Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) seharusnya tidak dikenakan pungutan oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan).
Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar beralasan Bahwa BPJS (baik Kesehatan maupun Ketenagakerjaan) bukanlah lembaga jasa keuangan yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.
Bahwa sesuai Pasal 1 UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS dinyatakan secara jelas bahwa BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Bahwa Pasal 1 ayat (2) PP No. 11 Tahun 2014 menyatakan bahwa pungutan adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.
“Mengingat BPJS bukan lembaga jasa keuangan dan merujuk pada Pasal 1 ayat (2) PP No. 11 Tahun 2014 tersebut maka sudah seharusnya BPJS dikesampingkan sebagai institusi yang membayar iuran kepada OJK,” kata Timboel, Senin.
Ditambahkannya, sesuai Pasal 4 UU No. 40 tahun 2004 ttg SJSN jo. Pasal 4 UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS sudah sangat jelas dinyatakan bahwa BPJS menjalankan ssstem jaminan sosial nasional berdasarkan, prinsip nirlaba. Ini artinya BPJS bukanlah lembaga yang mencari keuntungan seperti lembaga jasa keuangan lainnya.
Kalaupun BPJS mengelola dana jaminan sosial, lanjutnya, maka hasil pengelolaan dana tersebut dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan Peserta.
Menurutnya, pelaksanaan jaminan sosial oleh BPJS masih memerlukan dana yang sangat besar guna membangun sistem dan infrastruktur penunjang. Khusus untuk BPJS Kesehatan yang masih mengalami banyak masalah karena terkait biaya INA CBGs dan Kapitasi maka sudah seharusnya dana jaminan sosial dikhususkan untuk mendukung pelayanan BPJS kesehatan kepada para pesertanya, bukan malah untuk membayar iuran kepada OJK.
“Mengingat prinsip-prinsip SJSN tersebut tentunya BPJS sangat berbeda dengan lembaga keuangan lainnya, dan oleh karena itu maka sudah seharusnya BPJS tidak dikenakan pungutan oleh OJK,” ujarnya.
Ia juga mengatakan, bahwa keberadaan OJK pada UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS hanya disebut pada Penjelasan dan bukan pada Batang Tubuh. Bahwa Pasal 39 ayat (3) UU No. 24 Tahun 2011 menyatakan bahwa Pengawas Eksternal BPJS dilakukan oleh DJSN dan Lembaga Pengawas Independen.
Merujuk pada Penjelasan Pasal 39 ayat (3) yang dimaksud dengan lembaga pengawas independen adalah OJK, dan disebutkan juga BPK, itu berarti tugas pengawasan eksternal sebenarnya bisa dilakukan dengan optimal oleh DJSN sehingga tidak membebani OJK dan BPK dalam tugasnya.
DJSN, lanjutnya, harus bisa berperan sebagai pengawas eksternal dan tentunya harus melakukan koordinasi dengan OJK dan BPK.
Bahwa selain itu dalam menjalankan tugas pengawasannya DJSN dan BPK tidak membebani BPJS untuk membayar iuran, dan oleh karena itu maka seharusnya pengawasan yang dilakukan OJK juga tidak harus membebani BPJS untuk membayar iuran.
“Jadi sudah seharusnya PP No. 11 Tahun 2014 tentang Pungutan Oleh Otoritas Jasa Keuangan khususnya Pasal 19 direvisi, dengan menyatakan secara tegas bahwa BPJS tidak dikenakan pungutan oleh OJK.
Presiden SBY secepatnya memberhentikan anggota DJSN yang lama dan segera mengangkat Anggota DJSN yang baru sehingga DJSN bisa lebih optimal dalam menjalankan tugasnya. Dan angota DJSN yang baru harus dipilih dari professional di bidangnya bukan sekadar memilih dari setiap unsur yaitu dari unsur pemerintah, Apindo, dan serikat buruh,” kata Timboel. (www.poskotanews.com)
No comments:
Post a Comment