Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah lembaga yang dibentuk sesuai dengan UU No. 40 tahun 2004 dan UU NO 24 tahun 2011 yang tujuannya adalah untuk menyelenggarkan jaminan sosial di Indonesia.
………………………..
BPJS adalah perusahaan nirlaba, yang dalam UU No. 24 tahun 2011 menjelaskan bahwa BPJS di luncurkan untuk menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yang dalam hal ini adalah PT. Askes Indonesia dan lembaga jaminan sosial ketenagakerjaan yang sebelumnya di kelola oleh PT. Jamsostek menjadi BPJS ketenagakerjaan.
…………………
Bicara tentang BPJS, selama ini saya tidak terlalu mengikuti apa itu BPJS, dan setelah mendengar sharing dari Sari yang notabene adalah karyawan yang bekerja di rumah usaha orang tua saya. Menurut Sari, BPJS untuk Badan Usaha itu adalah dulunya di kelola oleh Jamsostek, dimana setiap Badan Usaha yang mempunyai karyawan 10 orang wajib mengikut sertakan pegawainya dalam program Jamsostek. Jaminan sosial yang wajib adalah ada 4 (empat) yang terdiri dari jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan JPK (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan). JPK ini sewaktu dikelola oleh Jamsostek, bukan menjadi suatu keharusan, Jamsostek memberi kebebabasan kepada Badan Usaha untuk ikut atau tidak. Jika Badan Usaha mampu mengikutsertakan karyawannya dalam asuransi kesehatan yang lebih baik, maka tidak perlu mengikutsertakan dalam program JPK.
………………………
Namun sekarang program JPK yang dulu di kelola oleh Jamsostek tersebut di alihkan atau di migrasi ke BPJS yang namanya menjadi BPJS Kesehatan. Pengalihan (migrasi) JPK menjadi BPJS Kesehatan tersebut sudah di laksanakan pada Januari 2014, setiap pegawai yang memiliki kartu jamsostek di migrasi ke BPJS Kesehatan dan sifatnya wajib bagi setiap orang dan pekerja penerima upah (ada di dalam ketentuan Umum Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013. Jadi BPJS Kesehatan juga berlaku dan wajib bagi per-orangan.
………………………….
Dari Sari juga saya sering mendengar keluh kesahnya setiap kali mengurus perpindahan kepesertaan karyawan ke kantor BPJS. Awalnya saya sempat berprasangka buruk terhadap Sari yang setiap kali ke kantor BPJS selalumenghabiskan waktu jam kerja, dengan beberapa macam alasan.
……………………
Waktu bergulir, Sari telah mengurus proses migrasi dari Jamsostek ke BPJS sudah berjalan 4 bulan (Januari sampai April 2014), tetapi kartu kepersertaan BPJS Kesehatan tak kunjung jadi. Sementara karyawan selalu meminta kepastian kapan kartu itu akan jadi. Akhirnya saya penasaran, seperti apa sih pelayanan pendaftaran BPJS itu?. Akhirnya tanggal 10 April lalu saya sengaja ikut Sari ke kantor BPJS cabang Selatan, sampai disana betapa pusingnya melihat banya orang mengeluh, marah-marah dan ngedumel karena ketidak puasan pelayanan. Ketidak puasan pelayanan tak hanya terbatas pada minimnya pegawai, kurangnya informasi, gak ada guidance siapa mau kemana ketemu siapa, bahkan tak sedikit dari peserta yang pada hari itu akan membayar iuran pun bank offline dari pagi. Setiap orang mencari loket dengan caranya sendiri. Lalu saya dan Sari menuju lantai 2 untuk mengambil kartu, sampai lantai 2 tidak ada loket yang bertuliskan “loker pengambilan kartu” saya clingak clinguk berdua dengan Sari. Akhirnya ketemu loket yang di depan pintu itu ada antrian panjang, maka saya dan Sari menuju loket itu. Antrian sepanjang 5 meter itu tanpa nomor antrian, semua berdiri berjubel tidak teratur di depan pintu.
……………………….
Dua jam berdiri mengantri lumayan juga, sampai lah giliran saya dan Sari masuk ke loket. Dengan ramah Sari menanyakan kartu BPJS Kesehatan dengan menyebutkan nama perusahaan dimana dia bekerja, tetapi tiang baik dak mendapatkan respon dari pegawai BPJS tersebut, jawaban pegawai BPJS itu kurang lebihnya seperti ini “ saya kurang tau kapan pastinya, banyak yang saya urusi bukan perusahaan mbak nya aja” duhh… saya sempat rada emosi tapi masih saya tahan. Akhirnya saya mencoba mencari jawaban yang bisa masuk akal. Saya ke lantai 5, orang yang saya temui juga ngasal, artinya bukan orang yang mencetak kartu, tetapi bagian pelayanan kelengkapan dokumen. Dari petugas itu, saya diarahkan untuk ketemu kepala unit kerja BPJS Selatan. Saya dan Sari turun ke lantai 1 menemui Satpam, saya meminta kepada pak satpam untuk bisa bertemu dengan kepala unit. Dan permintaan saya pun di kabulkan setelah pak satpam mendapat ijin dari kepala unit, saya di ijinkan bertemu setelah sholat dhuhur. Sesuai waktu yang dijanjikan, saya diantar oleh pak satpam ke ruangan kepala unit di lt. 1. Di ruangan yang cukup sejuk dan nyaman itu saya dan Sari menyampaikan segala persoalan yang saya hadapi, pak kepala unit pun me respon dengan informatif. Dan akhirnya saya mendapat jawaban “kapan kartu BPJS kesehatan itu bisa saya terima. Pak kepala unit memberi waktu 5 hari lagi, itu artinya kartu BPJS kesehatan akan bisa diambil tanggal 15 April 2014. Saya dan Sari tersenyum lega.
………………………
Dari runutan cerita saya tentang rumitnya mengurus BPJS Kesehatan yang seperti tertulis diatas tadi, memang benar-benar saya rasakan saat itu. Seharusnya pemerintah sebelum mengeluarkan keputusan sudah mempersiapkan segala macamnya, baik sdm nya, perangkatnya dan prosedurnya dengan jelas. Harusnya juga ada sosialiasi secara menyeluruh dan komunikatif agar informasi sekecil apapun bisa di dengar dan diterima oleh seluruh warga yang akan mengurus BPJS Kesehatan. Dan menurut saya Pengalihan atau transformasi JPK dari Jamsostek ke BPJS Kesehatan tersebut memang tak semudah membalik telapak tangan. BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara tidak atau belum mempunyai kesiapan yang baik, dan terlalu terburu-buru.
……………………..
Secara pribadi, menurut saya bahwa pelayanan dalam mengurus BPJS ketenagakerjaan tidak lebih baik dari pelayanan sewaktu di kelola oleh Jamsostek. PT. Jamsostek memberikan AO (Account Officer) atau Pembina kepada setiap Badan Usaha, sehingga setiap Badan Usaha bisa berkonsultasi dan ber koordinasi dengan masing-masing AO nya baik dalam pelayanan pendaftaran, rekonsiliasi iuran klaim dan pembayaran iuran setiap bulannya, sehingga setiap Badan Usaha kepesertaan Jamsostek mendapatkan pelayanan dengan baik.
……………………………..
Hal lain yang menjadikan pelayanan BPJS kesehatan tersebut tidak memadai adalah karena peserta migrasi Jamsostek yang dulunya di wilayah Jakarta Selatan ada 6 cabang kantor Jamsostek, saat ini di limpahkan atau di tangani oleh 1 kantor unit kerja saja. Bisa dibayangkan seperti apa, belum lagi komplain penolakan rumah sakit oleh beberapa peserta.
………………………………….
Semua yang tertulis adalah runutan pengalaman saya mengurus kartu BPJS kesehatan, sebagai warga negeri ini, saya hanya bisa berharap kepada pemerintah, jika sekiranya akan meluncurkan produk hendaknya di pikirkan dengan matang terlebih dahulu, pastikan bahwa segala sesuatu pendukungnya telah siap. Jangan setiap dua tau tiga tahun ganti nama, tapi hanya sekedar ganti nama gak ada perbaikan sama sekali. Sama persis ketika produk yang namanya jamkesda, jamkesmas atau askeskin. Semua sama buruknya. (arya ningtyas, http://lifestyle.kompasiana.com/)
No comments:
Post a Comment