Frangky
Wurara, menantu Femmy Kaligis, pasien pengguna jaminan kesehatan masyarakat
(jamkesmas) di RSUP Prof RD Kandou Manado, akhirnya mencurahkan kesusahan
keluarganya di rapat dengar pendapat bersama Komisi IV DPRD Sulut, Senin
(30/9/2013).
Hanya
mengenakan celana pendek, ia bersaksi buruknya layanan RSUP Kandou hingga
operasi mertuanya terkatung-katung. Meski terdaftar sebagai pasien jamkesmas,
belakangan ia dimintai uang Rp 20 juta oleh dokter bedah di RSUP Kandou.
"Kami
sampai jual tanah dan rumah, laku Rp 10 juta. Tapi masih mau penuhi Rp 10 juta.
Tanah- rumah sudah jual, tapi karena masih ada utang kiri kanan, terpaksa yang
tersisa tinggal Rp 4 juta," ujarnya.
Cerita
lirih Franky membuat suasana ruang sidang yang dihadiri anggota DPRD dan
beberapa pejabat RSUP Kandou terasa muram. Wajah para peserta sidang tampak
sedih mendengar susahnya orang miskin mendapat pelayanan kesehatan yang pantas.
Kesedihan
peserta berubah sedikit emosional ketika mendengar cerita Franky selanjutnya.
Ia mengatakan, dirinya sampai menangis ketika mendengar jawaban Dokter Adrian
Tangkilisan yang akan menangani operasi bedah orangtuanya.
"Saya
menangis ketika dokter sampaikan satu kalimat. Dokter mengatakan, dokter punya
jiwa sosial tinggi, tapi dokter tidak mau miskin," katanya.
Kata dia,
ia berbicara di forum tersebut bukan untuk menghakimi ataupun menyalahkan
siapapun; ia hanya ingin membeber kenyataan yang dialami keluarga agar ke depan
tak ada lagi orang misikin yang senasib dengan keluarganya, terombang-ambing
dalam pelayanan kesehatan.
Benny
Ramdhani, anggota Komisi IV, mengatakan, pengakuan Franky kembali menguak
pelayanan buruk RSUP Kandou. Meski begitu, katanya, kasus tersebut tak bisa
digenaralisasi untuk pelayanan secara keseluruhan. Seusai mendengar cerita
tersebut, Komisi IV pun merekomendasikan empat hal menyelesaikan kasus
tersebut.
Kata
Ramdhani, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) harus melakukan investigasi terhadap
dokter-dokter yang terkuak terlibat dalam dugaan kasus tersebut.
"Harus
diambil tindakan sesuai UU berlaku, diatur dalam profesi yang diatur IDI,"
katanya.
Yang paling
penting, kata Ramdhani, RSUP Kandou harus mengambil tindakan medik kepada pasien
bersangkutan sesuai prosedur jamkesmas.
"Pihak
manajemen RS juga harus meningkatkan pelayanan, tak ada pungutan, untuk
jamkesmas sesuai dengan aturan," katanya.
Rekomendasi
terakhir, diharapkan kepada Dokter Adrian dengan hati lapang menyampaikan maaf
terhadap keluarga pasien.
Adrian yang
hadir dalam rapat tersebut pun dengan lapang menyampaikan maaf kepada keluarga
Frangky. Begitu juga atas penyampaian kata-katanya yang kurang pantas. Ia
mengaku tak bermaksud meminta uang Rp 20 juta untuk keuntungan pribadinya. Uang
itu memang akan digunakan untuk alat-alat operasi.
"Silakan
cek di distributor, harganya memang sesuai seperti itu. Ibaratnya, bagaimana
mau perang kalau tanpa peluru, tanpa senjata. Itu dibeli atas nama faktur,
kalaupun dibayar oleh rumah sakit," kata dia.
Ia
mengungkapkan, hanya menjalankan profesi sebagai dokter dengan baik. Soal
investigasi IDI nantinya, Adrian menyerahkan sepenuhnya karena memang sudah
kewenangan IDI. "Bidang saya menjalankan profesi, saya siap
diinvestigasi," ungkapnya.
Direktur
RSUP Kandou Djolly Rumopa mengakui dalam pelayanan RSUP Kandou masih ada oknum
dokter nakal. Bahkan, kata dia, Kepala Dinas Kesehatan Sulawesi Utara Maxi
Rondonuwu menyebut para oknum dokter ini dengan sebutan 'target operasi' (TO).
Namun, ia
tak membiarkan hal tersebut.
"Beberapa
waktu lalu sudah kami panggil, dan tentu kami ada prosedur, ada kedisiplinan
untuk regulasinya. Tetapi selalu ada perubahan, muncul lagi baru. Tetapi
itulah, dalam perjalanan kerja satu kasus yang terjadi dari sekian banyak
kondisi pelayanan yang mereka jalankan," katanya. (www.tribunnews.com)
No comments:
Post a Comment