Saturday, December 7, 2013

Keajaiban Semangkok Susu yang tak Pernah Habis



Termasuk mukjizat Nabi Muhamad Saw adalah keajaiban semangkok susu yang terus bertambah dan semakin banyak.
Abu Hurairah r.a. berkisah,  “Demi Allah, karena rasa lapar, terkadang aku menekan perutku ke tanah ataupun mengganjalnya dengan batu. Pada suatu hari, aku duduk di pinggir jalan yang biasanya selalu dilalui oleh para sahabat. Tiba-tiba Abu Bakar r.a. lewat di depanku lalu aku menanyakan kepadanya mengenai salah satu ayat al-Qur’an. Padahal, maksud pertanyaanku itu sebenarnya bukanlah semata-mata bertanya melainkan dengan harapan supaya dia mengajak aku ke rumahnya, tetapi dia tidak mengajakku. Kemudian Umar r.a. lewat di tempat itu. Kepadanya, aku juga bertanya mengenai ayat al-Qur’an itu, dengan harapan dia akan mengajakku ke rumahnya, namun Umar pun tidak mengajakku. Tidak lama kemudian, Rasulullah Saw lewat di tempat itu. Ketika beliau melihat raut wajahku, beliau memahami apa yang ada dalam hatiku. Lantas beliau berkata, ‘Wahai Abu Hurairah, ke mari lah.’ Aku menjawab, ‘Ya, wahai Rasulullah!’ Rasulullah berucap, ‘Ikutlah denganku!’ Ketika sampai di rumah beliau, aku minta izin untuk masuk. Beliau pun mengizinkan aku masuk. Di dalam rumah, aku melihat ada semangkok susu. Lalu Rasulullah bertanya kepada keluarganya, ‘Dari mana kalian memperoleh susu ini?’ Keluarganya menjawab, ‘Seseorang mengantarkannya ke mari sebagai hadiah untuk kita.’ Nabi Saw berkata kepadaku, ‘Wahai Abu Hurairah.’ Aku menjawab, ‘Ya, wahai Rasulullah.’ Beliau berkata lagi, ‘Pergilah ke tempat Ahlu Suffah[1] dan panggillah mereka ke sini!’
Mengenai Ahlu Suffah, Abu Hurairah menjelaskan, “Ahlu Suffah adalah para tetamu Islam yang tidak mempunyai rumah dan juga tidak mempunyai harta benda. Apabila ada suatu hadiah datang kepada Rasulullah Saw, maka sebagian dimakan oleh Nabi Saw dan sebagian lagi diberikan kepada Ahlu Suffah. Dan apabila suatu saat datang kepada beliau sebagai sedekah, maka beliau tidak memakannya melainkan memberikan semuanya kepada Ahlu Suffah.”
Ketika aku disuruh memanggil Ahlu Suffah, aku merasa berat hati. Karena aku sangat berharap dapat meminum susu tersebut, untuk memulihkan kekuatanku selama sehari semalam. Jika mereka datang, maka pasti aku harus memberikan susu itu kepada mereka, lalu mereka semua meminumnya sehingga tidak akan tersisa lagi untukku. Akan tetapi tidak ada jalan lain selain taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena itulah aku pergi memanggil mereka. Lalu mereka datang dan meminta izin masuk, dan duduk di tempatnya masing-masing.
Kemudian Rasulullah berkata, ‘Wahai Abu Hurairah, ambillah susu itu dan berikan kepada mereka!’ Aku pun mengambil mangkok susu itu dan memberikannya kepada mereka. Lalu secara bergantian, setiap orang meminumnya hingga merasa kenyang. Setelah selesai, aku serahkan kembali mangkok susu itu kepada Rasulullah dan beliau menerimanya. Ternyata di dalam mangkok itu masih ada sisa susu. Kemudian Rasulullah mengangkat kepalanya melihat ke arahku sambil tersenyum dan berkata, ‘Wahai Abu Hurairah!’ ‘Ya, Rasulullah,’ jawabku. ‘Kini tinggal aku dan kamu,’ ujar Rasulullah. Aku pun menjawab, ‘Benar.’ Beliau berkata, ‘Sekarang duduk dan minumlah!’ Aku lalu duduk dan meminum susu itu. Dan Rasulullah menyuruhku meminum lagi. Aku lantas meninumnya kembali. Beliau terus menyuruhku untuk meminumnya, sampai kemudian aku berkata, ‘Sudah, wahai Rasulullah. Demi Dzat yang telah mengutus engkau dengan kebenaran, tidak ada lagi tempat yang kosong dalam perutku.’ Rasulullah berkata, ‘Baiklah, berikanlah mangkok itu kepadaku.’ Aku kemudian memberikan mangkok itu kepada beliau. Selanjutnya beliau meminum susu yang masih tersisa di dalam mangkok.”[2]

Makanan Sedikit Cukup Buat 80 Orang
Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a. bahwa Abu Thalhah berkata kepada Ummu Sulaim, “Aku mendengar bahwa suara Rasulullah lemah sekali. Aku tahu beliau dalam keadaan lapar. Apakah kamu tidak mempunyai sesuatu untuk dimakan wahai Ummu Sulaim?" Ummu Sulaim lalu mengeluarkan beberapa potong roti yang terbuat dari gandum. Kemudian dia mengambil kain dan melipatkan-lipatkan roti itu dengan kain tersebut. Setelah itu, sebagian roti itu diberikannya kepadaku (Anas bin Malik) dan sebagiannya lagi untuk Rasulullah.
Ummu Sulaim kemudian memintaku (Anas bin Malik) agar secara langsung memberikan roti itu kepada Rasulullah. Aku pun pergi menemui Rasulullah, dan kebetulan beliau sedang duduk di dalam masjid bersama para sahabat. Rasulullah berkata, "Apakah kamu diutus oleh Abu Thalhah?” Aku menjawab,  "Benar, wahai Rasulullah.”  Beliau berkata lagi, "Apakah untuk sesuatu makanan?" Aku menjawab, "Benar." Kemudian Rasulullah berkata kepada para sahabat yang berada di masjid, “Berdirilah kalian semua!” Rasulullah lalu berangkat menuju ke rumah Abu Thalhah dengan diiringi para sahabat. Aku juga berjalan di antara mereka dan sesegera mungkin memberitahu Abu Thalhah. Abu Thalhah berkata, "Wahai  Ummu Sulaim, Rasulullah telah datang dengan para sahabat, sedangkan kita tidak mempunyai sesuatu makanan untuk diberikan kepada mereka." Istrinya (Ummu Sulaim) berkata, "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.”
Lalu Abu Thalhah menjemput Rasulullah di depan rumahnya dan beliau pun dipersilakan masuk bersamanya. Rasulullah berkata, “Bawalah ke mari apa yang kamu punyai, wahai Ummu Sulaim.” Kemudian Ummu Sulaim membawa sebagian roti tadi kepada beliau. Dan ia memeraskan keju untuk dijadikan pemanis roti. Setelah itu, Rasulullah berdo’a untuk makanan itu, dan berkata, “Persilahkanlah sepuluh orang masuk terlebih dahulu, dan bergantian secara terus-menerus, sehingga semua sahabat yang hadir merasa kebagihan dan kenyang.” Jumlah para sahabat ketika itu sekitar tujuh puluh sampai delapan puluh orang.[3]

Binatang yang Memuliakan Nabi Muhamad Saw
Diceritakan dari Aisyah r.a., “Sesungguhnya kami memiliki binatang piaraan, dan saat Rasulullah tidak berada di rumah, binatang-binatang ini bermain-main satu sama lain. Sedangkan ketika Rasulullah berada di dalam rumah, binatang-binatang ini diam dan tenang, sehingga tidak membuat Rasulullah terusik.”[4]

Unta Paling Lambat menjadi Unta Tercepat
Unta ini milik sahabat Jabir r.a.. Untanya tergolong lambat berlari bila dibandingkan dengan larinya unta-unta yang lain. Melihat hal ini, kemudian Nabi berd’oa kepada Allah agar unta sahabat Jabir menjadi unta yang gesit dan cepat ketika berlari.
Sahabat Jabir r.a. bercerita, “Aku keluar bersama baginda Rasulullah dalam sebuah peperangan. Unta yang aku tunggangi berjalan lambat, dan hal ini meletihkanku. Lalu aku mendatangi Rasulullah, dan beliau bertanya kepadaku, Bagaimana keadaanmu, wahai Jabir?
‘Unta yang aku tunggangi berlari sangat lambat, hingga membuatku mengalami keletihan dan tertinggal dengan yang lain, wahai Rasulullah,’ jawabku. Mendengar keluhanku ini, Rasulullah lantas memukul unta tersebut. Tak lama kemudian beliau berkata, ‘Sekarang tunggangilah unta ini.’
Kemudian aku menunggangi untaku, dan tiba-tiba unta ini berlari sangat cepat. Sungguh, aku melihat ke belakang dan melihat Rasulullah sudah jauh tertinggal denganku.”


[1] Para sahabat Nabi yang bermukim di sekitar Masjid Rasulullah.
[2]Hadits Shahih, HR Bukhari (6452), (11/281).
[3]Hadits Shahih, HR Bukhari bab Manîkib (3578), bab al-Shalat Mukhtasar (43) dan bab Aimân wa al-Nudzûr (6688), HR Imam Muslim, dan HR Tirmidzi bab Manâkib (5/595).
[4]Hadits Shahih, HR Ahmad (6/113, 150) dan al-Haitsami dalam kitabnya Majma’ Zawâid (3/9), Thabrani dalam kitabnya Al-Ausath, Ibnu Katsir dalam kitabnya al-Bidâyah wa al-Nihâyah (6/162).

No comments:

Post a Comment