Oleh Murtiyarini
Terdapat 4 macam jaminan yang ditentukan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yaitu JAMSOSTEK (Jaminan Sosial Tenaga
Kerja), TASPEN (Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri), ASABRI (Asuransi
Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), dan ASKES (Asuransi Kesehatan
Indonesia).
Berbeda dengan TASPEN, ASABRI dan ASKES yang diperuntukkan
kepada Pegawai Negeri Sipil, JAMSOSTEK adalah program jaminan sosial
berdasarkan funded social security, didanai oleh peserta dan terbatas pada para
masyarakat pekerja di sektor formal yaitu karyawan-karyawan perusahaan swasta,
namun tidak termasuk di dalamnya pekerja-pekerja sektor informal seperti
wiraswasta dan industri rumah tangga. Dalam meningkatkan jumlah kepesertaannya,
PT. JAMSOSTEK terus melakukan sosialisasi kepada perusahaan-perusahaan tentang
beberapa undang-undang terkait tenaga kerja, misalnya UU jaminan sosial dan
tenaga kerja, UU kesehatan, dan UU ketenagakerjaan serta mempromosikan
program-programnya yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK),
Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), Pinjaman Uang
Muka Perumahan (PUMP) dan program renovasi rumah. Sosialisasi ini penting
mengingat masih rendahnya kesadaran masyarakat pekerja atas haknya sebagai
peserta JAMSOSTEK.
Sebagai wujud peran serta dalam upaya pencerdasan bangsa, PT
JAMSOSTEK (Persero) menyelenggarakan program Dana Peningkatan Kesejahteraan
Peserta (DPKP) dalam bidang pendidikan. Konkretnya, DPKP ini berupa pemberian
beasiswa prestasi bagi anak tenaga kerja peserta Jamsostek dalam jangka waktu
12 bulan, dengan rincian Tingkat SD -SLTP Rp 150.000,-/ bulan dan Tingkat SLTA
– Perguruan tinggi sebesar Rp 200.000,-/ bulan. Akumulasi penyaluran dana
beasiswa anak pekerja JAMSOSTEK dari tahun 2006 – 2010 telah mencapai Rp.
96,505 miliar kepada 132,825 anak di 121 Kantor Cabang JAMSOSTEK. Tahun 2011
ini PT JAMSOSTEK memecahkan rekor dunia dari Museum Rekor Indonesia dalam
penyerahan beasiswa senilai Rp29,4 miliar bagi 12.250 pelajar dan mahasiswa
anak dari peserta JAMSOSTEK.
Namun perlu diingat, masih ada pilar pendidikan yang belum
menikmati jaminan sosial baik dari JAMSOSTEK maupun dari ketiga jaminan sosial
lainnya, yaitu tenaga pendidik honorer dan tenaga pendidik swasta. Mereka tidak
mendapatkan jaminan sosial karena tidak berstatus PNS dan tidak memiliki payung
hukum yang jelas. Dalam Undang Undang (UU) nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen disebutkan tunjangan kemaslahatan pemerintah baru disediakan untuk
guru-guru PNS.
Saat ini pemerintah mengeluarkan tunjangan fungsional untuk guru
swasta Rp.250.000/bulan, namun jumlah tersebut dirasa masih terlalu kecil.
Menurut data yang ada di Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) saat ini
jumlah tenaga pendidik swasta di Indonesia mencapai 700 ribu orang. Terjadinya
penambahan guru ini cukup menggembirakan karena memperlancar proses belajar
mengajar. Namun dikuatirkan jumlah yang besar ini ini akan berpengaruh pada
program tunjangan guru swasta yang biasanya diberi pemerintah, dengan kata lain
nilai tunjangan yang diterima guru berkurang dari biasanya karena jumlah
pembaginya lebih besar. Oleh karena itu, apabila pemerintah belum menaikkan
status mereka menjadi tenaga pendidik negara, selayaknya ada jaminan sosial
bagi tenaga pendidik meliputi jaminan layanan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja,
jaminan kematian, dan jaminan hari tua.
Kondisi lebih parah dialami oleh guru di perbatasan dan daerah
karena sulitnya mendapat tunjangan. Ada 400 guru Kabupaten Nunukan (Kalimantan)
yang bertugas di perbatasan RI-Malaysia dan hanya 8 orang di antaranya yang
mendapatkan tunjangan. Di Pulau Marore, perbatasan RI-Filipina para guru perlu
lebih dari 2 tahun menunggu tunjangan seperti yang dijanjikan pemerintah pada
tahun 2009 lalu. Sementara sejumlah guru yang mengajar di Senaning, perbatasan
Indonesia – Malaysia di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, sempat melakukan
aksi mogok mengajar karena tertundanya pembayaran tunjangan guru perbatasan
tahun 2011. Kasus-kasus tersebut di atas menjadi ironis dengan niat pemerintah
untuk memperkuat pendidikan di daerah perbatasan.
Tak jauh beda nasibnya, guru honorer di Indonesia belum
berkesempatan mendapatkan tunjangan ataupun jaminan sosial. Bahkan besaran
gajinya sangat variatif di tiap daerah, bahkan antara yayasan berbeda di daerah
yang sama. Tidak semua guru honorer beruntung mendapatkan gaji sama atau diatas
standar upah minimum. Meskipun pada tahun 2010 telah dilakukan pengangkatan
tenaga honorer menjadi CPNS dan penghentian rekruitmen tenaga honorer, namun
kenyataannya masih banyak tenaga honorer yang tersisa. Tahun 2011 jumlah tenaga
honorer di Indonesia adalah 67ribu, diantara adalah guru. Menurut data
Persatuan Guru Republik Indonesia pada 2011 jumlah guru honorer yang akan
dinaikkan statusnya menjadi PNS mencapai 160.000 orang. Kemudian, pada 2012
jumlah guru honorer yang akan mengikuti seleksi CPNS mencapai 720.000 orang.
Tampaknya gelar pahlawan tanpa tanda jasa semakin lekat pada guru-guru honorer.
Di mana posisi JAMSOSTEK dalam hal ini? Sebagai upaya mendukung
kemajuan pendidikan nasional dan meningkatkan kecerdasan bangsa dengan
memberikan dukungan langsung pada upaya peningkatan produktivitas dan
peningkatan kesejahteraan bagi tenaga pendidik dan keluarganya diharapkan
langkah ke depan PT JAMSOSTEK dapat meningkatkan kepesertaan dari tenaga-tenaga
pendidik non PNS. Untuk itu PT JAMSOSTEK akan banyak memerlukan penyesuaian
terkait status guru swasta dan honorer yang masih abu-abu dan terkait besaran
gaji dan honor yang sangat variatif. PT. JAMSOSTEK harus gencar melakukan
sosialisasi program-program jaminan ke yayasan-yayasan pendidikan swasta maupun
sekolah negeri yang masih mempekerjakan guru honorer serta melakukan
“negosiasi” dengan menggandeng Pemerintah maupun Yayasan untuk menentukan
bentuk program yang sesuai untuk tenaga pendidik swasta dan honorer, khususnya
guru.
No comments:
Post a Comment