jamkesmas diterbitkan Surat Jaminan Pelayanan
(SJP) oleh Rumah Sakit, tidak perlu diterbitkan SKP oleh PT Askes (Persero).
Bagi peserta yang telah meninggal dunia maka haknya hilang
dengan pertimbangan akan digantikan oleh bayi yang lahir dari pasangan peserta Jamkesmas
sehingga hak peserta yang meninggal tidak dapat dialihkan kepada orang lain.
Penyalahgunaan terhadap hak kepesertaan dikenakan sanksi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
b) Pelayanan Kesehatan
Setiap peserta mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan
meliputi: pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap
Tingkat Pertama (RITP), pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan
(RJTL), Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) kelas III dan pelayanan gawat
darurat. Manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta dalam bentuk pelayanan
kesehatan yang bersifat menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan medik
sesuai dengan Standar Pelayanan Medik.
Pada keadaan gawat darurat (emergency),
seluruh Fasilitas Kesehatan (Faskes) baik jaringan Jamkesmas atau bukan wajib
memberikan pelayanan penanganan pertama kepada peserta Jamkesmas. Bagi Faskes
yang bukan jaringan Jamkesmas pelayanan tersebut merupakan bagian dari fungsi
sosial Faskes, selanjutnya Faskes
tersebut dapat merujuk ke Faskes
jaringan Faskes Jamkesmas untuk penanganan lebih lanjut.
Pemberian pelayanan kepada peserta oleh Faskes lanjutan harus
dilakukan secara efisien dan efektif, dengan menerapkan prinsip kendali biaya
dan kendali mutu, untuk mewujudkannya maka dianjurkan manajemen Faskes lanjutan
melakukan analisis pelayanan dan memberi umpan balik secara internal kepada instalasi
pemberi layanan. Pelayanan kesehatan dalam program ini menerapkan pelayanan
terstruktur dan pelayanan berjenjang berdasarkan rujukan. Faskes lanjutan
penerima rujukan wajib merujuk kembali peserta Jamkesmas disertai jawaban dan
tindak lanjut yang harus dilakukan jika secara medis peserta sudah dapat
dilayani di Faskes yang merujuk.
Bagi pengguna jaminan persalinan manfaat yang diberikan meliputi
pelayanan pemeriksaan kehamilan, persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan bayi
baru lahir serta pelayanan KB paska persalinan. Tata laksana mengenai jaminan
persalinan secara rinci diatur dengan juknis tersendiri. Bagi penderita
Thalassaemia Mayor mendapatkan manfaat pelayanan sesuai standar terapi
Thalassaemia. Tata laksana mengenai hal ini diatur dengan juknis tersendiri.
Pemberlakuan INA-CBGs di Faskes lanjutan meliputi berbagai aspek
sebagai satu kesatuan yaitu penyiapan
software dan aktivasinya, administrasi klaim
dan proses verifikasi. Agar dapat berjalan dengan baik, dokter harus
menuliskan diagnosis dan tindakan dengan lengkap menurut ICD-10 dan/atau ICD-9
CM. Koder menerjemahkan diagnosis dan tindakan ke dalam ICD-10 dan ICD-9 CM.
Selanjutnya petugas administrasi klaim Faskes lanjutan memasukkan
data klaim dengan lengkap dan menggunakan software INA-CBGs. Pada kasus
severity level 3 harus dilengkapi dengan pengesahan dari Komite Medik atau
Direktur Pelayanan atau Supervisor.
Status kepesertaan harus ditetapkan sejak awal untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan, peserta Jamkesmas tidak boleh dikenakan urun biaya dengan alasan
apapun.
Fasilitas Kesehatan (Faskes)
Fasilitas kesehatan dalam program Jamkesmas meliputi puskesmas
dan jaringannya serta Fasilitas Kesehatan lanjutan (Rumah Sakit dan balkesmas),
yang telah bekerja sama dalam program Jamkesmas. Perjanjian Kerja Sama (PKS)
dibuat antara Faskes dengan Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota setempat
yang diketahui oleh Tim Pengelola Provinsi meliputi berbagai aspek
pengaturannya dan diperbaharui setiap tahunnya apabila Faskes lanjutan tersebut masih berkeinginan menjadi
Faskes lanjutan program Jamkesmas.
Faskes lanjutan dikembangkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat berdasarkan kebutuhan dengan mempertimbangkan berjalannya proses pengabsahan
peserta oleh petugas PT Askes (Persero) serta verifikasi oleh Verifikator
Independen.
Upaya perbaikan peningkatan pelayanan kesehatan khususnya
hal-hal yang terkait dengan perizinan RS, kualifikasi RS dan akreditasi RS
terus dilakukan dalam rangka peningkatan pelayanan. dan peningkatan efisiensi
baik di puskesmas maupun di rumah sakit dan
Faskes lainnya terus dilakukan. Telaah pemanfaatan pelayanan (utilisation
review) dilakukan untuk menilai kewajaran pelayanan kesehatan yang dilakukan.
Selanjutnya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan Faskes yang telah melakukan kerja sama kepada
Tim Pengelola Jamkesmas Pusat bersama nomor rekening Faskes lanjutan yang bersangkutan, untuk
didaftarkan sebagai Faskes Jamkesmas dengan keputusan Ketua Tim Pengelola
Jamkesmas Pusat.
c) Pendanaan
Pendanaan Jamkesmas merupakan jenis belanja bantuan sosial
bersumber dari APBN Kementerian Kesehatan. Dana belanja bantuan sosial adalah
dana yang dimaksudkan untuk mendorong pencapaian program dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan bagi
peserta Jamkesmas serta bukan bagian dari dana yang ditransfer ke Pemerintah
Kabupaten/Kota sehingga pengaturannya tidak melalui mekanisme APBD, dan dengan
demikian tidak langsung menjadi pendapatan daerah. Dana Jamkesmas dan Jampersal
terintegrasi secara utuh menjadi satu kesatuan. Dana Jamkesmas dan Jampersal
untuk pelayanan kesehatan dasar disalurkan langsung dari rekening kas negara ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melalui bank. Dana Jamkesmas dan Jampersal untuk
pelayanan kesehatan lanjutan disalurkan langsung dari rekening kas negara ke
rumah sakit/balkesmas melalui bank.
Pembayaran biaya pelayanan kesehatan dasar dan jaminan
persalinan di Faskes tingkat pertama dibayar dengan pola klaim.
Pertanggungjawaban untuk seluruh Faskes lanjutan menggunakan pola pembayaran
dengan INA-CBGs. Peserta tidak boleh dikenakan urun biaya dengan alasan apapun.
Sumber dan Alokasi Dana
Dana Pelayanan Jamkesmas bersumber dari APBN sektor Kesehatan
dan APBD. Pemerintah daerah melalui APBD berkontribusi dalam menunjang dan melengkapi
pembiayaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu di daerah
masing- masing meliputi antara lain:
1) masyarakat miskin dan tidak mampu yang tidak masuk dalam
pertanggungan kepesertaan Jamkesmas.
2) biaya transportasi rujukan dari rumah sakit yang merujuk ke
pelayanan kesehatan lanjutan serta biaya pemulangan pasien menjadi tanggung
jawab Pemda asal pasien.
3) biaya transportasi petugas pendamping pasien yang dirujuk.
4) dukungan biaya operasional manajemen Tim Koordinasi dan Tim
Pengelola Jamkesmas Provinsi/Kabupaten/Kota.
5) biaya lain-lain di luar pelayanan kesehatan, sesuai dengan
spesifik daerah dapat dilakukan oleh daerahnya.
Adapun dana Operasional Manajemen Tim Pengelola di Provinsi
bersumber dari APBN melalui dana dekonsentrasi, sedangkan untuk Tim Pengelola
Kabupaten/Kota bersumber dari APBN melalui dana dekonsentrasi dan tugas
pembantuan.
Besaran alokasi dana pelayanan Jamkesmas di pelayanan dasar
untuk setiap kabupaten/kota dan pelayanan rujukan untuk rumah sakit/balkesmas
ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan.
Lingkup Pendanaan
Pendanaan Jamkesmas terdiri dari:
1) Dana Pelayanan Kesehatan, adalah dana yang langsung
diperuntukkan untuk pelayanan kesehatan di
Faskes Tingkat Pertama dan Faskes
Tingkat Lanjutan.
Dana Pelayanan Kesehatan bagi peserta Jamkesmas meliputi seluruh
pelayanan kesehatan di:
(a) puskesmas dan jaringannya untuk pelayanan kesehatan dasar.
(b) rumah sakit pemerintah/swasta termasuk RS khusus, TNI/POLRI,
balkesmas untuk pelayanan kesehatan rujukan.
2) Dana Operasional Manajemen, adalah dana yang diperuntukkan
untuk operasional manajemen Tim Pengelola dan Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota
dalam menunjang program Jamkesmas.
d) Pengorganisasian
Pengorganisasian kegiatan Jamkesmas dimaksudkan agar pelaksanaan
manajemen kegiatan Jamkesmas dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Pengelolaan kegiatan Jamkesmas dilaksanakan secara bersama-sama
antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Dalam pengelolaan
Jamkesmas dibentuk Tim Pengelola di tingkat pusat, tingkat provinsi, dan
tingkat kabupaten/kota. Pengelolaan kegiatan Jamkesmas terintegrasi dengan kegiatan
BOK. Pengorganisasian manajemen Jamkesmas dan BOK terdiri dari:
1) Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK (bersifat lintas sektor),
sampai tingkat kabupaten/kota.
2) Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK (bersifat lintas program),
sampai tingkat kabupaten/kota.
Tim Koordinasi
1) Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat
Menteri Kesehatan membentuk Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK
Tingkat Pusat, yang terdiri dari Pelindung, Ketua, Sekretaris dan Anggota. Tim Koordinasi
bersifat lintas sektor terkait, diketuai oleh Sekretaris Utama Kementerian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dengan anggota terdiri dari Pejabat
Eselon I Kementerian terkait dan unsur lainnya.
Tugas Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat:
(a) menentukan strategi
dan kebijakan nasional pelaksanaan Jamkesmas dan BOK.
(b) melakukan pengendalian dan penilaian pelaksanaan kegiatan
Jamkesmas dan BOK secara nasional.
(c) memberikan arahan
untuk efisiensi dan efektivitas pelaksanaan Jamkesmas dan BOK.
(d) menjadi fasilitator lintas sektor tingkat pusat dan daerah.
2) Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi
Gubernur membentuk Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat
Provinsi, yang terdiri dari Pelindung, Ketua, Sekretaris dan Anggota. Tim
Koordinasi bersifat lintas sektor terkait dalam pelaksanaan Jamkesmas dan BOK,
diketuai oleh Sekretaris Daerah Provinsi dengan anggota terdiri dari pejabat
terkait.
Tugas Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi:
(a) menjabarkan strategi dan kebijakan pelaksanaan
Jamkesmas dan BOK tingkat provinsi.
(b) mengarahkan pelaksanaan kebijakan Jamkesmas dan BOK sesuai
kebijakan nasional.
(c) melakukan pengendalian dan penilaian pelaksanaan kegiatan
Jamkesmas dan BOK di tingkat provinsi.
3) Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota Bupati/Walikota membentuk Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK
Tingkat Kabupaten/Kota, yang terdiri dari Pelindung, Ketua, Sekretaris dan
Anggota. Tim Koordinasi bersifat lintas sektor terkait dalam pelaksanaan
Jamkesmas dan BOK,diketuai oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota dengan anggota
terdiri dari pejabat terkait.
Tugas Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota:
(a) menjabarkan strategi dan kebijakan pelaksanaan Jamkesmas dan
BOK.
(b) mengarahkan pelaksanaan kebijakan Jamkesmas dan BOK sesuai
kebijakan nasional.
(c) melakukan pengendalian dan penilaian pelaksanaan kegiatan
Jamkesmas dan BOK.
(d) menjadi fasilitator lintas sektor tingkat kabupaten/kota dan
Puskesmas.
Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK
Dalam pengelolaan kegiatan Jamkesmas dan BOK dibentuk Tim
Pengelola Tingkat Pusat, Tim Pengelola Tingkat Provinsi, dan Tim Pengelola
Tingkat Kabupaten/Kota.
Tim Pengelola bersifat lintas program di Kementerian Kesehatan,
Dinas Kesehatan Provinsi, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
1) Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat
Menteri Kesehatan membentuk Tim Pengelola Jamkesmas terintegrasi
dengan BOK. Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat terdiri dari
Penanggung Jawab, Pengarah, Pelaksana dan Sekretariat yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Kesehatan.
Penanggung jawab adalah Menteri Kesehatan, sedangkan Pengarah
terdiri dari pejabat eselon I di lingkungan Kemenkes, dengan Ketua adalah
Sekretaris Jenderal dan Wakil Ketua adalah Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA.
Pelaksana terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan
Anggota yang merupakan Pejabat Eselon I dan Pejabat Eselon II di lingkungan
Kemenkes.
Sekretariat terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota yang
merupakan pejabat eselon II, pejabat eselon III dan pejabat eselon IV di
lingkungan Kemenkes.
Tugas Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat:
(a) merumuskan dan menetapkan kebijakan operasional dan teknis,
pelaksanaan Jamkesmas dan BOK agar sejalan dengan UU Nomor 40 Tahun 2004
tentang SJSN dan Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014.
(b) melakukan pengawasan dan pembinaan atas kebijakan yang telah
ditetapkan.
(c) melakukan sinkronisasi dan koordinasi terkait pengembangan
kebijakan.
(d) memberikan masukan dan laporan kepada Menteri Kesehatan
terkait pelaksanaan Jamkesmas dan BOK.
(e) menyusun pedoman teknis pelaksanaan, penataan sasaran,
penataan fasilitas pelayanan kesehatan (pemberi pelayanan kesehatan) dalam
rangka penyelenggaraan Jamkesmas.
(f) menyusun dan mengusulkan norma, standar, prosedur dan
kriteria dalam penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK.
(g) melaksanakan pertemuan berkala dengan pihak terkait dalam
rangka koordinasi, sinkronisasi dan evaluasi penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK.
(h) melaksanakan advokasi, sosialisasi, sinkronisasi penyelenggaraan
Jamkesmas dan BOK.
(i) menyusun perencanaan, evaluasi, monitoring dan pengawasan
seluruh kegiatan sesuai dengan kebijakan teknis dan operasional yang telah ditetapkan.
(j) melakukan telaah hasil verifikasi, otorisasi dan realisasi
pembayaran klaim dan mengusulkan kebutuhan anggaran pelayanan kesehatan.
2) Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi
Tim Pengelola Jamkesmas sekaligus sebagai Tim Pengelola BOK.
Kegiatan Jamkesmas (termasuk Jampersal) terintegrasi dalam pengelolaan dengan kegiatan-kegiatan
BOK, karena itu semua bidang yang ada pada Dinas Kesehatan Provinsi harus masuk
dalam struktur organisasi pengelola ini.
Kegiatan manajemen Jamkemas dan BOK di provinsi dibiayai melalui
dana Dekonsentrasi Pengelolaan Jamkesmas dari Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan
(P2JK) Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan.
Tugas Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi adalah:
(a) melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan Tim Pengelola
Jamkesmas dan BOK Pusat.
(b) mempertanggungjawabkan manajemen penyelenggaraan Jamkesmas
dan BOK secara keseluruhan di wilayah kerjanya.
(c) mengoordinasikan
manajemen kepesertaan, pelayanan dan administrasi keuangan dalam
penyelenggaraan Jamkesmas.
(d) melakukan pembinaan (koordinasi dan evaluasi) terhadap
pelaksanaan kegiatan Jamkesmas dan BOK di kabupaten/kota.
(e) melatih tim pengelola Jamkesmas dan BOK tingkat kabupaten/kota.
(f) menyampaikan laporan
dari hasil penyelenggaraan kegiatan Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota ke Tim
Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat.
(g) mengupayakan peningkatan dana untuk operasional Puskesmas
dan manajemen Jamkesmas dan BOK dari sumber APBD.
(h) mengoordinasikan manajemen administrasi keuangan Jamkesmas
dan BOK.
(i) melakukan pembinaan,
pengawasan dan pengendalian terhadap unit-unit kerja yang terkait dalam
penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK di wilayah kerjanya.
(j) memfasilitasi
pertemuan secara berkala dengan Tim Koordinasi sesuai kebutuhan dalam rangka
sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan penyelesaian masalah lintas sektor
yang terkait dengan penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK di provinsi.
(k) membuat laporan secara berkala atas pelaksanaan Jamkesmas
dan BOK di wilayah kerjanya kepada Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Pusat.
(l) menangani
penyelesaian keluhan dari para pihak.
(m) memonitor pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang
menyelenggarakan Jamkesmas di wilayah kerjanya.
(n) meneruskan hasil rekruitmen PPK dari Dinkes Kabupaten/Kota
ke Pusat.
(o) menyusun dan menyampaikan laporan atas semua hasil
pelaksanaan tugas penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK kepada Tim Pengelola
Jamkesmas dan BOK Pusat.
3) Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota
Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota dalam
menjalankan tugas dan fungsinya terintegrasi menjadi satu kesatuan yang tidak
terpisahkan.
Tim pengelola Jamkesmas sekaligus menjadi Tim Pengelola BOK.
Dalam melaksanakan kegiatan manajamen Jamkesmas dan BOK, Tim
Pengelola Jamkesmas dan BOK mendapat dukungan pembiayaan yang berasal dari dana
manajemen BOK (bersumber dari dana Tugas Pembantuan Direktorat Jenderal Bina
Gizi dan KIA Kemenkes).
Sedangkan honor Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK, disediakan dari
dana Dekonsentrasi Jamkesmas (untuk 5 orang dari Tim Pengelola) dan dari dana Tugas
Pembantuan BOK (untuk 7 orang dari Tim Pengelola). Besaran dana disesuaikan
dengan Standar Biaya Umum yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi Tim Pengelola Jamkesmas dan
BOK secara serasi, harmoni, dan terintegrasi, maka pengorganisasian Jamkesmas dan
BOK melibatkan seluruh struktur yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan demikian pengelolaannya tidak dilakukan oleh satu bidang saja di Dinas
Kesehatan.
Susunan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota,
yaitu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai penanggung jawab pengelolaan
Jamkesmas dan BOK membentuk Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat
Kabupaten/Kota. Tugas Tim Pengelola Kabupaten/Kota terintegrasi meliputi
seluruh kegiatan pengelolaan Jamkesmas (termasuk Jampersal) dan BOK.
Tugas Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota,
yaitu:
(a) melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan Tim Pengelola
Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat.
(b) mempertanggungjawabkan manajemen penyelenggaraan Jamkesmas
dan BOK secara keseluruhan di wilayah kerjanya.
(c) melakukan pembinaan
(koordinasi dan evaluasi) terhadap pelaksanaan kegiatan Jamkesmas dan BOK.
(d) melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap
unit-unit kerja yang terkait dalam penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK di wilayah
kerjanya (termasuk pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan
jaringannya serta fasilitas pelayanan lanjutan).
(e) memfasilitasi pertemuan secara berkala dengan tim koordinasi
sesuai kebutuhan dalam rangka evaluasi, monitoring, pembinaan dan penyelesaian masalah
lintas sektor yang terkait dengan penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK.
(f) mengoordinasikan
manajemen pelayanan dan administrasi keuangan dalam penyelenggaraan Jamkesmas
dan BOK.
(g) melakukan sosialisasi dan advokasi penyelenggaraan Jamkesmas
dan BOK.
(h) melakukan monitoring,
evaluasi, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
Jamkesmas dan BOK.
(i) melakukan telaah atas
rencana kegiatan (POA) Jamkesmas dan BOK yang diusulkan Puskesmas.
4. Pengembangan Jaminan Kesehatan Di Daerah
Pengembangan program jaminan kesehatan di daerah (Jamkesda)
dapat dilakukan dalam upaya menuju pencapaian kepesertaan semesta (universal coverage) sebagaimana amanat
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN).
Dalam rangka memperluas cakupan kepesertaan di luar kuota
sasaran yang sudah tercakup dalam program Jamkesmas (Nasional), Pemerintah
Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang memiliki kemampuan sumber daya memadai
dapat mengelola dan mengembangkan program Jamkesda di daerahnya masing-masing.
Untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan di daerah, agar terjadi
harmonisasi dan sinkronisasi maka mekanisme penyelenggaraannya seyogyanya
mengikuti pula prinsipprinsip asuransi sosial seperti:
a. tidak bersifat komersial (nirlaba).
b. pelayanan bersifat komprehensif.
c. portabilitas.
d. kendali mutu dan kendali biaya.
e. efisien dan efektif, transparan, akuntabel.
Selain memenuhi prinsip tersebut di atas, agar pelaksanaanya di
lapangan dapat berjalan dengan baik, berkesinambungan (sustainable) serta tidak
menimbulkan duplikasi (anggaran, sasaran dan
benefit yang diterima) maka beberapa hal penting perlu diperhatikan
sebelum menyelenggarakan Jamkesda, adalah sebagai berikut:
a. kemampuan sumber daya yang cukup dan berkualitas.
b. keterjangkauan Sarana dan Prasarana Pelayanan (accessible).
c. rujukan yang terstruktur dan berjenjang.
d. Sistem Pencatatan dan Pelaporan yang terintegrasi dengan
Jamkesmas.
e. harmonisasi dan sinkronisasi dengan program Jamkesmas.
D. Penutup
Kemiskinan menyebabkan
masyarakat miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan
yang tergolong mahal, hal tersebut akan mempersempit akses mereka untuk
memperoleh pelayanan Kesehatan. Sebagaimana
diamanatkan konstitusi dan undang-undang, pemerintah berkewajiban mengeluarkan kebijakan untuk memberikan
penjaminan pelayanan kesehatan
masyarakat miskin. Penjaminan pelayanan kesehatan akan memberikan sumbangan
yang sangat besar bagi terwujudnya percepatan pencapaian indikator kesehatan
yang lebih baik dan kehidupan yang lebih layak.
Pengelolaan dana pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin
bersumber dari Pemerintah yang merupakan dana bantuan sosial, harus dikelola
secara efektif dan efisien dan dilaksanakan secara terkoordinasi dan terpadu
dari berbagai pihak terkait baik pusat maupun daerah.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memberikan
penjaminan pelayanan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, sejak Tahun 2008
pemerintah telah membentuk program Jamkesmas yang merupakan perubahan dari
penjaminan sosial yang yang sebelumnya telah dilakukan. Program Jamkesmas diharapkan dapat memberikan kemudahan dan akses pelayanan
kesehatan kepada peserta di seluruh jaringan fasilitas kesehatan, mendorong
peningkatan pelayanan kesehatan yang terstandar dan terkendali mutu dan
biayanya, dan terselenggaranya pengelolaan keuangan negara yang transparan dan
akuntabel.
E. Sumber
Tulisan:
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 903/Menkes/Per/V/2011
Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1097/Menkes/Per/VI/2011
Tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar Jamkesmas;
4. Tesis, Analisis Kualitas Pelayanan Bagi Peserta Asuransi
Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin) di Puskesmas Candilama Semarang, Abner
Herry Bajari;
5. Berita Resmi Statistik
No. 43/07/Th. XII, 1 Juli 2009,
Profil Kemiskinan Di Indonesia Maret 2009;
6. Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan Jamkesmas 2008, Sundoyo, SH,
Mkes, MHum dan Siti Maimunah Siregar, SH, pada situs
dinkesbanggai.wordpress.com;
7. Regulasi Jamkesmas, pada situs www.jamsosindonesia.com;
8. Studi Implementasi Strategi Promosi Kesehatan Terhadap
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat di Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Selatan Tahun 2011;
9. Jaminan Kesehatan Masyarakat Salah Satu Cara Mensejahtekaran
Rakyat, pada situs http://sanglahhospitalbali.com.
No comments:
Post a Comment