Tuesday, May 21, 2013

Transformasi Setengah Hati Empat Persero ke BPJS

Pelayanan rumah sakit menggunakan kartu sehat.

Transformasi empat persero yakni Jamsostek, Askes, Asabri dan Taspen menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berjalan setengah hati sehingga rawan menimbulkan dualisme kebijakan dan terciptanya jaminan sosial yang bipolar.
Hal itu dituliskan dalam buku Tranformasi Setengah Hati PERSERO Askes, Jamsostek, Asabri, Taspen ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Menurut UU BPJS yang ditulis Asih Eka Putri dengan AA Oka Mahendra.
Keduanya berasal dari Konsultan Hukum dan Manajemen Jaminan Sosial dan Pelayanan Kesehatan.
Dalam bedah buku yang digelar di Jakarta, Senin (20/5), buku yang disusun melalui hasil pengamatan terhadap proses transformasi Persero ke BPJS selama 18 bulan itu mendapatkan berbagai tanggapan.
Direktur Konsultan Hukum dan Manajemen Jaminan Sosial dan Pelayanan Kesehatan Asih Eka Putri yang juga penulis buku tersebut mengatakan dualisme dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) terlihat di dalam UU BPJS.
"UU BPJS belum tuntas mengatur. Begitu diundangkan belum bisa mengatur transformasi secara langsung," katanya di sela-sela acara bedah buku.
Menanggapi buku tersebut, Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unika Atma Jaya Jakarta Max Boli Sabon mengatakan UU No 40 Tahun 2004 Tentang SJSN memerintahkan pembentukan BPJS.
UU SJSN menetapkan lima program yakni jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.
Selain itu, tambahnya, UU SJSN juga memerintahkan pelaksanaannya melalui berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres).
"Bertalian dengan jaminan sosial dalam kedudukannya sebagai hak konstitusional bagi seluruh warga bangsa Indonesia, transformasi jaminan sosial penyelenggaraan pemerintah dari profit oriented sejak tahun 1981 ke non-profit oriented adalah suatu keharusan," ungkap Max.
Pendiri Konsultan Hukum dan Manajemen Jaminan Sosial dan Pelayanan Kesehatan yang juga penulis buku AA Oka Mahendra meminta agar aturan turunan UU yang mengatur BPJS harus segera dibuat.
Meskipun tenggat waktu 25 November 2012 sudah berakhir, setidaknya sebelum rencana pemberlakuan BPJS ditetapkan per 1 Januari 2014, PP atau Perpres harus ada.
"Hal yang penting diatur yakni pengalihan aset misalnya dari Jamsostek ke BPJS Ketenagakerjaan atau Askes ke BPJS Kesehatan melalui audit akuntan publik yang dapat dipertanggungjawabkan. Tranformasi itu harus dikawal karena rawan manipulasi," paparnya.
Anggota DPR Komisi IX Fraksi PDI Perjuangan Surya Chandra Surapaty memandang DPR optimis BPJS bisa beroperasi per 1 Januari 2014.
Besaran premi yang rencananya sebesar Rp 15.500 per orang per bulan jauh lebih besar dibanding Jamkesmas yang hanya Rp 6.500 per orang per bulan.
Oleh karena itu ia pun mendesak ada aturan turunan berupa PP dan Perpres segara terbentuk sebelum Januari 2014.
"Dengan adanya BPJS orang yang sakit meski berada di luar daerahnya bisa berobat. Tentu ini sangat membantu," ucapnya.
Menanggapi hengkangnya 16 rumah sakit di program Kartu Jakarta Sehat, Surya memandang perlu peninjauan ulang sistem rujukan seharusnya dimulai dari pemanfaatan klinik atau pun puskesmas, tidak langsung ke rumah sakit.
Ke depannya, katanya, segala sesuatu yang terkait program BPJS sudah diatur dalam UU BPJS seperti ketersediaan obat dan lainnya sehingga hal itu memotong celah manipulasi dan monopoli. Sanksi pun sudah diatur mulai dari sanksi administrasi hingga pidana.

www.beritasatu.com

No comments:

Post a Comment