Tuesday, January 7, 2014

Husein bin Ali bin Abi Thalib Menjelang Ajal



Suatu hari, Ibn Abbas pernah berkata pada Husein, “Aku kira engkau akan terbunuh di tengah-tengah istri dan anak perempuanmu seperti ketika khalifah Utsman terbunuh. Dan sungguh aku tidak takut bila engkau meninggal seperti beliau. Karena sesungguhnya kita ini milik Allah dan akan kembali pada-Nya.”
Husein lalu menjawab, “Wahai Ibn Abbas, sungguh engkau ini sudah tua.”
Ibn Abbas menjawab, “Jikalau aku dan engkau tidak diremehkan, maka aku akan melekatkan tanganku ini ke atas kepalamu.”
Husein langsung menangis dan berkata, “Lihatlah wahai Ibn Abbas engkau telah membuat mata Ibnu Zubair menatap kita.”
Kemudian Husein berkata pada Ibn Zubair, “Telah datang kepadamu orang yang kamu cintai, Abu Abdullah. Ia akan pergi menuju Iraq dan akan meninggalkanmu di kota Hijaz.”
Setelah itu, di waktu Husein baru sampai di kota Karbala-Iraq, ia tewas terbunuh. Tragedi keji itu terjadi pada hari Ahad tanggal 10 Muharram – atau biasa kita sebut dengan istilah hari Asyura– tahun 61 Hijriah. Ia tewas bersama beberapa keluarga besarnya. Semoga Allah memberikan keridhaan kepada mereka semua.
Ibn Hanafiah berkata, “Mereka yang tewas ada 17 orang. Semuanya dari keturunan Fatimah r.a.”[1]
Salah satu doa Husein adalah, “Ya Allah, Engkau adalah sumber keyakinanku dalam setiap masalah dan harapanku dalam setiap kesusahan. Engkau jugalah pemilik setiap kenikmatan dan kebaikan.”
Sebelum diserang, Husein berkata pada Umar bin Sa’ad dan prajuritnya, “Janganlah kalian terburu-buru! Sungguh tidak akan datang bukti pada kalian sebelum ia datang padaku. Karena sunah Nabi telah ditinggalkan, kemunafikan telah menyebar dan hukuman telah ditiadakan. Maka sini majulah kalian! Semoga Allah memperbaiki kerusakan yang terjadi dalam tubuh umat.”
Husein berucap lagi, “Aku akan datang melawan kalian. Jika kalian membenci hal tersebut, maka aku akan pulang. Dan juga pulang lah kalian kepada keluarga kalian. Apakah ada kemaslahatan jika aku halalkan darahku untuk kalian?”
Husein menambahkan, “Bukankah aku ini anak dari putri Nabi kalian? Dan putra dari putra pamannya? Bukankah Hamzah, Abbas dan Ja’far itu paman-pamanku? Bukankah juga telah sampai pada kalian sabda Rasulullah untukku dan untuk saudaraku (Hasan). Kedua cucuku ini  (Hasan dan Hesein) akan menjadi pemimpin pemuda di Surga.”
Umar bin Sa’ad berjawab, “Sungguh Husein telah menyembah Allah di atas huruf-huruf (hadits Nabi) jika ia paham apa yang ia katakan.” Ibn Sa’ad juga berkata, “Jikalau perkataanmu ini untukku, maka pasti aku jawab.”
Husein membalas, “Wahai Umar, sungguh engkau akan saksikan hari-hari yang akan menyusahkanmu.” Husein lalu berdoa, “Ya Allah, sungguh warga Iraq telah memperdayai dan menipuku. Mereka juga yang mencelakakan saudaraku. Ya Allah, cerai-beraikanlah mereka dan kurangi jumlah mereka.”
Orang yang pertama kali menusuk Husein adalah seorang budak milik Ubaidillah bin Ziyad. Ketika diserang, Husein sedang duduk dengan memakai jubah sutera hitam. Dan setelah itu, disusul anak panah yang dikeluarkan dari para pengkhianat. Sehingga seluruh tubuhnya dihiasi dengan anak panah. Bahkan, sebagian anak panah itu mengenai seorang bocah berumur tiga tahun. Para pengkhianat itu akan membunuh siapa saja yang ada di sekitar Husein, hingga mereka terbunuh semua.
Dikisahkan, sebelum terjadi pembantaian itu, Husein merasa haus. Tiba-tiba datanglah seseorang dengan membawa sebotol air minuman. Ia lalu memberikannya pada Husein. Saat ia meminum air tersebut, Hasin bin Tamim dengan cermat mengincar Husein dengan anak panah. Husein akhirnya terkena anak panah yang diarahkan padanya. Ia lalu memegangi bagian tubuhnya yang mengalir darah akibat panah itu. Ia kemudian memuji Allah seraya memandangi bendungan dari Sungai Eufrat. Bendungan itu menghalangi pandangan antara beliau dan air laut. Sudah terluka seperti itu, ada seseorang lagi yang mengarahkan anak panah kepadanya dan mengenai rahang bawahnya. Setelah itu, ia terluka parah dan hanya mampu bertahan hidup satu hari.
Setelah insiden itu, tidak ada seorang pun yang menemui beliau selain orang yang dekat dengannya. Husein adalah seorang pahlawan Islam yang pemberani. Dalam situasi seperti ini, beliau tetap memberi semangat juang yang membara kepada kerabatnya. Seperti semangatnya singa dalam memburu mangsa saat kelaparan. Mendengar kabar itu, Umar al-Tamimi berteriak, “Wahai prajurit! Sungguh kalian telah memberati ibu kalian. Apa lagi yang kalian tunggu (untuk membunuh Husein)?”
Maka habislah kesabaran Umar al-Tamimi. Ia langsung mendatangi Husein dan memukul bahunya. Sebaliknya, Husein juga memukul bahu Umar al-Tamimi dan kemudian membantingnya. Perkelahian pun terjadi. Akan tetapi, Umar menemukan anak panah. Ia langsung menikamkannya ke selangkangan dan dada Husein. Terkena tusukan anak panah itu, Husein langsung jatuh pingsan. Umar dan Khuli al-Asbahi lalu mendekati tubuh Husein yang telah tergeletak tak berdaya. Umar lantas memenggal kepala Husein dengan bantuan Khuli. Abu Ubaidillah bin Ziyad yang ingin turut serta membantu perbuatan keji ini tidak mendapatkan jatahnya karena pembantaian terhadap Husein itu telah usai.
Ada yang mengatakan, “Dalam tubuh Husein ditemukan 33 luka. Namun beliau mampu membunuh prajurit Umar bin Sa’ad sebanyak 88 orang.”
Tidak ada satupun dari keluarga Husein yang terbebas dari pembantaian keji ini kecuali Ali kecil, salah satu keturunan Husein. Saat itu ia sedang sakit.
Para pengkhianat ini juga menjarah barang-barang Sayidina Husein. Ada salah seorang yang ingin mengambil perhiasan milik Fatimah binti Husein tapi tiba-tiba dia menangis. “Mengapa engkau menangis?” tanya Umar bin Sa’ad. Ia menjawab,  “Bukankah kalau kita mengambil barang-barang ini berarti kita telah merampas harta milik putri Rasulullah? Bagaimana aku tidak menangis bila aku melakukan hal itu?” Umar bin Sa’ad menjawab, “Tinggalkan saja kalau begitu.” Ia menjawab,  “Tapi aku takut ada orang yang akan mengambilnya selain aku.” Umar kemudian mengambil barang itu dan berkata, “Tidak akan ada seorang pun yang akan kembali ke keluarganya. Aku telah mentaati apa kata Ibn Ziyad. Dan aku telah berbuat maksiat kepada Allah serta memutus tali silaturrahim.”[2]
Mereka yang terbunuh bersama Sayidina Husein adalah Ja’far, Atiq, Muhamad, Abbas al-Akbar, Ali (anak sulung Husein) dan putra Ali yang bernama Abdullah. Sedangkan anaknya yang bernama Ali Zainal Abidin selamat karena saat itu sedang sakit.
Selain itu, mereka yang ikut terbunuh bersama beliau dari pihak keluarganya adalah Qasim (putra Hasan), Abdullah dan Abdurrahman yang merupakan putra Muslim bin Aqil bin Abi Thalib, serta Muhamad dan Aoun yang merupakan putra dari Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib.

Seuntai Kata Mutiara Terakhir Husein
Saat musuh-musuh Husein menghadangnya, ia yakin bahwa mereka akan membunuhnya. Beliau kemudian berdiri di tengah keluarganya dengan bersiap menyampaikan pidato pada mereka. Ia mengawali pidatonya dengan memuji Allah lalu berkata, “Benar-benar akan terjadi peristiwa seperti yang kalian lihat saat ini. Dunia saat ini telah berubah dan terlihat samar. Ia telah membelakangi hal yang lumrah. Ia juga berjalan terlalu cepat sampai tidak tersisa sedikit pun kecuali hanya kehinaan hidup seperti tempat gembala yang tidak ditumbuhi rumput.”
Ia melanjutkan, “Bukankah kalian telah menyaksikan bahwa kebenaran tidak lagi ditegakkan? Kebatilan tidak lagi dilarang? Sampaikanlah kepada orang-orang yang beriman supaya mereka bersuka-ceria jika berjumpa dengan Allah. Dan sungguh aku tidak melihat kematian melainkan di dalamnya hanya terdapat kebahagiaan. Karena hidup bersama orang-orang dhalim hanya akan menambah dosa.”[3]


[1]HR Imam Thabari dalam ‘Târîkh al-Thabari’, Juz V, hlm. 384, Ibn al-Atsir dalam ‘Asad al-Ghâbah’, Juz IV, hlm. 39, Imam Imam al-Dzahabi dalam ‘Siyaru A’lâmi al-Nubalâ’, Juz III, hlm. 297.  Disebutkan juga oleh Ibn Katsir dalam ‘al-Bidâyah wa al-Nihâyah’, Juz VIII, hlm. 160,  dan Ibn Badran dalam ‘Tahdzîb Târikh Ibn Asâkir’, Juz IV, hlm. 334.
[2]HR Imam al-Dzahabi dalam ‘Siyaru A’lâmi al-Nubalâ’, Juz III, hlm. 303 yang dinukil dari Ibn Sa’ad.
[3]HR Abu Na’im dalam ‘Hilyat al-Auliyâ’, Juz II, hlm. 39 dengan sanad yang terputus.

No comments:

Post a Comment