Allah SWT berfirman dalam kitab
suci al-Qur’an:
“(Musim) haji adalah beberapa bulan
yang dimaklumi.[1]
Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka
tidak boleh rafats,[2]
berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa
yang kamu kerjakan itu berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekal lah,
dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa[3] dan
bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal.” (QS
Al-Baqarah [2]: 197).
Ibadah haji adalah pilar terakhir
dalam rukun Islam. Melaksanakan ibadah haji merupakan sebuah kewajiban bagi
kaum Muslimin dan Muslimat sekali saja seumur hidupnya. Hal ini dengan catatan
bahwa kaum Muslimin dan Muslimat memang telah benar-benar mampu
melaksanakannya. Sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Allah SWT melalui
firman-Nya:
“Mengerjakan ibadah haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah.[4] Barangsiapa mengingkari
(kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu)
dari semesta alam.” (QS Ali Imran [3]: 97).
Adapun mengenai kemampuan (kesanggupan)
melaksanakannya di zaman kita sekarang ini sangatlah mudah. Dengan artian bahwa
alat-alat transportasi bisa didapatkan secara sangat mudah. Situasi keamanan
bisa kita peroleh di mana saja dan kapan saja. Alat-alat komunikasi bisa pula diakses
secara sangat mudah. Perbekalan yang kita butuhkan juga tidak terlalu banyak
dan bisa kita dapatkan secara mudah. Barangkali yang perlu digaris-bawahi dalam
hal ini adalah kemampuan untuk mempersiapkan ketulusan dan ketetapan hati untuk
benar-benar menjalankan ibadah haji.
Dengan begitu, hanya menjadi kepalsuan
belaka ketika seorang Muslim telah mampu menunaikannya tetapi masih saja
mencari-cari alasan buat menghindarinya. Terlebih bila ia berpendapat bahwa
syarat kemampuan menunaikan ibadah haji itu berbanding lurus dengan naik-
turunnya kualitas iman seseorang. Sungguh, alasan demikian merupakan alasan
yang tidak dibenarkan!
Jika kita cermati secara bijak,
keadaan umat Islam di muka bumi ini pada umumnya sudah benar-benar mampu
menjalankan ibadah haji. Hanya saja, kini mereka masih saja menunda-nunda
karena selalu berangan-angan bahwa umurnya akan panjang. Di sisi lain, mereka
juga tengah tenggelam dan sangat sibuk dalam urusan pekerjaannya sekadar untuk menumpuk
harta biar terus berlimpah.
Bila disadari, semua perkara ini
justru hanya akan mengantarkan mereka pada penundaan beribadah sampai akhir
hayatnya. Menanggapi hal ini, Said bin Jabir, Mujahid dan Thawus memberikan
pernyataan, “Seandainya kami mengenal satu sosok orang kaya yang dengan
kekayaannya sebenarnya telah wajib atasnya menjalankan ibadah haji, namun pada
kenyataanya ia tidak melaksanakan ibadah haji sampai akhir hayatnya, maka di
hari kematiannya kami tidak akan menshalati jasadnya.”
[1]Ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah.
[3]Maksud bekal takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat
memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-minta selama perjalanan haji.
[4]Yaitu orang yang sanggup mendapatkan perbekalan dan alat-alat
pengangkutan serta sehat jasmani dan perjalanannya pun aman.
No comments:
Post a Comment