oleh Prof Dr Komaruddin Hidayat
Sebuah penelitian kesehatan di Inggris melaporkan, serangan
jantung yang berakibat kematian meningkat pada hari Senin pagi. Apakah hubungan
antara serangan jantung dan hari Senin?
Diduga kuat karena orang merasa kaget setelah menikmati
libur akhir pekan, lalu dihadapkan pada beban dan tantangan kerja yang telah
menghadang di hari Senin sehingga emosi dan kondisi jantungnya tidak tahan dan
membuatnya stres. Sesungguhnya seseorang bekerja tidak semata mengandalkan
skill dan mengharapkan imbalan gaji. Manusia bukanlah sebuah mesin industri dan
produksi. Di dalam bekerja terdapat motivasi yang sangat menentukan proses,
hasil, dan implikasi lain di luar masalah uang dan jabatan.
Di sana tersimpan pertanyaan, untuk apa dan siapa aku
bekerja? Mungkin ada orang bekerja sekadar untuk bertahan hidup.Yang demikian
ini pun sebuah tindakan yang mulia, minimal orang mampu menghidupi dirinya
sendiri untuk mempertahankan kehidupannya secara jasadi.Tapi, apakah misi
kehidupan manusia tak ubahnya dunia hewani yang sekadar makan minum untuk
bertahan dan melanjutkan keturunannya? Saya terkesan oleh dua buah buku yang
ditulis teman dekat saya.
Memaknai Kerja oleh Yuslam Fauzi (2012) dan I Love Monday
oleh Arvan Pradiansyah (2012), keduanya menyajikan analisis, uraian, dan refleksi
filosofis bagaimana memaknai kerja. Menurut Arvan, setidaknya terdapat tiga
kategori atau jenjang motivasi mengapa seorang bekerja. Yang paling bawah
adalah work as a job, bekerja sesuai dengan skenario yang dibuat orang lain
semata untuk mendapatkan upah guna mempertahankan hidup (survival). Sekali
lagi, bekerja pada level ini bukannya jelek dan kita semua pernah mengalami.
Namun akan lebih merasa nyaman dan merdeka kalau orang
bekerja sesuai dengan skenario diri sendiri berdasarkan skill dan minat. Pada
tataran ini: work as a career .Hasil dan prestasi yang diraih disebut sukses.
Jika diamati dan direnungkan, orang yang asyik dan gigih mengejar karier di
dalam dirinya masih terdapat motivasi untuk meraih self-glory. Orang yang
sukses mengejar karier tentu saja dapat membuat banyak pihak lain ikut
diuntungkan, misalnya pihak keluarga, perusahaan, juga lingkungan staf atau
karyawannya.
Di situ juga berlangsung aktualisasi diri yang didukung
skill dan cita-cita yang diimpikan. Hanya saja, jika orang bekerja sekadar
untuk bertahan hidup, lalu naik lagi mengejar karier yang bermuara pada
kesuksesan materi, jabatan, dan popularitas, sesungguhnya masih ada peluang
untuk naik tangga lagi pada tataran yang lebih mulia dan menjanjikan
kebahagiaan dan kepuasan hidup tanpa mengorbankan dua jenjang dan capaian di
bawahnya.
Jenjang ketiga itu, tulis Arvan, adalah jika seseorang
bekerja berdasarkan panggilan hati nurani. Work as a calling. Orang bekerja
untuk melaksanakan skenario Tuhan, bekerja sebagai ibadah, bekerja untuk
melayani dan membahagiakan sesama hamba Tuhan. Seseorang akan merasa bahagia
ketika berhasil membahagiakan orang lain. Jadi di sini yang berubah adalah
mindset, niat, dan motivasi yang akan berimplikasi pada tataran praksis,bukan
materi pekerjaannya.
Dengan memasukkan aspek transendensi karier dan makna
sukses, imbalan dan efek yang diraih adalah sebuah kepuasan dan kebahagiaan
hidup yang lebih dalam. Bekerja secara profesional dan dengan niat suciini
menurut Yuslam bisa diposisikan sebagai ekstensi dari ritual di ruang masjid,
lalu melebar ke masjid sosial. Lebih jauh lagi dia mengatakan bahwa berbagai
cacat ritual bisa ditebus dengan ibadah sosial yang dilandasi panggilan hati.
Contoh paling mudah adalah orang yang sakit sehingga tidak
bisa melakukan puasa bisa ditebus puasanya dengan menyantuni fakir miskin.
Sebaliknya, dosa sosial akan bisa merusak prestasi ibadah ritual. Kesemuanya
ini eksplisit disebutkan dalam Alquran. Yang juga menarik direnungkan, orang
yang melakukan dosa sosial (crime), semacam perdata atau pidana, tak bisa
dilunasi utangnya dengan ibadah ritual semacam haji,umrah atau salat.
Sesama hak anak Adam mesti dilunasi secara horizontal. Jadi,
bekerja ternyata memiliki berbagai jenjang motivasi dan makna serta memiliki
banyak dimensi. Kalau Rene Descartes terkenal dengan adagiumnya Cogito ergo
sum; I think therefore I am, kita bisa mengatakan: I work therefore I am. Aku
bekerja maka aku ada. Maksudnya,manusia bereksistensi, mengada lewat bekerja.
Dengan karya yang merupakan hasil kerjanya itulah seseorang
akan dihargai. Semakin mendatangkan nilai guna sebanyak mungkin bagi orang
lain, semakin eksis seseorang dan itu akan mudah diraih jika seseorang mampu
menaiki jenjang-jenjang kerja sejak dari work as a job, naik pada work as a career,
lalu naik lagi ke level work as a calling. ***
No comments:
Post a Comment