Wednesday, January 23, 2013

Pemimpin Transformatif Bervisi Entrepreneur





Keinginan yang mendalam untuk memahami kehidupan adalah rahasia sukses orang-orang kreatif.
Leo Burnett, Miliarder Periklanan

Ada yang berubah dalam pelayanan masyarakat yang diberikan oleh aparatur Pemerintah Kabupaten Simalungun dalam beberapa bulan belakangan. Setidaknya dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Terutama dari segi waktu, warga masyarakat yang ingin berobat dapat datang ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) terdekat kapan saja, bisa pagi hari, siang hari, dan bahkan malam hari. Artinya, sepanjang 24 jam, warga masyarakat dapat berobat ke Puskesmas.
Ketika Jopinus Ramli (JR) Saragih mulai mengemban amanah sebagai Bupati Simalungun pada Oktober 2010, dia melakukan gebrakan dengan menginstruksikan semua Puskesmas dan Puskesmas Pembantu yang ada di wilayah Kabupaten Simalungun wajib buka 24 jam melayani warga masyarakat yang ingin berobat. Dan, kini warga Simalungun tidak lagi mengalami kesulitan buat berobat ke Puskesmas terdekat.
Langkah ini memperoleh apresiasi dari kalangan wakil rakyat di DPRD Kabupaten Simalungun. “Dari pengamatan kami, saat ini warga masyarakat sangat terbantu sekali dengan beroperasinya Puskesmas-Puskesmas selama 24 jam,” ujar anggota DPRD Kabupaten Simalungun Bernhard Damanik.
Bernhard berharap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun terus berupaya meningkatkan pelayanan prima di bidang kesehatan, khususnya dalam hal pelayanan Puskesmas 24 jam. Dia juga berharap Pemkab Simalungun memperhatikan peningkatan kesejahteraan petugas medis atau pegawai yang bertugas di Puskesmas 24 jam tersebut sehingga mereka tetap bersemangat dalam memberikan pengabdian terbaik kepada warga masyarakat.
Bupati JR Saragih sengaja membuat terobosan membuka Puskesmas 24 jam menyusul semakin banyaknya keluhan warga masyarakat yang merasa kesulitan memperoleh pelayanan kesehatan pada sore sampai malam hari. “Puskesmas 24 jam untuk menjawab keluhan warga masyarakat yang kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan setelah Puskesmas tutup pada jam kerja. Kita harapkan dengan beroperasinya Puskesmas 24 jam, warga masyarakat setiap saat dapat memperoleh pelayanan kesehatan dari pemerintah,” tutur JR Saragih.
Ke depan, demikian janji JR Saragih, Pemkab Simalungun juga segera berupaya memberikan pelayanan kesehatan 24 jam di pos-pos pelayanan kesehatan desa. Dengan begitu, warga masyarakat pedesaan dapat merasakan pemerataan pembangunan di bidang pelayanan kesehatan.
Tidak hanya dalam pelayanan kesehatan masyarakat yang berubah. JR Saragih juga tengah menata jam kerja aparatur Pemkab Simalungun yang berhubungan langsung dengan pelayanan masyarakat. Misalkan aparatur kecamatan harus buka kantor sampai pukul 22.00 waktu setempat. Dia berani melakukan langkah perubahan jam kerja ini mengingat jumlah aparatur di lingkungan Pemkab Simalungun relatif banyak namun tidak tertata irama kerjanya.
“Saya mencoba membagi mereka ke dalam tiga shift kerja. Pelayanan kecamatan harus buka sampai malam karena wilayah kecamatan di sini sangat luas, warga butuh waktu lama untuk sampai kantor kecamatan. Kasihan kan mereka kalau tiba di kantor kecamatan menjelang malam ternyata kantornya sudah tutup. Dengan buka sampai malam, warga yang ingin mengurus surat-surat atau perizinan dapat terlayani secara baik. Dan warga dapat pulang dengan senyum karena urusannya bisa selesai pada hari itu juga,” tutur JR Saragih.
Di tengah era global dan otonomi daerah yang terus menguat, JR Saragih menyadari bahwa aparatur Pemkab harus pula mampu mengikuti perubahan zaman. Layaknya makhluk hidup, instansi atau lembaga (seperti Pemkab) harus pula melakukan perubahan. Berubah artinya harus beradaptasi, menyesuaikan diri, dan lebih berdaya dalam mempertahankan dan meneruskan kehidupan. Kata Charles Darwin dalam karyanya yang legendaris, Survival of the Fittest, “Bukan yang terkuat yang mampu berumur panjang, melainkan yang paling adaptif.” Jadi, mereka yang paling adaptif adalah yang selalu menyesuaikan diri terhadap perubahan. Sebab itu, instansi yang tidak mau berubah atau menolak perubahan tentu akan mati dilindas oleh roda-roda perubahan zaman.
JR Saragih tentu tidak ingin Pemkab Simalungun “mati” dilindas oleh roda-roda perubahan zaman. Arti kata, Pemkab Simalungun tidak berkembang karena tak ada investor yang datang saat melihat aparatur di dalamnya tidak adaptif terhadap tuntutan reformasi dan transformasi kehidupan. Karena, harus diakui bahwa investasi merupakan ‘darah’ bagi kehidupan sebuah wilayah otonom.
   
A. Agen Perubahan   
Zaman telah berubah. Dari pangrehpraja menjadi pamong praja. Dari dilayani menjadi melayani. Melayani secara ramah, sopan, singkat dan cepat. Sebuah perspektif dan prinsip kerja yang sudah barang tentu tidak mudah dilekatkan para benak aparatur pemerintah kabupaten dalam waktu singkat. Maklum selama ini telah terlanjur melekat kuat di benak sebagian besar aparatur bahwa segala urusan kalau bisa diperlambat mengapa mesti dipercepat, bila dapat dibuat rumit mengapa pula harus tidak berbelit, dan jika bisa disembunyikan kenapa mesti dibuat terbuka (transparan).
Kita memang belum mengetahui berapa peringkat service level Pemerintah Kabupaten Simalungun di antara 400-an kabupaten yang ada di seluruh Indonesia. Yang terasa, secara kualitatif, masih banyak rasa kurang puas dari kalangan yang banyak bersentuhan dengan aparatur pelayanan pemerintahan kabupaten. Padahal, prinsipnya sederhana saja, tidak ada pemerintahan bagus bilamana aparaturnya buruk. Jadi, jika pemerintahannya buruk –biasanya dicerminkan dari service level—maka yang harus disentuh adalah aparaturnya.
Mengutip prinsip yang diajarkan oleh mantan Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) Bank Niaga Nono Zainudin, bahwa you are the only solution to your problem! Sebab itu, saat ada masalah di lingkungan kerja atau di dalam keluarga, kita tidak perlu mencari penyebab kesalahannya ke mana-mana. Kalau tingkat pelayanan kita buruk, maka cuma kita pula yang mampu memperbaikinya. Bukan orang lain. So, start with yourself!
Kalau warga masyarakat menganggap pelayanan aparatur kita buruk, pastilah kita dan kita pula yang harus mencari jalan keluar. Salah satunya dengan mengubah pandangan aparatur terhadap warga masyarakat. Dalam langkah kongkritnya, aparatur kita mesti mesti memandang warga masyarakat adalah mitra dan kita membutuhkan mereka. Barangkali saat ini kita belum membutuhkan mereka, tapi suatu waktu nanti kita pasti membutuhkan warga masyarakat.
Prinsip lain yang juga dikenalkan oleh Nono Zainudin, bahwa bekerja adalah ibadah dan membahagiakan orang lain merupakan suatu kenikmatan. Melayani hanyalah istilah lain untuk bekerja. “Apapun agamamu, bersyukurlah bahwa kamu punya pekerjaan. Kalau ada nasabah datang, bersyukurlah sekali lagi bahwa nasabah itu datang ke bank kita, bukan bank sebelah,” ujar Nono Zainudin menyitir satu prinsip bekerja dalam kerangka pelayanan perbankan.
Senada dengan ujaran Nono Zainudin, Bupati JR Saragih berusaha menanamkan ke dalam benak aparatur Pemerintah Kabupaten Simalungun, “Bersyukurlah ada investor datang ke wilayah kita, bukan ke wilayah sebelah kita.” Bupati JR Saragih memberikan sentuhan ini dalam berbagai kesempatan dialog dan kunjungan kerja ke dinas-dinas dan wilayah-wilayah yang lebih bawah di Kabupaten Simalungun.
Sentuhan semacam ini jauh lebih bermakna ketimbang mengajari mereka bagaimana cara menyapa dan menyambut warga masyarakat yang datang atau bagaimana berbicara di ujung gagang telepon. Kini kinerja aparatur Pemerintah Kabupaten Simalungun sudah relatif baik, mereka memperlakukan warga masyarakat yang berhubungan dengan urusan pemerintahan kabupaten sebagai mitra atau kalangan yang memang dibutuhkan buat menggerakkan perekonomian wilayah Simalungun.
Bupati JR Saragih tidak merasa perlu mengajarkan hal-hal yang bersifat teknis atau doktriner dalam hal pelayanan masyarakat. Yang diajarkannya adalah filosofi pelayanan. “Mereka sudah bekerja puluhan tahun di sini, masa belum bisa melayani,” ujarnya suatu kali. Prinsipnya, para aparatur sudah cukup dibebani otaknya dengan berbagai tugas di lingkup kerjanya, jadi tidak perlu lagi menghafal bagaimana cara menyapa warga masyarakat yang datang. Dengan memahami filosofi pelayanan, orang akan mampu mengembangkan sendiri sikap melayani sebagai personal trait.   
Sikap (attitude) mempengaruhi semua hal. Sikap yang baik akan membuka pintu, membuat orang tersenyum, membuat orang gembira, dan membuat orang ingin melakukan hal-hal yang baik pula kepada kita.
Tidak segan-segan Bupati JR Saragih mengundang aparatur yang kurang memberikan pelayanan yang baik. Dia mengajarkan personal grooming, bagaimana berpakaian yang rapi, merawat kebersihan, sehingga warga masyarakat merasa senang berhadapan dengan aparatur yang rapi, bersih dan ramah.
JR Saragih tidak sekadar mengajari dan memberi contoh kepada aparatur tentang service behavior yang spesifik. Lebih dari itu, dia mengajak segenap aparatur pemerintah kabupaten untuk mencintai pekerjaan masing-masing. Dalam satu cerita sufistik, dikisahkan tentang seseorang yang membuat minuman anggur sembari menggerutu, sehingga minuman itu rasanya lebih mirip cuka. Orang yang mencintai pekerjaannya akan melakukan pekerjaannya dengan baik sepenuh hati.
Semua agama besar di dunia mengajarkan konsep bahwa melayani bukanlah pekerjaan yang hina atau rendah. Sebaliknya, melayani adalah pekerjaan yang luhur. Dalam kapasitas kita masing-masing, kita akan selalu melakukan pelayanan. Melayani adalah sifat Tuhan, kata JR Saragih. Tuhan melayani manusia 24 jam sehari serta tujuh hari dalam sepekan. Tuhan tidak pernah berhenti melayani umatnya, memberi maaf, memberi cinta kasih, memberi berkah dan rahmat. Cinta kasih kita kepada sesama manusia merupakan bukti cinta kasih kita kepada Tuhan Yang Maha Kasih. “Bagaimana kita bisa mencintai Tuhan yang tidak tampak, bila kita tidak bisa mencintai orang yang tampak di sekeliling kita,” ujar JR Saragih.
Sebagai umat Kristiani, JR Saragih meyakini betul prinsip kepemimpinan ajaran Alkitab yang bertumpu pada sikap melayani. Alkitab mengajarkan bahwa kepemimpinan (rohani) adalah kepemimpinan yang menghambakan diri. Identitas pemimpin Kristen adalah sebagai “hamba.” Kepemimpinan Kristen bukan untuk mencari keuntungan, baik materi maupun non-materi, melainkan untuk pelayanan (Lukas 22:26). Dalam Perjanjian Lama, para raja bukan untuk meninggikan diri atas rakyat (Ulangan 17:20). Korah ditegur dan dihukum akibat sikap kepemimpinan yang mengutamakan kedudukan (Bilangan [Kitab Bilangan] 16:933). Paulus memandang jabatan rasuli bukan untuk kemuliaan dirinya, melainkan untuk bekerja keras dalam pelayanan (2Korintus 11-12; 1Korintus 15:910). Para penatua gereja dipanggil untuk menggembalakan dan memelihara umat Allah (Ibrani 13:17; 1Petrus 5:23). Yesus mengajarkan kepemimpinan sebagai “menjadi hamba” dan Dia menegaskannya melalui keteladanan-Nya (Markus 10:3545)
Masih menurut ajaran Alkitab, JR Saragih meyakini, kepemimpinan harus  menempatkan posisinya di bawah kontrol Kristus. Seorang pemimpin Kristen bukan menjadi orang nomor satu dalam gereja, sebab Kristus adalah Kepala Gereja. Ia memimpin namun juga dipimpin oleh Pemimpin Agung, Tuhan Yesus (Yohanes 13:13). Dengan demikian kerendahan hati dalam kepemimpinannya akan riil dalam praktiknya. Kerendahan hati yang melihat baik kebenaran tentang dirinya maupun keterbukaan untuk terus belajar akan kepemimpinan yang lebih baik, termasuk keunggulan dalam orang lain.
Kemudian, sebagai pemimpin pembaharu (agen perubahan), JR Saragih menyandarkan model kepemimpinan yang berdasarkan pada karakter yang baik. Kepemimpinan Kristen sangat menekankan pada karakter yang teruji. Otentisitas kepemimpinan Kristen bergantung pada ketaatannya terhadap Kristus dan meneladani Kristus. Dengan otentisitas tersebut maka kepemimpinan Kristen memiliki legitimasi dan otoritas untuk memimpin.
Sekali lagi, sebagai umat Kristiani, JR Saragih juga menerapkan prinsip kepemimpinan yang bergantung pada Roh Kudus. Pemimpin Kristen bukan dilahirkan atau dibentuk melalui usaha manusia, melainkan kemampuannya terutama karena karunia Roh Kudus (Roma 12:6; 1Korintus 12:7). Karunia kepemimpinan adalah satu dari banyak karunia rohani dalam gereja. Sebab itu, kemampuan kepemimpinan rohani harus bersandar pada Roh Kudus.
Dalam memimpin masyarakat Kabupaten Simalungun untuk mencapai kemajuan, JR Saragih mengaplikasikan kepemimpinan yang berdasarkan motivasi Kristen. Kepemimpinan sekuler pada umumnya berdasarkan kekuatan manusiawi dan bertujuan untuk meraih keuntungan pribadi (Markus 10:42). Sedangkan kepemimpinan rohani harus menanggalkan pementingan diri dan motivasinya untuk kepentingan orang lain dan kemuliaan Tuhan. Sebab itu, dia dimotivasi oleh kasih Kristus.
Dan, dalam upaya terus memajukan masyarakat Simalungun, kepemimpinan JR Saragih mendasarkan otoritasnya pada pengorbanan. Sebab itu, pemimpin (Kristen) yang sejati disebut “pemimpin pelayan” (a servant leader). Cacat terdalam dalam kepemimpinan sekuler berakar pada arogansi yang membuatnya bertindak dominan berdasarkan rasa superioritas. Yesus mengajarkan bahwa ciri khas dan kebesaran pemimpin spiritual terletak bukan pada posisi dan kuasanya, melainkan pada pengorbanannya. Hanya melalui melayani, seseorang menjadi besar (Markus 10:43-44). Pemimpin yang memberi keteladanan dan pengorbanan akan memiliki wibawa spiritual untuk memimpin orang lain.
Dalam iman Kristen, JR Saragih meyakini ketegasan Yesus soal kepemimpinan yang bertumpu pada religiusitas dan kepemimpinan sekuler. Yesus menegaskan adanya perbedaan esensial antara pemimpin Kristen dan pemimpin sekuler dengan menyatakan, "Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Markus 10:42-45).

B. Kepemimpinan Transformatif
Memang tidaklah mudah menanamkan langkah-langkah perubahan dalam benak segenap aparatur Pemerintah Kabupaten Simalungun. Karena, tidak sedikit aparatur pemerintahan yang telah terlanjur merasa mapan dan nyaman dengan apa yang dilakukannya selama ini. Misalkan ketika Bupati JR Saragih menggelindingkan program Jaminan Persalinan (Jampersal) buat ibu-ibu yang hendak melahirkan. Ternyata, dalam perjalanannya kurang memenuhi harapan karena berbagai keterbatasan. Bagi Bupati JR Saragih, seorang pemimpin harus kreatif menyiasati segala keterbatasan. Sampai kemudian, sebagai bentuk pertanggung-jawaban, Bupati JR Saragih mencopot Kepala Dinas Kesehatan dr. Saberina Tarigan dan Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah (Dirut RSUD) Raya dr. Sahdra Saragih menjelang akhir tahun 2011.
Dalam satu kesempatan usai inspeksi mendadak (sidak) ke RSUD Raya pertengahan Desember 2011, Bupati JR Saragih mencopot Kepala Dinas Kesehatan dr. Saberina Tarigan dan Dirut RSUD Raya dr. Sahdra Saragih. Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Simalungun Saberina Tarigan dicopot, karena saat dipanggil bupati sedang berada di Medan tanpa izin. Padahal, seharusnya pejabat eselon II wajib tinggal di ibukota kabupaten, Pamatang Raya, dan bila meninggalkan tugas harus seizin Bupati Simalungun. Sedangkan Dirut RSUD Raya Sahdra Saragih dicopot lantaran saat JR melakukan sidak, kondisi rumah sakit jorok dan beberapa atapnya dibiarkan bocor. Sehingga, rumah sakit itu terkesan tidak layak sebagai tempat pelayanan kesehatan masyarakat. JR mengaku sangat kecewa dengan kinerja kedua pejabat itu yang tidak mengindahkan instruksinya, dan tidak optimal mendukung program pelayanan prima kesehatan kepada masyarakat.
Bupati JR Saragih mengaku sangat kecewa terhadap kinerja Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Simalungun yang tidak mengindahkan instruksinya dan tidak optimal mendukung program pelayanan prima kesehatan kepada masyarakat. "Pencopotan terhadap Kepala Dinas Kesehatan, merupakan konsekuensi atas kinerja pejabat yang bersangkutan. Saya nilai tidak mampu mendukung program pemerintah dalam memberikan pelayanan prima di bidang kesehatan kepada masyarakat," ujarnya.
Dia menambahkan, kepada Kepala Puskesmas, Kepala RSUD dan Kepala Dinas Kesehatan, sudah sering ditekankan supaya pelayanan prima di bidang kesehatan dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan tidak boleh mengecewakan warga masyarakat serta tidak boleh meninggalkan tempat tugas tanpa izin atasan, hingga bagi PNS yang mengabaikannya harus siap menerima sanksi tegas.
Bupati juga mencopot ratusan pejabat struktural di tubuh Pemkab Simalungun, lantaran tidak hadir pada apel bendera yang dilaksanakan di halaman Kantor Bupati Simalungun Pamatang Raya, 19 Desember 2012.
Bupati Simalungun meminta Kepala BKD Simalungun untuk segera mengganti para pejabat struktural yang tidak mengikuti apel bendera. Hal seperti ini berarti pegawai yang bersangkutan tidak mengindahkan disiplin.
Kebijakan Bupati Simalungun mencopot Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Simalungun Saberina Tarigan dan sejumlah pejabat struktural, mendapat apresiasi dari Wakil Ketua DPRD Simalungun, Ojak Naibaho.
Menurut politisi PDIP itu, sanksi tegas yang diberikan Bupati Simalungun terhadap pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dinilai berkinerja buruk dan tidak mengindahkan instruksi pimpinan, menjadi contoh bagi pejabat lain di lingkungan Pemkab Simalungun.
"Saya memberikan apresiasi atas tindakan tegas yang diberikan Bupati Simalungun JR Saragih terhadap pimpinan SKPD yang dinilai berkinerja buruk, hingga menjadi motivasi bagi pejabat lainnya untuk tidak main-main menjalankan instruksi dan beban tugas yang diberikan pimpinan (bupati)," ujar Ojak Naibaho.
Bupati JR Saragih mengingatkan bahwa Pemerintah Kabupaten Simalungun mengusung visi Menjadi Kabupaten yang mandiri. Yaitu, Kabupaten yang berkemampuan untuk melaksanakan pembangunan secara berkelanjutan dengan mengembangkan nilai, ide dan pemikiran-pemikiran yang berwawasan jauh ke depan berdasarkan potensi sumber daya dan prakarsa yang dimiliki daerah. Perwujudan visi itu, jelasnya, juga harus dibarengi dengan implementasi misi: meningkatkan kemampuan aparatur pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik (yang prima).
Langkah pencopotan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun itu tak lain adalah bagian dari upaya Bupati JR Saragih untuk mengukur bagaimana segenap aparatur Pemkab memahami visi dan misi yang telah digariskan dan disepakati bersama. Kita ingat pemikiran pakar kepemimpinan Jack Welch tentang bagaimana mengelompokkan kemampuan dan sikap karyawan (termasuk pula aparatur sebagai karyawan pemerintahan) dan kemudian dari pengelompokan tersebut dibuat rencana pemberdayaan.
Menurut Jack Welch, terdapat empat tipe orang dalam kaitannya sebagai sumber daya manusia (SDM) di sebuah lembaga atau instansi, yaitu:
Kompetensi
Visi
Rencana Pemberdayaan
Tidak kompeten
Tak sevisi
>dipersilakan keluar
Tidak kompeten
Sevisi
>diberi bekal pelatihan atau pembelajaran
Kompeten
Tak sevisi
>dipersilakan keluar
Kompeten
Sevisi
>dipersiapkan menjadi future leaders

Mesti diakui, bahwa prinsip rumusan Jack Welch tersebut terasa terlalu keras bila diterapkan secara konsisten di Indonesia. Tapi, setidaknya dapat dijadikan sebagai reference point buat menunjukkan betapa pentingnya bagi semua karyawan (tak terkecuali aparatur pemerintahan) untuk terlebih dulu menyamakan visi. Karena itu, Bupati JR Saragih berusaha meluangkan waktu untuk berdialog (salah satu di antaranya melalui sidak) dengan staf dan aparatur pemerintahan kabupaten dalam rangka sharing vision and values.
Visi merupakan alat yang paling ampuh untuk melakukan alignment (penyelarasan) terhadap semua sumber daya yang dimiliki oleh lembaga (termasuk pemerintahan). Bilamana sumber daya tidak dapat disatu-arahkan buat mencapai visi, maka sumber daya itu harus disingkirkan atau disesuaikan. Kita tidak perlu lagi membuang-buang waktu. Secara simplistis, pertanyaan yang kita ajukan adalah: are you with me, or are you not with me.
Sampai batas-batas tertentu, JR Saragih sependapat dengan pemikiran Jack Welch yang tidak terlalu peduli dengan action plan dan strategic plan. Tapi, prinsip yang ingin dikembangkan oleh JR Saragih adalah bahwa visi lebih penting daripada rencana. Vision-driven instead of plan-driven. Visi yang besar membuat semua orang tertantang untuk bergerak maju.
Dalam kompetisi yang sangat ketat dewasa ini, bila kita terlalu terpaku pada rencana-rencana –baik rencana tahunan maupun lima tahunan—kita akan terlalu gampang terjebak dalam rutinitas untuk sekadar melakukan pekerjaan berdasarkan rencana-rencana di atas kertas. Kita lupa menyimak perkembangan di luar yang begitu cepat berubah. Boleh jadi peta konsumsi telah berubah, barangkali peta kompetisi pun sudah bergeser, sementara kita berpikir bahwa pekerjaan kita beres dikerjakan sesuai dengan rencana kerja awal.
Bupati JR Saragih percaya pula bahwa visi dan misi merupakan alat pemersatu yang kuat dalam setiap lembaga. Passion comes from a direct connection to purpose. Karyawan (aparatur) yang memahami dan menghayati visi dan misi lembaga adalah karyawan yang gampang dimobilisasi untuk melakukan perubahan guna mencapai sasaran-sasaran lembaga.
Bukan saja lantaran JR Saragih sadar bahwa waktunya di institusi Pemerintah Kabupaten Simalungun relatif tidak akan terlalu lama, namun upaya untuk menyamakan visi memerlukan prioritas tinggi dan harus dilakukan dalam waktu singkat guna memperoleh hasil yang optimal. Visi adalah satu hal yang tampaknya sepele, tetapi berdampak sangat besar. Visi itu bagai virus. Virus yang bahkan tak tampak oleh mata dapat membuat tubuh orang yang paling kuat sekalipun menggigil dan tak mampu berdiri. Kecepatan virus mewabah juga luar biasa. Dalam sebuah epidemi penyakit yang disebabkan oleh virus, kita melihat bahwa perubahan terjadi secara drastis, bukan secara gradual.
JR Saragih ingin proses menyamakan visi menjadi seperti penyebaran virus. Social epidemics bisa bertingkah laku sama dengan epidemi penyakit. Tetapi, sebagaimana virus, harus ada media untuk menularkannya. Kita memerlukan messengers dan connectors untuk membuat virus visi ini secara cepat dan serentak mendemamkan semua orang (aparatur) di pemerintahan Kabupaten Simalungun.
Pemerintahan Kabupaten Simalungun sudah terlalu lama tidur. Lembaga ini harus segera dihentakkan bangun, dan digoyang dengan irama yang membuat orang tidak berhenti bekerja. Mereka tidak lagi mimpi sendiri-sendiri dalam tidur nyenyak mereka, tetapi mengejar impian bersama secara bersama pula.
Ya, aparatur pemerintahan Kabupaten Simalungun harus dihentak agar bangun. Bupati JR Saragih menghentak dengan mencopot Kepala Dinas Kesehatan, Dirut RSUD Raya dan ratusan pejabat struktural usai sidak dan saat apel bendera pada pertengahan Desember 2011. Benar, langkah JR sebagai hentakan semata, karena menjelang Natal 2011 dan Tahun Baru 2012, dia menegaskan, “Tidak ada yang dicopot, semuanya dibatalkan, termasuk Kadis Kesehatan dan Direktur Utama Rumah Sakit. Saya sudah meminta saran kepada tokoh masyarakat dan tokoh agama di Simalungun. Saya ingin menghormati suasana Natal dan Tahun Baru. Apalagi hari ini, Hari Ibu, kita harus menghormati itu. Tentu kita ingin sama-sama merayakan Natal dan Tahun Baru bersama keluarga,” terang JR Saragih pada tanggal 22 Desember 2011.
Disebutkan JR Saragih, yang sudah sempat terjadi, biarlah menjadi pelajaran bagi yang bersangkutan. Sehingga, ke depan, menjadi peringatan untuk menjadi lebih baik dan disiplin. JR Saragih berharap kejadian ini tidak terulang kembali.
Saat rapat paripurna DPRD akhir tahun 2011, JR juga menyinggung soal pencopotan ratusan pejabat struktural Pemkab Simalungun. Katanya, dia membatalkan pencopotan 109 pejabat Eselon III dan IV demi menghormati suasana Natal dan Tahun Baru. “Pada apel hari Senin itu, pejabat Eselon III dan IV banyak yang tidak hadir dan terlambat. Semuanya saya batalkan pencopotannya karena kita sedang Natal dan Tahun Baru. Biarlah itu menjadi hadiah Natal dan Tahun Baru bagi mereka. Melalui kesempatan ini, saya juga mengucapkan selamat Natal bagi yang merayakan dan selamat Tahun Baru  bagi kita semua,” tandasnya.

C. Membangun Tim yang Kompak
Hentakan JR Saragih mencopot ratusan pejabat struktural Pemkab Simalungun memang terasa sebagai sebuah retorika. Tapi, sejatinya, dia ingin membuat terapi kejut (shock therapy) yang mengarah pada penyamaan visi dan misi di benak segenap aparatur Pemkab. Dan pada giliran selanjutnya dia berharap para aparatur pemerintahan yang dipimpinnya mampu bekerja dalam satu tim yang kompak dan kuat dengan mengusung visi dan misi yang sama dan juga telah disepakati bersama.
JR Saragih sangat percaya pada kekuatan kerja sama tim (teamwork). Dia memang suka orang-orang yang pintar dan cerdas. Tapi, dia tidak suka pada orang-orang pintar yang tidak bisa bekerja sama dalam satu tim. Dia tidak membutuhkan Superman. Yang dia butuhkan adalah Super-Team, sebuah tim yang super karena beranggotakan orang-orang yang super pula. Itulah dambaan Bupati JR Saragih.
Dia percaya teamwork is everything. Teamwork adalah wujud demokrasi di lingkungan kerja. Seorang karyawan (aparatur) dipandang dengan respek bukan berdasar pangkat atau senioritas, melainkan atas dasar saling percaya, saling menghormati, dan bekerja bersama mencapai sasaran yang telah disepakati bersama pula.
Untuk membangun sebuah tim, salah satu elemen penting adalah loyalitas. Loyalitas adalah sesuatu hal yang bersifat saling berbalasan (resiprokal). Tidak dapat cuma satu arah. Lembaga harus terlebih dulu menunjukkan bahwa kami loyal kepada aparatur, sebelum mengharapkan loyalitas aparatur kepada lembaga.
Salah satu wujud loyalitas yang kini ingin ditumbuhkan oleh Bupati JR Saragih adalah pejabat struktural harus tinggal di ibukota Kabupaten Simalungun, Pamatang Raya. Untuk ini, Bupati JR mencontohkan dirinya yang langsung tinggal di sini begitu mengemban amanah sebagai kepala daerah. Tidak semata-mata contoh, saat ini Pemkab Simalungun sudah menyediakan dua komplek perumahan yang siap ditempati pejabat Eselon II, III, dan IV. Namun, sampai sekarang pejabat yang menetap di Pamatang Raya masih minim.
Camat Raya Jon Suka Jaya Purba menyebutkan, investor telah menanamkan modal di bidang properti atau perumahan di Pamatang Raya. Salah satunya perumahan di Nagori Bah Hapal Raya yang menyediakan 90 unit rumah. “Berdasarkan data kita, sudah banyak PNS yang mengontrak di sana, termasuk pejabat Eselon II. Namun pejabat Eselon II ini sepertinya belum menempati rumah itu. Mungkin mereka menunggu tahun 2012 ya. Terhitung ada lima kepala dinas yang sudah mengontrak di situ,” terang Jon.
Selain di Bah Hapal Raya, di Pamatang Raya juga sedang dibangun perumahan di Griya Hapoltakan --milik Bupati Simalungun JR Saragih. Di lokasi ini tersedia 15 unit rumah. Selain itu, tidak jauh dari Rumah Sakit (RS) GKPS Pamatang Raya pun telah selesai dibangun perumahan, meski penghuninya masih relatif minim. “Kalau di depan RS GKPS itu, baru dua PNS menempati,” jelas Camat Jon.
Disebutkannya, di Pamatang Raya banyak pula rumah penduduk yang siap dikontrakkan atau dijadikan tempat kos. Menurut dia, tidak logis pejabat Pemkab Simalungun mengeluhkan kondisi perumahan yang tidak ada sehingga memilih tinggal di luar Pamatang Raya. “Memang supermarket atau swalayan modern belum ada di sini. Tapi kita memiliki banyak tempat belanja kebutuhan sehari-hari seperti grosir, warung kelontong atau warung kecil, dan juga beberapa rumah makan,” paparnya.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Simalungun Truly Anto Sinaga menyebutkan, diperlukan Peraturan Bupati (Perbup) untuk mengajak (loyal) pejabat Eselon II, III, dan IV menetap di Pamatang Raya. “Sah-sah saja bupati membuat kebijakan khusus semisal Perbup untuk pejabat Eselon II, III, dan IV agar tinggal di Raya. Kalau dibuatkan Perbup, tentu akan menjadi sistem dan memiliki payung hukum, dan di Perbup itu juga dibuatkan sanksi bagi yang melanggar. Selama ini kan baru surat edaran,” tegas Truly.
Dikatakan Truly, selama ini masih minim pejabat Pemkab Simalungun tinggal di Pamatang Raya. Hanya beberapa orang yang mau menetap dan bertempat tinggal di Raya. “Bupati saja memilih tinggal di Pamatang Raya, pimpinan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) seharusnya juga seperti itu. Kalau kebijakan pimpinan tidak mau dituruti oleh bawahan, silakan saja pimpinan SKPD itu mengundurkan diri. Jangan terima amanah yang diberikan pimpinan,” tegasnya.

Namun, Truly mengingatkan, jika pimpinan SKPD wajib menetap di Raya maka akan banyak hal yang harus dibenahi Bupati JR Saragih. Antara lain harus ada jaminan pejabat itu tidak dicopot dalam hitungan bulan atau waktu tertentu. Selanjutnya, fasilitas pendukung harus dibenahi, seperti sarana pendidikan, kesehatan dan perekonomian.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Simalungun, Binsar Situmorang, menyebutkan, selama ini anjuran kepada pejabat Eselon II, III, dan IV untuk menetap di Raya baru sebatas lisan dan surat edaran yang ditandatangani bupati. Belum ada Perbup yang mengatur.
“Surat edaran untuk menetap di Raya itu berlaku untuk pejabat Eselon II, III, dan IV. Sebenarnya selama ini banyak Kadis menetap di rumah dinas bupati, ada sekitar 10 pimpinan SKPD. Namun kita akui memang ada beberapa kadis yang belum. Sebagian lagi pejabat Eselon III dan IV itu juga sudah ada yang kos dan mengontrak di Pamatang Raya,” jelasnya.
Tahun 2012 , Binsar menambahkan, Pemkab berencana membangun perumahan PNS di Pamatang Raya. Pemkab Simalungun telah menyediakan lokasi atau lahan. Namun diakuinya, dana pembangunan perumahan belum ditampung di APBD 2012. “Kami usahakan dananya dari bantuan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Pemkab hanya menyediakan lahan,” terangnya.
Penyediaan perumahan atau fasilitas lainnya buat pejabat struktural Pemkab Simalungun hanyalah salah satu cara untuk membangun loyalitas sehingga terbentuk satu tim kerja yang kompak kuat (super team).
Loyal adalah patuh, setia (Wjs. Poerwadarminta, 2002:609). Dari pengertian ini, dapat dikatakan bahwa apabila karyawan (aparatur) bekerja pada suatu lembaga (instansi), dan lembaga tersebut telah memberikan fasilitas–fasilitas yang memadai dan diterima oleh karyawannya, maka kesetiaan karyawan terhadap perusahaan akan semakin besar, maka timbul dorongan yang menyebabkan karyawan melakukan pekerjaan menjadi lebih giat lagi.
Fasilitas–fasilitas yang diterima oleh karyawan sehingga karyawan bersedia bekerja sebaik mungkin dan tetap loyal pada lembaga, hendaknya lembaga memberikan imbalan yang sesuai kepada karyawannya. Semua itu tergantung pada situasi dan kondisi lembaga tersebut serta tujuan yang hendak dicapai.
Untuk itu lembaga bisa menempuh beberapa cara: pemberian gaji yang cukup, memberikan kebutuhan rohani, sesekali perlu menciptakan suasana santai, menempatkan karyawan pada posisi yang tepat, memberikan kesempatan pada karyawan untuk maju, memperhatikan rasa aman untuk menghadapi masa depan, mengusahakan karyawan untuk mempunyai loyalitas, sesekali mengajak karyawan berdialog, dan memberikan fasilitas yang menyenangkan. (S. Alex Nitisemito, 1991:167)
Pemikiran pakar SDM Alex Nitisemito tadi lebih banyak digunakan di sektor perusahaan swasta. Terkadang terasa asing bila dilakukan di lembaga pemerintahan. Karena, soal gaji misalnya, seorang kepala daerah tidak bisa serta merta menaikkan gaji aparatur di bawahnya, ada sistem penggajian makro aparatur yang mesti dipatuhi.
Namun begitu, Bupati JR Saragih tidak patah arang dalam membangun loyalitas aparatur yang dipimpinnya. Kalau toh tidak dapat secara otomatis menaikkan gaji aparatur, maka JR Saragih berupa menempuh jalan lain: mengajak dialog dengan aparatur dalam berbagai kesempatan, memberikan fasilitas perumahan, memberi kesempatan untuk maju melalui pelatihan-pelatihan, dan memberi peluang kepada aparatur untuk mengembangkan naluri kewirausahaan dengan menjadi bapak angkat para petani.
Menggaris-bawahi upaya memberi peluang mengembangkan naluri kewirausahaan, di sini JR Saragih tengah berupaya menekankan perlunya elemen pemberdayaan dalam membentuk super team. Prinsipnya: semua orang harus mempunyai kesempatan buat mengembangkan diri masing-masing menjadi yang terbaik bagi lembaga. Lembaga menyediakan fasilitas secara adil kepada setiap aparatur untuk mencapai personal development masing-masing.
Setiap aparatur memiliki impian masing-masing untuk masa depan mereka. Kalau lembaga menjadi bagian dari impian mereka, lantaran lembaga menyediakan fasilitas guna mencapai impian tersebut, dapatlah dibayangkan bahwa lembaga ini akan menjadi dinamis, berkembang, dan mandiri.
Kira kerapkali mendengar istilah team spirit –di dalam sebuah tim harus ada semangat yang senantiasa menggelora. Di sinilah peran pemimpin menjadi penting. Kita, sekali lagi, mengenal konsep kepemimpinan bahwa seorang pemimpin mesti memberdayakan dari belakang, membangun karya bersama-sama dan memberi teladan bilamana berada di depan. Konsep kepemimpinan semacam ini sangat sesuai diterapkan untuk membangun sebuah super team.
JR Saragih berusaha mengembangkan pola hubungan yang egaliter antara dirinya dan segenap aparatur Pemerintah Kabupaten Simalungun. “Saya datang ke Simalungun tidak untuk mencari lawan, karena saya mencari keluarga. Tidak mengherankan bila hubungan saya dengan kepala dinas, kepala badan, pimpinan SKPD dan lainnya, tidak merasakan mereka sebagai bawahan saya. Saya menganggap mereka semua adalah keluarga saya semua. Sebagai kakak, adik dan lainnya,” tutur JR Saragih suatu kali.
Ini merupakan bagian dari team building. JR Saragih ingin menghapus birokrasi –dan sedapat mungkin hirarki—serta membangun lingkungan kerja yang egaliter di pemerintahan Kabupaten Simalungun.
Sebuah super team juga membutuhkan disiplin yang tinggi. Tapi, JR tidak ingin menciptakan sebuah organisasi dengan disiplin yang rigid. Dia tidak ingin orang terbelenggu dalam disiplin, lantaran perasaan seperti itu akan mengganggu atau (bahkan) mematikan kreativitas.
Seorang penerbang, misalkan, bekerja dalam koridor disiplin yang sangat ketat. Mereka beroperasi dalam sistem yang sangat ketat dan tidak punya kebebasan untuk melakukan tindakan di luar sistem itu. Bila ia belum berada pada ketinggian 400 kaki pada waktu final approach, maka ia harus membatalkan pendaratan dan berputar kembali.
Bukan sistem disiplin seketat itu yang ingin ditanamkan JR Saragih. Jika penerbang gagal mendarat secara baik, ia berkemungkinan mengakibatkan ratusan orang tewas terbakar dalam pesawat yang hancur berkeping-keping. Hal serupa tidak terjadi ketika sebuah lembaga berada di titik nadir.
Sebab itu, dalam sebuah super team, yang dibutuhkan adalah budaya disiplin (culture of discipline). Budaya disiplin itu harus dibentuk dengan memperhatikan ruang untuk kreativitas bekerja sepanjang kerangka (framework) untuk pekerjaan itu jelas. Di dalam budaya itu, kita tumbuhkan orang-orang yang mempunyai disiplin diri yang baik (self-disciplined people) yang bertekad bekerja sebaik-baiknya untuk mencapai sasaran pekerjaan dalam batas-batas tanggung-jawabnya.
JR Saragih sepenuhnya menyadari bahwa sulit sekali mendisiplinkan orang yang berperangai buruk. Karena itu kita tidak perlu “berlama-lama” memelihara persoalan. Disiplin pun harus menjadi salah satu ukuran utama ketika merekrut seseorang ke dalam super team.
Dalam lingkungan budaya disiplin, istilah tirani dan fanatisme akan dengan sendirinya hilang, tergantikan oleh orang-orang yang punya disiplin diri, dan sebab itu mereka punya pikiran yang terdisiplin (disciplined thought), dan menghasilkan tindakan yang terdisiplin (disciplined action) pula.
Bila kita memiliki disciplined people, kita tidak membutuhkan hirarki. Jika kita mempunyai disciplined thought, kita tidak memerlukan birokrasi. Dan bila kita memiliki disciplined action maka kita tidak perlu sistem kontrol yang berlebihan.     

D. Fokus Menggali Potensi
Upaya pengelolaan pemerintahan yang baik tidak semata-mata bertujuan demi perbaikan kualitas aparatur dan kerja sama antar-unit pemerintahan. Hal ini diharapkan mampu memantik perwujudan masyarakat yang sejahtera dan mandiri melalui pengembangan aktivitas ekonomi berbasis potensi lokal. Untuk itu Bupati JR Saragih memfokuskan pembangunan wilayah Simalungun di sektor pertanian.
Fokus menjadi faktor penting keberhasilan suatu proses pembangunan. Dalam arti umum, fokus adalah sesuatu yang secara terus-menerus dikonsentrasikan kepada satu kegiatan. Dan, peranannya sangat penting bagi kehidupan manusia karena fokus memberikan energi dan kekuatan pada hampir semua hal. Pemerintahan yang fokus akan sangat kokoh dan dipercaya oleh warga masyarakat. Secara luas, masa depan bisnis, pekerjaan atau karir seseorang tergantung pada fokus ia berikan pada hal tersebut. Kalau tidak fokus maka ia tidak akan memperoleh apa-apa.
Penulis kenamaan John C. Maxwell dalam bukunya yang berjudul The 21 Indispensable Qualities of a Leader, bahwa kunci untuk memiliki fokus adalah prioritas dan konsentrasi. Seseorang, terlebih bila ia seorang pemimpin, yang mengetahui prioritas namun kurang konsentrasi melaksanakan apa yang harus dilaksanakannya, maka ia tidak akan mencapai keberhasilan. Sebaliknya, seseorang yang memiliki konsentrasi tapi tidak memiliki prioritas maka ia tidak akan mengalami kemajuan yang berarti. Bila ia mengerahkan prioritas dan konsentrasi maka ia berpotensi menggapai hal-hal besar. Untuk fokus, misalkan, kita sebaiknya membagi sebagai berikut: 70 persen untuk hal-hal yang kita kuasai, 25 persen untuk hal-hal baru, dan 5 persen untuk kelemahan kita. Jadi, sebagian besar kita fokus pada apa yang dapat kita kerjakan dengan baik yang akan membuat kita sukses. Curahkan waktu, energi, serta sumber daya untuk bidang yang sesuai dengan talenta (potensi) yang ada dalam diri kita. 
Sekali lagi, kunci fokus adalah prioritas dan konsentrasi. Lantas, apa fokus Bupati JR Saragih dalam langkah membangun Kabupaten Simalungun kini dan ke depan. Setelah mendengarkan, berpikir dan menilai, JR Saragih memprioritaskan sektor pertanian dengan konsentrasi pelatihan-pelatihan, menggerakkan bapak angkat di desa-desa, dan menarik investasi
Mulai tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Simalungun berusaha memfokuskan diri pada implementasi Program Kabupaten/ Kota Layak Anak. Program Kabupaten/ Kota Layak Anak (KLA) ini merupakan sistem pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan sumberdaya  pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk pemenuhan hak-hak anak. Pengembangan KLA dan perluasan kesempatan mengikuti pendidikan bagi anak-anak usia sekolah di Kabupaten Simalungun.
Selain itu, untuk tahun 2011-2015, arah kebijakan Pemerintah Kabupaten Simalungun tetap fokus mendukung program-program agropolitan dengan kebijakan sebagai berikut: pertama, Merencanakan pengembangan kawasan agropolitan melalui program-program yang akan dilaksanakan oleh SKPD yang terkait. Kedua, Mengefektifkan Stasiun Terminal Agribisnis (STA) Saribudolok sebagai media pemasaran produksi-produksi yang berasal dari Kawasan Agropolitan.
Beberapa fokus lainnya yang juga penting adalah: Mendukung pencapaian Millenium Development Goal’s 2015, Pemberian beasiswa bagi siswa tidak mampu, Bantuan peningkatan dan kualitas dan kesejahteraan guru, Pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana transportasi, dan Penataan ruang dan pengembangan wilayah.
Secara agak makro, JR Saragih memfokuskan pembangunan Kabupaten Simalungun pada pembangunan infrastruktur, pembinaan mental-spiiritual, peningkatan skill aparatur dan menempatkan aparatur sesuai dengan kemampuan serta kapasitas.
Pembinaan mental, demikian penjelasan JR Saragih, dilakukan melalui tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat sehingga diharapkan mampu menyentuh akar permasalahan. “Tokoh agama ini bisa lewat gereja, masjid, atau perkumpulan keagamaan, di mana kita perlu melakukan pembinaan masyarakat agar kembali kepada UUD 1945 dan Pancasila. Karena di dalam Pancasila terdapat bhinneka tunggal ika. Saya melihat belakangan ini Pancasila dan UUD 1945 mulai ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak nilai utama yang terkandung dalam Pancasila yang harus kembali kita eja-wantahkan sehingga masyarakat menjadi tertib, adil dan makmur,” tegas JR Saragih.
Sekali lagi, JR Saragih berusaha memimpin masyarakat Kabupaten Simalungun dengan segala daya upaya membentuk tim yang tangguh, pemimpin yang yang aktif sebagai agen perubahan, pemimpin yang kreatif di tengah keterbatasan, dan pemimpin yang mampu mentransformasikan nilai-nilai adaptif di tengah arus kuat perubahan zaman. ***
   

No comments:

Post a Comment