Saturday, April 5, 2014

Proses Pendaftaran Peserta JKN Masih Rumit


Ilustrasi JKN [antara] Ilustrasi JKN [antara]

Sejak tiga bulan berjalan, pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di lapangan masih menemui banyak hambatan.

Dari pantauan BPJS Watch di sejumlah daerah ditemukan calon peserta JKN masih menemui kesulitan saat mendaftar.  

Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan pantauan relawan BPJS Watch di Jakarta, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Jawa Tengah, menemukan keluhan masyarakat terhadap BPJS Kesehatan sudah dimulai pada saat proses pendaftaran.

Antara lain kesulitan dalam proses pendaftaran peserta BPJS yang lama dan bertele-tele.  

Terbatasnya kantor BPJS Kesehatan mengakibatkan proses antrian pendaftaran menjadi menumpuk, melelahkan, dan memakan waktu cukup lama.

Seharusnya BPJS Kesehatan mempersiapkan sistem pendaftaran yang lebih sederhana,  misalnya dengan memungkinkan pendaftaran di setiap puskesmas.  

“Masih banyak masalah terjadi di lapangan yang mengakibatkan hak peserta untuk mendapatkan pelayanan maksimal masih belum bisa terwujud,” kata Timboel dalam konferensi pers terkait laporan evaluasi pelaksanaan JKN dan pembentukan BPJS Watch Daerah, di Jakarta. Jumat (4/4).  

Timboel menambahkan,  sulitnya mendapatkan pelayanan yang memadai di Rumah Sakit (RS) juga menjadi salah satu isu yang menjadi perhatian masyarakat.

Misalnya, seringkali RS mengaku ruang perawatan penuh, akibatnya mereka harus mencari ke berbagai RS lain yang mengakibatkan kondisi pasien semakin drop.

Bahkan, kata Timboel, ada kasus yang sampai meninggal akibat tidak mendapatkan pelayanan.  

Mekanisme pendaftaran dan syarat menjadi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) juga menjadi persoalan.

Masyarakat yang merasa dirinya fakir miskin dan tidak mampu, kesulitan untuk mendaftarkan dirinya menjadi peserta PBI.  

“Ini akibat dari tidak jelas pengaturan yang mengatur tentang hal tersebut, misalnya untuk menjadi peserta PBI, apakah harus mendaftarkan diri terlebih dahulu ke dinas sosial atau ke dinas kesehatan, dan bagaimana dengan masyarakat yang merantau,” katanya.  

Menurut Timboel, masalah internal BPJS Kesehatan juga cukup terasa. Misalnya, belum adanya keseragaman pemahaman dan kebijakan antara kantor BPJS Kesehatan Pusat dengan kantor cabang BPJS Kesehatan di daerah ataupun antar kantor cabang dalam melayani peserta.

Hal ini menyebabkan ketidakpastian hukum bagi peserta.   Tarif pembiayaan juga perlu menjadi perhatian serius dan harus segera direvisi oleh pemerintah maupun BPJS Kesehatan. 

Sebab mulai banyak RS mengeluhkan paket pembayaran Indonesia Case Based Groups (Ina CBGs) yang diatur dalam Permenkes 69/2013.

Tarif ini masih dianggap teralu kecil dan tidak sesuai dengan harga obat kekinian, khususnya bagi RS Swasta.  

“Akibatnya pihak RS memberikan perlakuan kepada peserta seadanya dan tidak ramah. Akibatnya lagi-lagi peserta yang dirugikan,” kata Timboel.  

Sementara itu, Indra Munaswar,  juga dari BPJS Watch, mengungkapkan dari beberapa catatan evaluasi diatas, BPJS Watch menilai sumber permasalahannya adalah ketidakseriusan pemerintah pusat untuk mendukung kinerja BPJS Kesehatan guna memberikan perlindungan kesehatan yang paripurna kepada seluruh rakyat.   

Guna memastikan seluruh peserta JKN mendapatkan haknya, BPJS Watch secara resmi membangun jaringan relawan BPJS Watch di tingkat daerah bersama organisasi serikat pekerja, organisasi petani, organisasi pekerja rumah tangga, dan organisasi jaringan miskin kota.  

Relawan BPJS Watch bertugas melakukan advokasi terhadap pasien yang tidak mendapatkan pelayanan memadai.

Ini merupakan bagian dari kontrol sosial masyarakat terhadap BPJS Kesehatan yang merupakan badan hukum publik.  

Dalam kesempatan itu, BPJS Watch juga menyatakan sikap. Di antaranya mendesak pemerintah untuk segera melakukan revisi terhadap Permenkes 69/ 2013 tentang Tarif Pembiayaan.  

Mendesak BPJS Kesehatan untuk berani mengawasi dan memberikan sanksi kepada setiap RS yang telah bekerja sama, namun seringkali memberikan pelayanan yang buruk. 

Mendesak pemerintah untuk segera membentuk Badan Pengawas RS sesuai perintah Peraturan Pemerintah guna mengawasi kinerja provider kesehatan. (www.suarapembaruan.com)
 

No comments:

Post a Comment