Akhir-akhir ini stabilitas keamanan di Papua kurang kondusif akibat terjadinya beberapa peristiwa seperti perampokan, perampasana, penyanderaan, peperangan antar suku, penembakan di puncak mulia dan di PT. Freeport, pembunuhan, dan konggres II yang berlanjut rusuk merupakan penyebab terganggunya stabilitas keamanan di Papua. Akar masalah yang terjadi di Papua antara lain penggunaan dana otonomi khusus yang beelum dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat asli Papua, lebarnya kesenjangan sosial ekonomi, dan tingginya dinamika politik dalam pelaksanaan Pilkada. Melalui koordinasi dengan instansi terkait dan pemda, Kemendagri terus melakukan langkah-langkah penanganan masalah kamtibmas di Papua.
Rekomendasi Terkait dengan Pembangunan
Terkait
pembangunan, rekomendasi yang bisa diberikan adalah melakukan evaluasi
pelaksanaan otsus sesuai hasil yang dicapai. Percepatan pembangunan Papua perlu
menjadi prioritas utama bagi pemerintah Indonesia. Perlu dilakukan dialog yang
konstruktif dengan para tokoh Papua untuk mendapatkan informasi atau aspirasi
terkait dengan penyelesaian konflik di Papua. Pembangunan tanah papua harus
melibatkan masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat. Perlu juga menempatkan
putra daerah Papua untuk berkompetisi dalam berbagai bidang kegiatan
pembangunan di luar Papua. Tokoh agama, tokoh adat, tokoh ormas/LSM dapat
dirangkul untuk dapat menyatukan persepsi dalam membangun dan memajukan Papua
dan Papua Barat.
Rekomendasi Terkait dengan Ketenteraman dan
Ketertiban Papua
Rekomendasi
yang diberikan untuk ketenteraman dan ketertiban di Papua adalah meningkatkan
kerja sama yang harmonis antara APKAM dengan pemerintah dan masyarakat dalam
memelihara ketenteraman dan ketertiban di daerah masing-masing. Perlu juga
mengutamakan dialog dalam penyelesaian setiap masalah dan meningkatkan peran
pemda dalam menyelenggarakan stabilitas keamanan nasional di daerah. Adanya
kembali kegiatan siskamling serta penyelenggaraan kewaspadaan dini, deteksi
dini, cegah dini, dan lapor cepat (kominda, FKDM) juga dapat menjadi
rekomendasi. Rekomendasi lainnya adalah membangun jati diri bangsa melalui giat
cinta tanah air dan wawasan kebangsaan serta perlunya kerja sama antara FKDM
yang dibentuk oleh Kemendagri dengan ormas kepolisian dalam melakukan deteksi
dini.
Partisipasi Tokoh Papua dalam Mendukung Kamtibmas
Undang-undang
No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian mengamanatkan bahwa fungsi Kepolisian
adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan
dan ketertiban masyarakat, penegakkan hukum, perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan tujuan adanya kepolisian negara adalah
untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan
dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat serta menjunjung
tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).
Fungsi
sebagaimana disebutkan dalam UU No. 2 Tahun 2002 tersebut tentunya sudah
diterjemahkan dalam kebijakan dan protap pelaksanaan operasional di lapangan
oleh seluruh jajaran kepolisian termasuk oleh Kepolisian Daerah Papua. Namun
demikian, dalam tataran operasionalisasi fungsi kepolisian di lapangan sering
terjadi benturan. Benturan ini bisa terjadi karena persaingan kepentingan, atau
karena kepentingan pribadi yang mengorbankan kepentingan umum atau bahkan
kepentingan kelompok yang mempengaruhi fungsi Kepolisian.
Saya
melihat kepolisian di Papua belum melaksanakan fungsi kepolisiannya secara
benar dan profesional. Pola penanganan Kamtibmas di Papua bernuansa represif,
sehingga hubungan emosional ataupun kemitraan aparat kepolisian dengan
masyarakat semakin jauh. Masyarakat memandang polisi sebagai musuh dalam
selimut sehingga enggan melapor ke polisi apabila menemukan suatu masalah di
lingkungannya. Represifme pola penanganan Kamtibmas di Papua dapat dilihat
dalam menghadapi setiap gerakan aksi masyarakat di mana aparat yang bertugas
lebih menunjukkan arogansi, akhirnya menimbulkan kekisruhan keadaan, lalu
terjadi huru hara yang sulit terkendali, dan bahkan menimbulkan korban yang
sulit dipertanggungjawabkan siapa pelakunya.
Dalam
undang-undang No. 2 Tahun 2001 tentang otonomi khusus Papua diamanatkan bahwa
kepolisian daerah Papua dalam melaksanakan tugasnya harus memperhatikan sistem
hukum, budaya, adat istiadat di daerah penugasan. Demikian pula dalam
penempatan baru atau relokasi satuan Kepolisisan terkoordinasi dengan Gubernur.
Dan juga dalam hal untuk menjadi Perwira, Bintara, Tamtama Kepolisian Negara
Republik Indonesia di provinsi Papua dengan memperhatikan sistem hukum, budaya,
adat istiadat yang diselaraskan dengan kebijakan Gubernur Provinsi Papua,
diberi kurikulum muatan lokal dan lulusannya diutamakan untuk penugasan di
Provinsi Papua. Disinilah perlu dilibatkan peran tokoh Papua untuk ikut
berpartisipasi memberikan pandangan tentang sistem dan nilai-nilai kearifan
lokal kepada para Calon Perwira, Bintara, Tamtama Polri yang nantinya bertugas
di Papua.
Sudah
seharusnya kepolisian di Papua bertugas secara profesional, memahami fungsinya
sebagai pelindung, pengayom masyarakat dan sebagai penegak hukum serta
keadilan. Aparat Kepolisian sebaiknya lebih terkonsentrasi pada tugas pokoknya
melindungi dan pengamanan dalam kota dari potensi ancaman dan gangguan
kriminal, terorisme, penyebaran narkoba, ilegal logging, ilegal minning, dan
lain-lain. Tidak terjebak dalam kepentingan sempit yang mengorbankan
kepentingan umum. Jika kepolisian Papua bertugas pada tataran yang jelas dengan
pendekatan yang save power, maka akan memudahkan partisipasi peran tokoh untuk
ikut memperkuat sistem kamtibmas semakin nyata, tetapi kondisi di Papua saat
ini sangat sulit keteribatan peran para tokoh Papua. Hal ini karena kelompok
masyarakat yang dirugikan oleh aparat kepolisian semakin banyak, sehingga
sangat sulit posisi para tokoh Papua untuk berbicara kebenaran yang hakiki
kepada masyarakat. Apalagi dengan penambahan personel kepolisian dari luar
Papua, semakin membuat kisruh psikologi keamanan masyarakat Papua. Rakyat Papua
menjadi trauma ketika melihat semakin banyak aparat bersenjata hadir di
lingkunganya karena kehadirannya pasti akan menimbulkan situasi
ketidaknyamanan. Dengan kondisi seperti itu sebaiknya Pimpinan Polri harus
mengubah kebijakan, jangan lagi menambah kekuatan Polri dari luar Papua, tetapi
lebih dioptimalkan personel Polri dari Papua sendiri.
No comments:
Post a Comment