Sunday, April 14, 2013

BPJS Ketenagakerjaan “Cover” Seluruh Kebutuhan Pekerja


Ketika proses pembahasan rancangan UU Nomor 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) muncul kekhawatiran akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan BUMN pelaksana jaminan sosial.
Namun, pada rapat di Pansus BPJS telah diputuskan sejumlah komitmen, salah satunya mengenai tidak adanya pemutusan hubungan kerja karyawan BUMN. Saat ini diperkirakan terdapat empat juta karyawan yang bekerja di keempat BUMN tersebut yakni di PT Askes, PT Jamsostek, PT Asabri, dan PT Taspen.

Wakil Ketua Komisi IX DPR Ahmad Nizar Shihab menegaskan, transformasi BPJS tidak akan merugikan karyawan empat BUMN penyelenggara jaminan sosial. Karena tidak akan ada pemutusan hubungan kerja dan juga pengurangan hak normatif peserta jaminan sosial sebelumnya. Dengan demikian, dia menegaskan, ada sejumlah hal yang tidak boleh berubah pada transformasi BUMN pelaksana jaminan sosial menjadi BPJS. Diantaranya, tidak ada pemutusan hubungan kerja karyawan keempat BUMN.
Komitmen lain terkait transformasi BPJS tersebut, kata Nizar, tidak ada pengurangan hak normatif peserta jaminan sosial, khususnya pada pekerja umumnya. “Apa yang mereka dapat saat menjadi peserta jaminan layanan kesehatan, misalnya, akan diterima juga saat mereka menjadi peserta di BPJS Kesehatan pada Januari 2014 nanti,” ungkapnya. Selain itu, setiap peserta hanya akan membayar satu kali untuk setiap program program jaminan sosial yang diikutinya. Bahkan, proses pengalihan aset dari empat BUMN kepada aset BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian. Nizar mengingatkan, UU BPJS memuat tidak hanya definisi tentang BPJS, melainkan juga mengenai kepesertaan, iuran, kepegawaian, serta hak dan kewajiban dari keempat BUMN yang akan beralih kedalam BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Sebagaimana amanat UU BPJS, maka PT Askes akan berubah menjadi BPJS Kesehatan yang akan melaksanakan jaminan sosial kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia pada Januari 2014. Sedangkan PT Jamsostek akan berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan yang melaksanakan program jaminan kecelakaan kerja, kematian, hari tua, dan pensiun yang beroperasi penuh pada Juli 2014.
Dirut PT Jamsostek Hotbonar Sinaga juga menjamin tidak akan melakukan PHK pada karyawan,meskipun terjadi migrasi program jaminan pelayanan kesehatan (JPK) ke BPJS Kesehatan nanti. “Memang ada migrasi program JPK, tetapi kita juga melaksanakan program baru, yakni Jaminan Pensiun,” ujarnya.
Direktur Pelayanan PT Jamsostek Djoko Sungkono menambahkan, pihaknya jutru memperkirakan menjelang tahun 2014 akan muncul kesadaran lebih tinggi di kalangan pekerja mengenai pentingnya jaminan sosial. Pada saat itu, pihak terkait sedang mempersiapkan pelaksanaan jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia, termasuk bagi pekerja dan amanat UU. Juga akan mengingatkan pekerja untuk mendapatkan jaminan sosial lainnya guna mengantisipasi risiko kerja, seperti jaminan kecelakaan, kematian, hari tua, dan pensiun.
Dalam kondisi itu, kata Djoko, nantinya BPJS Ketenagakerjaan (kini PT Jamsostek) sebagai badan publik, wajib menyediakan layanan di mana saja ada pekerja dengan mengenyampingkan faktor ekonomi dan efisiensi. “Jadi, kewajiban utamanya menjadi melayani,” tambahnya.
Sosialisasi
Hotbonar juga mengatakan, perlu ada sosialisasi mengenai BPJS Ketenagakerjaan ini, terutama kepada pekerja agar tidak khawatir akan ada pembatasan tunjangan. Justru UU BPJS akan mengcover semua kebutuhan dasar pekerja, formal, dan informal. Apalagi juga beredar kekhawatiran di kalangan dunia usaha maupun pekerja terhadap UU BPJS. Kalangan dunia usaha khawatir bebannya akan menjadi tinggi. Pekerja juga khawatir akan banyak tunjangan yang telah diterima saat ini, bisa terpangkas seperti tunjangan rumah atau kendaraan. Menurutnya, pengusaha tidak perlu khawatir akan ada beban tinggi. Pasalnya, mereka dapat melanjutkan pembayaran premi untuk jaminan keselamatan kerja dan jaminan kesehatan, seperti sebelumnya kepada Jamsostek.
Seperti ada kekhawatiran saat ini misalnya, akan ada perbedaan nantinya antara pembayaran jaminan kesehatan dan jaminan keselamatan kerja yang rencananya dipisah sehingga proses pembayaran dua kali. ”Kita usahakan pembayaran iuran tetap satu kali, seperti saat membayar di Jamsostek. Dengan UU BPJS, kita hanya berganti ’baju’ saja, dari BUMN ke lembaga publik,” jelas Hotbonar. Sementara itu, kalangan dunia usaha mendukung pelaksanaan UU BPJS, namun perlu disesuaikan dengan kemampuan pelaku industri. Hal ini agar tidak memberatkan beban pelaku usaha yang akhirnya berimbas pada ongkos biaya tinggi.
Ketua Umum Kadin Indonesia
Suryo Bambang Sulistyo mengatakan, penerapan UU BPJS sangat berkaitan dengan kemampuan kalangan dunia usaha dalam memberikan kontribusi berkesinambungan bagi kesejahteraan tenaga kerja. Memang sudah menjadi kewajiban pelaku usaha memberikan kesejahteraan kepada karyawan. Tetapi, jangan sampai membebani iklim usaha yang akan berimbas pada daya saing produk dan investasi rendah. Dengan demikian, nantinya pelaku industri akan sulit pula memberikan kesejahteraan finansial yang cukup bagi pekerjanya.
Dijamin aman
Sementara itu, Direktur Pelayanan PT Jamsostek Djoko Sungkono juga menjamin dana pekerja yang saat ini dikelolanya tetap aman, saat UU No 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial diberlakukan tahun 2015. Setelah UU BPJS disahkan hingga efektif diberlakukan pada 1 Juli 2015, masih banyak yang harus dibahas, terutama terkait peraturan teknis penyelenggaraan jaminan tersebut.
Menurutnya, Jamsostek siap melaksanakan amanat undang-undang yang telah disahkan DPR beberapa waktu lalu dan mulai melakukan persiapan sejak jauh hari. ”Yang pasti, kualitas pelayanan kepada peserta program terus ditingkatkan dan dipermudah. Salah satu caranya, kami akan memangkas rantai birokrasi dalam pengurusan klaim jaminan program,” tuturnya.
Ia menambahkan, jumlah dana pekerja peserta program yang kini dikelola perusahaan BUMN ini mencapai hampir Rp 114 triliun dan sebagian diinvestasikan dalam sejumlah portofolio bisnis. Sedangkan total keseluruhan peserta program sekitar 30 juta pekerja, tetapi baru 10,6 juta pekerja yang menjadi peserta aktif. Hingga saat ini, Jamsostek telah menyalurkan klaim program kepada peserta sebesar Rp 45,1 triliun untuk lebih kurang 90.000 kasus, baik jaminan kecelakaan, jaminan hari tua, jaminan kematian, maupun jaminan pemeliharaan kesehatan. Pihaknya akan terus fokus meningkatkan kualitas layanan dan manfaat bagi kesejahteraan pekerja yang menjadi peserta Jamsostek. Apalagi, dana yang dikelola Jamsostek adalah milik pekerja dan harus dikembalikan untuk kesejahteraan mereka. 

No comments:

Post a Comment