Mengawali 2014, Pemerintah meluncurkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Apabila ditarik ke aras perundangundangan yang lebih tinggi, pemberlakukan SJSN merupakan implementasi tugas negara yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea IV –terutama pada bagian perlunya “suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia” dan dalam rangka “mewujudkan kesejahteraan umum”.
Dengan
adanya program ini maka semua rakyat nantinya akan “terlindungi” dari beban
biaya yang musti mereka keluarkan untuk pengobatan, terutama bagi kelompok
masyarakat miskin yang sangat berat untuk menanggung biaya pengobatan. Dengan
demikian, diharapkan masyarakat akan
fokus untuk bekerja dalam menciptakan nilai tambah (value added) sehingga akan
terwujud “kesejahteraan umum” yang berarti terkikisnya kesenjangan di
masyarakat.
Pelayanan Asuransi Terbesar di Dunia
Pemberlakukan
SJSN –yang terdiri dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan pendirian
Badan Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan (BPJS) bidang Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan- merupakan terobosan sejarah yang dapat disebut fenomenal.
Presiden SBY sendiri menyebut bahwa upaya ini merupakan lompatan besar yang
dilakukan oleh negara semenjak kemerdekaan tahun 1945.
Melihat
dari sisi kuantitas, maka tidak ayal lagi ini adalah program yang bisa menjadi
contoh pelayanan asuransi terbesar oleh negara di dunia dewasa ini. Hal
tersebut dikarenakan mencakup (tahap awal) sekitar 120 juta atau 48 persen
rakyat yang akan dijamin oleh BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjan. Para peserta
itu terdiri atas 86,4 juta peserta Jamkesmas rakyat, 16 juta peserta Askes, dan
7 juta peserta Jamsostek.
Dari sisi
kualitas maka sebuah terobosan yang luar biasa mengingat selama ini terdapat
adagium “orang miskin tidak boleh sakit”. Dengan program ini maka kita harapkan
tidak ada rakyat yang ditolak oleh rumah sakit karena alasan biaya, Artinya
semua masyarakat miskin kini dijamin seluruh kesehatannya oleh pemerintah.
Mengutip
pernyataan Presiden bahwa melalui BPJS, kini rakyat miskin di seluruh Indonesia
bisa berobat dan dirawat gratis di Puskesmas dan Rumah Sakit. Selain itu upaya
pengintegrasian sejumlah asuransi dan jaminan kesehatan yang semula terpisah
menjadi merger ke dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
juga merupakan aspek penekanan kualitas birokrasi pemerintahan.
Tonggak Sejarah
SJSN dapat
dikatakan merupakan tonggak sejarah dimulainya reformasi menyeluruh sistem
jaminan sosial di Indonesia. Reformasi program jaminan sosial menjadi penting
karena peraturan pelaksanaan yang berlaku masih bersifat parsial, kemudian
manfaat program belum optimal dan jangkauan program yang terbatas, serta hanya
menyentuh sebagian kecil masyarakat.
BPJS
Kesehatan dan Ketenagakerjaan serta Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan
bagian dari komitmen pemerintah untuk menjamin seluruh rakyat agar bisa
memenuhi kebutuhan dasar hidup secara layak. Pemerintah telah mendengar
keinginan dan harapan rakyat agar mereka mendapat perlindungan atas risiko
ekonomi, baik karena sakit, kecelakaan kerja, memasuki hari tua, maupun
pensiun.
Sejak
sembilan tahun lalu Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Namun implementasi beleid ini ternyata
tidak mudah. Banyak perangkat regulasi dan aspek teknis operasional yang harus
disiapkan dan dirumuskan secara jelas, terukur, dan terencana agar dapat
diterapkan dengan baik dan tepat sasaran. Juga diperlukan anggaran yang cukup
guna membantu dan menanggung iuran asuransi bagi golongan miskin, tidak mampu,
dan kaum rentan.
Mungkin
sama sekali tidak terbayangkan pada masa sebelumnya bahwa semua orang pa-pa di
republik ini akan ter-cover suatu jaminan kesehatan yang menyeluruh. Ini sebuah
iktikad atau niat yang luar biasa dari penyelenggara negara. Sampai sekarang
banyak pendapat pro dan kontra yang muncul, namun itu adalah problematika yang
harus dipecahkan bersama. Bila tidak dimulai dari sekarang, maka kapan lagi
upaya pro wong cilik ini akan diinisasi.
Implementasi Awal Pasti Ada
Kelemahan
Jangan
dicaci maki terlebih dahulu implementasi tahap awal ini, namun tetap perlu
dikawal menuju program yang lebih sempurna. Masalah pasti akan muncul, namun
kebersamaan akan menuntaskan tantangan yang ada di depan. Insyaallah kebijakan
yang luar biasa ini akan menjadi legacy atau warisan sangat berharga periode
Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) kedua ini.
Pemberlakukan
SJSN juga merupakan pembuktian dari tiga pilar pembangunan yang dicanangkan
Presiden pada 2005 yaitu pro-growth, pro-poor, dan pro-job (yang kemudian
ditambah dengan pro-environment sejak 2007). Karena SJSN ditujukan terutama
kepada masyarakat miskin (dalam hal ini relevan dengan pro poor), dan nantinya keseluruhan masyarakat Indonesia sehingga
menunjang pertumbuhan (pro growth),
dan menciptakan manusia yang cerdas dan terlindungi sehingga lapangan kerja
juga akan tercipta (pro job).
SJSN
merupakan bagian dari pembangunan sosial (social development) tetapi akan
berdampak sistemik kepada pembangunan ekonomi (economic development). Mengutip
buku Prof Mubyarto (Alm.) tentang ’Membangun Sistem Ekonomi” tercantum
pernyataan ekonom Bank Dunia (Nancy Birdsall) yang pada 1993 yang menyatakan ”...investment in people, in human and social
development, have among the highest economic returns of all possible spending
directed to long term economic development”.
Sehingga,
dapat diartikan bahwa: pembangunan sosial adalah pembangunan ekonomi. Ternyata
investasi dalam bidang kesehatan (dan juga pendidikan) yang biasanya masuk
katagori pembangunan sosial, dalam waktu relatif singkat mempunyai dampak
positif pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Perspektif
integral tersebut apabila dirunut dimulai dari Rancangan Pembangunan Jangka
Menengah (RPJMN) 2004-2009 yang mendekati kemiskinan dengan memakai perspektif
hak dasar (right based approach). Sehingga kemiskinan tidak lagi dipahami hanya
sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar
dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekolompok orang dalam menjalani
kehidupan secara martabat. Hak-hak dasar yang diakui secara umum meliputi
terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air
bersih, pertanahan, sumber daya alam, dan lingkungan hidup, rasa aman dari
perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam
kehidupan sosial-politik baik bagi perempuan maupun laki-laki.
HAM Atas Ekonomi dan Sosial
Setelah 15
tahun reformasi bergulir, kita menyaksikan pemerintah telah berhasil memenuhi
HAM di bidang politik bagi rakyat Indonesia. Kini masyarakat bebas menyuarakan
pendapatnya bahkan mencaci maki pemimpinnya tanpa perlu takut ditangkap.
Demokrasi telah tumbuh dam berkembang, bahkan cenderung euforia erhingga sering
diplesetkan sebagai democrazy. Dalam pemenuhan HAM di bidang politik, campur
tangan pemerintah harus dikurangi bahkan zero. Berbeda dengan pemenuhan HAM
dibidang ekonom dan sosial, apalagi bagi negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia, maka pemerintah harus campur tangan terutama dalam penyediaan
infrastruktur dan dana. Penerapan SJSN tahap awal di bidang kesehatan merupakan
salah satu bentuk pemenuhan HAM di bidang kesehatan yang melibatkan campur
tangan pemerintah, misalnya menanggung iuran bagi rakyat miskin.
Iklim
demokrasi telah membuat rakyat semakin terbuka dalam menyampaikan aspirasinya
–bahkan dengan kebebasan itu rakyat makin cerdas dan kreatif karena ide bagus
mereka tidak dikekang. Pemerintah telah menjawab hal tersebut dengan pelayanan
yang lebih baik. Banyak media massa asing yang memberi penilaian yang bagus
akan hal ini, bahwa Indonesia merupakan salah satu bukti negara yang relatif
berhasil dalam transisi demokrasi –dari semula otoritarianisme.
Negara Kesejahteraan
Implementasi
SJSN semakin mendekatkan prinsip pemerintahan Indonesia untuk menjadi
"welfare state model" dengan mengakomodir prinsip-prinsip
"social state model". SJSN menetapkan sumber pembiayaan jaminan
sosial melalui mekanisme asuransi sosial. Masyarakat, pekerja dan pemberi
kerja, dalam hal ini termasuk pemerintah sebagai pemberi kerja bagi PNS,
TNI/Polri, ikut membayarkan iuran dan pajak negara bagi kelompok masyarakat
yang tidak mampu. Negara membayar iuran jaminan sosial bagi masyarakat tidak
mampu merupakan wujud amanat UUD 1945, Pasal 34 ayat 1.
Selain itu,
SJSN mengintegrasikan seluruh penyelenggaran program jaminan sosial bagi
seluruh rakyat, baik yang mampu maupun tidak mampu. Pendekatannya menyeluruh,
tidak parsial, baik dari aspek pendekatan kelompok masyarakat maupun jenis
manfaat program jaminan sosial. Sehingga semakin terbukanya peluang mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Barangkali inilah ciri penyelenggaraan
program jaminan sosial di Indonesia yang membedakan dengan negara lain. SJSN
merupakan implementasi falsafah dan tujuan menjawab “apa, mengapa, bagaimana”
negara ini dicitacitakan oleh para founding fathers, sebagaimana tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945. Sehingga SJSN adalah upaya menuju perwujudan negara
kesejahteraan model atau “ala” Indonesia.
www.economy.okezone.com --sebagaimana
dilansir dari situs Setkab.
No comments:
Post a Comment