Masa
Kanak-kanak dan Remaja di Banjarmasin
Sikap
positif melahirkan kepercayaan diri.
Kepercayaan
diri melahirkan keberanian.
Keberanian
melahirkan tindakan.
Tindakan
melahirkan hasil.
Dan hasil akan menentukan nasib.
KH
Toto Tasmara, penulis buku Spiritual
Centered Leadership
BANJARMASIN.
Kota seribu sungai yang memiliki sejarah relatif panjang sebagai bagian dari
Republik Indonesia. Semula kota ini hanyalah berupa sebuah perkampungan bernama
"Banjarmasih" (kini terletak di bagian utara Kota Banjarmasin). Tahun
1606 Masehi adalah pertama kali VOC-Belanda mengunjungi Banjarmasin, yang saat
itu masih terletak di muara Sungai Kuin. Kota-kota yang terkenal di pulau
Kalimantan sampai awal abad ke-18 antara lain Borneo (Brunei City), Ноrmata (Karimata), Marudo, Bendamarfin
(Banjarmasin), dan Lava (Lawai).
Tahun 1747, VOC-Belanda memperoleh Pulau Tatas (Banjarmasin
bagian barat) yang menjadi pusat Banjarmasin semenjak saat itu hingga kemudian
ditinggalkan Belanda tahun 1809. Tahun 1810, Inggris menduduki
Banjarmasin dan menyerahkannya kembali kepada Belanda tahun 1817. Daerah Banjar
Lama (Kuin) dan Banjarmasin bagian timur masih tetap menjadi daerah
pemerintahan pribumi di bawah Sultan Banjar dengan pusat pemerintahan di Keraton
Martapura (istana kenegaraan) sampai diserahkan kepada Belanda pada tanggal 14
Mei 1826.
Tahun 1835, kaum misionaris
mulai berkelana di Banjarmasin. Lalu tahun 1849, Banjarmasin (Pulau Tatas)
menjadi ibukota Divisi Selatan dan Timur Borneo. Pada saat itu rumah Residen
terletak di Kampung Amerong berhadap-hadapan dengan Istana pribadi Sultan di
Kampung Sungai Mesa yang dipisahkan oleh Sungai Martapura. Pulau Tatas yang
menjadi daerah hunian orang Belanda dinamakan kotta-blanda. Ditetapkan dalam Staatblaad
tahun 1898 nomor 178, kota ini merupakan Onderafdeeling
Banjarmasin en Ommelanden (1898-1902), yang merupakan bagian dari Afdeeling Bandjermasin en Ommelanden
(Banjarmasin dan daerah sekitarnya).
Tahun 1918,
Banjarmasin, ibukota Residentie Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo mendapat Gemeente-Raad. Pada 1 Juli 1919, Deean gemeente mulai berlaku
beranggotakan 7 orang Eropa, 4 Bumiputra dan 2 Timur Asing. Pada tahun 1936
ditetapkan Ordonantie pembentukan Gouvernementen Sumatra, Borneo en de
Groote-Oost (Stbld. 1936/68). Borneo Barat dan Borneo Selatan-Timur menjadi
daerah Karesidenan dan sebagai Gouvernementen
Sumatra, Borneo en de Groote-Oost yang pusat pemerintahannya adalah
Banjarmasin.
Selanjutnya, pada tahun
1937, otonomi kota Banjarmasin ditingkatkan dengan Stads Gemeente Banjarmasin karena Banjarmasin sebagai ibukota
Gouvernement Borneo. Tanggal 16 Februari 1942, Jepang menduduki Banjarmasin. Kemudian
dibentuk pemerintahan pendudukan bagi Borneo & kawasan Timur di bawah
Angkatan Laut Jepang. Dan tanggal 17 September 1945, Jepang menyerah kepada
Sekutu (tentara Australia) yang memasuki Banjarmasin.
Kemudian tanggal 1 Juli
1946 H. J. van Mook menerima daerah Borneo
en de Groote-Oost dari tentara pendudukan Sekutu dan menyusun rencana
pemerintahan federal melalui Konferensi Malino (16-22 Juli 1966) dan Konferensi
Denpasar (7-24 Desember 1946) yang memutuskan pembentukan empat negara bagian --yaitu
Jawa, Sumatera, Borneo (Netherlands Borneo) dan Timur Besar (Negara Indonesia
Timur)-- namun pembentukan negara Borneo terhalang karena ditentang rakyat
Banjarmasin.
Masih di tahun 1946,
Banjarmasin ditetapkan menjadi ibukota Daerah Banjar satuan kenegaraan sebagai
daerah bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS). Lalu terbentuk Kotapradja
Banjarmasin yang termasuk ke dalam Daerah Banjar, meskipun demikian Daerah
Banjar tidak boleh mencampuri hak-hak dan kewajiban rumah-tangga Kotapradja
Banjarmasin dalam daerahnya sendiri.
Sejak zaman dulu
hingga kini Banjarmasin tampil menjadi kota niaga dan bandar pelabuhan
terpenting di Pulau Kalimantan. Pelabuhan kota Banjarmasin adalah pelabuhan
Trisakti yang terletak 12,5 mil dari muara Sungai Barito. Pelabuhan Trisakti
memiliki Terminal Petikemas Banjarmasin (TPKB) yang termasuk 10 besar terminal
petikemas di Indonesia. Secara de jure
Banjarmasin sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Selatan yang terbentuk pada 14
Agustus 1950. Pemerintah Kolonial Belanda menjadikan Banjarmasin sebagai
ibukota Dutch-Borneo dan di bawah kekuasaan Inggris (Alexander Hare) dikenal
sebagai British-Borneo.
Dari kota penuh selimut
sejarah itu, banyak lahir tokoh masyarakat yang cukup sohor. Salah satunya
adalah Sefek Effendi yang kini menjadi Bupati Balangan (2005-2010, 2010-2015).
A.
Mewujudkan
Cita-cita Orang Tua
Suasana Banjarmasin yang
masih relatif sepi dan sederhana lantaran dalam peralihan pemerintahan, sekitar
setahun sebelum terbentuk Provinsi Kalimantan Selatan, tepatnya pada tanggal 18
Agustus 1949, tak menghilangkan kegembiraan pasangan suami-isteri H. Asnawi dan
Hj. Antung Perwangi. Hari itu, pasutri yang tinggal di Jalan Nagasari, Kota
Banjarmasin, itu pada hari tersebut tengah berbahagia karena dikaruniai seorang
jabang bayi yang kemudian menjadi anak bungsu mereka yang diberi nama Sefek
Effendi.
H. Asnawi sangat ingin
anak lelaki bungsu itu kelak menjadi insinyur. Asnawi yang bekerja di sektor
perdagangan itu di masa-masa 1950-an sampai pertengahan 1960-an kepincut pada semangat
dan kemampuan insinyur-insinyur muda yang tengah membangun jalan Trans
Kalimantan yang mulai dicanangkan dan ditandai oleh ayunan kapak oleh Presiden
Soekarno pada 17 Juli 1957 di Palangkaraya. Sebuah mimpi Soekarno untuk
menghubungkan Kota Banjarmasin (Kalimantan Selatan) dengan Kota Palangkaraya
(Kalimantan Tengah) sebagai poros Trans Kalimantan bagian selatan.
Sepotong jalan yang
sampai kini masih terlihat lurus-mulus dari Palangkaraya ke arah Sampit itu
menjadi saksi bisu kemahiran insinyur-insinyur muda asal Rusia membangun jalan
di tanah gambut, tanah yang sangat berbeda kondisinya dengan tanah di negara
asal mereka. Saksi mata Sabran Achmad (80) mengisahkan, semua gambut di tapak
jalan dikeruk baru kemudian dibangun pondasi jalan trans Kalimantan. ”Setelah
gambut dikeruk, terciptalah alur seperti sungai. Lalu, alur itu diisi batu,
pasir, dan tanah padat. Saya ikut menyusun batu-batu yang menjadi fondasi jalan
ini. Fondasi jalan ini menjadi benar-benar kuat dan mampu bertahan sampai
sekarang,” kata Sabran.
Pada tanggal 17
Desember 1962, pembangunan fondasi Trans Kalimantan yang dikenal pula sebagai
Jalan Rusia itu baru selesai. Tampaknya, membangun fondasi jalan di tanah
gambut membutuhkan waktu yang relatif lama. Pada tahun-tahun berikutnya,
tinggal pembuatan drainase, pengerasan, dan pengaspalan. Pekerjaan yang lambat,
tetapi hasilnya sangat prima. ”Kita tak pernah lagi membangun jalan sebaik
Jalan Rusia yang masih mulus walau sudah puluhan tahun difungsikan. Lihatlah, jalan-jalan
lain di Kalimantan yang baru dibangun, cepat sekali rusak,” kata Wibowo, staf
Departemen PU anggota Regional Betterment Office VII Banjarmasin sebagaimana
dikutip Harian Kompas, 19 Februari
2009.
Ada kesan yang demikian dalam di benak Haji
Asnawi pada insinyur-insinyur muda yang berperan kuat bagi terbangunnya jalan
Trans Kalimantan bagian selatan yang sampai sekarang belum rampung juga. Butuh
insinyur-insinyur muda tangguh buat menyelesaikan jalan yang direncanakan
sepanjang 5.590 Km membelah sisi tengah dan sisi selatan Pulau Kalimantan
tersebut. Insinyur-insinyur tangguh yang benar-benar memahami persoalan pembangunan
jalan beraspal di tanah gambut.
Bukan perkara yang
mudah untuk membentuk mentalitas anak yang kuat setangguh spirit
insinyur-insinyur muda asal Rusia dalam menatap hari depan yang lebih
berpengharapan. Haji Asnawi pun berusaha mendidik si bungsu Sefek Effendi
secara baik agar terbentuk satu mentalitas yang tangguh dan trengginas. Bukan
mentalitas asal menerabas atau mengambil jalan pintas orang Indonesia pada
umumnya sebagaimana ditengarai oleh antropolog Koentjaraningrat dalam bukunya
yang berjudul Kebudayaan dan Mentalitet
Pembangunan. Bukan pula mentalitet manusia Indonesia yang tidak suka kerja
keras seperti dilansir budayawan Mochtar lubis melalui bukunya bertajuk Manusia Indonesia (Sebuah
Pertanggungjawaban).
Kendati sibuk dan
bekerja keras dengan aktivitasnya sebagai pemasok material berbagai proyek
infrastruktur pembangunan di Banjarmasin dan sekitarnya di tahun-tahun 1950-an
sampai 1960-an, Haji Asnawi tidak melupakan pendidikan anak-anaknya agar tidak
kesulitan menjalani masa-masa kehidupan berikutnya. Agar anak-anaknya memiliki
mentalitet yang tangguh dan gemar bekerja keras. Sebagai orang tua, Asnawi
menyadari benar betapa pentingnya pendidikan pada anak-anaknya. Dia pun tidak
lupa mendidik anak-anaknya –termasuk si bungsu Sefek Effendi—dengan pendidikan
agama yang cukup.
Dalam hal pendidikan
umum, sekitar tahun 1956 Haji Asnawi memasukkan Sefek Effendi ke SD negeri
terbaik di Kota Banjarmasin. Tanpa hambatan yang berarti, tahun 1962 Sefek
Effendi berhasil menyelesaikan pendidikan SD dan berlanjut mendaftarkan diri ke
SMP Negeri terbaik di Kota Seribu Sungai itu. Di masa-masa pergolakan Republik
Indonesia 1965, Sefek Effendi pun lulus dari SMP.
Sefek Effendi
berkisah, “Di SD, saya belum tahu mau jadi apa. Zaman dulu melihat seorang
dokter atau insinyur itu demikian langka. Kebetulan tetangga saya punya putera
seorang insinyur, kuliahnya ketika itu di ITB (Institut Teknologi Bandung). Dulu
di sini yang banyak hanya lulusan SMA. Kemudian ada juga anak tetangga yang masuk
AMN (Akademi Militer Nasional), Pak Zen Maulani namanya. Waktu kecil saya
berteman dengan adik-adiknya di Banjarmasin. Saya tidak punya cita-cita terlalu
tinggi. Bapak saya melihat kok orang-orang ini punya anak insinyur dan perwira
TNI. Bapak saya kan hanya penjahit dan suplier Proyek Pembangunan Jalan Trans
Kalimantan waktu itu.”
Sebenarnya, Sefek
Effendi melanjutkan kisahnya, “Beliau melihat kiprah dan kerja keras insinyur-insinyur
muda pada Proyek Pembangunan Jalan Trans Kalimantan. Sebenarnya beliau tidak
tahu apa itu insinyur, yang beliau tahu insinyur itu pintar dan pekerja keras
membangun jalan raya di Kalimantan. Sebab itu beliau ingin anaknya menjadi
seorang insinyur. Selain itu beliau sering bepergian ke Pulau Jawa sehingga
beliau meminta saya melanjutkan kuliah di Kota Malang, Jawa Timur, setelah
lulus SMA di Banjarmasin.”
Waktu terus berjalan,
selepas tahun 1965, mulailah Sefek Effendi memasuki bangku SMA yang berhasil
diselesaikannya pada tahun 1968. Sefek Effendi memahami betul keinginan ayahnya
agar kelak kemudian hari dirinya menjadi seorang insinyur. Sebab itu, ketika di
SMA, dia memilih Jurusan Ilmu Pasti. “Kebetulan saya memang berminat pada
bidang teknik dan saya lolos masuk Jurusan Ilmu Pasti saat di SMA sebagai prasyarat
memasuki perkuliahan bidang teknik. Jadi bapak saya mengarahkan dan memang saya
suka dengan bidang teknik, klop,” kata Sefek Effendi.
B.
Harmoni
Keluarga yang Religius
Sehari-hari H. Asnawi (ayah Sefek effendi) disibukkan
dengan aktivitas kerja sebagai pengusaha penjahitan dan perdagangan. Sebagai
orang yang hanya bersekolah sampai kelas dua Sekolah Dasar, Asnawi berusaha
bekerja keras untuk menghidupi isteri dan anak-anaknya.
Berkat kerja keras,
kehidupan Asnawi bersama isteri dan anak-anaknya tidak mengalami kekurangan.
Berkat pergaulan perdagangan yang luas, Asnawi banyak berkenalan dengan
berbagai kalangan. Terlebih lagi, barang-barang yang diperdagangkan banyak
dibutuhkan untuk proyek-proyek pembangunan infrastruktur di wilayah Banjarmasin
khususnya dan Kalimantan Selatan umumnya. Dia pun memiliki banyak relasi dan
kenalan.
Pergaulan yang
demikian luas itulah yang kemudian membawa mimpi-mimpi indah Asnawi yang kemudian
ditancapkan pada benak anak-anaknya. Dia ingin suatu waktu berlalu, memiliki
anak yang membanggakan, yang membawa kebanggaan dunia dan memberi kepopuleran
bagi penghuni langit.
Haji Asnawi ingin
salah satu anaknya kelak jadi seorang insinyur yang mampu memberikan sumbang
pikiran yang kuat bagi kemajuan daerahnya. Tidak sekadar seorang insinyur, dia
ingin pula anaknya memiliki akhlaq yang baik di mata Allah SWT, akhlaqul
kharimah.
Sebab itu, Asnawi
berupaya memberikan asupan makanan jasmani dan rohani yang memadai. Pertama,
dia menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah yang cukup baik di masanya.
Dan kedua, dia memberikan pendidikan agama (Islam) buat anak-anaknya. Saban
usai maghrib, dia menyempatkan diri mengajari anak-anaknya mengaji. Bila sedang
ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan, maka isterinya, Hj. Antung Perwangi, yang
tampil mengajari ngaji. Asnawi dan Antung Perwangi saling mengisi rohani
anak-anaknya dengan asupan ‘gizi’ pengajian. Sekali waktu mereka mendatangkan
guru ngaji untuk memberikan pencerahan batin, pengasahan spiritual, dan
pengayaan nurani.
Di kala senggang, pasutri
Asnawi – Antung Perwangi mengajak anak-anaknya menikmati kuliner Kota Banjarmasin
yang terkenal enak. Sekali waktu mengajak anak-anak menikmati kuliner Lontong
Banjar atau Soto Banjar di tengah Pasar Terapung. Pada kali lain, mereka
mengajak anak-anak makan-makan karih kambing di Pasar Ujung Murung.
Asnawi mengajarkan
keseimbangan dalam menjalani kehidupan. Di benak anak-anak tidak semata-mata
ditanamkan nilai-nilai pentingnya menjaga dan memberi asupan gizi jasmani.
Tapi, perlu pula ditanamkan nilai-nilai religius melalui kebiasaan mengaji
selepas shalat maghrib berjamaah. Ada bangunan ukhuwah yang hendak diretas. Dan, yang juga tidak kalah penting
adalah memberikan contoh relasi harmonis antar-anggota keluarga dalam rumah
tangga melalui kebersamaan dengan aktivitas makan bersama atau bermain dalam
kebersamaan.
Nilai semacam itu
terbawa terus sampai Sefek Effendi memangku amanah sebagai Bupati Balangan
(2005-2010, 2010-2015). Sefek demikian peduli pada pendidikan agama warga
masyarakat Kabupaten Balangan. Dia semarakkan wilayah Kabupaten Balangan dengan
pendidikan agama melalui pembangunan madrasah, surau dan masjid. Berkat
perhatiannya yang besar pada pendidikan agama masyarakat Balangan, pada awal
tahun 2012 Sefek Effendi memperoleh apresiasi dari Menteri Agama sebagai Kepala
Daerah yang peduli mengembangkan pendidikan agama.
Tahun sebelumnya,
2011, Sefek Effendi memperoleh Anugerah Nasional FASI VIII Kategori Bupati dan
Walikota Peduli TK/TP Al Quran dari Lembaga Pembinaan dan Pengembangan TK Al
Quran Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (LPPTKA-BKPRMI). Apresiasi
ini tidak terlepas dari kebijakan Bupati Sefek Effendi yang memberikan
perhatian cukup intensif bagi pengembangan TK/TP Al Quran di seluruh wilayah
Kabupaten Balangan.
C.
Berbakat
Memimpin
Sejak kecil, Sefek
Effendi boleh dikatakan telah punya bakat memimpin. Selama melewati pendidikan
menengah (SMP dan SMA) dia sempat memperoleh kepercayaan menjadi pimpinan
pengurus organisasi siswa di sekolahnya. Sebuah amanah yang tidak ringan.
Sebuah amanah yang biasanya hanya dibebankan kepada siswa cukup punya pengaruh
–baik akademis maupun non-akademis.
Para ahli organisasi
dan manajemen, semisal Koontz dan O’Donnel (1959), Robbins (2001), Ordway Tead
(1954) dan Stoner, Freeman & Gilbert JR (1996), pada hekekatnya sependapat
bahwa kepemimpinan adalah sebuah kemampuan mempengaruhi seseorang atau
sekelompok orang guna mencapai tujuan.
Dalam nada yang hampir
sama, pakar kepemimpinan dan motivator kelas global John C. Maxwell menegaskan
bahwa kepemimpinan itu adalah pengaruh. Yang dimaksud adalah kemampuan untuk
memperoleh pengikut (follower).
Kepemimpinan merupakan satu proses yang akan membentuk seseorang menjadi
pemimpin dengan karakter dan watak jujur terhadap diri sendiri (integrity), tanggung jawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai
dengan keyakinan (confidence), dan
kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication).
Kepemimpinan juga merupakan suatu proses guna membentuk seorang pengikut yang
patuh kepada pemimpinnya, namun tetap memiliki pemikiran yang kritis, inovatif
dan jiwa independen.
Sekali lagi,
kepemimpinan adalah sebuah proses untuk membentuk seorang pengikut patuh kepada
pemimpinnya. Kemampuan Sefek Effendi membentuk pengikut sudah terlihat sejak
SMP. Saat masih SMP, Sefek telah memiliki banyak teman dan membawa
teman-temannya kepada aktivitas positif –baik di lingkungan sekolah maupun di
luar sekolah. Saban kali ada kegiatan di sekolahnya, Sefek tampil memimpin
teman-temannya unjuk kebolehan dan membawa nama harus sekolahnya.
Jiwa dan bakat
kepemimpinnya terus terbawa tatkala Sefek melanjutkan jenjang sekolah yang
lebih tinggi lagi, SMA. Dia sempat menjadi pimpinan organisasi siswa intra
sekolah. Sefek yang dikenal rajin belajar mampu membawa teman-temannya pada
aktivitas positif di sekolahnya. Bahkan, dia mampu mengajak teman-temannya
terus terpacu belajar ketika hanya sekitar 45% siswa SMA-nya yang lulus ujian
di tahun 1968.
Bakat kepemimpinannya
terus diasah di saat kuliah di Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Malang,
Jawa Timur. Di kampus Kota Apel ini, Sefek Effendi aktif di Senat Mahasiswa
Fakultas Teknik. Dari sini, dia berusaha menyalurkan bakat kepemimpinan bagi
kelangsungan organisasi senat di lingkungan fakultas. Dia berusaha memberikan
sumbang pikir bagi kelangsungan organisasi senat. Dia pun berupaya menyuarakan
aspirasi mahasiswa dalam berhubungan dengan organisasi fakultas.
Masih ketika berstatus
mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, di tahun 1975, Sefek Effendi
memberanikan diri terjun ke proyek pembangunan yang cukup bergengsi kala itu,
yakni pembangunan Bendungan Lahor Karang Kates, Jawa Timur. Pembangunan
bendungan yang memanfaatkan aliran Sungai Brantas yang kini mampu mengairi
ribuan hektar sawah di wilayah Malang dan sekitarnya.
“Selesai praktik, saya
langsung ditawari kerja, dan saya menyambut dengan senang hati di Proyek
Brantas itu. Kuliah sambil bekerja, tentu ada untung-ruginya. Keuntungannya,
dari segi pengalaman teknik, sangat baik, selain sudah mampu mandiri sebelum
lulus. Sedangkan kerugiannya, kuliah agak molor, tahun 1978 saya baru bisa
menyelesaikan pendidikan,” terang Sefek Effendi.
Di Proyek Brantas,
bakat kepemimpinan Sefek Effendi semakian terasah karena dia harus
berkoordinasi dengan teknisi-teknisi dari Consultant Nippon Koei. Tanpa
memiliki jiwa kepemimpinan, Sefek tentu akan kesulitan melakukan koordinasi
kerja dengan insinyur-insinyur muda dari Jepang.
Lulus dengan gelar
insinyur teknik sipil, Sefek pulang ke Banjarmasin dan masuk ke Dinas Pekerjaan
Umum Provinsi Kalimantan Selatan. Gubernur Kalsel langsung melihat talenta dan
spirit kepemimpinan yang melekat pada diri Sefek Effendi. Di kampung halamannya
ini, Sefek langsung memperoleh kepercayaan sebagai Kepala Staf Badan Pelaksana
Proyek Irigasi Riam Kanan –proyek bendungan raksasa yang direncanakan buat
pembangkit listrik tenaga air dan mampu mengairi sekitar 25.000 hektar sawah.
Tahun 2003, ketika
Balangan resmi menjadi wilayah otonomi, Gubernur Kalsel (ketika itu) Sjahriel
Darham memberinya kepercayaan untuk mengemban Pj Bupati Balang terhitng mulai
16 April 2004 sampai Maret 2005. Dengan spirit kerja keras dan jiwa
kepemimpinan dia mampu memimpin segenap aparatur baru di pemerintahan Kabupaten
Balangan guna meletakkan fondasi pemerintahan daerah yang kuat, disiplin,
tertata dan transparan.
Kini, Sefek Effendi
tampil menjadi Bupati (definitif) Balangan untuk kali kedua (periode
2010-2015). Jiwa kepemimpinannya diuji di tengah berbagai arus pro dan kontra masyarakat
Kabupaten Balangan yang tengah menggeliat membangun berbagai bidang kehidupan
guna mensejajarkan diri dengan kemajuan-kemajuan daerah lain di Republik ini.
Sefek Effendi berpikir dan bersikap positif saja pada apa yang kini terus
bergerak dinamis dalam kehidupan masyarakat Kabupaten Balangan. Dengan begitu,
dia selalu tampil percaya diri sehingga berani melahirkan tindakan-tindakan
bijak demi mengga[ai masyarakat Balangan yang sejahtera. ***
No comments:
Post a Comment