Wednesday, February 26, 2014

Pantau Layanan BPJS, Satgas JKN Layani Keluhan Warga


 
BPJS Kesehatan dan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) bersama empat organisasi praktisi kesehatan berhimpun membentuk Satuan Tugas (Satgas) untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Empat organisasi profesi tersebut, yakni PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia), IBI (Ikatan Bidan Indonesia), PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia), dan IAI (Ikatan Apoteker Indonesia). Satgas JKN akan bertugas mengawasi pelaksanaan JKN di seluruh Indonesia melalui pengawasnya di setiap daerah.
Bagaimana ruang lingkup tugasnya, apa tantangan dan hambatan pada pelaksanaan JKN, sejauh mana proyeksi keberhasilan tugas yang dibebankan kepada Satgas JKN sendiri. Tiga poin itu menjadi topik perbincangan Okezone dengan Tono Rustiano, Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan RI, di Makassar, baru-baru ini. Berikut, petikan perbincangan kami:

Apa latar belakang dibentuknya Satgas JKN?

Satgas itu memang (dibentuk) untuk memantau pelaksanaan JKN karena ternyata memang JKN itu menjadi bukti bahwa negara itu hadir, maka kemudian JKN itu digulirkan pemerintah. Dan ini harus jalan, harus sukses. Oleh karena itu memang teman-teman organisasi profesi itu memandang ini harus dilihat sama-sama. Karena bagaimanapun ini bukan sekadar BPJS yang menjalankan, tapi merekalah yang sebagai pelaksana profesi menjalankan di rumah sakit, Puskesmas, tempat praktek. Oleh karena itu dibuatlah (Satgas JKN) ini, dibentuk kemudian untuk memantau sama-sama dan memberikan masukan mana yang kurang, mana yang harus diperbaiki, mana yang harus segera ditindaklanjuti.

Ini menurut saya sangat penting, sehingga pelaksanaan itu bisa mulus. Pasti di awal itu banyak masalah. Tapi karena feedback itulah masalah-masalah itu kita rumuskan, kita selesaikan, kita putuskan ini harus kita treatment seperti apa. Dan ini memang terbukti, misalnya ketika muncul masalah tentang obat.

Pasien-pasien yang dulunya Askes kemudian obatnya sekarang seperti dibatasi. Lalu kemudian itu masukan itu diberikan masukan kepada pemerintah, terutama kepada Dinas Kesehatan: segera pemerintah itu membuat kebijakan baru untuk menyelesaikan masalah itu, jadi nanti ke depan kalaupun ada masalah sekecil apapun di lapangan itu akan ditampung, artinya ini sesuatu yang positif.

Karena tadi disampaikan bahwa ini tidak serta-merta sekaligus sukses, tapi harus bertahap. Kami dari BPJS Kesehatan pun juga menampung ini. Jadi fungsinya Satgas ini adalah memantau, memonitor pelaksanaan di lapangan di seluruh wilayah, lalu kemudian merumuskannya dan melaporkannya sehingga kemudian kami di tingkat pusat nanti akan mengusulkan solusi dan kebijakan untuk menyelesaikan semua masalah ini.

Cara kerjanya seperti apa itu, Pak?

Jadi, artinya memang kan masing-masing profesi itu punya ke bawah, punya jaringan sampai kepada setingkat profesi masing-masing. Misalnya, bidan itu ada yang perorangan sampai semua di desa-desa ada. Bagi dokter, tentu di semua fasilitas kesehatan yang ada. Begitu juga profesi yang lain. Di profesi itu mereka akan kumpulkan kondisi riil yang mereka layaknya terjadi di lapangan sehari-hari.

Melalui profesi itulah dikumpulkan. Misalnya, wilayah di Makassar ini seperti apa, dikumpulkan, masalah-masalah di mana, kemudian nanti akan diteruskan sampai Pusat. Pusatlah yang kemudian akan merumuskan kembali, kemudian mengajukan solusinya seperti apa.

Pengumpulan yang seperti bagaimana itu?

Tadi ada pertemuan berkala, sekarang pada tahap pertama misalnya, ini kita semua kita sosialisasikan kepada seluruh wilayah Sulawesi Selatan dan Barat: ini ada satgas ini lho, cara kerjanya begini. Yang sedang diterangkan sekarang.

Satu bulan ini BPJS sudah menjadi penyelenggara dan JKN sudah berlangsung hampir di seluruh wilayah Indonesia. Nah Bapak tadi menyatakan ada temuan. Temuan terbanyak selama sebulan ini, apa yang terjadi? Selain Bapak tadi menyebutkan ada yang bertambah 300 sampai 400 (pasien) per hari di rumah sakit.

Jadi, ada beberapa tahap ya. Yang pertama dilihat dari sisi kepesertaan. Misalnya, orang-orang bagaimana caranya mudah mendaftar. Terus terang saja, misalnya, BPJS tadi kita tidak menunggu membludaknya. Tapi kemudian kita siapkan agar proses pelayanan pada peserta semudah mungkin.

Jadi, misalnya, kantor-kantor kita pasang tenda, kita pasang tempat duduk, kita pasang counter tambah banyak. Lalu kemudian ternyata itu kurang. Kita buatkan pendaftaran melalui website, sehingga orang yang menengah mungkin bisa mendaftarkan ke web, kemudian langsung tinggal ke kantor untuk mengambil kartu saja. Lalu kemudian, ketiga, sekarang kita sedang melakukan kerjasama dengan bank supaya di bank itu bukan sekadar kerjasama untuk pembayaran saja, tapi dia untuk pendaftaran juga. Tapi tentu bertahap, tidak sekaligus.

Kerjasama dengan bank apa saja?

Jadi, bank yang sudah kerjasama itu BRI, BNI, sama Bank Mandiri. Tapi, tadi bertahap. Mereka uji coba dulu di tiga cabang, kemudian ditambahkan lagi ke sepuluh cabang. Nanti tambah lagi terus, bahkan kita akan kerjasama pada yang punya jaringan lebih banyak. Itu secara bertahap. Itu soal kepesertaan. Yang kedua, memang yang paling banyak adalah soal pelayanan tadi. Misalnya tadi, karena ada perubahan sistem dari yang sebelumnya, baik di PT Askes kemudian yang di Jamsostek maupun Jamkesmas, itu ditentukan oleh pemerintah dalam INA CBGs  yang baru. Tentu pelaksananya, pembayarnya, begitu pula pesertanya sendiri masih apa ya.... masih sesuatu yang baru....

Masih mempelajari....

Bukan mempelajari, memang terjadi perubahan total.

Adaptasi....

Semacam adaptasi. Tapi ketika ada hal-hal yang ternyata merugikan peserta itu kemudian langsung dibuat kebijakan supaya kerugian bagi peserta itu diminimalisir.   

Contohnya adalah obat. Waktu di Askes untuk penyakit kronis itu misalnya yang kronis itu yang diabetes mellitus, hipertensi, itu mereka datang berobat kemudian dikasih resep obat untuk satu bulan. Jadi baru bulan berikutnya mereka dapat berkunjung lagi kemudian dapat obat. Nah kemarin, karena sistemnya berubah menjadi sistem INA CBGs  termasuk di dalamnya adalah sistem paket dalam obat, termasuk obatnya di dalam. Oleh karena itu, rumah sakit menghitung ini cukup tidak.

Itu ada keraguan, jangan-jangan tidak cukup. Karena tidak cukup itulah kemudian pasiennya sudah balik lagi saja, sehingga dihitung sebagai pasien baru. Seperti itu. Nah kemudian itu masalahnya sampai kepada Menteri dan kemudian (dirumuskan) bagaimana caranya. Sekarang kan dibuat surat ada mekanisme bahwa obat itu bisa diambil di provider tingkat pertama.

Artinya, misalnya, pasien itu diabetes mellitus dikembalikan kepada dokter umum, pertama, kemudian resepnya diambil di apotek. Mekanisme seperti itulah yang dilakukan. Nah Satgas ini berfungsi memonitor kondisi apa lagi yang ada di lapangan. Mereka tuliskan secara detail seperti apa, kemudian kita rumuskan, kita (tangani) cepat. Oleh karena itu, (Satgas ini) perlu ada di tingkat provinsi, di tingkat cabang, dan sebagainya supaya salurannya cepat. Saya kira begitu.

Ada pasien yang ditolak dalam sistem BPJS ini?

Kalau ditolak (tidak) rasanya semua diterima. Artinya semua harus masuk. Tapi tadi soal ternyata harus balik lagi. Itu yang kita perbaiki sama-sama.

Ada tiga tingkat layanan; primer, sekunder, dan tersier. Primer untuk kapitasi INA CBGs. Bagaimana membedakan antara primer, sekunder, dan tersier terutama pada sekunder dan tersiernya? Primer kan pada layanan dokter umum dan Puskesmas....

Oke, saya terangkan dulu. Yang primer itu sebenarnya semua orang itu terdaftar berobat di satu dokter. Jadi kalau ada apa-apa dia tentang masalah kesehatannya itu dia tinggal nanya ke sini. Dan itu dibayarnya secara kapitasi, artinya, misalnya ini ada seribu orang yang terdaftar di sini, (maka) dia dibayarkan sudah paket seribu dari delapan ribu, dan dia bertanggung jawab atas kesehatan semuanya.

Tetapi pasien atau peserta bisa naik, loncat (ke tingkat) kedua atau ketiga kalau emergency. Oke, kalau emergency bisa (tingkat) dua-tiga. Nah sekarang yang dua mana? Yang sudah tidak mampu dilakukan di primer, naik ke dua (sekunder). Nah di dua juga tingkatannya ada dua. Itu yang umum, misalnya kalau bedah, misalnya kalau bedah untuk yang appendicitis, itu masih boleh dibedah umum. Tapi kalau kemudian ternyata harus bedah otak, itu harus yang di tingkat tiga, di tersier, sehingga memang dia masuk di (RSUD) Wahidin (Soedirohoesodo).

Ada berapa dokter ahli, spesialis, untuk tingkat sekunder ini?

Semua. Tapi ada tindakan-tindakan yang memang subspesialis. Misalnya, begini. Kenapa harus dirumuskan begitu. Contohnya, persalinan. Persalinan itu normal, normalnya cukup di bidan. Tidak perlu persalinan itu di dokter ahli kandungan. Nah karena tadi masyarakat itu umpamanya mau melahirkan normal itu ke ahli kandungan. Itu (dokter spesialis) yang bisa hanya kalau ada kembar tiga, kembar empat, yang harus operasi. Itu menghemat biaya. Nanti dokter kandungan mengerjakan apa yang menjadi kompetensi dia. Jadi, dokter kandungan jangan mengerjakan pekerjaan yang bisa dilakukan oleh bidan. Begitu juga dokter anak. Imunisasi cukup di Puskesmas. Itu mengefisienkan sebenarnya. Harus kita akui, duit kita sedikit, sekarang.

Anggaran yang disiapkan BPJS 2014 untuk program JKN ini bagaimana?

Jadi uang itu diterima dari BPJS itu yang utama adalah dari iuran peserta. Iuran itu dibagi-bagi, ada iuran yang ditanggung oleh pemerintah itu yang Jamkesmas, dan yang PBI itu. Dan itu sepenuhnya tergantung pada kemampuan pemerintah. Pemerintah sanggupnya dia per orang per jiwa per bulan itu Rp19.225. Nah itulah yang kemudian harus dicukupkan untuk pembiayaan itu. Yang lainnya pekerjaan tersebut berdasarkan prosentase.

Jadi, kalau saya hitung misalnya dengan perkiraan kepesertaan seperti yang ada di Dewan Jaminan Sosial Nasional sekitar 121,6 juta jiwa itu sekitar Rp40 triliun yang dipersiapkan tahun ini. Tentu tahun depan akan berkembang lagi. Dan itu juga tergantung kepatuhan peserta membayar iuran. Jadi, tadi yang sakit-sakit itu, jangan-jangan orang yang sakit itu hanya daftar ketika sakit dan bayar ketika sakit. Ketika sehat dia abaikan. Itu kemungkinan terjadi, terlupa. Nanti kan oleh karena itu di organisasi kita harus ada orang yang mengingatkan: ‘Eh, kamu belum bayar lagi.’ Kegiatan ini akan jalan kalau tadi prinsip utamanya adalah gotong-royong, artinya kalau ada orang sakit dibantu oleh orang-orang yang sehat yang bayar iuran.

Prinsip itu yang menurut saya teman-teman di media sekarang harus justru mendorong agar masyarakat memahami - saya kira - untuk yang ini saja: jangan dipolitisir, dalam arti justru berilah pendidikan pada masyarakat. Karena sering kali kan teman-teman (memberitakan) ada dokter yang tidak (melayani), jadi yang negatif saja yang (diberitakan).

Saya bertemu dengan beberapa teman dokter baik yang umum maupun spesialis, yang rata-rata punya idealisme. Mereka mengeluhkan tentang tarif kapitasi dan INA CBGs  itu, terutama pada INA CBGs . Mereka menilai bahwa yang dibayarkan dalam tarif INA CBGs  itu sangat rendah dibandingkan dengan skill yang mereka miliki. BPJS menangani ini bagaimana, apakah INA CBGs  itu tepat?

INA CBGs  itu ditentukannya oleh Peraturan Menteri Kesehatan bukan oleh BPJS Kesehatan. Nah Permenkes itu menyusunnya berdasarkan masukan dan perhitungan dari berbagai pihak. Kalau ternyata ada keluhan, inilah fungsinya organisasi ini. Ternyata ini tidak sepadan dengan kompetensi dan effort yang mereka lakukan. Itu yang menjadi masukan untuk kalau perlu tidak harus menunggu dua tahun, (melainkan) harus diubah segera. Nah masukan itu harus secara konstruktif disampaikan. Di samping mendorong agar profesi juga - menurut saya - sekarang harus melakukan efisiensi.

Contohnya, begini. Memang di INA CBGs  mengatur bagaimana dokter juga ikut memperhatikan pembiayaan, artinya misalnya, kalau orang itu tifoid (tifoid itu datang dengan panas), lalu kemudian dibatasi adalah penggunaan penunjangnya. Yang sangat berhubungan saja, yang menurut top-way-nya, artinya menurut alur yang harus dia lakukan itu dilakukan, (maka) itu saja yang dilakukan. Jangan keluar dari itu, karena yang keluar dari itu tidak akan dibayar. Artinya mendorong dokternya sekarang dokumentasinya harus lengkap, analisanya harus tajam, sehingga biayanya tepat. Dari kondisi-kondisi ini, dokter-dokter silakan menyampaikan melalui Satgas yang terdekat.           

Kembali ke tugasnya Satgas, misalnya masalah-masalah yang ada di masyarakat dihimpun oleh Satgas itu, selanjutnya diapakan oleh Satgas?

Satgas kan termasuk Askes di dalamnya ada. Jadi, yang bisa diperbaiki di lapangan akan segera diperbaiki di lapangan. Tergantung fungsinya, kalau itu sebagian besar ada di BPJS Kesehatan, kita sudah perintahkan di lapangan:  yang minta di selesaikan, segera selesaikan. Misalnya, tadi soal antrean banyak, perlu tambah counter, itu kita instruksikan harus segera. Yang teknis seperti itu. Tapi kemudian ternyata soal tarif yang ditentukan oleh instansi di atas, kita kumpulkan. Sedangkan prosesnya tadi tetap, bukan basa-basilah, kira-kira begitu.

Tadi Pak Zainal Ketua IDI mengatakan, ini ada evaluasi 6-7 bulan ke depan, berarti dalam tujuh bulan itu ada sebuah keputusan yang bisa mengubah drastis dari hasil temua-temuan di lapangan?

Ya, saya kira, begitu. Misalnya, soal tarif ternyata merugikan, maka kita kumpulkan semua datanya. Nanti kita rundingkan bersama-sama. Tentu Kementerian Kesehatan sekarang akan menampung masukan itu. Misalnya, harus diubah. Tentu akan diubah. Dan kita hitung sama-sama. Jadi memang kami pun di BPJS memang misalnya Kementerian Keuangan menyampaikan tadi bahwa kini kondisinya seperti ini. Artinya, sekarang justru evaluasi model seperti ini akan mempercepat sebuah perbaikan kebijakan.  

Indonesia itu menargetkan cuma 5 tahun. Korea saja itu 14 tahun butuh sosialisasi konsep BPJS berlangsung baik. Kenapa seoptimis itu?

Jadi kan sebenarnya kan keinginan untuk ‘universal health covers’ itu kalau dari BPJS itu dimulai dari 1968. Artinya cita-cita untuk ini dari 1968. Sehingga memang ketika menjalankan Askes itu dengan cita-cita untuk seluruh masyarakat. Nah sekarang memang misalnya untuk 5 tahun karena sebenarnya tahun pertama ini menggabungkan apa yang sudah dijalankan. Menggabungkan yang dari Askes, dari Jamkesmas, TNI/Polri, sama Jamsostek. Termasuk juga gabungan yang dari Jamkesda, Jamkeskin. Termasuk yang dari swasta, artinya, yang BUMN dan swasta masuk, itu saja sebenarnya sudah bisa mengumpulkan lebih dari 50 persen.

Justru itu ternyata yang butuh-butuh tadi, artinya yang sakit-sakit masuk duluan ini. Tinggal yang mendorong tadi bagaimana yang sehat adalah pekerja-pekerja mandiri untuk mau teman-teman media menyampaikan itu. Saya sih masih optimis (dalam) 5 tahun itu akan bekerja.

Masyarakat bisa langsung mengajukan keluhan ke Satgas atau bagaimana?

Boleh-boleh. Ke BPJS juga boleh.***

(news.okezone.com)

No comments:

Post a Comment