Saturday, August 9, 2014

Memahami Manfaat JKN dan Prosedur Pelayanan


“Layanan tertanggung bagi peserta terlalu kecil.  Ex-peserta Jamsostek mengeluh karena BPJS hanya menanggung biaya Rp 250.000.  Padahal tagihan berobat di RS mencapai Rp 1,6 juta”.  Sebuah koran nasional memberitakan minimnya manfaat JKN (16/1), benarkah demikian?
Telah tiga minggu JKN diselenggarakan dan BPJS beroperasi, namun manfaat JKN dan prosedur pelayanan kesehatan masih simpang siur.  Sosialisasi dan edukasi publik minim.
Situasi ini diperparah lagi oleh Peraturan Presiden tentang JKN tidak rinci mengatur manfaat dan tata laksana pelayanan kesehatan. Banyak informasi detil harus diatur lebih lanjut dalam berbagai Peraturan Menteri, serta Peraturan BPJS Kesehatan dan Peraturan Direksi BPJS Kesehatan.
Tidaklah mengherankan bila peserta JKN dan Fasilitas kesehatan masih bingung.  Mempelajari sendiri ketentuan-ketentuan JKN dalam waktu singkat tidaklah mudah.  Selain hambatan akses pada peraturan, masih banyak peraturan pelaksanaan JKN yang belum diterbitkan.

Kenali Manfaat JKN

JKN menjamin pelayanan kesehatan secara menyeluruh, mulai dari peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan sakit (preventif), pengobatan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), termasuk obat-obatan dan bahan medis habis pakai.  Prosedur pelayanan diberlakukan dan peserta wajib mematuhinya.  Jaminan pelayanan kesehatan berlaku di seluruh wilayah Indonesia dan pelayanan medis berlaku sama untuk seluruh penduduk Indonesia.
Khusus untuk pelayanan rawat inap, terdapat perbedaan manfaat akomodasi.  Akomodasi dibedakan atas tiga kelas perawatan (kelas 1, kelas 2, kelas 3) sesuai dengan besar iuran JKN yang dibayarkan.
Di samping mengenali hak, peserta perlu mengenali dan memahami kondisi dan kasus-kasus yang tidak dijamin oleh JKN.  JKN tidak menanggung pelayanan di fasilitas kesehatan yang tidak berkontrak dengan BPJS atau pelayanan tidak sesuai dengan prosedur.  Berbagai pelayanan lainnya tidak dijamin oleh JKN, antara lain penyakit yang timbul akibat kelalaian seperti ketergantungan obat/alkohol, sengaja menyakiti diri sendiri, atau melakukan hobi berbahaya.  Penyakit-penyakit yang timbul akibat bencana atau kejadian luar biasa tidak dijamin oleh JKN, melainkan menjadi tanggung jawab pemerintah.  JKN tidak menanggung biaya pelayanan-pelayanan yang tidak tergolong kebutuhan dasar kesehatan, seperti pelayanan kosmetik dan estetik, pelayanan ortodonsi, dan pelayanan infertilitas.  Pelayanan yang belum terbukti khasiatnya dan belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian tekonologi kesehatan juga dikecualikan dari manfaat JKN, antara lain pengobatan komplementer, alternatif, tradisional dan pelayanan medis yang masih dalam percobaan.  Pelayanan keluarga berencana ditanggung oleh JKN, namun alat kontrasepsi tidak ditanggung. Penyediaan alat kontrasepsi menjadi tanggung jawab BKKBN.
Kecelakaan kerja dan penyakit yang timbul akibat pekerjaan tidak ditanggung oleh JKN, melainkan ditanggung oleh Program Jaminan Kecelakaan Kerja Nasional.  Sedangkan penyakit yang timbul akibat kecelakaan lalu lintas ditanggung terlebih dahulu oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas wajib hingga nilai pertanggungannya, selanjutnya JKN menanggung sisa biayanya.

Urun Biaya Bersyarat

UU SJSN mengatur bahwa urun biaya hanya diberlakukan bagi pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan.  Hingga tulisan ini dibuat, Peraturan Presiden belum mengatur tentang daftar pelayanan yang dikenakan urun biaya. Pembebanan urun biaya kepada peserta masih mungkin dilakukan bila Peserta menggunakan akomodasi rawat inap di atas haknya.
Sepanjang peserta mengikuti prosedur pelayanan, fasilitas kesehatan tidak boleh menarik bayaran dari Peserta JKN.  Fasilitas kesehatan menagihkan seluruh biaya-biaya kepada BPJS Kesehatan.  Bahkan, pelayanan gawat darurat yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan dibayar dengan penggantian biaya.  Rumah sakit menagihkan langsung kepada BPJS Kesehatan.  Peserta dijamin tidak perlu mengeluarkan biaya sepeserpun.

Prosedur Pelayanan JKN

JKN mengubah total pola pelayanan kesehatan.  Banyak kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarakat diubah secara mendasar.  Perubahan yang paling mendasar adalah pelayanan kesehatan diselenggarakan berjenjang.
Kebiasaan berobat secara potong kompas, langsung ke dokter spesialis atau langsung berobat ke rumah sakit, tidak lagi diperkenankan. Peserta harus berobat terlebih dahulu ke fasilitas kesehatan primer, yaitu klinik dokter keluarga atau Puskesmas.  Jika tidak dapat ditanggulangi di fasilitas ini, barulah Peserta berhak mendapatkan rujukan ke klinik spesialis atau rumah sakit.
Pengecualian diberikan pada keadaan gawat darurat. Peserta diperkenankan untuk mendatangi Rumah Sakit secara langsung.  Konflik antara Peserta dan Rumah Sakit mungkin timbul karena pemahaman kriteria kegawatdaruratan medis antara Peserta dan rumah sakit tidak sama.  Kriteria kasus-kasus gawat darurat dalam Program JKN belum dipahami bahkan belum dikenal oleh publik.
Sebagai ilustrasi, kasus demam tinggi pada malam hari, selama ini dipahami publik sebagai kasus emergensi dan harus mendapatkan pertolongan segera. Seringkali keluarga pasen melarikannya ke rumah sakit.  Di kota-kota besar terutama, jarang sekali keluarga mendatangi Klinik atau Puskesmas  untuk kasus ini.  Bagaimana standar pelayanan di era JKN untuk kasus ini? Apakah demam tinggi yang terjadi di tengah malam tidak termasuk dalam kriteria emergensi sehingga pasen hanya ditanggung di Klinik atau Puskesmas?  Bagaimana jika Klinik atau Puskesmas tutup, haruskah pasen menunggu keesokan harinya atau kriteria emergensi dapat diberlakukan sehingga pasen dapat berobat di rumah sakit dan biayanya dapat dibayar oleh JKN?  Hingga saat ini belum ada informasi rinci yang menjelaskan kriteria dan prosedur pelayanan kegawatdaruratan.
JKN menanggung biaya pelayanan kesehatan sepanjang pelayanan diberikan di jaringan fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.  Ketentuan ini mengubah pola pencarian pelayanan kesehatan yang berlaku puluhan tahun di masyarakat.  Peserta tidak sepenuhnya bebas menentukan sendiri pilihan klinik atau rumah sakit yang dikehendakinya.
Untuk tiga bulan pertama, para Peserta JKN yang berasal dari peralihan Program JPK-Jamsostek, Program Askes Sosial, Program Jamkesmas dan Pelayanan Kesehatan TNI dan POLRI tetap terdaftar pada fasilitas kesehatan primer yang lama.  Peserta baru JKN diperkenankan untuk memilih sendiri fasilitas kesehatan primer yang diinginkannya.  Peserta diwajibkan memilih fasilitas kesehatan primer yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan terletak dekat dengan tempat tinggalnya.  Bila tidak berkenan dengan pelayanannya, peserta diperbolehkan mengganti pilihan fasilitas kesehatan primer setelah tiga bulan.

Segera Perluas Diseminasi JKN dan Edukasi

Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan (PerPres JK) lahir tiga hari menjelang penyelenggaraan JKN dan pengoperasian BPJS Kesehatan.  Terlambat satu tahun dari jadwal yang ditetapkan oleh UU BPJS atau terlambat lima tahun dari jadwal yang ditetapkan oleh UU SJSN.  Oleh karenanya berbagai keriuhan di lapangan dapat dimaklumi.
Pengalaman mantan peserta Jamsostek di awal artikel ini menggambarkan dengan jelas ketidak pahaman publik dan fasilitas kesehatan atas penyelenggaraan JKN.  Lebih lanjut, pengalaman urun biaya sebesar lebih dari 80% tagihan mengindikasikan adanya penyimpangan dalam pelayanan JKN.
Diseminasi informasi secara masif dengan diiringi edukasi publik dan fasilitas kesehatan tak dapat ditunda lagi.  Informasi akan semakin jelas dan mudah dipahami bila seluruh Peraturan teknis JKN telah tersedia lengkap.
- See more at: http://www.jamsosindonesia.com/identitas/memahami_manfaat_jkn_dan_prosedur_pelayanan#sthash.2L3BRDbF.dpuf

No comments:

Post a Comment