Monday, May 5, 2014

Perkembangan Terakhir Papua dan Papua Barat


Akhir-akhir ini stabilitas keamanan di Papua kurang kondusif akibat terjadinya beberapa peristiwa seperti perampokan, perampasana, penyanderaan, peperangan antar suku, penembakan di puncak mulia dan di PT. Freeport, pembunuhan, dan konggres II yang berlanjut rusuk merupakan penyebab terganggunya stabilitas keamanan di Papua. Akar masalah yang terjadi di Papua antara lain penggunaan dana otonomi khusus yang beelum dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat asli Papua, lebarnya kesenjangan sosial ekonomi, dan tingginya dinamika politik dalam pelaksanaan Pilkada. Melalui koordinasi dengan instansi terkait dan pemda, Kemendagri terus melakukan langkah-langkah penanganan masalah kamtibmas di Papua.

Rekomendasi Terkait dengan Pembangunan
Terkait pembangunan, rekomendasi yang bisa diberikan adalah melakukan evaluasi pelaksanaan otsus sesuai hasil yang dicapai. Percepatan pembangunan Papua perlu menjadi prioritas utama bagi pemerintah Indonesia. Perlu dilakukan dialog yang konstruktif dengan para tokoh Papua untuk mendapatkan informasi atau aspirasi terkait dengan penyelesaian konflik di Papua. Pembangunan tanah papua harus melibatkan masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat. Perlu juga menempatkan putra daerah Papua untuk berkompetisi dalam berbagai bidang kegiatan pembangunan di luar Papua. Tokoh agama, tokoh adat, tokoh ormas/LSM dapat dirangkul untuk dapat menyatukan persepsi dalam membangun dan memajukan Papua dan Papua Barat.

Rekomendasi Terkait dengan Ketenteraman dan Ketertiban Papua
Rekomendasi yang diberikan untuk ketenteraman dan ketertiban di Papua adalah meningkatkan kerja sama yang harmonis antara APKAM dengan pemerintah dan masyarakat dalam memelihara ketenteraman dan ketertiban di daerah masing-masing. Perlu juga mengutamakan dialog dalam penyelesaian setiap masalah dan meningkatkan peran pemda dalam menyelenggarakan stabilitas keamanan nasional di daerah. Adanya kembali kegiatan siskamling serta penyelenggaraan kewaspadaan dini, deteksi dini, cegah dini, dan lapor cepat (kominda, FKDM) juga dapat menjadi rekomendasi. Rekomendasi lainnya adalah membangun jati diri bangsa melalui giat cinta tanah air dan wawasan kebangsaan serta perlunya kerja sama antara FKDM yang dibentuk oleh Kemendagri dengan ormas kepolisian dalam melakukan deteksi dini.

Partisipasi Tokoh Papua dalam Mendukung Kamtibmas
Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian mengamanatkan bahwa fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakkan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan tujuan adanya kepolisian negara adalah untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).
Fungsi sebagaimana disebutkan dalam UU No. 2 Tahun 2002 tersebut tentunya sudah diterjemahkan dalam kebijakan dan protap pelaksanaan operasional di lapangan oleh seluruh jajaran kepolisian termasuk oleh Kepolisian Daerah Papua. Namun demikian, dalam tataran operasionalisasi fungsi kepolisian di lapangan sering terjadi benturan. Benturan ini bisa terjadi karena persaingan kepentingan, atau karena kepentingan pribadi yang mengorbankan kepentingan umum atau bahkan kepentingan kelompok yang mempengaruhi fungsi Kepolisian.
Saya melihat kepolisian di Papua belum melaksanakan fungsi kepolisiannya secara benar dan profesional. Pola penanganan Kamtibmas di Papua bernuansa represif, sehingga hubungan emosional ataupun kemitraan aparat kepolisian dengan masyarakat semakin jauh. Masyarakat memandang polisi sebagai musuh dalam selimut sehingga enggan melapor ke polisi apabila menemukan suatu masalah di lingkungannya. Represifme pola penanganan Kamtibmas di Papua dapat dilihat dalam menghadapi setiap gerakan aksi masyarakat di mana aparat yang bertugas lebih menunjukkan arogansi, akhirnya menimbulkan kekisruhan keadaan, lalu terjadi huru hara yang sulit terkendali, dan bahkan menimbulkan korban yang sulit dipertanggungjawabkan siapa pelakunya.
Dalam undang-undang No. 2 Tahun 2001 tentang otonomi khusus Papua diamanatkan bahwa kepolisian daerah Papua dalam melaksanakan tugasnya harus memperhatikan sistem hukum, budaya, adat istiadat di daerah penugasan. Demikian pula dalam penempatan baru atau relokasi satuan Kepolisisan terkoordinasi dengan Gubernur. Dan juga dalam hal untuk menjadi Perwira, Bintara, Tamtama Kepolisian Negara Republik Indonesia di provinsi Papua dengan memperhatikan sistem hukum, budaya, adat istiadat yang diselaraskan dengan kebijakan Gubernur Provinsi Papua, diberi kurikulum muatan lokal dan lulusannya diutamakan untuk penugasan di Provinsi Papua. Disinilah perlu dilibatkan peran tokoh Papua untuk ikut berpartisipasi memberikan pandangan tentang sistem dan nilai-nilai kearifan lokal kepada para Calon Perwira, Bintara, Tamtama Polri yang nantinya bertugas di Papua.
Sudah seharusnya kepolisian di Papua bertugas secara profesional, memahami fungsinya sebagai pelindung, pengayom masyarakat dan sebagai penegak hukum serta keadilan. Aparat Kepolisian sebaiknya lebih terkonsentrasi pada tugas pokoknya melindungi dan pengamanan dalam kota dari potensi ancaman dan gangguan kriminal, terorisme, penyebaran narkoba, ilegal logging, ilegal minning, dan lain-lain. Tidak terjebak dalam kepentingan sempit yang mengorbankan kepentingan umum. Jika kepolisian Papua bertugas pada tataran yang jelas dengan pendekatan yang save power, maka akan memudahkan partisipasi peran tokoh untuk ikut memperkuat sistem kamtibmas semakin nyata, tetapi kondisi di Papua saat ini sangat sulit keteribatan peran para tokoh Papua. Hal ini karena kelompok masyarakat yang dirugikan oleh aparat kepolisian semakin banyak, sehingga sangat sulit posisi para tokoh Papua untuk berbicara kebenaran yang hakiki kepada masyarakat. Apalagi dengan penambahan personel kepolisian dari luar Papua, semakin membuat kisruh psikologi keamanan masyarakat Papua. Rakyat Papua menjadi trauma ketika melihat semakin banyak aparat bersenjata hadir di lingkunganya karena kehadirannya pasti akan menimbulkan situasi ketidaknyamanan. Dengan kondisi seperti itu sebaiknya Pimpinan Polri harus mengubah kebijakan, jangan lagi menambah kekuatan Polri dari luar Papua, tetapi lebih dioptimalkan personel Polri dari Papua sendiri.

No comments:

Post a Comment