Monday, November 25, 2013

Petunjuk Rasulullah Saw dan Para Sahabat Mengenai Puasa Ramadhan



Bulan suci Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan keagungan dan keutamaan. Salah satunya adalah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari r.a. dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Ketika bulan suci Ramadhan tiba, maka saat itulah pintu-pintu surga akan dibuka.”
Diriwayatkan pula dari Sahal r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Di dalam surga terdapat satu pintu yang bernama Rayyan. Kelak saat hari kiamat tiba, pintu itu akan dibuka dan hanya dikhususkan bagi para ahli puasa, tidak untuk yang lainnya. Ketika pintu Rayyan itu dibuka, akan ada sebuah panggilan, ‘Manakah orang-orang yang ahli puasa?’ Niscaya bagi mereka yang ahli puasa akan spontan berdiri lalu memasukinya. Ketika semua ahli puasa telah memasukinya, pintu itu akan ditutup kembali, dan bagi mereka yang bukan termasuk golongan ahli puasa tidak akan mendapat izin untuk memasuki pintu Rayyan tersebut.”
Menggantikan Puasa Bagi yang Sudah Meninggal
Dikisahkan oleh Ibnu Abbas r.a. bahwa suatu ketika seorang pria mendatangi dan bertanya pada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah Saw, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia. Sementara ibuku masih memiliki kewajiban puasa sebanyak satu bulan lamanya. Apakah aku perlu berpuasa untuk menggantikan apa yang menjadi kewajiban ibuku?” Jawab Rasulullah Saw, “Ya, ketahuilah bahwa utang kewajiban kepada Allah SWT itu jauh lebih berhak untuk ditunaikan.”
Dalam riwayat lain, sayidah Aisyah r.a. berkata bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Barangsiapa yang meninggal dunia, sementara ia masih memiliki kewajiban puasa, maka walinyalah yang harus menggantikan puasa untuknya.”
Kapankah Waktu yang Tepat untuk Mengqadha’ (Mengganti) Puasa?
Dalam hal ini, Ibnu Abbas r.a. berpendapat bahwa mengqadha’ puasa dapat dilakukan kapan saja dan boleh pula dipisah-pisah, maksudnya tidak harus selalu berturut-turut. Sebagaimana firman Allah SWT:

“(Beberapa hari yang ditentukan itu) adalah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia. Dan sebagai penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS Al-Baqarah [2]: 185).
Ramadhan dan Ucapan-ucapan Keji (Kotor, Jorok dan tidak Sopan)
Diceritakan oleh Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan keji, dan bahkan mempraktikkannya (di bulan Ramadhan), maka Allah SWT pun tidak merasa perlu memberikan berkah dalam makanan dan minumannya (saat berbuka).”
Hukum Menyambut Bulan Ramadhan dengan Puasa Satu atau Dua Hari Sebelumnya
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Tidak diperkenankan bagi kalian semua untuk berpuasa satu atau dua hari sebelum bulan Ramadhan. Kecuali bagi mereka yang telah istiqamah menjalankan puasa, maka baginya diperkenankan untuk berpuasa pada hari itu.”[1]
Tidak Diperbolehkan Wishal[2] dalam Puasa Ramadhan
Dikisahkan oleh Nafi’ r.a. dari Abdullah r.a. bahwa Rasulullah Saw melakukan wishal dan para sahabat akhirnya mengikuti melakukan wishal juga. Tapi ternyata para sababat merasa sangat terbebani, Rasulullah Saw akhirnya melarang mereka untuk melakukannya dalam berpuasa. Mereka berkata pada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah Saw, bukankah engkau telah melakukan wishal?” Rasulullah Saw menjawab, “Apa yang aku lakukan tidaklah sama dengan apa yang kalian lakukan. Aku masih makan dan aku pun masih minum.”
Berkah dalam Sahur
Diceritakan oleh Anas bin Malik r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Bersahurlah (makan sahurlah) kalian semua. Ketahuilah bahwa dalam sahur terdapat keberkahan.”
Puasa Saat dalam Perjalanan
Dikisahkan dari sayidah Aisyah r.a. bahwa suatu ketika Hamzah bin Amru al-Aslami r.a. bertanya pada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah Saw, apakah aku masih harus berpuasa dalam setiap perjalananku? Karena kebanyakan waktu perjalananku bertepatan dengan masa-masa puasa.” Jawab Rasulullah, “Jika yang engkau kehendaki adalah tetap berpuasa, maka puasalah. Namun jika yang engkau kehendaki tidak berpuasa, maka berbukalah. Namun gantilah puasa wajibmu itu di hari yang lain.”
Dan diriwayatkan pula oleh Anas bin Malik  r.a., “Suatu hari, kami bersama para sahabat melakukan perjalanan bersama-sama dengan Rasulullah Saw. Dalam perjalan itu, tidak ada di antara kami yang mencela satu sama lain. Mereka yang berpuasa tidak diperkenankan mencela mereka yang tidak berpuasa. Begitu juga sebaliknya, mereka yang tidak berpuasa tidak diperkenankan mencela mereka yang berpuasa”
Muntah Tidaklah Membatalkan Puasa
Menurut pendapat Abu Hurairah r.a. bahwa muntah tidaklah membatalkan puasa. Karena, muntah adalah aktivitas mengeluarkan sesuatu dan bukan memasukkan sesuatu. Pendapat Abu Hurairah r.a. ini diperkuat oleh pendapat Ibnu Abbas r.a. dan juga Ikrimah r.a. bahwa yang membatalkan puasa adalah segala hal yang masuk ke dalam tubuh, dan bukanlah yang keluar dari dalam tubuh.
Makan Ketika dalam Keadaan Lupa
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa lalu lupa –jika ia sedang puasa–  dan tanpa sengaja ia makan dan minum, maka wajib baginya untuk meneruskan puasanya. Ketahuilah bahwa dalam lupanya tersebut, Allah SWT sedang memberikan kepadanya makan dan minum.”
Beberapa Perkara yang Tidak Membatalkan Puasa
Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang berwudhu, maka hendaklah ia menyedot air dengan lubang hidungnya. Dan dalam hal ini, tidak ada perbedaan antara yang berpuasa dan yang lainnya.”
Al-Hasan r.a. sendiri berpendapat bahwa menyedot air ke dalam hidung tidak apa-apa bagi yang sedang berpuasa. Artinya, hal itu tidaklah membatalkan puasa selama airnya tidak sampai masuk ke tenggorokannya. Begitu pun dengan memakai celak, ia tidaklah membatalkan puasa.
Al-Atha’ r.a.  juga berpendapat, jika seseorang sedang berpuasa dan ia berkumur dalam wudhunya, kemudian mengeluarkan semua air (yang digunakannya berkumur) dari dalam mulut, maka hal ini tidaklah mencederai status puasanya. Hal ini tidak apa-apa selama air liurnya yang masih bercampur dengan air yang dipakai berkumur tadi tidak tertelan. Serta tidak pula menelan sisa-sisa air kumurannya. Tetapi bila ternyata ia menelannya secara sengaja, maka aku tidak bisa mengatakan apa-apa kecuali orang tersebut sudah harus berbuka puasa (batal puasanya). Kemudian seandainya ia menyedot air melalui lubang hidung ketika berwudhu, lalu ternyata air yang ia sedot tadi masuk ke dalam tenggorokannya, hal itu tidak pula membatalkan puasa selama ia tidak menahannya (lalu menelannya) secara sengaja.”
Al-Hasan r.a. menambahkan, “Jika ada seekor lalat masuk ke dalam tenggorokan orang yang berpuasa, maka itu tidaklah membatalkan puasanya dan ia pun tidak dikenai kewajiban untuk mengqadha puasanya.”
Pun Ibnu Abbas r.a. berpandapat bahwa mencicipi makanan secukupnya, dengan catatan tidak menelannya, maka hal itu tidaklah membatalkan puasa.
Anas bin Malik r.a. berkata, “Aku memiliki tempat penampungan air yang bisa digunakan untuk mandi. Pada suatu waktu, aku mandi dan berendam di dalamnya. Sementara saat itu aku sedang berpuasa.” Ini menunjukkan pada kita bahwa berendam tidaklah membatalkan puasa.
Mengenai penggunaan siwak saat berpuasa, terdapat sebuah hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw tetap menggunakan siwak untuk membersihkan giginya, meskipun beliau sedang berpuasa.
Ibnu Umar r.a. berkata bahwa Rasulullah Saw senantiasa menggunakan siwak meskipun beliau sedang berpuasa, baik itu pada awal terbitnya matahari maupun siang hari. Dengan catatan bahwa air liur yang bercampur dengan gesekan kayu siwak tersebut tidak tertelan.[3]
Ibnu Sirin menambahkan bahwa bersiwak menggunakan siwak yang basah tidaklah membatalkan puasa. Meskipun dikatakan bahwa siwak yang basah memiliki rasa, maka ia dapat membatalkan puasa. Hal yang sebenarnya tidaklah demikian, karena air pun memiliki rasa. Dan ketika kita berkumur saat berwudhu sementara kita sedang dalam keadaan berpuasa, hal itu tidaklah dianggap membatalkan puasa. Dengan demikian, membersihkan gigi menggunakan siwak yang masih basah pun tidaklah membatalkan puasa.
I’tikaf
Dikisahkan oleh sayidah Aisyah r.a. bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw selalu beri’tikaf pada malam-malam sepuluh hari terakhir bulan suci Ramadhan. Dan beliau senantiasa melakukan hal itu sampai beliau wafat. Pada akhirnya, para istri Rasulullah Saw pun senantiasa beri’tikaf pada malam-malam itu selepas kepergian beliau.   
Shalat pada Malam Lailatul Qadar atas Dasar Iman dan Rasa Cinta
Diceritakan oleh Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadar atas dasar iman dan rasa cinta terhadap malam yang penuh berkah ini, niscaya segala dosa-dosanya di masa lalu akan dihapuskan dan diampuni oleh Allah SWT. Dan barangsiapa yang berpuasa pada bulan suci Ramadhan atas dasar iman dan rasa cinta terhadap bulan yang penuh berkah ini, maka segala dosa-dosanya di masa silam juga akan dihapuskan dan diampuni oleh Allah SWT.”



[1]Maksudnya adalah bagi siapa saja yang tidak memiliki keistiqamahan berpuasa, maka ia tidak diperbolehkan berpuasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan. Namun jika misalnya bulan Ramadhan jatuh pada hari Jum’at, sementara ia merupakan orang yang beristiqamah dalam melaksanakan puasa sunah semisal hari Senin dan hari Kamis, maka ia diperbolehkan untuk berpuasa pada hari Kamis, meskipun pada hari keesokannya sudah masuk bulan Ramadhan. Penj.
[2]Wishal adalah berpuasa dua hari secara berturut-turut (menyambung puasa), tetapi tidak diikuti dengan berbuka dan tidak pula sahur pada hari pertamanya. Penj.

[3]Dari riwayat ini kita bisa mengambil pelajaran bahwa menggunakan siwak di siang hari saat berpuasa tidaklah membatalkan puasa. Jika siwak adalah pembersih gigi pada zaman Rasulullah Saw dan para sahabat, maka pada zaman sekarang ini sikat gigi merupakan alat yang fungsinya sama persis dengan siwak. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa menyikat gigi di siang hari, meskipun kita sedang dalam keadaan berpuasa, tidaklah membatalkan puasa. Dengan catatan air liur yang masih bercampur dengan pasta gigi tidak tertelan secara sengaja. Penj.

No comments:

Post a Comment