Sebagian besar keunggulan disebabkan oleh sikap dan kebiasaan yang positif.
William
Paley, Pimpinan Columbia Boradcasting
Benhur
Tomy Mano yang lebih akrab disapa Tomy adalah putera asli Port Numbay. Dia
lahir di Kampung Tobati pada tanggal 30 April 1965. Ayahnya seorang anggota
polisi yang demikian kuat menanamkan nilai-nilai disiplin dan spirit pengabdian
kepada negeri. Tomy dibesarkan dalam bingkai keluarga Kristen yang taat dan
ditempa dengan nilai-nilai adat yang sangat kuat dalam marga Mano. Benhur Tomy
Mano juga keturunan ondoafi (pemimpin klan/suku) Tobati.
Sedikit
kita menengok latar masyarakat Port Numbay. Secara sosio-kultural, warga Port Numbay sejak mula hidup tenteram sesuai dengan
tradisi dan aturan adat yang berlaku dalam kebudayaan Tabi. Hubungan antar-kekerabatan
terjalin erat dengan masyarakat di Kampung Ormu, Kajoe Batu, Kajoe Pulo,
Tobati, Injros, Nafri hingga ke Skouw sampai ke Papua New Guinea --termasuk
penduduk Kampung Joka hingga ke Sentani.
Perubahan
pun mulai merambah masyarakat Port Numbay --terutama saat pecah Perang Dunia
Kedua ,1939-1944. Wilayah Port Numbay yang awalnya hutan belantara berubah
menjadi kota. Jalan-jalan mulai dibangun, termasuk pula Bandar Udara (Bandara)
Sentani sebagai peninggalan Perang Dunia Kedua. Juga pembangunan pelabuhan
bongkar-muat, antara lain docking
kapal yang kini dikenal dengan Dok II, Dok IV, Dok V, Dok VII, Dok VIII dan Dok
IX.
Sewaktu
berkecamuk Perang Dunia Kedua, banyak warga Port Numbay yang mengungsi dan
bersembunyi, banyak di antaranya yang bersembunyi di daerah hutan sagu. Banyak
warga masyarakat setempat percaya bahwa kalau bersembunyi di hutan rawa-rawa
sagu akan aman dari ledakan bom. Jarang terjadi bom-bom bisa meledak di
rawa-rawa hutan sagu. Barangkali ada faktor keberuntungan bilamana bersembunyi
di hutan rawa-rawa sagu.
Suatu
waktu, mendiang Pdt Silas Chaay menuturkan bahwa usai Perang Dunia Kedua warga masyarakat
dari Kampung Kajoe Pulo pulang ke kampung mereka setelah mengungsi ke Kampung
Ormu. Begitu tiba di Kampung Kajoe Pulo, mereka terkaget-kaget, lantaran
dusun-dusun sagu di Kali Anafre sudah sirna. Kebun-kebun di sekitar Bank
Indonesia berubah menjadi jalan raya yang dibangun tentara sekutu untuk
menghubungkan Army Post Office atau
yang sekarang disebut APO.
Bayangkan
masyarakat asli Port Numbay harus menerima kenyataan kalau kampung-kampung dan
dusun mereka lambat laun berubah menjadi wilayah perkotaan. Tak ada lagi tempat
mencari pangan, terutama kebun dan dusun. Warga masyarakat yang semula hidup
meramu di dusun sagu, hutan rawa-rawa dan berkebun serta berburu hewan terpaksa
harus berhadapan dengan perubahan fisik dan sosial yang amat cepat. Bahkan, mau
mencari ikan saja, mereka harus berhadapan dengan kapal-kapal besar yang
bongkar-muat di pelabuhan kapal di Teluk Humbolt. Warga Tobati dan Injros tidak
dapat berbuat banyak karena laut di Teluk Yotefa sudah tercemar. Hanya plastik
dan botol-botol yang tersangkut di kail para nelayan.
Salah
satu fakta perubahan wilayah kampung menjadi kota tampak pada nama-nama asli yang
mulai hilang. Misalnya saja wilayah kawasan Entrop yang sebenarnya berasal dari
nama seorang pengusaha kayu asal Belanda, meneer Entrop. Meneer Entrop yang
tinggal di rumah milik Keluarga Karma, orang tua dari Constan Karma, dekat Kali
Entrop. Rumah meneer Entrop itu dulunya
tempat usaha pengolahan kayu gergajian. Meneer Entrop boleh pulang ke
Belanda tapi namanya diabadikan di Kota Port Numbay.
Begitu
pula dengan Polimaq Road, Santarosa, dan Skyland. Termasuk pantai Base G, salah
satu basis G tentara sekutu di wilayah Nieuw Guinea Barat. Sedangkan di PNG
terdapat Base H di Finschaven, Lae Province.
Bukan hanya sebatas itu, setelah Papua menjadi bagian wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),muncul nama-nama Argapura dan Tasangkapura. Barangkali
cuma nama Hamadi yang masih tersisa sesuai dengan marga di Kampung Tobati.
Mengenyam Pendidikan
Dalam
suasana yang terus berubah itulah, Benhur Tomy Mano menghabiskan masa-masa
sekolah di sekitar kampung halamannya Kampung Tobati, Port Numbay. Memasuki tahun-tahun
usia sekolah, tahun 1973, orang tua Benhur Tomy Mano mendaftarkannya ke Sekolah
Dasar (SD) Negeri Kotaraja.
Perlahan
namun pasti, Tomy menapaki hari-hari keceriaan pendidikan dasar di sekolah yang
berada tak jauh dari Lapangan Brimob Kotaraja tersebut. Sebagai anak polisi
yang ditempa dengan disiplin semi-militer, dia berusaha belajar keras melahap
materi pelajaran mulai dari kelas satu sampai kelas enam. Dia berusaha belajar
serius agar tidak ketinggalan dibandingkan teman-teman sekelasnya. Dan, tahun
1979, Tomy berhasil merampungkan pendidikan dasarnya di SD Negeri Kotaraja.
Selepas
dari SDN Kotaraja, Tomy tidak serta merta melanjutkan sekolah ke jenjang
pendidikan menengah pertama negeri di sekitar Kotaraja. Sebagai anak polisi di
perkampungan di kawasan pantai, Tomy sudah banyak bersentuhan dengan
teman-temannya yang berlainan agama. Di masa itu, pendidikan sekolah menengah di
bawah naungan Yayasan Pendidikan Islam (YAPIS) Muhammadiyah dianggap memiliki
kualitas yang lumayan bagus.
Sebab
itu, lulus dari SDN Kotaraja, Tomy melanjutkan ke SMP Muhammadiyah YAPIS
Jayapura. Sebagaimana halnya selama menjalani pendidikan dasar, di jenjang
pendidikan menengah pertama ini, Tomy terus serius belajar menimba ilmu yang
diberikan oleh para guru (tenaga pengajar) di SMP Muhammadiyah yang menjadi
kebanggaan warga Kota yang dulu bernama Holandia tersebut. Secara lancar, tanpa
pernah mengalami tinggal kelas, tahun 1982 Tomy Mano mampu menyelesaikan
pendidikannya. Dia berhasil memperoleh predikat sebagai salah satu lulusan yang
berprestasi.
Berkat
prestasi yang bagus ketika lulus dari SMP Muhammadiyah YAPIS Jayapura, tanpa
banyak mengalami hambatan, Tomy Mano diterima di SMA Negeri 1 Abepura di tahun 1982
itu pula. Sebuah SMA yang menjadi kebanggaan warga masyarakat Kota Jayapura.
Banyak lulusannya berhasil menembus universitas negeri dan perguruan tinggi
kedinasan beberapa departemen pemerintahan. Bersyukur, Tomy Mano bisa diterima
di sekolah yang cukup memberi harapan bagi para siswa dan lulusannya tersebut.
Di
bangku SMA, Tomy Mano terus belajar keras agar mampu masuk peringkat lulusan
terbaik. Upayanya belajar keras cukup berbuah. Tahun 1985, dia berhasil tampil
sebagai salah satu lulusan terbaik SMA Negeri 1 Abepura. Kepalanya bisa tegak
untuk terus melanjutkan ke perguruan tinggi pilihan yang sesuai dengan
cita-citanya.
Menggapai Asa
Tamat
dari SMA Negeri 1 Abepura, harapan Tomy Mano sederhana saja. Dia ingin
mengabdikan dirinya buat membawa kemajuan daerah dan kampung halaman agar tidak
terlampau tertinggal dibandingkan daerah-daerah yang lain. Tidak muluk-muluk
memang.
Berangkat
dari kesederhanaan asa itulah, lulus dari SMA Negeri 1 Abepura, Tomy Mano
memilih mendaftarkan diri ke Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) yang ada
di Yoka, Kota Jayapura. APDN Yoka merupakan salah satu dari 20 APDN yang
dibentuk Departemen Dalam Negeri pada tahun 1970-an di 20 provinsi dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tercatat ketika itu Depdagri
mendirikan APDN di Banda Aceh, Medan, Bukittinggi, Pekanbaru, Jambi, Palembang,
Lampung, Bandung, Semarang, Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin, Samarinda,
Mataram, Kupang, Makassar, Menado, Ambon dan Jayapura.
Secara
historis, untuk memenuhi kebutuhan tenaga pamongpraja di lingkungan Kementerian
Dalam Negeri, tahun 1952, Kementerian Dalam Negeri menyelenggarakan Kursus
Dinas C (KDC) di Kota Malang, Jawa Timur, dengan tujuan untuk meningkatkan
keterampilan pegawai golongan DD yang siap pakai dalam melaksanakan tugasnya.
Seiring dengan itu, pada tahun 1954 KDC juga diselenggarakan di Aceh, Bandung,
Bukittinggi, Pontianak, Makasar, Palangkaraya dan Mataram.
Sejalan
dengan perkembangan penyelenggaraan pemerintahan yang semakin kompleks, luas
dan dinamis, pendidikan aparatur di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan
tingkatan kursus dinilai sudah tidak memadai lagi. Berangkat dari kenyataan
tersebut, pemerintah terdorong untuk mendirikan Akademi Pemerintahan Dalam
Negeri (APDN) pada tanggal 17 Maret 1956 di Malang, Jawa Timur. APDN di Malang tersebut
bersifat nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri (SK Mendagri)
Nomor Pend.1/20/56 tanggal 24 September 1956 yang diresmikan oleh Presiden
Soekarno di Malang. Diangkat sebagai Direktur yang pertama adalah Mr. Raspio
Woerjodiningrat. Mahasiswa APDN Nasional Pertama ini adalah lulusan KDC yang
direkrut secara selektif dengan tetap mempertimbangkan keterwakilan asal
provinsi selaku kader pemerintahan pamongpraja yang lulusannya bergelar Sarjana
Muda (BA).
Pada
perkembangan berikutnya, lulusan APDN dinilai masih perlu ditingkatkan lagi kemampuan
keilmuan dan manajerialnya dalam upaya lebih menjamin terbentuknya kader-kader
pemerintahan yang ”qualified leadership
and manager administrative” --terutama dalam menyelenggarakan tugas-tugas
urusan pemerintahan umum. Kebutuhan ini mendorong pemerintah untuk
menyelenggarakan pendidikan aparatur di lingkungan Kementerian Dalam Negeri
setingkat Sarjana, lalu dibentuklah Institut Ilmu Pemerintahan ( IIP ) yang
berkedudukan di Kota Malang, Jawa Timur, berdasarkan Keputusan Bersama Menteri
Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor
8 Tahun 1967, yang kemudian dikukuhkan dengan Keputusan Presiden Nomor 119
Tahun 1967. Berdirinya IIP di Malang ditandai oleh upacara peresmian oleh
Presiden (saat itu) Soekarno pada tanggal 25 Mei 1967.
Pada
tahun 1972, Institut Ilmu Pemerintahan ( IIP) yang berkedudukan di Malang, Jawa
Timur, dipindahkan ke Jakarta melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 94
Tahun 1972. Pada tanggal 9 Maret 1972, kampus IIP yang terletak di Jakarta
diresmikan oleh Presiden (waktu itu) Soeharto. Ketika meresmikan kampus
tersebut, Soeharto menyatakan, ”Dengan peresmian kampus Institut Ilmu
Pemerintahan, mudah-mudahan akan merupakan kawah candradimukanya Kementerian
Dalam Negeri untuk menggembleng kader-kader pemerintahan yang tangguh bagi
Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Seiring
dengan pembentukan IIP yang merupakan peningkatan dari APDN Nasional di Malang,
untuk penyelenggaraan pendidikan kader pada tingkat akademi, secara bertahap
sampai dengan dekade tahun 1970-an, Kementerian Dalam Negeri membentuk APDN di 20 Provinsi. Selain yang
berkedudukan di Malang, juga dibentuk di Banda Aceh, Medan, Bukittinggi,
Pekanbaru, Jambi, Palembang, Lampung, Bandung, Semarang, Pontianak,
Palangkaraya, Banjarmasin, Samarinda, Mataram, Kupang, Makassar, Menado, Ambon
dan Jayapura.
Pada
tahun 1988, dengan pertimbangan untuk menjamin terbentuknya wawasan nasional
dan pengendalian kualitas pendidikan, Menteri Dalam Negeri (saat itu) Rudini menerbitkan
Keputusan Nomor 38 Tahun 1988 Tentang Pembentukan Akademi Pemerintahan Dalam
Negeri Nasional yang kedua. APDN Nasional yang kedua dengan program D-III ini berkedudukan
di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. Peresmiannya dilakukan oleh Mendagri pada tanggal
18 Agustus 1990.
Pemerintah
terlihat demikian serius meningkatkan kualitas aparatur pamongpraja yang
diharapkan mampu membangun setiap daerah di seluruh Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sebagai pemuda asli Kampung Tobati, Port Numbay, Jayapura, Benhur Tomy
Mano tidak menyia-nyiakan kesempatan terbukanya pintu masuk APDN Yoka bagi
pemuda-pemuda asli Papua yang diharapkan akan menjadi motor penggerak perubahan
dan pembangunan di wilayah yang kaya sumber daya alam ini.
Sebab
itu, begitu lulus dari SMAN 1 Abepura tahun 1985, Tomy Mano langsung
mendaftarkan diri ke APDN Yoka. Bersyukur, tanpa aral-rintang yang berarti,
Tomy Mano berhasil melewati seleksi dan masuk menjadi salah satu mahasiswa baru
APDN yang mayoritas mahasiswanya adalah pemuda-pemuda asli Papua.
APDN
Yoka telah meluluskan aparatur yang berkualitas, antara lain Michael Manufandu
(mantan Dubes RI untuk Kolombia), JRG Djopari (mantan Dubes RI di PNG), Eduard
Fonataba (mantan Bupati Sarmi), dan Alex Rumaseb (Sekretaris Daerah Kabupaten
Paniai).
Di
kawah candradimuka calon-calon punggawa pemerintahan di daerah ini, Tomy Mano
menekuni materi-materi perkuliahan antara lain Kebijakan Pemerintahan, Pemberdayaan
Masyarakat, Manajemen Pemerintahan, Manajemen Sumber Daya Aparatur, Manajemen Pembangunan
Daerah, Manajemen Keuangan Daerah, dan Kependudukan dan Catatan Sipil.
Berkat
ketekunan dan keuletan belajar yang intensif, Tomy Mano tidak mengalami
kesulitan melahap text book APDN yang
lumayan memeras kerja keras otak dan akal. Dan, dia berhasil pula menyelesaikan
studinya tepat waktu pada tahun 1988 dan diwisuda sebagai Sarjana Muda
(Pemerintahan Daerah) pada awal tahun 1989.
Memantapkan Diri
dengan Berorganisasi
Di
masa muda sampai sekarang, Tomy Mano sangat aktif berorganisasi. Sebagai
penganut Kristen taat, dia memulai berorganisasi dengan mengemban kepercayaan
sebagai Ketua PAM Jemaat GKI Pniel Kotaraja pada 1988-1991.
Tomy
Mano menyadari benar bahwa kehadiran gereja di Tanah Papua menjadi tonggak
penting bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia Papua. Gereja, terutama GKI
pertama di Tanah Papua yang berdiri pada 26 Oktober 1956, adalah suatu gereja
yang bersifat oikumenis, dan bukan gereja suku. Karena itu, anggota-anggota
jemaat GKI berasal dari orang-orang Papua sendiri dan juga orang-orang bukan
Papua dari berbagai suku dan bangsa serta dari berbagai latar belakang
keanggotaan. Kehadiran dan keberadaan GKI di Tanah Papua adalah kehendak Tuhan
untuk menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah yang nyata di tengah-tengah
keterbelakangan, keterasingan, kebodohan dan kemiskinan. Sebab itu, pemberitaan
Injil peradaban baru Papua dimulai (hasil pekabaran Injil yang dimulai oleh
Ottow dan Geissler pada 5 Februari 1855) dan terus berlangsung sampai sekarang
ini.
Banyak
pemimpin kharismatik Papua yang lahir dari lingkungan gereja. Sebut misalkan mendiang
Pendeta Jan Mamoribo yang berasal dari Biak. Dia adalah Ketua Badan Pekerja Am
Sinode (BPAS) GKI di Tanah Papua periode
1968–1971. Di masa kepemimpinannya, banyak pendeta menjadi anggota legislatif
dengan alasan sumber daya manusia sangat memadai. Sejak itu dan seterusnya
banyak pendeta menjadi politisi yang kemudian sulit memisahkan pekerjaan
sebagai hamba Tuhan dengan tugas sebagai politisi. Setelah turun dari jabatan
ketua, Pdt. Jan Mamoribo menjadi Ketua DPRD Irian Jaya periode 1971–1975, dan
menjadi Wakil Gubernur Irian Jaya mendampingi Gubernur Acub Zainal selama
setahun, 1975–1976.
Kembali
ke Benhur Tomy Mano. Di masa dewasanya, dia sempat dipercaya menjadi Ketua
Persekutuan Kaum Bapak WYK III Jemaat GKI Pniel Kotaraja. Kiprah Tomy Mano di
dunia organisasi kegerejaan bertambah meluas, tidak sebatas di lingkungan
tempat tinggalnya. Hal ini tampak pada posisinya sebagai Ketua DPW Forum
Generasi Muda GKI Papua pada rentang waktu 2008–2013.
Melalui
gereja, Tomy Mano juga bercita-cita menjadi pemimpin kharismatik di Tanah
kelahirannya. Tentu tidak cukup hanya berbekal dari pengalaman di gereja.
Kiprah Tomy di ladang organisasi tidak cukup berhenti di gereja. Semangatnya
berorganisasi terus menggelora dan dia menyalurkannya ke organisasi kepemudaan
Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Tahun 2007, Tomy Mano didaulat menjadi
Ketua DPD KNPI Kota Jayapura periode 2007–2010.
Di
Kota Jayapura, gerak-langkah KNPI cukup memberi arti bagi warga masyarakat
ibukota Provinsi Papua itu. Di antaranya menggelar bakti sosial berbagi kasih
di saat menjelang Natal dan Tahun Baru. Bakti sosial itu berupa antara lain
membagikan sembako ke panti asuhan, asrama mahasiswa dan pemuda yang ada di
Kota Jayapura.
Di
tengah kesibukannya sebagai Walikota Jayapura, Tomy Mano masih bersedia
mengemban amanat menjadi Ketua Ikatan Motor Indonesia (IMI) Papua 2009 – 2013. Dalam
kapasitasnya sebagai Ketua IMI, dia aktif pula mensosialisasikan tertib
berkendara dan menjauhi geng motor. Pada suatu kesempatan pertengahan 2013, dia
mengaku belum menemukan ada geng motor di Kota Jayapura. “Tidak ada geng motor
di Kota Jayapura,” tegas Mano kepada tabloidjubi.com,
Kamis (23 Mei 2013).
Benhur
Tommy Mano meminta seluruh Korwil yang ada di bawah IMI Papua agar ikut
memerangi geng motor dengan cara terus melakukan pembinaan kepada klub-klub
motor yang ada. Korwil dan para pemimpin klub motor harus lebih menegaskan
pembinaan anggota dengan terus membantu pemerintah daerah untuk ikut serta
dalam mensosialisasikan tempat-tempat tujuan wisata dan membantu Ditlantas Polda
Papua mensosialisasikan perangkat keamanan bersepeda motor.
“Demi
menjaga rasa persaudaraan di antara klub, kami selalu berkumpul dan melakukan rally bersama setiap hari Sabtu malam Minggu
di Kota Jayapura, dan akan menangkap pelaku serta mencabut KITAS jika mereka menjadi
salah satu anggota IMI Papua,” ungkap Tomy Mano.
Lalu,
sebagai anak seorang polisi, Tomy Mano pun tidak menyia-nyiakan ladang
pengabdian yang ada di hadapannya. Dia sempat menjadi Ketua Forum Komunikasi Putra-putri
Purnawirawan Indonesia (FKPPI) Papua 2010 -2014.
Dalam
arahannya ketika melantik Tomy Mano sebagai Ketua FKPPI Papua pada 12 Juni 2010,
Ketua Umum FKPPI Hans Silalahi mengatakan, pada awal dirinya mendengar kabar Ketua
FKPPI Papua sebelumnya, Jhon Fakhiri, telah dipanggil Tuhan Yang Maha Kuasa
sekitar pertengahan tahun 2009, dirinya merasa pesimis bisa mendapatkan
pemimpin FKPPI Papua yang baru, yang mampu bekerja sebaik pendahulunya.
“Saya
mendapat banyak masukan. Dan, setelah melihat berkas calon yang masuk sebagai
calon ketua FKPPI Papua yang baru ada nama Benhur Tomy Mano, saya yakin beliau
bisa memimpin organisasi besar ini secara baik,” ujar Hans Silalahi.
Hans
berharap Benhur Tomy Mano sebagai Ketua FKPPI Papua yang baru mampu bekerja secara
baik dan merangkul semua kader yang ada di Bumi Cenderawasih ini, buat kemajuan
nama FKPPI dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Saya percaya, sebagai seorang yang punya karisma
kepemimpinan yang kuat, Benhur Tomy Mano mampu melakukannya,” tutur Hans.
Sementara
Benhur Tomy Mano, yang juga dikenal sebagai Ketua Komite Nasional Pemuda
Indonesia (KNPI) Kota Jayapura, mengaku bangga mendapat kepercayaan memimpin
FKPPI Papua. “Ini adalah suatu kepercayaan dan tanggung jawab yang sangat
besar. Saya berjanji akan melakukan yang terbaik demi kemajuan FKPPI Papua,” tandasnya.
Lebih lanjut Benhur Tomy Mano menyatakan bahwa dirinya
akan tetap melanjutkan program kerja yang telah dibuat oleh pendahulunya,
dengan lebih memberikan kesempatan kepada seluruh anggota, kader dan simpatisan
FKPPI agar lebih banyak terlibat di dalamnya.
“Di
sini sekaligus pula sebagai ajang kita melihat calon-calon pemimpin Papua yang
andal di masa depan, serta pengkaderan dalam tubuh organisasi,” kata Benhur Tomy
Mano yang kini adalah Walikota Jayapura hasil Pemilukada Kota Jayapura 2011.
Berkat
kematangannya mengoptimalkan potensi FKPPI Papua, pada 2012, Tomy Mano
dipercaya mengemban amanat sebagai Wakil Sekretaris Dewan Pertimbangan Generasi
Muda FKPPI Pusat. Dia didaulat dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2016.
Benhur
Tomy Mano benar-benar sosok yang ingin bermanfaat bagi sesama dengan
mengoptimalkan segenap potensi yang ada di dalam dirinya. Sebagai orang yang
lahir dan besar di Jayapura, dia memahami betul bagaimana persoalan yang
dihadapi warga masyarakatnya. Lantaran itu pula, dia pun terlibat aktif di
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Yustisia yang ada di Kota Jayapura. Dia sempat
didaulat menjadi Ketua Justisia Kota Jayapura periode 2007 -2011.
Kiprah
LSM Yustisia di Kota Jayapura lumayan memberi harapan bagi pencari keadilan di
kota yang di masa penjajahan Belanda bernama Holandia ini. LSM ini aktif
memperjuangakan warga masyarakat Kota Jayapura yang dirundung perkara-perkara
hukum, misalkan kasus tanah ulayat dan beberapa kasus kriminal. Bahkan, untuk
memperkuat kiprahnya dan transparansi sepak-terjangnya, LSM ini menerbitkan
media Justisia News.
Sosok
Tomy Mano dapat dikatakan sebagai sosok yang sangat Indonesia. Hal ini tampak pada
kesediaanya mengemban jabatan Wakil Ketua Dewan Penasihat BM Kosgoro 1957 Papua
2007–2012.
Sebagaimana
kita ketahui bahwa Kosgoro 1957 memiliki visi: Memperkokoh keberadaan Kosgoro
1957 sebagai Organisasi Kemasyarakatan yang andal dan profesional yang mampu
mewujudkan cita-cita perjuangan Bangsa untuk membangun Masyarakat Adil dan
Makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan panduan jiwa dan
semangat Pengabdian – Kerakyatan – Solidaritas.
Kemudian,
Kosgoro 1957 merentang misi-misi:
·
Memantapkan
keberadaan dan pengakaran organisasi Kosgoro 1957, di tengah-tengah
perkembangan bangsa Indonesia, dengan turut ambil bagian secara aktif dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
·
Meningkatkan
kemampuan, kualitas dan profesionalisme para penyelenggara organisasi serta
terbangunnya barisan kader dalam kualitas dan kuantitas yang andal dan
profesional.
·
Mengupayakan
perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pekerjaan yang layak, pendidikan
yang bermutu dan kesempatan berusaha bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memadukan
Kebijakan Negara dengan pemberdayaan masyarakat.
·
Mengembangkan
peranserta masyarakat dan dunia usaha dengan pemberdayaan perekonomian rakyat
khususnya Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
·
Meningkatkan
dan memantapkan kesadaran dan budaya hukum masyarakat dengan pemahaman atas hak
dan kewajiban sebagai warga negara yang sadar hukum, pelestarian lingkungan
hidup dan sumber daya alam serta terpeliharanya ekosistem.
Di
tengah ragam isu Papua yang terkadang menggelitik secara politik, Tomy Mano
tetap teguh pada pendirian dan pengabdiannya dalam bingkai NKRI. Hal ini dia
tegaskan betul dengan kesediaannya menerima tongkat estafet sebagai Wakil Ketua
Dewan Penasehat BM Kosgoro 1957 Papua periode 2007-2012. Dia terus menyuarakan
berbagai aspirasi untuk tetap berada di kandungan ibu pertiwi Indonesia.
Kiprah
keorganisasianTomy Mano tiada henti sepanjang hayat. Spirit berorganisasinya
juga disalurkan untuk turut aktif memimpin organisasi keolah-ragaan Komite
Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Jayapura. Dia menjadi Ketua KONI Kota
Jayapura periode 2012-2016, menggantikan pejabat lama Menase Robert Kambu yang
habis masa baktinya pada tahun 2011. Dia juga menggantikan posisi Robert Kambu
sebagai Ketua Umum Persipura yang di tahun 2010-2011 tampil sebagai juara Liga
Super Indonesia. Apalagi dia menjadi Ketua Panpel Indonesian Super League
Persipura Jayapura sejak 2005 sampai 2011 dan Ketua Panpel Asian Football Confederation
Persipura Jayapura 2011.
.Tentu
bukanlah pekerjaan yang mudah mempertahankan prestasi yang diraih pendahulunya
dalam memimpin Tim Mutiara Hitam Persipura. Dan, di bawah kepemimpinannya,
Persipura tetap mampu bertengger di papan atas (elit) dan berada di zona champion Asia.
Lantaran
keberhasilan tangan dingin Tomy Mano dalam membesut Tim Mutiara Hitam Persipura,
tahun 2013 dia terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Provinsi (Pengprov) PSSI
Papua periode 2013-2017. Sebuah tantangan yang tidak ringan. Tomy Mano
benar-benar bertangan dingin di arena sepakbola. Sebab, kini, dari Tanah Papua
tampil sejumlah tim elit, antara lain Persiram Raja Ampat, Perseru Serui, Persidafon
Dafonsoro, dan Persiwa Wamena.
Masih
di jagad olahraga, Tomy Mano sempat pula dipercaya memimpin Pengurus Cabang
Ikatan Sepeda Indonesia Kota Jayapura. Sebagai Ketua, dia terus memacu olahraga
nggowes sepeda di seputaran Kota
Jayapura.
Eksistensi
diri seorang Benhur Tomy Mano sungguh memberikan warna tersendiri bagi Kota
Jayapura. Dia berusaha memberikan kepala dan tangannya bagi kemajuan Kota
Holandia (nama di masa Kolonial Belanda). ***
No comments:
Post a Comment