Dari Zainab, istri Abdullah bin Mas'ud r.a., dia berkisah bahwa suatu ketika Rasulullah Saw berkhutbah di depan mereka. "Wahai para wanita, bersedekahlah walau dengan perhiasan kalian yang paling murah, karena kelak kalian adalah yang paling banyak menghuni Jahanam," tandas Rasulullah dalam khutbahnya.
Zainab berkata, "Aku minta suamiku Abdullah bin Mas'ud yang miskin
untuk bertanya kepada Rasulullah, apakah aku akan mendapat pahala dengan
menafkahi suamiku dan anak-anak yatim yang menjadi tanggunganku? Namun suamiku meminta
aku sendiri yang bertanya pada Rasulullah Saw."
Zainab lalu pergi ke rumah Rasulullah Saw. Sesampainya di depan pintu rumah
beliau, ada seorang wanita Anshar yang memiliki keperluan yang sama dengan
Zainab, kebetulan namanya juga Zainab. Kemudian Bilal menemui mereka berdua. Lalu
mereka minta ke Bilal, "Tolong tanyakan pada Rasulullah, apakah aku akan
mendapat pahala dengan menafkahi suamiku dan anak-anak yatim yang menjadi
tanggunganku?"
Lalu Bilal masuk menemui Rasulullah Saw, "Wahai Rasulullah, di depan
ada Zainab."
Rasulullah
Saw bertanya balik, "Zainab yang mana?"
Bilal
menjawab, "Zainab, istri Abdullah dan Zainab, wanita Anshar. Mereka
bertanya, ‘Apakah menafkahi suami dan anak-anak yatim yang menjadi
tanggungannya akan mendapatkan pahala?’”
Kemudian Bilal keluar menemui mereka berdua dan berkata,
"Rasulullah Saw bersabda, ‘Ya. Kalian mendapat dua pahala,
pahala kerabat dan pahala sedekah’."[1]
Hak Allah …
Lalu Hak Suami
Abu
Said al-Khudri r.a. meriwayatkan, dia berkisah, "Seorang wanita datang
menemui Rasulullah Saw, dan kami sedang bersama beliau. Wanita itu berkata, ‘Suamiku, Shafwan bin al-Mu'thal memukulku ketika aku shalat,
menyuruhku berbuka ketika aku berpuasa dan dia tidak melaksanakan shalat fajar
kecuali setelah matahari terbit’."
Abu Said
menjelaskan bahwa saat itu Shafwan
ada di tempat itu. Kemudian Rasulullah Saw bertanya tentang semua yang
dikatakan istrinya. Lalu Shafwan menjawab, “Wahai Rasulullah, tentang ucapannya ‘Dia
memukulku ketika aku shalat,’ karena dia membaca dua surat dalam
shalatnya dan aku menghentikannya."
Rasulullah
Saw berkata kepada istri Shafwan, "Satu
surat saja sudah cukup."
Shafwan
melanjutkan, “Tentang ucapannya, ‘Dia menyuruhku berbuka ketika aku berpuasa,’ itu karena dia selalu berpuasa sunah, sedangkan aku laki-laki yang
masih muda sehingga aku tidak bisa bersabar."
Lalu Rasulullah Saw menegaskan, "Seorang wanita tidak boleh berpuasa
sunah kecuali dengan izin suaminya."
Shafwan kembali melanjutkan, “Adapun ucapannya, ‘Aku tidak shalat fajar
sampai matahari terbit,’ lantaran keluarga kami terbiasa bangun tidur setelah
matahari terbit."
Rasulullah
Saw pun bersabda, "Jika kau bangun, maka shalatlah."[2]
Ini dan Ini
Zainab
binti Abu Salamah termasuk wanita yang paling faqih pada zamannya. Pada perang
al-Hurrah, penduduk Madinah banyak yang dibunuh. Di antaranya kedua anak Zainab, yang juga anak tiri Rasulullah Saw.
Keduanya dibawa dan diletakkan di depannya dalam keadaan terbunuh. Lalu dia mengucapkan:
"Sesungguhnya
kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali." (QS Al-Baqarah
[2]: 156).
Demi
Allah, musibah yang menimpa keduanya sangat berat bagiku. Yang ini lebih besar dari yang ini. Anak yang ini, dia duduk di rumahnya
dan tidak ikut berperang, lalu ada orang yang masuk dan membunuhnya dengan
kejam. Aku mengharapkan surga untuknya. Adapun anak yang ini, dia ikut
berperang sampai terbunuh, aku tidak tahu dia akan mendapat apa!" Musibah
padanya lebih besar bagi Zainab dalam masalah ini.[3]
Al-Syaima’
Al-Syaima'
binti al-Harits bin Abdul Uzza adalah saudara sesusuan Rasulullah Saw. Dia juga
yang mengasuh beliau bersama ibunya dan pernah memangkunya. Dari ayahnya, Wajzah al-Sa'di, Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa ketika al-Syaima' sampai di tempat Rasulullah Saw, dia berkata, "Wahai
Rasulullah, aku saudaramu sesusuan!"
Rasulullah
Saw bertanya, "Apa tandanya?"
Al-Syaima' berkata, "Bekas gigitanmu di punggungku saat aku
memangkumu."
Rasulullah Saw mengenali tanda itu, lalu beliau mengeluarkan selendangnya
dan berkata, "Ke mari lah." Lalu Nabi Saw menyuruhnya duduk di depannya
dan memberi pilihan, "Kalau kau mau, kau bisa tinggal bersamaku sebagai
wanita yang dicintai dan dihormati. Atau jika kau mau, aku akan memberi
perhiasan dan kembalilah kau ke kaummu."
Al-Syaima' memilih, "Berilah aku perhiasan dan kembalikan aku ke kaumku."
Maka Rasulullah Saw. memberinya perhiasan dan mengembalikannya ke kaumnya.
Dalam kitab "al-Isti'ab", Abu Umar bin Abdul Bar mengatakan
bahwa pasukan berkuda Rasulullah Saw berperang ke Hawazin dan mengambil al-Syaima'
bersama beberapa orang untuk dijadikan tawanan. Al-syaima' berkata kepada mereka, "Aku saudara perempuan sahabat
kalian."
Ketika mereka membawanya ke hadapan Nabi
Saw, al-Syaima' berkata, "Wahai Muhamad, aku ini saudarimu." Lalu dia
menunjukkan tanda yang dikenal oleh Rasulullah Saw. Maka Nabi Saw menyambutnya
dan mengulurkan selendangnya lantas menyuruhnya duduk di hadapan beliau. Rasulullah
Saw pun menangis dan mengucap, "Kalau kau mau, tinggallah bersamaku
sebagai wanita yang dihormati dan dicintai. Atau jika kau mau, kembalilah ke kaummu, aku akan mengirimmu ke sana."
Al-Syaima' lalu menyatakan, "Aku mau kembali ke kaumku." Lalu
dia masuk Islam dan Rasulullah Saw memberinya tiga
orang budak, unta dan
kambing.
Muhamad
bin al-Malik al-Azadi bercerita, "Al-Syaima’ menari ketika Rasulullah Saw masih kecil sambil berdendang:
Ya
Tuhan kami, biarkan Muhamad bersama kami
Sampai
aku melihatnya tumbuh remaja
Lalu
aku melihatnya menjadi pemimpin yang diikuti
Tahanlah musuh dan orang yang iri padanya
Berikanlah kepadanya kemuliaan untuk selamanya
Al-Azadi menuturkan bahwa Abu Urwah al-Azadi ketika bersenandung dengan syair ini, berkata, "Alangkah
bagusnya doa yang diijabahi oleh Allah!"
No comments:
Post a Comment