MI/Panca Syurkani/fz
Kementerian Sosial (Kemensos) mengaku kesulitan untuk mendata anak jalanan (anjal), gelandangan dan pengemis (gepeng) secara lengkap dan detil untuk kepentingan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Berkaca dari hal itu Kemensos mengusulkan dua buah opsi agar para warga yang tidak terdaftar secara administratif kependudukan negara tersebut juga terjamin kebutuhan layanan kesehatannya.
“Bagaimana akan terdata secara detil, mereka kan selalu hidup berpindah-pindah,” ujar Dirjen Rehabilitasi Sosial Kemensos Samsudi, Selasa (25/2) petang lalu, di Jakarta.
Lantaran pendataan secara detil secara sulit dilakukan, lanjut Samsudi, pilihan alternatif harus ditempuh.
Berdasarkan prediksi data Kemensos, jumlah anjal dan gepeng di seluruh Indonesia berjumlah sekitar 1.778.000. Daripada sistem layanan kesehatan sosial mereka ditanggung dengan sistem iur premi yang dibayari pemerintah ke Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan selaku program JKN, Samsudi mengusulkan, lebih baik menggunakan skema dana bantuan sosial (bansos) dari pemerintah pusat.
Artinya, sambung, Samsudi, diketok saja jumlah anjal dan gepeng sekitar 1,7 juta-2 juta orang. Dari jumlah tersebut pemerintah tinggal menyediakan dananya dan ditaruh di Kemenkes.
“Jadi rumah sakit (RS) yang melayani pasien tanpa identitas tidak perlu ragu. Pasalnya setiap layanan bisa direimbus ke Kemenkes atau Dinas Kesehatan setempat,” ujar dia.
Alternatif kedua, RS tetap wajib melayani pasien miskin tanpa identitas administratif kependudukan yang jelas, seperti tidak memiliki KTP. Namun, pasien tersebut mendapat surat rekomendasi dari Kemensos/Dinas Sosial. Pada rentang waktu 6 bulan ke depan, Kemensos/Dinsos melakukan verifikasi data pada pasien bersangkutan dan memasukannya dalam kelompok Penerima Bantuan Iuran (PBI).
“Beberapa RS, seperti RSUD Semarang tidak keberatan dengan skema ini. Asal pasiennya tidak terlalu banyak,” kata dia. (www.metrotvnews.com)
No comments:
Post a Comment