Wednesday, February 26, 2014

Merajut Asa Merenda Masa Depan


Sebagian besar keunggulan disebabkan oleh sikap dan kebiasaan yang positif.
William Paley, Pimpinan Columbia Boradcasting

Benhur Tomy Mano yang lebih akrab disapa Tomy adalah putera asli Port Numbay. Dia lahir di Kampung Tobati pada tanggal 30 April 1965. Ayahnya seorang anggota polisi yang demikian kuat menanamkan nilai-nilai disiplin dan spirit pengabdian kepada negeri. Tomy dibesarkan dalam bingkai keluarga Kristen yang taat dan ditempa dengan nilai-nilai adat yang sangat kuat dalam marga Mano. Benhur Tomy Mano juga keturunan ondoafi (pemimpin klan/suku) Tobati.
Sedikit kita menengok latar masyarakat Port Numbay. Secara sosio-kultural, warga  Port Numbay sejak mula hidup tenteram sesuai dengan tradisi dan aturan adat yang berlaku dalam kebudayaan Tabi. Hubungan antar-kekerabatan terjalin erat dengan masyarakat di Kampung Ormu, Kajoe Batu, Kajoe Pulo, Tobati, Injros, Nafri hingga ke Skouw sampai ke Papua New Guinea --termasuk penduduk Kampung Joka hingga ke Sentani.
Perubahan pun mulai merambah masyarakat Port Numbay --terutama saat pecah Perang Dunia Kedua ,1939-1944. Wilayah Port Numbay yang awalnya hutan belantara berubah menjadi kota. Jalan-jalan mulai dibangun, termasuk pula Bandar Udara (Bandara) Sentani sebagai peninggalan Perang Dunia Kedua. Juga pembangunan pelabuhan bongkar-muat, antara lain docking kapal yang kini dikenal dengan Dok II, Dok IV, Dok V, Dok VII, Dok VIII dan Dok IX.
Sewaktu berkecamuk Perang Dunia Kedua, banyak warga Port Numbay yang mengungsi dan bersembunyi, banyak di antaranya yang bersembunyi di daerah hutan sagu. Banyak warga masyarakat setempat percaya bahwa kalau bersembunyi di hutan rawa-rawa sagu akan aman dari ledakan bom. Jarang terjadi bom-bom bisa meledak di rawa-rawa hutan sagu. Barangkali ada faktor keberuntungan bilamana bersembunyi di hutan rawa-rawa sagu.
Suatu waktu, mendiang Pdt Silas Chaay menuturkan bahwa usai Perang Dunia Kedua warga masyarakat dari Kampung Kajoe Pulo pulang ke kampung mereka setelah mengungsi ke Kampung Ormu. Begitu tiba di Kampung Kajoe Pulo, mereka terkaget-kaget, lantaran dusun-dusun sagu di Kali Anafre sudah sirna. Kebun-kebun di sekitar Bank Indonesia berubah menjadi jalan raya yang dibangun tentara sekutu untuk menghubungkan Army Post Office atau yang sekarang disebut APO.
Bayangkan masyarakat asli Port Numbay harus menerima kenyataan kalau kampung-kampung dan dusun mereka lambat laun berubah menjadi wilayah perkotaan. Tak ada lagi tempat mencari pangan, terutama kebun dan dusun. Warga masyarakat yang semula hidup meramu di dusun sagu, hutan rawa-rawa dan berkebun serta berburu hewan terpaksa harus berhadapan dengan perubahan fisik dan sosial yang amat cepat. Bahkan, mau mencari ikan saja, mereka harus berhadapan dengan kapal-kapal besar yang bongkar-muat di pelabuhan kapal di Teluk Humbolt. Warga Tobati dan Injros tidak dapat berbuat banyak karena laut di Teluk Yotefa sudah tercemar. Hanya plastik dan botol-botol yang tersangkut di kail para nelayan.
Salah satu fakta perubahan wilayah kampung menjadi kota tampak pada nama-nama asli yang mulai hilang. Misalnya saja wilayah kawasan Entrop yang sebenarnya berasal dari nama seorang pengusaha kayu asal Belanda, meneer Entrop. Meneer Entrop yang tinggal di rumah milik Keluarga Karma, orang tua dari Constan Karma, dekat Kali Entrop. Rumah meneer Entrop itu dulunya  tempat usaha pengolahan kayu gergajian. Meneer Entrop boleh pulang ke Belanda tapi namanya diabadikan di Kota Port Numbay.
Begitu pula dengan Polimaq Road, Santarosa, dan Skyland. Termasuk pantai Base G, salah satu basis G tentara sekutu di wilayah Nieuw Guinea Barat. Sedangkan di PNG terdapat Base H di Finschaven, Lae Province.  Bukan hanya sebatas itu, setelah Papua menjadi bagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),muncul nama-nama Argapura dan Tasangkapura. Barangkali cuma nama Hamadi yang masih tersisa sesuai dengan marga di Kampung Tobati.

Mengenyam Pendidikan
Dalam suasana yang terus berubah itulah, Benhur Tomy Mano menghabiskan masa-masa sekolah di sekitar kampung halamannya Kampung Tobati, Port Numbay. Memasuki tahun-tahun usia sekolah, tahun 1973, orang tua Benhur Tomy Mano mendaftarkannya ke Sekolah Dasar (SD) Negeri  Kotaraja.
Perlahan namun pasti, Tomy menapaki hari-hari keceriaan pendidikan dasar di sekolah yang berada tak jauh dari Lapangan Brimob Kotaraja tersebut. Sebagai anak polisi yang ditempa dengan disiplin semi-militer, dia berusaha belajar keras melahap materi pelajaran mulai dari kelas satu sampai kelas enam. Dia berusaha belajar serius agar tidak ketinggalan dibandingkan teman-teman sekelasnya. Dan, tahun 1979, Tomy berhasil merampungkan pendidikan dasarnya di SD Negeri Kotaraja.  
Selepas dari SDN Kotaraja, Tomy tidak serta merta melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan menengah pertama negeri di sekitar Kotaraja. Sebagai anak polisi di perkampungan di kawasan pantai, Tomy sudah banyak bersentuhan dengan teman-temannya yang berlainan agama. Di masa itu, pendidikan sekolah menengah di bawah naungan Yayasan Pendidikan Islam (YAPIS) Muhammadiyah dianggap memiliki kualitas yang lumayan bagus.
Sebab itu, lulus dari SDN Kotaraja, Tomy melanjutkan ke SMP Muhammadiyah YAPIS Jayapura. Sebagaimana halnya selama menjalani pendidikan dasar, di jenjang pendidikan menengah pertama ini, Tomy terus serius belajar menimba ilmu yang diberikan oleh para guru (tenaga pengajar) di SMP Muhammadiyah yang menjadi kebanggaan warga Kota yang dulu bernama Holandia tersebut. Secara lancar, tanpa pernah mengalami tinggal kelas, tahun 1982 Tomy Mano mampu menyelesaikan pendidikannya. Dia berhasil memperoleh predikat sebagai salah satu lulusan yang berprestasi.
Berkat prestasi yang bagus ketika lulus dari SMP Muhammadiyah YAPIS Jayapura, tanpa banyak mengalami hambatan, Tomy Mano diterima di SMA Negeri 1 Abepura di tahun 1982 itu pula. Sebuah SMA yang menjadi kebanggaan warga masyarakat Kota Jayapura. Banyak lulusannya berhasil menembus universitas negeri dan perguruan tinggi kedinasan beberapa departemen pemerintahan. Bersyukur, Tomy Mano bisa diterima di sekolah yang cukup memberi harapan bagi para siswa dan lulusannya tersebut.
Di bangku SMA, Tomy Mano terus belajar keras agar mampu masuk peringkat lulusan terbaik. Upayanya belajar keras cukup berbuah. Tahun 1985, dia berhasil tampil sebagai salah satu lulusan terbaik SMA Negeri 1 Abepura. Kepalanya bisa tegak untuk terus melanjutkan ke perguruan tinggi pilihan yang sesuai dengan cita-citanya.

Menggapai Asa
Tamat dari SMA Negeri 1 Abepura, harapan Tomy Mano sederhana saja. Dia ingin mengabdikan dirinya buat membawa kemajuan daerah dan kampung halaman agar tidak terlampau tertinggal dibandingkan daerah-daerah yang lain. Tidak muluk-muluk memang.
Berangkat dari kesederhanaan asa itulah, lulus dari SMA Negeri 1 Abepura, Tomy Mano memilih mendaftarkan diri ke Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) yang ada di Yoka, Kota Jayapura. APDN Yoka merupakan salah satu dari 20 APDN yang dibentuk Departemen Dalam Negeri pada tahun 1970-an di 20 provinsi dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tercatat ketika itu Depdagri mendirikan APDN di Banda Aceh, Medan, Bukittinggi, Pekanbaru, Jambi, Palembang, Lampung, Bandung, Semarang, Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin, Samarinda, Mataram, Kupang, Makassar, Menado, Ambon dan Jayapura.
Secara historis, untuk memenuhi kebutuhan tenaga pamongpraja di lingkungan Kementerian Dalam Negeri, tahun 1952, Kementerian Dalam Negeri menyelenggarakan Kursus Dinas C (KDC) di Kota Malang, Jawa Timur, dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan pegawai golongan DD yang siap pakai dalam melaksanakan tugasnya. Seiring dengan itu, pada tahun 1954 KDC juga diselenggarakan di Aceh, Bandung, Bukittinggi, Pontianak, Makasar, Palangkaraya dan Mataram.
Sejalan dengan perkembangan penyelenggaraan pemerintahan yang semakin kompleks, luas dan dinamis, pendidikan aparatur di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan tingkatan kursus dinilai sudah tidak memadai lagi. Berangkat dari kenyataan tersebut, pemerintah terdorong untuk mendirikan Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) pada tanggal 17 Maret 1956 di Malang, Jawa Timur. APDN di Malang tersebut bersifat nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri (SK Mendagri) Nomor Pend.1/20/56 tanggal 24 September 1956 yang diresmikan oleh Presiden Soekarno di Malang. Diangkat sebagai Direktur yang pertama adalah Mr. Raspio Woerjodiningrat. Mahasiswa APDN Nasional Pertama ini adalah lulusan KDC yang direkrut secara selektif dengan tetap mempertimbangkan keterwakilan asal provinsi selaku kader pemerintahan pamongpraja yang lulusannya bergelar Sarjana Muda (BA).
Pada perkembangan berikutnya, lulusan APDN dinilai masih perlu ditingkatkan lagi kemampuan keilmuan dan manajerialnya dalam upaya lebih menjamin terbentuknya kader-kader pemerintahan yang ”qualified leadership and manager administrative” --terutama dalam menyelenggarakan tugas-tugas urusan pemerintahan umum. Kebutuhan ini mendorong pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan aparatur di lingkungan Kementerian Dalam Negeri setingkat Sarjana, lalu dibentuklah Institut Ilmu Pemerintahan ( IIP ) yang berkedudukan di Kota Malang, Jawa Timur, berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor 8 Tahun 1967, yang kemudian dikukuhkan dengan Keputusan Presiden Nomor 119 Tahun 1967. Berdirinya IIP di Malang ditandai oleh upacara peresmian oleh Presiden (saat itu) Soekarno pada tanggal 25 Mei 1967.
Pada tahun 1972, Institut Ilmu Pemerintahan ( IIP) yang berkedudukan di Malang, Jawa Timur, dipindahkan ke Jakarta melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 94 Tahun 1972. Pada tanggal 9 Maret 1972, kampus IIP yang terletak di Jakarta diresmikan oleh Presiden (waktu itu) Soeharto. Ketika meresmikan kampus tersebut, Soeharto menyatakan, ”Dengan peresmian kampus Institut Ilmu Pemerintahan, mudah-mudahan akan merupakan kawah candradimukanya Kementerian Dalam Negeri untuk menggembleng kader-kader pemerintahan yang tangguh bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Seiring dengan pembentukan IIP yang merupakan peningkatan dari APDN Nasional di Malang, untuk penyelenggaraan pendidikan kader pada tingkat akademi, secara bertahap sampai dengan dekade tahun 1970-an, Kementerian Dalam Negeri  membentuk APDN di 20 Provinsi. Selain yang berkedudukan di Malang, juga dibentuk di Banda Aceh, Medan, Bukittinggi, Pekanbaru, Jambi, Palembang, Lampung, Bandung, Semarang, Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin, Samarinda, Mataram, Kupang, Makassar, Menado, Ambon dan Jayapura.
Pada tahun 1988, dengan pertimbangan untuk menjamin terbentuknya wawasan nasional dan pengendalian kualitas pendidikan, Menteri Dalam Negeri (saat itu) Rudini menerbitkan Keputusan Nomor 38 Tahun 1988 Tentang Pembentukan Akademi Pemerintahan Dalam Negeri Nasional yang kedua. APDN Nasional yang kedua dengan program D-III ini berkedudukan di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. Peresmiannya dilakukan oleh Mendagri pada tanggal 18 Agustus 1990.
Pemerintah terlihat demikian serius meningkatkan kualitas aparatur pamongpraja yang diharapkan mampu membangun setiap daerah di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai pemuda asli Kampung Tobati, Port Numbay, Jayapura, Benhur Tomy Mano tidak menyia-nyiakan kesempatan terbukanya pintu masuk APDN Yoka bagi pemuda-pemuda asli Papua yang diharapkan akan menjadi motor penggerak perubahan dan pembangunan di wilayah yang kaya sumber daya alam ini.
Sebab itu, begitu lulus dari SMAN 1 Abepura tahun 1985, Tomy Mano langsung mendaftarkan diri ke APDN Yoka. Bersyukur, tanpa aral-rintang yang berarti, Tomy Mano berhasil melewati seleksi dan masuk menjadi salah satu mahasiswa baru APDN yang mayoritas mahasiswanya adalah pemuda-pemuda asli Papua.
APDN Yoka telah meluluskan aparatur yang berkualitas, antara lain Michael Manufandu (mantan Dubes RI untuk Kolombia), JRG Djopari (mantan Dubes RI di PNG), Eduard Fonataba (mantan Bupati Sarmi), dan Alex Rumaseb (Sekretaris Daerah Kabupaten Paniai).
Di kawah candradimuka calon-calon punggawa pemerintahan di daerah ini, Tomy Mano menekuni materi-materi perkuliahan antara lain Kebijakan Pemerintahan, Pemberdayaan Masyarakat, Manajemen Pemerintahan, Manajemen Sumber Daya Aparatur, Manajemen Pembangunan Daerah, Manajemen Keuangan Daerah, dan Kependudukan dan Catatan Sipil.
Berkat ketekunan dan keuletan belajar yang intensif, Tomy Mano tidak mengalami kesulitan melahap text book APDN yang lumayan memeras kerja keras otak dan akal. Dan, dia berhasil pula menyelesaikan studinya tepat waktu pada tahun 1988 dan diwisuda sebagai Sarjana Muda (Pemerintahan Daerah) pada awal tahun 1989.

Memantapkan Diri dengan Berorganisasi
Di masa muda sampai sekarang, Tomy Mano sangat aktif berorganisasi. Sebagai penganut Kristen taat, dia memulai berorganisasi dengan mengemban kepercayaan sebagai Ketua PAM Jemaat GKI Pniel Kotaraja pada 1988-1991.
Tomy Mano menyadari benar bahwa kehadiran gereja di Tanah Papua menjadi tonggak penting bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia Papua. Gereja, terutama GKI pertama di Tanah Papua yang berdiri pada 26 Oktober 1956, adalah suatu gereja yang bersifat oikumenis, dan bukan gereja suku. Karena itu, anggota-anggota jemaat GKI berasal dari orang-orang Papua sendiri dan juga orang-orang bukan Papua dari berbagai suku dan bangsa serta dari berbagai latar belakang keanggotaan. Kehadiran dan keberadaan GKI di Tanah Papua adalah kehendak Tuhan untuk menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah yang nyata di tengah-tengah keterbelakangan, keterasingan, kebodohan dan kemiskinan. Sebab itu, pemberitaan Injil peradaban baru Papua dimulai (hasil pekabaran Injil yang dimulai oleh Ottow dan Geissler pada 5 Februari 1855) dan terus berlangsung sampai sekarang ini.
Banyak pemimpin kharismatik Papua yang lahir dari lingkungan gereja. Sebut misalkan mendiang Pendeta Jan Mamoribo yang berasal dari Biak. Dia adalah Ketua Badan Pekerja Am Sinode (BPAS) GKI di Tanah  Papua periode 1968–1971. Di masa kepemimpinannya, banyak pendeta menjadi anggota legislatif dengan alasan sumber daya manusia sangat memadai. Sejak itu dan seterusnya banyak pendeta menjadi politisi yang kemudian sulit memisahkan pekerjaan sebagai hamba Tuhan dengan tugas sebagai politisi. Setelah turun dari jabatan ketua, Pdt. Jan Mamoribo menjadi Ketua DPRD Irian Jaya periode 1971–1975, dan menjadi Wakil Gubernur Irian Jaya mendampingi Gubernur Acub Zainal selama setahun, 1975–1976.
Kembali ke Benhur Tomy Mano. Di masa dewasanya, dia sempat dipercaya menjadi Ketua Persekutuan Kaum Bapak WYK III Jemaat GKI Pniel Kotaraja. Kiprah Tomy Mano di dunia organisasi kegerejaan bertambah meluas, tidak sebatas di lingkungan tempat tinggalnya. Hal ini tampak pada posisinya sebagai Ketua DPW Forum Generasi Muda GKI Papua pada rentang waktu 2008–2013.
Melalui gereja, Tomy Mano juga bercita-cita menjadi pemimpin kharismatik di Tanah kelahirannya. Tentu tidak cukup hanya berbekal dari pengalaman di gereja. Kiprah Tomy di ladang organisasi tidak cukup berhenti di gereja. Semangatnya berorganisasi terus menggelora dan dia menyalurkannya ke organisasi kepemudaan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Tahun 2007, Tomy Mano didaulat menjadi Ketua DPD KNPI Kota Jayapura periode 2007–2010.
Di Kota Jayapura, gerak-langkah KNPI cukup memberi arti bagi warga masyarakat ibukota Provinsi Papua itu. Di antaranya menggelar bakti sosial berbagi kasih di saat menjelang Natal dan Tahun Baru. Bakti sosial itu berupa antara lain membagikan sembako ke panti asuhan, asrama mahasiswa dan pemuda yang ada di Kota Jayapura.
Di tengah kesibukannya sebagai Walikota Jayapura, Tomy Mano masih bersedia mengemban amanat menjadi Ketua Ikatan Motor Indonesia (IMI) Papua 2009 – 2013. Dalam kapasitasnya sebagai Ketua IMI, dia aktif pula mensosialisasikan tertib berkendara dan menjauhi geng motor. Pada suatu kesempatan pertengahan 2013, dia mengaku belum menemukan ada geng motor di Kota Jayapura. “Tidak ada geng motor di Kota Jayapura,” tegas Mano kepada tabloidjubi.com, Kamis (23 Mei 2013).
Benhur Tommy Mano meminta seluruh Korwil yang ada di bawah IMI Papua agar ikut memerangi geng motor dengan cara terus melakukan pembinaan kepada klub-klub motor yang ada. Korwil dan para pemimpin klub motor harus lebih menegaskan pembinaan anggota dengan terus membantu pemerintah daerah untuk ikut serta dalam mensosialisasikan tempat-tempat tujuan wisata dan membantu Ditlantas Polda Papua mensosialisasikan perangkat keamanan bersepeda motor.
“Demi menjaga rasa persaudaraan di antara klub, kami selalu berkumpul dan melakukan rally bersama setiap hari Sabtu malam Minggu di Kota Jayapura, dan akan menangkap pelaku serta mencabut KITAS jika mereka menjadi salah satu anggota IMI Papua,” ungkap Tomy Mano.
Lalu, sebagai anak seorang polisi, Tomy Mano pun tidak menyia-nyiakan ladang pengabdian yang ada di hadapannya. Dia sempat menjadi Ketua Forum Komunikasi Putra-putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI) Papua 2010 -2014.
Dalam arahannya ketika melantik Tomy Mano sebagai Ketua FKPPI Papua pada 12 Juni 2010, Ketua Umum FKPPI Hans Silalahi mengatakan, pada awal dirinya mendengar kabar Ketua FKPPI Papua sebelumnya, Jhon Fakhiri, telah dipanggil Tuhan Yang Maha Kuasa sekitar pertengahan tahun 2009, dirinya merasa pesimis bisa mendapatkan pemimpin FKPPI Papua yang baru, yang mampu bekerja sebaik pendahulunya.
“Saya mendapat banyak masukan. Dan, setelah melihat berkas calon yang masuk sebagai calon ketua FKPPI Papua yang baru ada nama Benhur Tomy Mano, saya yakin beliau bisa memimpin organisasi besar ini secara baik,” ujar Hans Silalahi.
Hans berharap Benhur Tomy Mano sebagai Ketua FKPPI Papua yang baru mampu bekerja secara baik dan merangkul semua kader yang ada di Bumi Cenderawasih ini, buat kemajuan nama FKPPI dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Saya  percaya, sebagai seorang yang punya karisma kepemimpinan yang kuat, Benhur Tomy Mano mampu melakukannya,” tutur Hans.
Sementara Benhur Tomy Mano, yang juga dikenal sebagai Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Jayapura, mengaku bangga mendapat kepercayaan memimpin FKPPI Papua. “Ini adalah suatu kepercayaan dan tanggung jawab yang sangat besar. Saya berjanji akan melakukan yang terbaik demi kemajuan FKPPI Papua,” tandasnya.
Lebih  lanjut Benhur Tomy Mano menyatakan bahwa dirinya akan tetap melanjutkan program kerja yang telah dibuat oleh pendahulunya, dengan lebih memberikan kesempatan kepada seluruh anggota, kader dan simpatisan FKPPI agar lebih banyak terlibat di dalamnya.
“Di sini sekaligus pula sebagai ajang kita melihat calon-calon pemimpin Papua yang andal di masa depan, serta pengkaderan dalam tubuh organisasi,” kata Benhur Tomy Mano yang kini adalah Walikota Jayapura hasil Pemilukada Kota Jayapura 2011.
Berkat kematangannya mengoptimalkan potensi FKPPI Papua, pada 2012, Tomy Mano dipercaya mengemban amanat sebagai Wakil Sekretaris Dewan Pertimbangan Generasi Muda FKPPI Pusat. Dia didaulat dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2016.
Benhur Tomy Mano benar-benar sosok yang ingin bermanfaat bagi sesama dengan mengoptimalkan segenap potensi yang ada di dalam dirinya. Sebagai orang yang lahir dan besar di Jayapura, dia memahami betul bagaimana persoalan yang dihadapi warga masyarakatnya. Lantaran itu pula, dia pun terlibat aktif di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Yustisia yang ada di Kota Jayapura. Dia sempat didaulat menjadi Ketua Justisia Kota Jayapura periode 2007 -2011.
Kiprah LSM Yustisia di Kota Jayapura lumayan memberi harapan bagi pencari keadilan di kota yang di masa penjajahan Belanda bernama Holandia ini. LSM ini aktif memperjuangakan warga masyarakat Kota Jayapura yang dirundung perkara-perkara hukum, misalkan kasus tanah ulayat dan beberapa kasus kriminal. Bahkan, untuk memperkuat kiprahnya dan transparansi sepak-terjangnya, LSM ini menerbitkan media Justisia News.
Sosok Tomy Mano dapat dikatakan sebagai sosok yang sangat Indonesia. Hal ini tampak pada kesediaanya mengemban jabatan Wakil Ketua Dewan Penasihat BM Kosgoro 1957 Papua 2007–2012.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Kosgoro 1957 memiliki visi: Memperkokoh keberadaan Kosgoro 1957 sebagai Organisasi Kemasyarakatan yang andal dan profesional yang mampu mewujudkan cita-cita perjuangan Bangsa untuk membangun Masyarakat Adil dan Makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan panduan jiwa dan semangat Pengabdian – Kerakyatan – Solidaritas.
Kemudian, Kosgoro 1957 merentang misi-misi:
·         Memantapkan keberadaan dan pengakaran organisasi Kosgoro 1957, di tengah-tengah perkembangan bangsa Indonesia, dengan turut ambil bagian secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
·         Meningkatkan kemampuan, kualitas dan profesionalisme para penyelenggara organisasi serta terbangunnya barisan kader dalam kualitas dan kuantitas yang andal dan profesional.
·         Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pekerjaan yang layak, pendidikan yang bermutu dan kesempatan berusaha bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memadukan Kebijakan Negara dengan pemberdayaan masyarakat.
·         Mengembangkan peranserta masyarakat dan dunia usaha dengan pemberdayaan perekonomian rakyat khususnya Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
·         Meningkatkan dan memantapkan kesadaran dan budaya hukum masyarakat dengan pemahaman atas hak dan kewajiban sebagai warga negara yang sadar hukum, pelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam serta terpeliharanya ekosistem.
Di tengah ragam isu Papua yang terkadang menggelitik secara politik, Tomy Mano tetap teguh pada pendirian dan pengabdiannya dalam bingkai NKRI. Hal ini dia tegaskan betul dengan kesediaannya menerima tongkat estafet sebagai Wakil Ketua Dewan Penasehat BM Kosgoro 1957 Papua periode 2007-2012. Dia terus menyuarakan berbagai aspirasi untuk tetap berada di kandungan ibu pertiwi Indonesia.
Kiprah keorganisasianTomy Mano tiada henti sepanjang hayat. Spirit berorganisasinya juga disalurkan untuk turut aktif memimpin organisasi keolah-ragaan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Jayapura. Dia menjadi Ketua KONI Kota Jayapura periode 2012-2016, menggantikan pejabat lama Menase Robert Kambu yang habis masa baktinya pada tahun 2011. Dia juga menggantikan posisi Robert Kambu sebagai Ketua Umum Persipura yang di tahun 2010-2011 tampil sebagai juara Liga Super Indonesia. Apalagi dia menjadi Ketua Panpel Indonesian Super League Persipura Jayapura sejak 2005 sampai 2011 dan Ketua Panpel Asian Football Confederation Persipura Jayapura 2011.
.Tentu bukanlah pekerjaan yang mudah mempertahankan prestasi yang diraih pendahulunya dalam memimpin Tim Mutiara Hitam Persipura. Dan, di bawah kepemimpinannya, Persipura tetap mampu bertengger di papan atas (elit) dan berada di zona champion Asia.    
Lantaran keberhasilan tangan dingin Tomy Mano dalam membesut Tim Mutiara Hitam Persipura, tahun 2013 dia terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Provinsi (Pengprov) PSSI Papua periode 2013-2017. Sebuah tantangan yang tidak ringan. Tomy Mano benar-benar bertangan dingin di arena sepakbola. Sebab, kini, dari Tanah Papua tampil sejumlah tim elit, antara lain Persiram Raja Ampat, Perseru Serui, Persidafon Dafonsoro, dan Persiwa Wamena.
Masih di jagad olahraga, Tomy Mano sempat pula dipercaya memimpin Pengurus Cabang Ikatan Sepeda Indonesia Kota Jayapura. Sebagai Ketua, dia terus memacu olahraga nggowes sepeda di seputaran Kota Jayapura.
Eksistensi diri seorang Benhur Tomy Mano sungguh memberikan warna tersendiri bagi Kota Jayapura. Dia berusaha memberikan kepala dan tangannya bagi kemajuan Kota Holandia (nama di masa Kolonial Belanda). ***
         

No comments:

Post a Comment