Ketika proses pembahasan rancangan UU Nomor 24/2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) muncul kekhawatiran akan
terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan BUMN pelaksana jaminan
sosial.
Namun, pada rapat di Pansus BPJS telah diputuskan
sejumlah komitmen, salah satunya mengenai tidak adanya pemutusan hubungan kerja
karyawan BUMN. Saat ini diperkirakan terdapat empat juta karyawan yang bekerja
di keempat BUMN tersebut yakni di PT Askes, PT Jamsostek, PT Asabri, dan PT
Taspen.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Ahmad Nizar Shihab
menegaskan, transformasi BPJS tidak akan merugikan karyawan empat BUMN
penyelenggara jaminan sosial. Karena tidak akan ada pemutusan hubungan kerja
dan juga pengurangan hak normatif peserta jaminan sosial sebelumnya. Dengan
demikian, dia menegaskan, ada sejumlah hal yang tidak boleh berubah pada
transformasi BUMN pelaksana jaminan sosial menjadi BPJS. Diantaranya, tidak ada
pemutusan hubungan kerja karyawan keempat BUMN.
Komitmen lain terkait transformasi BPJS tersebut,
kata Nizar, tidak ada pengurangan hak normatif peserta jaminan sosial,
khususnya pada pekerja umumnya. “Apa yang mereka dapat saat menjadi peserta
jaminan layanan kesehatan, misalnya, akan diterima juga saat mereka menjadi
peserta di BPJS Kesehatan pada Januari 2014 nanti,” ungkapnya. Selain itu,
setiap peserta hanya akan membayar satu kali untuk setiap program program
jaminan sosial yang diikutinya. Bahkan, proses pengalihan aset dari empat BUMN
kepada aset BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dilakukan dengan prinsip
kehati-hatian. Nizar mengingatkan, UU BPJS memuat tidak hanya definisi tentang
BPJS, melainkan juga mengenai kepesertaan, iuran, kepegawaian, serta hak dan
kewajiban dari keempat BUMN yang akan beralih kedalam BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. Sebagaimana amanat UU BPJS, maka PT Askes akan berubah menjadi
BPJS Kesehatan yang akan melaksanakan jaminan sosial kesehatan bagi seluruh
rakyat Indonesia pada Januari 2014. Sedangkan PT Jamsostek akan berubah menjadi
BPJS Ketenagakerjaan yang melaksanakan program jaminan kecelakaan kerja,
kematian, hari tua, dan pensiun yang beroperasi penuh pada Juli 2014.
Dirut PT Jamsostek Hotbonar Sinaga juga menjamin
tidak akan melakukan PHK pada karyawan,meskipun terjadi migrasi program jaminan
pelayanan kesehatan (JPK) ke BPJS Kesehatan nanti. “Memang ada migrasi program
JPK, tetapi kita juga melaksanakan program baru, yakni Jaminan Pensiun,”
ujarnya.
Direktur Pelayanan PT Jamsostek Djoko Sungkono
menambahkan, pihaknya jutru memperkirakan menjelang tahun 2014 akan muncul
kesadaran lebih tinggi di kalangan pekerja mengenai pentingnya jaminan sosial.
Pada saat itu, pihak terkait sedang mempersiapkan pelaksanaan jaminan kesehatan
untuk seluruh rakyat Indonesia, termasuk bagi pekerja dan amanat UU. Juga akan
mengingatkan pekerja untuk mendapatkan jaminan sosial lainnya guna
mengantisipasi risiko kerja, seperti jaminan kecelakaan, kematian, hari tua,
dan pensiun.
Dalam kondisi itu, kata Djoko, nantinya BPJS
Ketenagakerjaan (kini PT Jamsostek) sebagai badan publik, wajib menyediakan
layanan di mana saja ada pekerja dengan mengenyampingkan faktor ekonomi dan
efisiensi. “Jadi, kewajiban utamanya menjadi melayani,” tambahnya.
Sosialisasi
Hotbonar juga mengatakan, perlu ada sosialisasi
mengenai BPJS Ketenagakerjaan ini, terutama kepada pekerja agar tidak khawatir
akan ada pembatasan tunjangan. Justru UU BPJS akan mengcover semua kebutuhan
dasar pekerja, formal, dan informal. Apalagi juga beredar kekhawatiran di
kalangan dunia usaha maupun pekerja terhadap UU BPJS. Kalangan dunia usaha
khawatir bebannya akan menjadi tinggi. Pekerja juga khawatir akan banyak
tunjangan yang telah diterima saat ini, bisa terpangkas seperti tunjangan rumah
atau kendaraan. Menurutnya, pengusaha tidak perlu khawatir akan ada beban
tinggi. Pasalnya, mereka dapat melanjutkan pembayaran premi untuk jaminan
keselamatan kerja dan jaminan kesehatan, seperti sebelumnya kepada Jamsostek.
Seperti ada kekhawatiran saat ini misalnya, akan
ada perbedaan nantinya antara pembayaran jaminan kesehatan dan jaminan
keselamatan kerja yang rencananya dipisah sehingga proses pembayaran dua kali.
”Kita usahakan pembayaran iuran tetap satu kali, seperti saat membayar di
Jamsostek. Dengan UU BPJS, kita hanya berganti ’baju’ saja, dari BUMN ke
lembaga publik,” jelas Hotbonar. Sementara itu, kalangan dunia usaha mendukung
pelaksanaan UU BPJS, namun perlu disesuaikan dengan kemampuan pelaku industri.
Hal ini agar tidak memberatkan beban pelaku usaha yang akhirnya berimbas pada
ongkos biaya tinggi.
Ketua Umum Kadin Indonesia
Suryo Bambang Sulistyo mengatakan, penerapan UU
BPJS sangat berkaitan dengan kemampuan kalangan dunia usaha dalam memberikan
kontribusi berkesinambungan bagi kesejahteraan tenaga kerja. Memang sudah
menjadi kewajiban pelaku usaha memberikan kesejahteraan kepada karyawan.
Tetapi, jangan sampai membebani iklim usaha yang akan berimbas pada daya saing
produk dan investasi rendah. Dengan demikian, nantinya pelaku industri akan
sulit pula memberikan kesejahteraan finansial yang cukup bagi pekerjanya.
Dijamin aman
Sementara itu, Direktur Pelayanan PT Jamsostek
Djoko Sungkono juga menjamin dana pekerja yang saat ini dikelolanya tetap aman,
saat UU No 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
diberlakukan tahun 2015. Setelah UU BPJS disahkan hingga efektif diberlakukan
pada 1 Juli 2015, masih banyak yang harus dibahas, terutama terkait peraturan
teknis penyelenggaraan jaminan tersebut.
Menurutnya, Jamsostek siap melaksanakan amanat
undang-undang yang telah disahkan DPR beberapa waktu lalu dan mulai melakukan
persiapan sejak jauh hari. ”Yang pasti, kualitas pelayanan kepada peserta
program terus ditingkatkan dan dipermudah. Salah satu caranya, kami akan
memangkas rantai birokrasi dalam pengurusan klaim jaminan program,” tuturnya.
Ia menambahkan, jumlah dana pekerja peserta program
yang kini dikelola perusahaan BUMN ini mencapai hampir Rp 114 triliun dan
sebagian diinvestasikan dalam sejumlah portofolio bisnis. Sedangkan total
keseluruhan peserta program sekitar 30 juta pekerja, tetapi baru 10,6 juta
pekerja yang menjadi peserta aktif. Hingga saat ini, Jamsostek telah
menyalurkan klaim program kepada peserta sebesar Rp 45,1 triliun untuk lebih
kurang 90.000 kasus, baik jaminan kecelakaan, jaminan hari tua, jaminan
kematian, maupun jaminan pemeliharaan kesehatan. Pihaknya akan terus fokus
meningkatkan kualitas layanan dan manfaat bagi kesejahteraan pekerja yang
menjadi peserta Jamsostek. Apalagi, dana yang dikelola Jamsostek adalah milik
pekerja dan harus dikembalikan untuk kesejahteraan mereka.
No comments:
Post a Comment