Wednesday, November 27, 2013

Ibadah Haji dan Kemampuan Melaksanakannya



Allah SWT berfirman dalam kitab suci al-Qur’an:
  
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi.[1] Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats,[2] berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan itu berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekal lah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa[3] dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal.” (QS Al-Baqarah [2]: 197).
Ibadah haji adalah pilar terakhir dalam rukun Islam. Melaksanakan ibadah haji merupakan sebuah kewajiban bagi kaum Muslimin dan Muslimat sekali saja seumur hidupnya. Hal ini dengan catatan bahwa kaum Muslimin dan Muslimat memang telah benar-benar mampu melaksanakannya. Sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Allah SWT melalui firman-Nya:

“Mengerjakan ibadah haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.[4] Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS Ali Imran [3]: 97).
Adapun mengenai kemampuan (kesanggupan) melaksanakannya di zaman kita sekarang ini sangatlah mudah. Dengan artian bahwa alat-alat transportasi bisa didapatkan secara sangat mudah. Situasi keamanan bisa kita peroleh di mana saja dan kapan saja. Alat-alat komunikasi bisa pula diakses secara sangat mudah. Perbekalan yang kita butuhkan juga tidak terlalu banyak dan bisa kita dapatkan secara mudah. Barangkali yang perlu digaris-bawahi dalam hal ini adalah kemampuan untuk mempersiapkan ketulusan dan ketetapan hati untuk benar-benar menjalankan ibadah haji.
Dengan begitu, hanya menjadi kepalsuan belaka ketika seorang Muslim telah mampu menunaikannya tetapi masih saja mencari-cari alasan buat menghindarinya. Terlebih bila ia berpendapat bahwa syarat kemampuan menunaikan ibadah haji itu berbanding lurus dengan naik- turunnya kualitas iman seseorang. Sungguh, alasan demikian merupakan alasan yang tidak dibenarkan!
Jika kita cermati secara bijak, keadaan umat Islam di muka bumi ini pada umumnya sudah benar-benar mampu menjalankan ibadah haji. Hanya saja, kini mereka masih saja menunda-nunda karena selalu berangan-angan bahwa umurnya akan panjang. Di sisi lain, mereka juga tengah tenggelam dan sangat sibuk dalam urusan pekerjaannya sekadar untuk menumpuk harta biar terus berlimpah.
Bila disadari, semua perkara ini justru hanya akan mengantarkan mereka pada penundaan beribadah sampai akhir hayatnya. Menanggapi hal ini, Said bin Jabir, Mujahid dan Thawus memberikan pernyataan, “Seandainya kami mengenal satu sosok orang kaya yang dengan kekayaannya sebenarnya telah wajib atasnya menjalankan ibadah haji, namun pada kenyataanya ia tidak melaksanakan ibadah haji sampai akhir hayatnya, maka di hari kematiannya kami tidak akan menshalati jasadnya.”


[1]Ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah.
[2]Rafats artinya mengeluarkan perkataan yang menimbulkan nafsu yang tidak senonoh atau bersetubuh.
[3]Maksud bekal takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-minta selama perjalanan haji.
[4]Yaitu orang yang sanggup mendapatkan perbekalan dan alat-alat pengangkutan serta sehat jasmani dan perjalanannya pun aman.

No comments:

Post a Comment