Dari Aisyah r.a., dia berkisah, "Maha suci Allah yang mendengar dan memahami semua suara. Aku mendengar Khaulah binti Tsa'labah dan aku tidak mendengar sebagian lagi.” Ketika itu Khaulah mengadukan suaminya pada Rasulullah Saw, "Wahai Rasulullah, aku sudah tua, banyak anak, ketika usiaku telah senja, dia mengambil anakku dan mendzhiharku (menceraikanku). Ya Allah, aku mengadu pada-Mu."
Lanjut Aisyah, "Tidak lama setelah itu, kemudian Jibril turun dengan membawa
ayat ini:
"Sesungguhnya
Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu
tentang suaminya." (QS Al-Mujâdilah [58]: 1).
Khaulah
–atau Khuwailah– binti Malik bin Tsa'labah adalah istri Aus bin al-Shamit, seorang
lelaki tua yang buruk perangainya. Khaulah bercerita, "Suatu hari, dia mendatangiku, lalu aku
meminta pendapatnya tentang sesuatu.”
Bukan pendapat yang dia peroleh. Suaminya justru marah dan menghardik, "Kau
seperti punggung ibuku." Lalu suaminya keluar dan duduk di tempat
berkumpul kaumnya. Setelah itu, suaminya kembali mendatanginya dan ingin mengajak
bersetubuh. Khaulah langsung menukas, "Tidak, demi Allah, jangan dekati
aku, kau telah mengatakan dzhihar padaku sampai Allah dan rasul-Nya yang akan
memutuskan perkara kita."
Lanjut cerita Khaulah, “Dia mencoba menangkapku, tapi aku menahannya dan
aku kalahkan dia seperti seorang wanita mengalahkan seorang kakek tua. Aku lempar
dia jauh dariku lalu aku keluar menemui Rasulullah Saw dan duduk di depan
beliau. Aku ceritakan kejadian tadi, lalu aku adukan keburukan perangainya.” Rasulullah
Saw berpesan, "Khuwailah, suamimu sudah tua, bertakwalah pada Allah dalam
mengurusnya."
Khaulah berkata, "Demi Allah, tidak lama kemudian ayat al-Qur'an turun
dalam urusanku." Rasulullah Saw mengatakan, "Wahai Khuwailah, Allah telah
menurunkan ayat-Nya mengenai perkataanmu dan suamimu." Kemudian beliau membaca:
"Sesungguhnya, Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan
gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Allah
SWT mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar
lagi Maha Melihat. Orang-orang yang mendzihar istrinya di antara kamu yang
menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal tiadalah istri mereka itu ibu
mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka.
Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan
dusta. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. Orang-orang yang mendzihar
istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka
ucapkan, maka wajib atasnya memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami-istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan
budak, maka wajib atasnya berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur.
Maka siapa yang tidak kuasa wajiblah atasnya memberi makan enam puluh orang
miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah
hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih." (QS
Al-Mujadilah [58]:1- 4).
Rasulullah
Saw juga berkata, "Suruh dia membebaskan budak."
Khulah berucap, "Wahai Rasulullah, demi Allah, dia tidak punya
budak."
Rasulullah berkata lagi, "Suruh dia berpuasa dua bulan berturut-turut."
Jawab Khaulah, "Demi Allah, dia sudah tua dan tidak kuat lagi."
Rasulullah menegaskan lagi, "Suruh dia memberi makan 60 orang miskin 1
wasaq kurma."
Khaulah menjawab, "Dia tidak punya kurma."
Rasulullah
Saw memberi jalan keluar, "Aku
akan membantunya dengan 1 tandan kurma."
Lalu Khaulah menyatakan, "Aku juga akan membantunya 1 tandan kurma."
Dan Rasulullah Saw bersabda, "Kau benar dan baik. Pulanglah, sedekahkan
itu untuknya lalu pergauli dia dengan baik." Khaulah berkata, "Baik,
Rasulullah, aku akan melakukannya."[1]
Aku yang Lebih Berhak Mendengarkan Keluhannya
Dalam masa kekhalifahannya, suatu kali Umar keluar dari masjid bersama
al-Jarud al-'Abdi. Di tengah perjalanan dia bersua seorang wanita tua di pinggir
jalan. Lalu Umar memberi salam padanya, dan dia membalasnya lalu berkata, "Ke
mari lah Umar, aku bertemu denganmu saat kau dipanggil 'Umair di pasar ‘Ukaz, dan
ketika itu kau sedang berkelahi dengan anak-anak. Tidak lama kemudian kau
dipanggil Umar, lalu tidak lama berselang kau dipanggil Amirul Mukminin. Bertakwalah
dalam masalah rakyat. Ketahuilah bahwa siapa yang takut pada ancaman, maka yang
jauh akan dekat. Dan siapa yang takut pada kematian, maka dia akan takut kehilangan
waktu."
Al-Jarud
berkomentar, "Kau banyak omong pada Amirul Mukminin,
wahai wanita tua."
Lalu
Umar mengatakan, "Biarkan dia, apakah kau tidak
mengenalnya? Dia adalah Khaulah binti Malik bin Tsa'labah yang keluhannya
didengar oleh Allah SWT dari atas tujuh langit. Dan aku
berhak untuk mendengarkan omongannya. Demi Allah, kalau dia
berdiri sampai malam, aku tidak akan meninggalkannya kecuali untuk shalat, lalu
aku akan mendengarkannya lagi."[2]
No comments:
Post a Comment