Tuesday, May 21, 2013

Dokter Ujung Tombak Pelayanan BPJS Kesehatan


Diharapkan mengedepankan pelayanan terhadap masyarakat ketimbang bisnis.

Direktur utama PT Askes, Fachmi Idris, mengatakan dokter sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan, tak terkecuali dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan tahun depan. Namun, hal itu perlu dibarengi idealisme dokter yang dipatungi etika serta menjunjung tinggi disiplin profesi. Dengan begitu diharapkan ketika BPJS berjalan, optimalisasi kendali mutu dan biaya pelayanan kesehatan menjadi komitmen.
Misalnya, apakah kewenangan dokter dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi dalam kerangka kendali mutu dan biaya. Kemudian bagaimana assesment bersama terhadap kasus yang diduga tidak sesuai dengan etika dan disiplin dari segi biaya. Serta kemungkinan penerapan sanksi. Mengacu Perpres No.12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan (Jamkes), Fachmi mengatakan Jamkes bagi peserta BPJS harus memenuhi aspek kualitas dengan mementingkan kendali mutu dan biaya. Terwujudnya hal itu bergantung pada praktik kedokteran dan kedokteran gigi di Indonesia.
Atas dasar itu Fachmi menyebut PT Askes perlu meningkatkan koordinasi dengan organisasi profesi kedokteran karena peran strategis organisasi dokter penting dalam pelaksanaan BPJS. Selaras dengan itu PT Askes bersama Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) dan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) menjalin kerjasama yang tertuang dalam MoU. Kerjasama itu ditujukan dalam rangka menyamakan persepsi dan komitmen dalam mengoptimalkan sistem kendali mutu dan biaya.
Menurut Fachmi, kendali mutu dan biaya itu pada praktiknya sederhana. Misalnya, terdapat seorang pasien yang membutuhkan operasi katerisasi jantung, kemudian ditentukan berapa ring yang dibutuhkan. Jika merujuk operasi serupa yang dilakukan di German, rata-rata membutuhkan tiga ring. Tapi di Indonesia, PT Askes pernah membayar klaim untuk pesertanya yang menjalani operasi tersebut dengan menggunakan tujuh ring. Untuk itu, diperlukan bagaimana standar universal yang berlaku dalam melakukan katerisasi. Jika tiga ring adalah standar yang dibutuhkan, maka itu yang diterapkan oleh dokter di Indonesia.
Oleh karena itu, bagi Fachmi PT Askes berkepentingan untuk menjadlin koordinasi dengan organisasi profesi dalam rangka mengaudit tindakan medis yang dilakukan dokter. Hal serupa juga akan dilakukan untuk tindakan medis penyakit lainnya. Pasalnya, selama ini kerap ditemukan bahwa dokter menjalin hubungan bisnis dengan perusahaan kesehatan swasta. Sehingga, disinyalir ada unsur bisnis dalam praktik pelayanan kesehatan.
“Biasanya pakai produk (perusahaan,-red) tertentu, itu kita cegah dan itu fungsi organisasi profesi dan bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,” kata Fachmi dalam jumpa pers usai menandatangani MoU di kantor pusat PT Askes Jakarta, Senin (20/5).
Pada kesempatan yang sama, Ketua KKI, Menaldi Rasmi, mengatakan MoU tersebut merupakan momentum baik untuk mengukur praktik kedokteran. Dengan membina mutu, penyelenggaraan praktik kedokteran agar mampu direncanakan sejak awal. Sehingga, pasien dapat mengetahui apa saja yang menjadi haknya. Selain itu masyarakat diharap menyadari bahwa kesehatan wajib dijaga. “Ini kunci berjalan baik atau tidaknya kendali mutu yang kita lakukan. Jadi yang sakit jumlahnya sedikit dan biaya jadi efektif dan efisien dalam penggunaan kesehatan,” ujarnya.
Sementara Ketua Umum IDI, Zaenal Abidin, sistem kendali mutu itu terkait berapa besar rasa percaya seorang pasien terhadap dokternya. Jika dokter yang bersangkutan sudah tidak dipercaya pasiennya maka dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan nanti dokter itu tak dipercaya rakyat memberikan pelayanan kesehatan. Soal kendali biaya, perlu dilakukan agar dokter tak bertindak sewenang-wenang kepada pasien.
Untuk mekanisme yang akan diterapkan pada kendali mutu dan biaya, Zaenal mengatakan sebelumnya pernah melakukan penelitian tentang imbal jasa dokter dari berbagai spesialisasi. Hasil penelitian itu menurutnya dapat digunakan untuk mencari keseimbangan antara mutu dan biaya dalam pelayanan kesehatan. Sejalan dengan itu IDI belum lama ini membahas imbal jasa untuk dokter bedah. “Nanti kita kembangkan, tindakan(medis,-red) tertentu sepantas apa (dokter,-red) dapat imbalan,” tukasnya.
Sedangkan Ketua Umum PB PDGI, Zaura Rini Anggraeni, MoU yang ditandatangani itu sangat penting membangun kepercayaan sosial untuk menjamin mutu profesi. Sebagai bagian dari masyarakat, Zaura menyebut dokter gigi punya profesionalitas dan independensi yang diberikan masyarakat. Selaku bagian dari pelayan kesehatan dalam BPJS nanti, Zaura mengaku gembira melihat antar organisasi profesi kedokteran dan PT Askes sebagai badan penyelenggara, terlihat erat bekerjasama.
Mengacu hal tersebut Zaura yakin kredibilitas penyelenggaraan kesehatan yang digelar BPJS Kesehatan akan tinggi di mata masyarakat karena menggandeng organisasi profesi. Walau begitu Zaura mengakui masih ada perdebatan antar pemangku kepentingan terkait besaran premi dalam BPJS Kesehatan. Namun, mengingat anggaran yang dipegang BPJS sifatnya dana amanah maka besaran premi ke depan diperkirakan tak akan banyak masalah.
Soal perangkat kendali mutu dan biaya yang akan digunakan untuk dokter gigi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat ketika BPJS Kesehatan beroperasi, Zaura mengatakan masih dalam proses. Tapi yang jelas, PDGI tak menekankan pada keuntungan sebesar-besarnya dalam memberi pelayanan kesehatan untuk masyarakat pada saat BPJS berjalan. “Ini awal dari membangun kepercayaan antar pihak dalam penyelenggaraan BPJS Kesehatan,” pungkasnya.

www.hukumonline.com 

No comments:

Post a Comment