Wednesday, December 18, 2013

MK Diminta Batalkan Aturan Wajib Kepesertaan Jaminan Sosial



Sesuai Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 jaminan sosial adalah hak warga negara, bukan kewajiban warga negara, sehingga negaralah yang berkewajiban memenuhinya.

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan pengujian sejumlah pasal dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Uji materi ini dimohonkan oleh 12 pengurus serikat pekerja.

Mereka memohon pengujian Pasal 1 angka 5, Pasal 14 ayat (2), Pasal 17 ayat (1), (2), (4), (5), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 30, Pasal 36, Pasal 40, Pasal 44 UU SJSN.

Dalam sidang yang diketuai Hakim konstitusi Arief Hidayat di ruang sidang MK, Rabu (11/12), melalui Tim Advokasinya, pemohon menilai UU SJSN menimbulkan pergeseran paradigma sistem jaminan sosial yang hakikatnya sesuai konstitusi sebagai “hak” menjadi “kewajiban” warga negara, bukan kewajiban negara.

“Sesuai Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 jaminan sosial adalah hak warga negara, bukan kewajiban warga negara, sehingga negaralah yang berkewajiban memenuhinya,” ujar salah satu tim kuasa hukum pemohon, Rd Yudi Anton Rikmadani.

Menurut Yudi, Pasal 17 UU SJSN telah mewajibkan setiap peserta Jamsos untuk membayar iuran yang ditetapkan pihak lain (swasta/pemerintah), bukan oleh peserta jamsos itu sendiri. Hal ini jelas paradigma wajib dalam pasal itu telah menggeser kewajiban negara dalam tugas menghormati hak sosial rakyat.

Pergeseran paradigma hak warga negara menjadi kewajiban warga negara dalam iuran wajib yang ditentukan pihak lain dengan sistem dividen/pembagian keuntungan jelas-jelas mengurangi hak warga negara atas jamsos yang dijamin konstitusi.

“Seharusnya kepesertaan asuransi bersifat sukarela, bukan diwajibkan oleh UU SJSN,” tegasnya.

Pasal 17 UU SJSN menyebutkan, “(1) Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah atau suatu jumlah nominal tertentu. (2) Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada BPJS secara berkala. (4) Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh Pemerintah.”

Menurut dia, jaminan sosial juga telah direduksi menjadi komoditas bisnis asuransi yang memposisikan rakyat menjadi obyek komoditas bisnis. Negara seolah menitipkan nasib rakyat pekerja kepada pihak ketiga sebagai kekuatan pasar bisnis asuransi.
“Selama ini, pemerintah sudah mewajibkan buruh, PNS, dan TNI/Polri. Makanya, Pasal 17 UU SJSN bukan jamsos, tetapi pasal asuransi,” tudingnya.

Selain itu, tambah dia, UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPSJ) akan menjadi badan yang superbody yang memiliki kewenangan luar biasa untuk mengendalikan dana rakyat dengan dalih asuransi sosial.

“Apalagi sasaran BPJS tidak hanya para buruh, tetapi seluruh rakyat Indonesia,” tegasnya.  

Atas dasar itu, para pemohon meminta MK membatalkan pasal-pasal itu dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Adapun 12 pemohon yang tercatat sebagai pemohon yaitu Mukhyir Hasan Hasibuan, Untung Riyadi, Muhammad Ichsan, Lukman Hakim, Bambang Wirahyoso, Sunarti, Rudi Hartono B Daman, Syarief Hidayatullah, Bambang Eka, Willem Lucas Warow, Wahida Baharuddin Upa dan Maliki. (skalanews.com)

No comments:

Post a Comment