Termasuk mukjizat Nabi
Muhamad Saw adalah keajaiban semangkok susu yang terus bertambah dan semakin
banyak.
Abu Hurairah r.a. berkisah,
“Demi Allah, karena rasa lapar, terkadang
aku menekan perutku ke tanah ataupun mengganjalnya dengan batu. Pada suatu hari,
aku duduk di pinggir jalan yang biasanya selalu dilalui oleh para sahabat. Tiba-tiba
Abu Bakar r.a. lewat di depanku lalu aku menanyakan kepadanya mengenai salah
satu ayat al-Qur’an. Padahal, maksud pertanyaanku itu sebenarnya bukanlah semata-mata
bertanya melainkan dengan harapan supaya dia mengajak aku ke rumahnya, tetapi
dia tidak mengajakku. Kemudian Umar r.a. lewat di tempat itu. Kepadanya, aku juga
bertanya mengenai ayat al-Qur’an itu, dengan harapan dia akan mengajakku ke rumahnya,
namun Umar pun tidak mengajakku. Tidak lama kemudian, Rasulullah Saw lewat di
tempat itu. Ketika beliau melihat raut wajahku, beliau memahami apa yang ada
dalam hatiku. Lantas beliau berkata, ‘Wahai Abu Hurairah, ke mari lah.’ Aku menjawab,
‘Ya, wahai Rasulullah!’ Rasulullah berucap, ‘Ikutlah denganku!’ Ketika sampai
di rumah beliau, aku minta izin untuk masuk. Beliau pun mengizinkan aku masuk.
Di dalam rumah, aku melihat ada semangkok susu. Lalu Rasulullah bertanya kepada
keluarganya, ‘Dari mana kalian memperoleh susu ini?’ Keluarganya menjawab, ‘Seseorang
mengantarkannya ke mari sebagai hadiah untuk kita.’ Nabi Saw berkata kepadaku, ‘Wahai
Abu Hurairah.’ Aku menjawab, ‘Ya, wahai Rasulullah.’ Beliau berkata lagi, ‘Pergilah
ke tempat Ahlu Suffah[1]
dan panggillah mereka ke sini!’
Mengenai Ahlu Suffah, Abu Hurairah menjelaskan,
“Ahlu Suffah adalah para tetamu Islam yang tidak mempunyai rumah dan juga tidak
mempunyai harta benda. Apabila ada suatu hadiah datang kepada Rasulullah Saw, maka
sebagian dimakan oleh Nabi Saw dan sebagian lagi diberikan kepada Ahlu Suffah.
Dan apabila suatu saat datang kepada beliau sebagai sedekah, maka beliau tidak
memakannya melainkan memberikan semuanya kepada Ahlu Suffah.”
Ketika
aku disuruh memanggil Ahlu Suffah, aku merasa berat hati. Karena aku sangat
berharap dapat meminum susu tersebut, untuk memulihkan kekuatanku selama sehari
semalam. Jika mereka datang, maka pasti aku harus memberikan susu itu kepada
mereka, lalu mereka semua meminumnya sehingga tidak akan tersisa lagi untukku.
Akan tetapi tidak ada jalan lain selain taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena
itulah aku pergi memanggil mereka. Lalu mereka datang dan meminta izin masuk,
dan duduk di tempatnya masing-masing.
Kemudian Rasulullah
berkata, ‘Wahai Abu Hurairah, ambillah susu itu dan berikan kepada mereka!’ Aku
pun mengambil mangkok susu itu dan memberikannya kepada mereka. Lalu secara
bergantian, setiap orang meminumnya hingga merasa kenyang. Setelah selesai, aku
serahkan kembali mangkok susu itu kepada Rasulullah dan beliau menerimanya. Ternyata
di dalam mangkok itu masih ada sisa susu. Kemudian Rasulullah mengangkat
kepalanya melihat ke arahku sambil tersenyum dan berkata, ‘Wahai Abu Hurairah!’
‘Ya, Rasulullah,’ jawabku. ‘Kini tinggal aku dan kamu,’ ujar Rasulullah. Aku pun
menjawab, ‘Benar.’ Beliau berkata, ‘Sekarang duduk dan minumlah!’ Aku lalu
duduk dan meminum susu itu. Dan Rasulullah menyuruhku meminum lagi. Aku lantas
meninumnya kembali. Beliau terus menyuruhku untuk meminumnya, sampai kemudian aku
berkata, ‘Sudah, wahai Rasulullah. Demi Dzat yang telah mengutus engkau dengan
kebenaran, tidak ada lagi tempat yang kosong dalam perutku.’ Rasulullah berkata,
‘Baiklah, berikanlah mangkok itu kepadaku.’ Aku kemudian memberikan mangkok itu
kepada beliau. Selanjutnya beliau meminum susu yang masih tersisa di dalam
mangkok.”[2]
Makanan
Sedikit Cukup Buat 80 Orang
Diriwayatkan
dari Anas bin Malik r.a. bahwa Abu Thalhah berkata kepada Ummu Sulaim,
“Aku mendengar bahwa suara Rasulullah lemah sekali. Aku tahu beliau dalam
keadaan lapar. Apakah kamu tidak mempunyai sesuatu untuk dimakan wahai Ummu
Sulaim?" Ummu Sulaim lalu mengeluarkan beberapa potong roti yang terbuat dari
gandum. Kemudian dia mengambil kain dan melipatkan-lipatkan roti itu dengan
kain tersebut. Setelah itu, sebagian roti itu diberikannya kepadaku (Anas bin
Malik) dan sebagiannya lagi untuk Rasulullah.
Ummu
Sulaim kemudian memintaku (Anas bin Malik) agar secara langsung memberikan roti
itu kepada Rasulullah. Aku pun pergi menemui Rasulullah, dan kebetulan beliau sedang
duduk di dalam masjid bersama para sahabat. Rasulullah berkata, "Apakah
kamu diutus oleh Abu Thalhah?” Aku menjawab, "Benar, wahai Rasulullah.” Beliau berkata lagi, "Apakah untuk
sesuatu makanan?" Aku menjawab, "Benar." Kemudian Rasulullah berkata
kepada para sahabat yang berada di masjid, “Berdirilah
kalian semua!” Rasulullah lalu
berangkat menuju ke rumah Abu Thalhah dengan diiringi para sahabat. Aku juga
berjalan di antara mereka dan sesegera mungkin memberitahu Abu Thalhah.
Abu Thalhah berkata, "Wahai Ummu Sulaim, Rasulullah telah datang dengan para
sahabat, sedangkan kita tidak mempunyai sesuatu makanan untuk diberikan kepada
mereka." Istrinya (Ummu Sulaim) berkata, "Allah
dan Rasul-Nya lebih tahu.”
Lalu Abu Thalhah
menjemput Rasulullah di depan
rumahnya dan beliau
pun dipersilakan masuk bersamanya. Rasulullah
berkata, “Bawalah ke mari apa yang kamu punyai, wahai Ummu Sulaim.” Kemudian
Ummu Sulaim membawa sebagian roti tadi kepada beliau. Dan ia memeraskan keju untuk
dijadikan pemanis roti. Setelah itu, Rasulullah berdo’a untuk makanan itu, dan berkata,
“Persilahkanlah sepuluh orang masuk terlebih dahulu, dan bergantian secara
terus-menerus, sehingga semua sahabat yang hadir merasa kebagihan dan kenyang.”
Jumlah para sahabat ketika itu sekitar tujuh puluh sampai delapan puluh orang.[3]
Binatang
yang Memuliakan Nabi Muhamad Saw
Diceritakan
dari Aisyah r.a., “Sesungguhnya kami memiliki binatang piaraan, dan saat Rasulullah
tidak berada di rumah, binatang-binatang ini bermain-main satu sama lain. Sedangkan
ketika Rasulullah berada di dalam rumah, binatang-binatang ini diam dan tenang,
sehingga tidak membuat Rasulullah terusik.”[4]
Unta Paling Lambat menjadi Unta Tercepat
Unta ini
milik sahabat Jabir r.a.. Untanya tergolong lambat berlari bila dibandingkan
dengan larinya unta-unta yang lain. Melihat hal ini, kemudian Nabi berd’oa kepada
Allah agar unta sahabat Jabir menjadi unta yang gesit dan cepat ketika berlari.
Sahabat
Jabir r.a. bercerita, “Aku keluar bersama baginda Rasulullah dalam sebuah
peperangan. Unta yang aku tunggangi berjalan lambat,
dan hal ini meletihkanku. Lalu aku mendatangi Rasulullah,
dan beliau bertanya kepadaku, ‘Bagaimana
keadaanmu, wahai Jabir?’
‘Unta
yang aku tunggangi berlari sangat lambat, hingga membuatku mengalami keletihan
dan tertinggal dengan yang lain, wahai Rasulullah,’ jawabku. Mendengar keluhanku
ini, Rasulullah lantas memukul unta tersebut. Tak lama kemudian beliau berkata,
‘Sekarang tunggangilah unta ini.’
Kemudian
aku menunggangi untaku, dan tiba-tiba unta ini berlari sangat cepat. Sungguh,
aku melihat ke belakang dan melihat Rasulullah sudah jauh tertinggal denganku.”
[1] Para sahabat Nabi yang bermukim di sekitar Masjid
Rasulullah.
[2]Hadits Shahih, HR Bukhari (6452), (11/281).
[3]Hadits Shahih, HR Bukhari bab Manîkib
(3578), bab al-Shalat Mukhtasar (43) dan bab Aimân wa al-Nudzûr
(6688), HR Imam Muslim, dan HR Tirmidzi bab Manâkib (5/595).
[4]Hadits Shahih, HR Ahmad (6/113, 150) dan al-Haitsami dalam
kitabnya Majma’ Zawâid (3/9), Thabrani dalam kitabnya Al-Ausath, Ibnu
Katsir dalam kitabnya al-Bidâyah wa al-Nihâyah (6/162).
No comments:
Post a Comment