Monday, April 1, 2013

Dari Banjarmasin Membangun Balangan (1)


Masa Kanak-kanak dan Remaja di Banjarmasin

Sikap positif melahirkan kepercayaan diri.
Kepercayaan diri melahirkan keberanian.
Keberanian melahirkan tindakan.
Tindakan melahirkan hasil.
 Dan hasil akan menentukan nasib.
KH Toto Tasmara, penulis buku Spiritual Centered Leadership


BANJARMASIN. Kota seribu sungai yang memiliki sejarah relatif panjang sebagai bagian dari Republik Indonesia. Semula kota ini hanyalah berupa sebuah perkampungan bernama "Banjarmasih" (kini terletak di bagian utara Kota Banjarmasin). Tahun 1606 Masehi adalah pertama kali VOC-Belanda mengunjungi Banjarmasin, yang saat itu masih terletak di muara Sungai Kuin. Kota-kota yang terkenal di pulau Kalimantan sampai awal abad ke-18 antara lain Borneo (Brunei City), Ноrmata (Karimata), Marudo, Bendamarfin (Banjarmasin), dan Lava (Lawai).
Tahun 1747, VOC-Belanda memperoleh Pulau Tatas (Banjarmasin bagian barat) yang menjadi pusat Banjarmasin semenjak saat itu hingga kemudian ditinggalkan Belanda tahun 1809. Tahun 1810, Inggris menduduki Banjarmasin dan menyerahkannya kembali kepada Belanda tahun 1817. Daerah Banjar Lama (Kuin) dan Banjarmasin bagian timur masih tetap menjadi daerah pemerintahan pribumi di bawah Sultan Banjar dengan pusat pemerintahan di Keraton Martapura (istana kenegaraan) sampai diserahkan kepada Belanda pada tanggal 14 Mei 1826.
Tahun 1835, kaum misionaris mulai berkelana di Banjarmasin. Lalu tahun 1849, Banjarmasin (Pulau Tatas) menjadi ibukota Divisi Selatan dan Timur Borneo. Pada saat itu rumah Residen terletak di Kampung Amerong berhadap-hadapan dengan Istana pribadi Sultan di Kampung Sungai Mesa yang dipisahkan oleh Sungai Martapura. Pulau Tatas yang menjadi daerah hunian orang Belanda dinamakan kotta-blanda. Ditetapkan dalam Staatblaad tahun 1898 nomor 178, kota ini merupakan Onderafdeeling Banjarmasin en Ommelanden (1898-1902), yang merupakan bagian dari Afdeeling Bandjermasin en Ommelanden (Banjarmasin dan daerah sekitarnya).
Tahun 1918, Banjarmasin, ibukota Residentie Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo mendapat Gemeente-Raad. Pada 1 Juli 1919, Deean gemeente mulai berlaku beranggotakan 7 orang Eropa, 4 Bumiputra dan 2 Timur Asing. Pada tahun 1936 ditetapkan Ordonantie pembentukan Gouvernementen Sumatra, Borneo en de Groote-Oost (Stbld. 1936/68). Borneo Barat dan Borneo Selatan-Timur menjadi daerah Karesidenan dan sebagai Gouvernementen Sumatra, Borneo en de Groote-Oost yang pusat pemerintahannya adalah Banjarmasin.
Selanjutnya, pada tahun 1937, otonomi kota Banjarmasin ditingkatkan dengan Stads Gemeente Banjarmasin karena Banjarmasin sebagai ibukota Gouvernement Borneo. Tanggal 16 Februari 1942, Jepang menduduki Banjarmasin. Kemudian dibentuk pemerintahan pendudukan bagi Borneo & kawasan Timur di bawah Angkatan Laut Jepang. Dan tanggal 17 September 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu (tentara Australia) yang memasuki Banjarmasin.
Kemudian tanggal 1 Juli 1946 H. J. van Mook menerima daerah Borneo en de Groote-Oost dari tentara pendudukan Sekutu dan menyusun rencana pemerintahan federal melalui Konferensi Malino (16-22 Juli 1966) dan Konferensi Denpasar (7-24 Desember 1946) yang memutuskan pembentukan empat negara bagian --yaitu Jawa, Sumatera, Borneo (Netherlands Borneo) dan Timur Besar (Negara Indonesia Timur)-- namun pembentukan negara Borneo terhalang karena ditentang rakyat Banjarmasin.
Masih di tahun 1946, Banjarmasin ditetapkan menjadi ibukota Daerah Banjar satuan kenegaraan sebagai daerah bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS). Lalu terbentuk Kotapradja Banjarmasin yang termasuk ke dalam Daerah Banjar, meskipun demikian Daerah Banjar tidak boleh mencampuri hak-hak dan kewajiban rumah-tangga Kotapradja Banjarmasin dalam daerahnya sendiri.
Sejak zaman dulu hingga kini Banjarmasin tampil menjadi kota niaga dan bandar pelabuhan terpenting di Pulau Kalimantan. Pelabuhan kota Banjarmasin adalah pelabuhan Trisakti yang terletak 12,5 mil dari muara Sungai Barito. Pelabuhan Trisakti memiliki Terminal Petikemas Banjarmasin (TPKB) yang termasuk 10 besar terminal petikemas di Indonesia. Secara de jure Banjarmasin sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Selatan yang terbentuk pada 14 Agustus 1950. Pemerintah Kolonial Belanda menjadikan Banjarmasin sebagai ibukota Dutch-Borneo dan di bawah kekuasaan Inggris (Alexander Hare) dikenal sebagai British-Borneo.
Dari kota penuh selimut sejarah itu, banyak lahir tokoh masyarakat yang cukup sohor. Salah satunya adalah Sefek Effendi yang kini menjadi Bupati Balangan (2005-2010, 2010-2015).

A.   Mewujudkan Cita-cita Orang Tua
Suasana Banjarmasin yang masih relatif sepi dan sederhana lantaran dalam peralihan pemerintahan, sekitar setahun sebelum terbentuk Provinsi Kalimantan Selatan, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1949, tak menghilangkan kegembiraan pasangan suami-isteri H. Asnawi dan Hj. Antung Perwangi. Hari itu, pasutri yang tinggal di Jalan Nagasari, Kota Banjarmasin, itu pada hari tersebut tengah berbahagia karena dikaruniai seorang jabang bayi yang kemudian menjadi anak bungsu mereka yang diberi nama Sefek Effendi.
H. Asnawi sangat ingin anak lelaki bungsu itu kelak menjadi insinyur. Asnawi yang bekerja di sektor perdagangan itu di masa-masa 1950-an sampai pertengahan 1960-an kepincut pada semangat dan kemampuan insinyur-insinyur muda yang tengah membangun jalan Trans Kalimantan yang mulai dicanangkan dan ditandai oleh ayunan kapak oleh Presiden Soekarno pada 17 Juli 1957 di Palangkaraya. Sebuah mimpi Soekarno untuk menghubungkan Kota Banjarmasin (Kalimantan Selatan) dengan Kota Palangkaraya (Kalimantan Tengah) sebagai poros Trans Kalimantan bagian selatan.
Sepotong jalan yang sampai kini masih terlihat lurus-mulus dari Palangkaraya ke arah Sampit itu menjadi saksi bisu kemahiran insinyur-insinyur muda asal Rusia membangun jalan di tanah gambut, tanah yang sangat berbeda kondisinya dengan tanah di negara asal mereka. Saksi mata Sabran Achmad (80) mengisahkan, semua gambut di tapak jalan dikeruk baru kemudian dibangun pondasi jalan trans Kalimantan. ”Setelah gambut dikeruk, terciptalah alur seperti sungai. Lalu, alur itu diisi batu, pasir, dan tanah padat. Saya ikut menyusun batu-batu yang menjadi fondasi jalan ini. Fondasi jalan ini menjadi benar-benar kuat dan mampu bertahan sampai sekarang,” kata Sabran.
Pada tanggal 17 Desember 1962, pembangunan fondasi Trans Kalimantan yang dikenal pula sebagai Jalan Rusia itu baru selesai. Tampaknya, membangun fondasi jalan di tanah gambut membutuhkan waktu yang relatif lama. Pada tahun-tahun berikutnya, tinggal pembuatan drainase, pengerasan, dan pengaspalan. Pekerjaan yang lambat, tetapi hasilnya sangat prima. ”Kita tak pernah lagi membangun jalan sebaik Jalan Rusia yang masih mulus walau sudah puluhan tahun difungsikan. Lihatlah, jalan-jalan lain di Kalimantan yang baru dibangun, cepat sekali rusak,” kata Wibowo, staf Departemen PU anggota Regional Betterment Office VII Banjarmasin sebagaimana dikutip Harian Kompas, 19 Februari 2009.
 Ada kesan yang demikian dalam di benak Haji Asnawi pada insinyur-insinyur muda yang berperan kuat bagi terbangunnya jalan Trans Kalimantan bagian selatan yang sampai sekarang belum rampung juga. Butuh insinyur-insinyur muda tangguh buat menyelesaikan jalan yang direncanakan sepanjang 5.590 Km membelah sisi tengah dan sisi selatan Pulau Kalimantan tersebut. Insinyur-insinyur tangguh yang benar-benar memahami persoalan pembangunan jalan beraspal di tanah gambut.  
Bukan perkara yang mudah untuk membentuk mentalitas anak yang kuat setangguh spirit insinyur-insinyur muda asal Rusia dalam menatap hari depan yang lebih berpengharapan. Haji Asnawi pun berusaha mendidik si bungsu Sefek Effendi secara baik agar terbentuk satu mentalitas yang tangguh dan trengginas. Bukan mentalitas asal menerabas atau mengambil jalan pintas orang Indonesia pada umumnya sebagaimana ditengarai oleh antropolog Koentjaraningrat dalam bukunya yang berjudul Kebudayaan dan Mentalitet Pembangunan. Bukan pula mentalitet manusia Indonesia yang tidak suka kerja keras seperti dilansir budayawan Mochtar lubis melalui bukunya bertajuk Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungjawaban).
Kendati sibuk dan bekerja keras dengan aktivitasnya sebagai pemasok material berbagai proyek infrastruktur pembangunan di Banjarmasin dan sekitarnya di tahun-tahun 1950-an sampai 1960-an, Haji Asnawi tidak melupakan pendidikan anak-anaknya agar tidak kesulitan menjalani masa-masa kehidupan berikutnya. Agar anak-anaknya memiliki mentalitet yang tangguh dan gemar bekerja keras. Sebagai orang tua, Asnawi menyadari benar betapa pentingnya pendidikan pada anak-anaknya. Dia pun tidak lupa mendidik anak-anaknya –termasuk si bungsu Sefek Effendi—dengan pendidikan agama yang cukup.
Dalam hal pendidikan umum, sekitar tahun 1956 Haji Asnawi memasukkan Sefek Effendi ke SD negeri terbaik di Kota Banjarmasin. Tanpa hambatan yang berarti, tahun 1962 Sefek Effendi berhasil menyelesaikan pendidikan SD dan berlanjut mendaftarkan diri ke SMP Negeri terbaik di Kota Seribu Sungai itu. Di masa-masa pergolakan Republik Indonesia 1965, Sefek Effendi pun lulus dari SMP.
Sefek Effendi berkisah, “Di SD, saya belum tahu mau jadi apa. Zaman dulu melihat seorang dokter atau insinyur itu demikian langka. Kebetulan tetangga saya punya putera seorang insinyur, kuliahnya ketika itu di ITB (Institut Teknologi Bandung). Dulu di sini yang banyak hanya lulusan SMA. Kemudian ada juga anak tetangga yang masuk AMN (Akademi Militer Nasional), Pak Zen Maulani namanya. Waktu kecil saya berteman dengan adik-adiknya di Banjarmasin. Saya tidak punya cita-cita terlalu tinggi. Bapak saya melihat kok orang-orang ini punya anak insinyur dan perwira TNI. Bapak saya kan hanya penjahit dan suplier Proyek Pembangunan Jalan Trans Kalimantan waktu itu.”
Sebenarnya, Sefek Effendi melanjutkan kisahnya, “Beliau melihat kiprah dan kerja keras insinyur-insinyur muda pada Proyek Pembangunan Jalan Trans Kalimantan. Sebenarnya beliau tidak tahu apa itu insinyur, yang beliau tahu insinyur itu pintar dan pekerja keras membangun jalan raya di Kalimantan. Sebab itu beliau ingin anaknya menjadi seorang insinyur. Selain itu beliau sering bepergian ke Pulau Jawa sehingga beliau meminta saya melanjutkan kuliah di Kota Malang, Jawa Timur, setelah lulus SMA di Banjarmasin.”
Waktu terus berjalan, selepas tahun 1965, mulailah Sefek Effendi memasuki bangku SMA yang berhasil diselesaikannya pada tahun 1968. Sefek Effendi memahami betul keinginan ayahnya agar kelak kemudian hari dirinya menjadi seorang insinyur. Sebab itu, ketika di SMA, dia memilih Jurusan Ilmu Pasti. “Kebetulan saya memang berminat pada bidang teknik dan saya lolos masuk Jurusan  Ilmu Pasti saat di SMA sebagai prasyarat memasuki perkuliahan bidang teknik. Jadi bapak saya mengarahkan dan memang saya suka dengan bidang teknik, klop,” kata Sefek Effendi.

B.    Harmoni Keluarga yang Religius
Sehari-hari  H. Asnawi (ayah Sefek effendi) disibukkan dengan aktivitas kerja sebagai pengusaha penjahitan dan perdagangan. Sebagai orang yang hanya bersekolah sampai kelas dua Sekolah Dasar, Asnawi berusaha bekerja keras untuk menghidupi isteri dan anak-anaknya.
Berkat kerja keras, kehidupan Asnawi bersama isteri dan anak-anaknya tidak mengalami kekurangan. Berkat pergaulan perdagangan yang luas, Asnawi banyak berkenalan dengan berbagai kalangan. Terlebih lagi, barang-barang yang diperdagangkan banyak dibutuhkan untuk proyek-proyek pembangunan infrastruktur di wilayah Banjarmasin khususnya dan Kalimantan Selatan umumnya. Dia pun memiliki banyak relasi dan kenalan.
Pergaulan yang demikian luas itulah yang kemudian membawa mimpi-mimpi indah Asnawi yang kemudian ditancapkan pada benak anak-anaknya. Dia ingin suatu waktu berlalu, memiliki anak yang membanggakan, yang membawa kebanggaan dunia dan memberi kepopuleran bagi penghuni langit.
Haji Asnawi ingin salah satu anaknya kelak jadi seorang insinyur yang mampu memberikan sumbang pikiran yang kuat bagi kemajuan daerahnya. Tidak sekadar seorang insinyur, dia ingin pula anaknya memiliki akhlaq yang baik di mata Allah SWT, akhlaqul kharimah.
Sebab itu, Asnawi berupaya memberikan asupan makanan jasmani dan rohani yang memadai. Pertama, dia menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah yang cukup baik di masanya. Dan kedua, dia memberikan pendidikan agama (Islam) buat anak-anaknya. Saban usai maghrib, dia menyempatkan diri mengajari anak-anaknya mengaji. Bila sedang ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan, maka isterinya, Hj. Antung Perwangi, yang tampil mengajari ngaji. Asnawi dan Antung Perwangi saling mengisi rohani anak-anaknya dengan asupan ‘gizi’ pengajian. Sekali waktu mereka mendatangkan guru ngaji untuk memberikan pencerahan batin, pengasahan spiritual, dan pengayaan nurani.
Di kala senggang, pasutri Asnawi – Antung Perwangi mengajak anak-anaknya menikmati kuliner Kota Banjarmasin yang terkenal enak. Sekali waktu mengajak anak-anak menikmati kuliner Lontong Banjar atau Soto Banjar di tengah Pasar Terapung. Pada kali lain, mereka mengajak anak-anak makan-makan karih kambing di Pasar Ujung Murung.
Asnawi mengajarkan keseimbangan dalam menjalani kehidupan. Di benak anak-anak tidak semata-mata ditanamkan nilai-nilai pentingnya menjaga dan memberi asupan gizi jasmani. Tapi, perlu pula ditanamkan nilai-nilai religius melalui kebiasaan mengaji selepas shalat maghrib berjamaah. Ada bangunan ukhuwah yang hendak diretas. Dan, yang juga tidak kalah penting adalah memberikan contoh relasi harmonis antar-anggota keluarga dalam rumah tangga melalui kebersamaan dengan aktivitas makan bersama atau bermain dalam kebersamaan.
Nilai semacam itu terbawa terus sampai Sefek Effendi memangku amanah sebagai Bupati Balangan (2005-2010, 2010-2015). Sefek demikian peduli pada pendidikan agama warga masyarakat Kabupaten Balangan. Dia semarakkan wilayah Kabupaten Balangan dengan pendidikan agama melalui pembangunan madrasah, surau dan masjid. Berkat perhatiannya yang besar pada pendidikan agama masyarakat Balangan, pada awal tahun 2012 Sefek Effendi memperoleh apresiasi dari Menteri Agama sebagai Kepala Daerah yang peduli mengembangkan pendidikan agama.
Tahun sebelumnya, 2011, Sefek Effendi memperoleh Anugerah Nasional FASI VIII Kategori Bupati dan Walikota Peduli TK/TP Al Quran dari Lembaga Pembinaan dan Pengembangan TK Al Quran Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (LPPTKA-BKPRMI). Apresiasi ini tidak terlepas dari kebijakan Bupati Sefek Effendi yang memberikan perhatian cukup intensif bagi pengembangan TK/TP Al Quran di seluruh wilayah Kabupaten Balangan.

C.   Berbakat Memimpin
Sejak kecil, Sefek Effendi boleh dikatakan telah punya bakat memimpin. Selama melewati pendidikan menengah (SMP dan SMA) dia sempat memperoleh kepercayaan menjadi pimpinan pengurus organisasi siswa di sekolahnya. Sebuah amanah yang tidak ringan. Sebuah amanah yang biasanya hanya dibebankan kepada siswa cukup punya pengaruh –baik akademis maupun non-akademis.
Para ahli organisasi dan manajemen, semisal Koontz dan O’Donnel (1959), Robbins (2001), Ordway Tead (1954) dan Stoner, Freeman & Gilbert JR (1996), pada hekekatnya sependapat bahwa kepemimpinan adalah sebuah kemampuan mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang guna mencapai tujuan.
Dalam nada yang hampir sama, pakar kepemimpinan dan motivator kelas global John C. Maxwell menegaskan bahwa kepemimpinan itu adalah pengaruh. Yang dimaksud adalah kemampuan untuk memperoleh pengikut (follower). Kepemimpinan merupakan satu proses yang akan membentuk seseorang menjadi pemimpin dengan karakter dan watak jujur terhadap diri sendiri (integrity), tanggung jawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (confidence), dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication). Kepemimpinan juga merupakan suatu proses guna membentuk seorang pengikut yang patuh kepada pemimpinnya, namun tetap memiliki pemikiran yang kritis, inovatif dan jiwa independen.
Sekali lagi, kepemimpinan adalah sebuah proses untuk membentuk seorang pengikut patuh kepada pemimpinnya. Kemampuan Sefek Effendi membentuk pengikut sudah terlihat sejak SMP. Saat masih SMP, Sefek telah memiliki banyak teman dan membawa teman-temannya kepada aktivitas positif –baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Saban kali ada kegiatan di sekolahnya, Sefek tampil memimpin teman-temannya unjuk kebolehan dan membawa nama harus sekolahnya.
Jiwa dan bakat kepemimpinnya terus terbawa tatkala Sefek melanjutkan jenjang sekolah yang lebih tinggi lagi, SMA. Dia sempat menjadi pimpinan organisasi siswa intra sekolah. Sefek yang dikenal rajin belajar mampu membawa teman-temannya pada aktivitas positif di sekolahnya. Bahkan, dia mampu mengajak teman-temannya terus terpacu belajar ketika hanya sekitar 45% siswa SMA-nya yang lulus ujian di tahun 1968.
Bakat kepemimpinannya terus diasah di saat kuliah di Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Di kampus Kota Apel ini, Sefek Effendi aktif di Senat Mahasiswa Fakultas Teknik. Dari sini, dia berusaha menyalurkan bakat kepemimpinan bagi kelangsungan organisasi senat di lingkungan fakultas. Dia berusaha memberikan sumbang pikir bagi kelangsungan organisasi senat. Dia pun berupaya menyuarakan aspirasi mahasiswa dalam berhubungan dengan organisasi fakultas.
Masih ketika berstatus mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, di tahun 1975, Sefek Effendi memberanikan diri terjun ke proyek pembangunan yang cukup bergengsi kala itu, yakni pembangunan Bendungan Lahor Karang Kates, Jawa Timur. Pembangunan bendungan yang memanfaatkan aliran Sungai Brantas yang kini mampu mengairi ribuan hektar sawah di wilayah Malang dan sekitarnya.
“Selesai praktik, saya langsung ditawari kerja, dan saya menyambut dengan senang hati di Proyek Brantas itu. Kuliah sambil bekerja, tentu ada untung-ruginya. Keuntungannya, dari segi pengalaman teknik, sangat baik, selain sudah mampu mandiri sebelum lulus. Sedangkan kerugiannya, kuliah agak molor, tahun 1978 saya baru bisa menyelesaikan pendidikan,” terang Sefek Effendi.
Di Proyek Brantas, bakat kepemimpinan Sefek Effendi semakian terasah karena dia harus berkoordinasi dengan teknisi-teknisi dari Consultant Nippon Koei. Tanpa memiliki jiwa kepemimpinan, Sefek tentu akan kesulitan melakukan koordinasi kerja dengan insinyur-insinyur muda dari Jepang.
Lulus dengan gelar insinyur teknik sipil, Sefek pulang ke Banjarmasin dan masuk ke Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Selatan. Gubernur Kalsel langsung melihat talenta dan spirit kepemimpinan yang melekat pada diri Sefek Effendi. Di kampung halamannya ini, Sefek langsung memperoleh kepercayaan sebagai Kepala Staf Badan Pelaksana Proyek Irigasi Riam Kanan –proyek bendungan raksasa yang direncanakan buat pembangkit listrik tenaga air dan mampu mengairi sekitar 25.000 hektar sawah.
Tahun 2003, ketika Balangan resmi menjadi wilayah otonomi, Gubernur Kalsel (ketika itu) Sjahriel Darham memberinya kepercayaan untuk mengemban Pj Bupati Balang terhitng mulai 16 April 2004 sampai Maret 2005. Dengan spirit kerja keras dan jiwa kepemimpinan dia mampu memimpin segenap aparatur baru di pemerintahan Kabupaten Balangan guna meletakkan fondasi pemerintahan daerah yang kuat, disiplin, tertata dan transparan.
Kini, Sefek Effendi tampil menjadi Bupati (definitif) Balangan untuk kali kedua (periode 2010-2015). Jiwa kepemimpinannya diuji di tengah berbagai arus pro dan kontra masyarakat Kabupaten Balangan yang tengah menggeliat membangun berbagai bidang kehidupan guna mensejajarkan diri dengan kemajuan-kemajuan daerah lain di Republik ini. Sefek Effendi berpikir dan bersikap positif saja pada apa yang kini terus bergerak dinamis dalam kehidupan masyarakat Kabupaten Balangan. Dengan begitu, dia selalu tampil percaya diri sehingga berani melahirkan tindakan-tindakan bijak demi mengga[ai masyarakat Balangan yang sejahtera.  ***   

           

No comments:

Post a Comment