Diharapkan mengedepankan pelayanan terhadap masyarakat ketimbang bisnis.
Direktur utama PT Askes, Fachmi Idris, mengatakan dokter sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan, tak terkecuali dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan tahun depan. Namun, hal itu perlu dibarengi idealisme dokter yang dipatungi etika serta menjunjung tinggi disiplin profesi. Dengan begitu diharapkan ketika BPJS berjalan, optimalisasi kendali mutu dan biaya pelayanan kesehatan menjadi komitmen.
Misalnya, apakah kewenangan dokter dalam menjalankan praktik profesi
sesuai kompetensi dalam kerangka kendali mutu dan biaya. Kemudian
bagaimana assesment bersama terhadap kasus yang diduga tidak sesuai
dengan etika dan disiplin dari segi biaya. Serta kemungkinan penerapan
sanksi. Mengacu Perpres No.12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
(Jamkes), Fachmi mengatakan Jamkes bagi peserta BPJS harus memenuhi
aspek kualitas dengan mementingkan kendali mutu dan biaya. Terwujudnya
hal itu bergantung pada praktik kedokteran dan kedokteran gigi di
Indonesia.
Atas dasar itu Fachmi menyebut PT Askes perlu meningkatkan koordinasi
dengan organisasi profesi kedokteran karena peran strategis organisasi
dokter penting dalam pelaksanaan BPJS. Selaras dengan itu PT Askes
bersama Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Pengurus Besar
Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) dan Konsil Kedokteran
Indonesia (KKI) menjalin kerjasama yang tertuang dalam MoU. Kerjasama
itu ditujukan dalam rangka menyamakan persepsi dan komitmen dalam
mengoptimalkan sistem kendali mutu dan biaya.
Menurut Fachmi, kendali mutu dan biaya itu pada praktiknya sederhana.
Misalnya, terdapat seorang pasien yang membutuhkan operasi katerisasi
jantung, kemudian ditentukan berapa ring yang dibutuhkan. Jika merujuk
operasi serupa yang dilakukan di German, rata-rata membutuhkan tiga
ring. Tapi di Indonesia, PT Askes pernah membayar klaim untuk pesertanya
yang menjalani operasi tersebut dengan menggunakan tujuh ring. Untuk
itu, diperlukan bagaimana standar universal yang berlaku dalam melakukan
katerisasi. Jika tiga ring adalah standar yang dibutuhkan, maka itu
yang diterapkan oleh dokter di Indonesia.
Oleh karena itu, bagi Fachmi PT Askes berkepentingan untuk menjadlin
koordinasi dengan organisasi profesi dalam rangka mengaudit tindakan
medis yang dilakukan dokter. Hal serupa juga akan dilakukan untuk
tindakan medis penyakit lainnya. Pasalnya, selama ini kerap ditemukan
bahwa dokter menjalin hubungan bisnis dengan perusahaan kesehatan
swasta. Sehingga, disinyalir ada unsur bisnis dalam praktik pelayanan
kesehatan.
“Biasanya pakai produk (perusahaan,-red) tertentu, itu kita cegah dan
itu fungsi organisasi profesi dan bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,”
kata Fachmi dalam jumpa pers usai menandatangani MoU di kantor pusat PT
Askes Jakarta, Senin (20/5).
Pada kesempatan yang sama, Ketua KKI, Menaldi Rasmi, mengatakan MoU
tersebut merupakan momentum baik untuk mengukur praktik kedokteran.
Dengan membina mutu, penyelenggaraan praktik kedokteran agar mampu
direncanakan sejak awal. Sehingga, pasien dapat mengetahui apa saja yang
menjadi haknya. Selain itu masyarakat diharap menyadari bahwa kesehatan
wajib dijaga. “Ini kunci berjalan baik atau tidaknya kendali mutu yang
kita lakukan. Jadi yang sakit jumlahnya sedikit dan biaya jadi efektif
dan efisien dalam penggunaan kesehatan,” ujarnya.
Sementara Ketua Umum IDI, Zaenal Abidin, sistem kendali mutu itu
terkait berapa besar rasa percaya seorang pasien terhadap dokternya.
Jika dokter yang bersangkutan sudah tidak dipercaya pasiennya maka dalam
pelaksanaan BPJS Kesehatan nanti dokter itu tak dipercaya rakyat
memberikan pelayanan kesehatan. Soal kendali biaya, perlu dilakukan agar
dokter tak bertindak sewenang-wenang kepada pasien.
Untuk mekanisme yang akan diterapkan pada kendali mutu dan biaya,
Zaenal mengatakan sebelumnya pernah melakukan penelitian tentang imbal
jasa dokter dari berbagai spesialisasi. Hasil penelitian itu menurutnya
dapat digunakan untuk mencari keseimbangan antara mutu dan biaya dalam
pelayanan kesehatan. Sejalan dengan itu IDI belum lama ini membahas
imbal jasa untuk dokter bedah. “Nanti kita kembangkan,
tindakan(medis,-red) tertentu sepantas apa (dokter,-red) dapat imbalan,”
tukasnya.
Sedangkan Ketua Umum PB PDGI, Zaura Rini Anggraeni, MoU yang
ditandatangani itu sangat penting membangun kepercayaan sosial untuk
menjamin mutu profesi. Sebagai bagian dari masyarakat, Zaura menyebut
dokter gigi punya profesionalitas dan independensi yang diberikan
masyarakat. Selaku bagian dari pelayan kesehatan dalam BPJS nanti, Zaura
mengaku gembira melihat antar organisasi profesi kedokteran dan PT
Askes sebagai badan penyelenggara, terlihat erat bekerjasama.
Mengacu hal tersebut Zaura yakin kredibilitas penyelenggaraan kesehatan
yang digelar BPJS Kesehatan akan tinggi di mata masyarakat karena
menggandeng organisasi profesi. Walau begitu Zaura mengakui masih ada
perdebatan antar pemangku kepentingan terkait besaran premi dalam BPJS
Kesehatan. Namun, mengingat anggaran yang dipegang BPJS sifatnya dana
amanah maka besaran premi ke depan diperkirakan tak akan banyak masalah.
Soal perangkat kendali mutu dan biaya yang akan digunakan untuk dokter
gigi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat ketika BPJS Kesehatan
beroperasi, Zaura mengatakan masih dalam proses. Tapi yang jelas, PDGI
tak menekankan pada keuntungan sebesar-besarnya dalam memberi pelayanan
kesehatan untuk masyarakat pada saat BPJS berjalan. “Ini awal dari
membangun kepercayaan antar pihak dalam penyelenggaraan BPJS Kesehatan,”
pungkasnya.
www.hukumonline.com
No comments:
Post a Comment