* TUJUH
Rakyat
akan takluk pada pemimpin yang cerdas, berprestasi, dan melayani dengan hati,
bukan karena banyaknya uang, popularitas, ketampanan dan janji-janji.
Prof. Dr. Komaruddin
Hidayat,
Cendekiawan Muslim
SUNGGUH
tidak mudah menjadi pemimpin yang berangkat dari predikat combatan Gerakan Aceh
Merdeka (GAM). Dengan menyandang sosok mantan elit GAM, dalam mengemban amanah
sebagai Bupati Aceh Jaya, Azhar Abdurrahman harus menghadapi “tuntutan”
orang-orang mantan anggota GAM. Banyak aspirasi mereka yang mesti dipenuhi,
mulai dari sekadar minta uang listrik sampai jatah uang daging. Setidaknya,
itulah yang dihadapi Azhar Abdurrahman selama tujuh tahun terakhir memimpin
wilayah yang sempat porak-poranda dan kehilangan lebih dari 50 persen
penduduknya dihantam gelombang tsunami pada akhir 2004 silam.
Azhar sulit mengelak
manakala orang-orang mantan anggota GAM menyambangi ruang kerjanya di Kantor
Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya lalu minta jatah uang daging atau minta dibayari
rekening listriknya. Secara enteng mereka minta Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya
memenuhi berbagai kebutuhan sehari-hari. Kalau sampai tidak dipenuhi, dengan
nada sedikit menekan, mereka berujar, “daripada kami angkat senjata lagi
memperjuangkan kemerdekaan kan lebih baik pemerintah memenuhi apa yang kami
butuhkan.”
Permintaan halus nan
lugas yang langsung meluluhkan hati seorang Azhar Abdurrahman. “Ya, ada yang
minta dibayari pulsa listrik, ada pula yang minta jatah daging sampai lima
kilogram sehari. Semua kami penuhi agar tidak ada pergolakan atau supaya mereka
tidak angkat senjata lagi. Saya pasang badan saja kalau sampai KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) turun tangan gara-gara dianggap mempergunakan anggaran
tidak pada tepatnya dan tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan yang
berlaku,” tutur Azhar Abdurrahman suatu waktu.
Intinya, Azhar ingin
memberikan pelayanan terbaik bagi warga masyarakat Aceh Jaya –baik para mantan
anggota GAM maupun warga masyarakat pada umumnya. Ya, dia meyakini bahwa
pelayanan merupakan kunci kemajuan pengelolaan pemerintahan. Agar kita maju,
dulukan kebutuhan orang lain. Supaya Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya maju,
segenap aparatur Pemerintah Kabupaten harus memberikan pelayanan terbaik buat
warga masyarakat, mitra dan stakeholders.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Jaya mesti menempatkan mereka pada pihak
yang dibutuhkan, bukan sebaliknya sebagai pihak yang membutuhkan. Pemkab harus
melayani mereka dengan pelayanan sebaik-baiknya. Dengan begitu roda
pemerintahan akan terus berputar dan berjalan.
A.
Memimpin
dengan Ketajaman Visi
Sekadar roda pemerintahan
berputar tentu saja tidak cukup. Harus pula jelas mau ke mana arah roda
pemerintahan itu hendak dibawa. Semua orang bisa menggerakkan atau menjalankan
roda pemerintahan. Namun, hanya sedikit orang yang mampu membawa perputaran
roda pemerintahan ke arah yang lebih baik dan lebih berpengharapan. Ibarat
kapal, arah berlayar memang sangat ditentukan oleh sang nakhoda (pemimpin). Nakhoda
yang hebat itu lahir dari gelombang samudera yang besar dan dahsyat. Sekali
lagi ibarat nakhoda, pemimpin daerah yang hebat adalah pemimpin yang lahir dari
“gelombang” besar nan dahsyat.
Kunci keberhasilan
Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya keluar dari berbagai krisis tidak terlepas dari
kepemimpinan Azhar Abdurrahman yang tangguh. Sebagai pemimpin, Azhar lahir dari
prahara konflik Aceh yang berkepanjangan dan hantaman tsunami yang
menghilangkan orang-orang tercinta di sekelilingnya. Dengan begitu, dia telah
mengalami berbagai penempaan yang keras dan pengorbanan yang besar, dalam
mengasah jati-dirinya sebagai sosok seorang pemimpin.
Pendek kata, sebelum
memimpin Kabupaten Aceh Jaya, Azhar Abdurrahman memulai dengan melihat,
memahami dan menganalisa apa yang mesti dilakukan. Baru kemudian membuat mapping, program, langkah dan strategi
guna memperkuat internal performance
dan external performance. Dan pada
saat memimpin Kabupaten Aceh Jaya, terutama setelah perdamaian Helsinki
(Agustus 2005), dengan filosofi, visi dan misinya, dia semakin memantapkan
berbagai langkah dan strategi serta program yang telah dibuatnya.
Dengan keteduhan hati,
jiwa yang lapang dan pikiran yang tenang, Azhar Abdurrahman terbukti mampu
melayarkan kapal Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya keluar dari krisis pasca
dihantam badai tsunami di penghujung 2004. Sebab itu, dia termasuk salah satu
kepala daerah yang dinilai mampu memajukan wilayahnya menjadi sejajar dengan
wilayah-wilayah yang telah lebih dulu maju.
Adalah sebuah kehormatan
besar, pada September 2014, kami berkesempatan bertamu kepada Azhar Abdurrahman
di Kantor Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya yang berada di Calang (ibukota
kabupaten). Mengenakan safari kebesaran seorang bupati, Azhar tampak karismatik
dan bersahaja. Gaya bertuturnya santai, rendah hati, dan blak-blakan mengungkap
masa silamnya yang dihabiskan di hutan-hutan Aceh Jaya. Tidak segan-segan dia
menyampaikan ‘ketertinggalan’ dirinya saat mulai memimpin rakyat-masyarakat
Aceh Jaya. Dia langsung ‘berlari’ mengejar dan keras belajar. Pola pikirnya
tajam dan pandangannya jauh ke depan. Dia termasuk pemimpin yang visioner.
Di kantornya yang
sederhana itu, dalam perbincangan sekitar dua jam, Azhar Abdurrahman bertutur
panjang-lebar seputar visi, misi dan komitmennya dalam membangun dan memajukan
Kabupaten Aceh Jaya. Dia juga bercerita tentang Aceh Jaya yang porak poranda
yang harus cepat-cepat dibangkitkan dan ditata ulang agar tidak menjadi wilayah
tak bertuan. “Sebagai pemimpin, saya harus cepat belajar dan membenahi wilayah
yang paling parah disapu tsunami di akhir 2004 lalu. Di awal-awal memimpin,
saya agak bingung mau berbuat apa, saya berusaha belajar kepada siapa saja.
Bahkan, kalau ada pelatihan, seminar dan sejenisnya, orang lain langsung kabur
begitu acara selesai, saya tetap tinggal di tempat untuk memahami semua
persoalan dan jalan keluar yang disajikan para ahli sebagai narasumber,” tutur
Sarjana Peternakan lulusan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala (1995)
ini.
Pemimpin yang terus
belajar, memotivasi dan berkomitmen menggapai masa depan yang lebih
berpengharapan. Kalimat simpel namun tidaklah mudah untuk menggapainya. Butuh
kemampuan membuat pondasi permerintahan yang berbasis filosofi, visi dan misi
serta budaya pemerintahan sebagai nilai-nilai utama dan norma pemerintahan yang
harus dipatuhi dan dijalankan oleh segenap aparatur.
Termasuk, butuh kemampuan
dalam membuat perencanaan yang cermat dan matang. Butuh kemampuan manajerial
yang cekatan, khususnya dalam memotivasi dan memberdayakan segenap aparatur
agar konsisten dalam melayani warga masyarakat dan para mitra. Semua jelas
membutuhkan waktu yang tidak sebentar, kerja keras, kerja cerdas dan konsisten
dalam bertindak serta kebersamaan (team
work) yang solid.
Dibutuhkan pula dedikasi,
kelapangan dan keteduhan hati, ketenangan berpikir, tanggung jawab, keuletan
dan kesabaran. Memang tidak ringan, Azhar Abdurrahman telah melakoni semua itu.
Sebagai pemimpin, dia telah berkomitmen dan konsisten dalam membangun Kabupaten
Aceh Jaya. Untuk itu dia memulai dari dirinya sendiri. Baru setelah itu, dia
memberdayakan segenap aparatur dengan norma dan nilai-nilai pemerintahan yang
telah dicanangkannya.
Meminjam pendapat pakar
manajemen Andrew E.B. Tani, bahwa pemimpin adalah jantung sebuah tim. Apa yang
mengalir dan apa yang tidak mengalir keluar dari seorang pemimpin menentukan
apakah sebuah tim akan menjadi “pemenang” atau sebaliknya menjadi “pecundang”. Baginya,
agar sebuah pemerintahan berjalan baik, pondasinya harus kuat. Sebab itu,
selain terus menimba ilmu-pengetahuan dan jejaring, penguatan pondasi
pemerintahan menjadi fokusnya. Di sini dia memulai dari menggariskan filosofi,
serta memformulasikan visi dan misi pemerintahan (Kabupaten Aceh Jaya).
Bagi Azhar, filosofi
merupakan roh dan jiwa pemerintahan. Dia mengusung filosofi Gerbang Raja (Gerakan Pembangunan Rakyat
Aceh Jaya). Filosofi ini didasarkan pada sebuah kebijakan kerajaan yang
dipimpin oleh Sultan Alaiddin Riatsyah “Po Teumeurehom” di Negeri Daya yang
dulu pernah berjaya dan megah sampai ke seantero dunia. Pada masa itu rakyatnya
bersatu padu, bahu-membahu, bersama-sama bergotong-royong melaksanakan
pembangunan di bawah pemerintah seorang raja (Sultan Alaiddin Riatsyah)
sehingga tercapai kemakmuran dan kejayaan. Hal ini terbukti sampai sekarang
masih diperingati melalui kegiatan seumeuleung
yang digelar setiap tahun.
Gerbang diilustrasikan
sebagai pintu depan atau pintu pengantar. Sedangkan Raja dimaknakan sebagai
kesejahteraan. Dengan begitu Gerbang Raja dapat diartikan sebagai pintu depan
atau pintu pengantar ke arah kesejahteraan. Kesejahteraan dalam Gerbang Raja
merupakan wujud keyakinan untuk membangun kebanggaan masa depan bagi rakyat dan
masyarakat Kabupaten Aceh Jaya.
Sebagai pemimpin, Azhar
Abdurrahman datang dengan visi dan misi yang jelas bagaimana bangunan
pemerintahan (Kabupaten Aceh Jaya) bisa menjadi lebih baik dan kokoh, kini,
esok, dan masa datang. Visinya: “Kabupaten
Aceh Jaya yang maju, damai, sejahtera dan agamis yang didukung sumber daya
manusia yang berkualitas, beriman dan bertaqwa, serta sandang dan pangan yang kuat
melalui Gerakan Pembangunan Rakyat Aceh Jaya”.
Untuk mencapai visi di
akhir masa jabatannya (2017) nanti, Azhar Abdurrahman mengusung misi sebagai
berikut:
·
Meningkatkan pertahanan ekonomi melalui
penguatan sektor pertanian, pemberdayaan dan penyediaan Usaha Kecil Menengah
(UKM) dengan mengembangkan muatan lokal serta penggerak kegiatan investasi.
·
Memelihara
dan meningkatkan pembangunan infrastruktur dalam rangka perbaikan sarana
dan prasarana, termasuk daerah terpencil dan tertinggal, untuk mengurangi
potensi konflik akibat pembangunan yang dijalankan.
·
Pembangunan Kabupaten Aceh Jaya
diselenggarakan berdasarkan dukungan partisipatif masyarakat sebagai perencana
awal dan berperan dalam pengawasan dan evaluasi sebagai penerima manfaat.
·
Memberi kesempatan pendidikan, pelayanan
akses kesehatan, mendorong membuka kesempatan/peluang kerja, dan peningkatan
pertumbuhan perekonomian.
Visi
dan misi yang tak hanya indah di atas kertas. Guna mencapai visi dan misi
tersebut, Azhar menjabarkan ke dalam prioritas-prioritas pembangunan Kabupaten
Aceh Jaya 2012-2017 beserta program dan pagu indikatif. Terdapat lima prioritas
pembangunan yang dicanangkan oleh Bupati Azhar Abdurrahman:
·
Mewujudkan ketersediaan sandang dan pangan
yang kuat.
·
Mewujudkan Kabupaten Aceh Jaya yang damai.
·
Mewujudkan Kabupaten Aceh Jaya yang maju
dan sejahtera.
·
Terlaksananya pembangunan daerah secara
partisipatif.
·
Tercapainya sumber daya manusia yang berkualitas,
beriman dan bertaqwa.
Lalu
priroritas-prioritas pembangunan tersebut diharapakan mampu mencapai
sasaran-sasaran utama berikut:
·
Pendidikan: Anak Aceh Jaya cerdas 2015.
·
Kesehatan: Angka Harapan Hidup (AHH)
mencapai 68,26 tahun pada akhir tahun 2017.
·
Kesejahteraan: Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) mencapai 71,25 persen pada akhir tahun 2017.
·
Tingkat kemiskinan: penurunan tingkat
kemiskinan mencapai 18,52 persen pada akhir tahun 2017.
·
Lingkungan hidup: Aceh Jaya hijau tahun
2016.
·
Seni dan budaya: Aceh Jaya Gemilang Seni
Budaya 2017.
·
Agama: pengembangan Islam secara kaffah
dengan nilai-nilai agama dalam kehidupan masyarakat 2018.
B.
Memimpin
Secara Efektif dan Inovatif di Era Otonomi Daerah
Ibarat sebagai seorang
nakhoda, kemampuan memimpin dan secara efektif menggerakkan sumber daya manusia
(aparatur) menjadi kunci bagi terwujudnya visi dan misi pemerintahan. Azhar
Abdurrahman menyadari benar hal itu. Segenap aparatur mulai dari pelaksana sampai
kepala dinas, kepala satuan kerja perangkat kabupaten (SKPK) atau kepala biro, harus
bekerja sesuai dengan kompetensi masing-masing dan memiliki job description yang jelas. Prinsipnya,
mesti the right man on the right place.
Perhatian yang besar terhadap pengelolaan dan
penempatan aparatur menjadi demikian penting dan strategis apakah pemerintahan
berada dalam perkenalan, pertumbuhan atau kematangan (mature). Mengapa? Sebab, setiap siklus pemerintahan membutuhkan
aparatur yang inovatif, unggul dan kreatif. Tanpa ketiga karakter tersebut tentu
akan mengakibatkan pemerintahan berjalan di tempat. Aparatur yang unggul akan
melahirkan pelayanan yang baik sesuai dengan keinginan (aspirasi)
rakyat-masyarakat. Kalau tidak, maka bersiap-siaplah menjadi pemerintahan gagal
membawa kemajuan dan kesejahteraan rakyat.
Segenap unsur aparatur harus
mengikuti sistem manajemen dan organisasi pemerintahan yang telah dibuat oleh
tim Bupati Aceh Jaya. Dengan begitu, tampil sistem manajemen dan organisasi
pemerintahan yang tertata rapi, jelas wewenang/tugas (juga tanggung jawab) dan
berjalan efektif. Antara dinas, biro, dan SKPK harus bekerja sama secara tim,
terpadu dan saling menguatkan. Bilamana masing-masing dinas, biro dan SKPK
telah bersinergi, secara otomatis tujuan pemerintahan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat akan lebih gampang dicapai. Kesejahteraan rakyat dan
kesejahteraan aparatur adalah hal yang saling beriringan dalam sebuah manajemen
dan organisasi pemerintahan.
Pada akhirnya, seorang
pemimpin pemerintahan daerah harus mau dan mampu membangun iklim kerja yang
kondusif serta memberdayakan segenap aparatur. Dengan demikian, aparatur akan
bisa bekerja secara prima, percaya diri, efektif, penuh inisiatif dan inovatif.
Sebagai sosok pemimpin
pemerintahan, Azhar Abdurrahman mau dan mampu membangkitkan kepercayaan serta
menatap masa depan yang lebih berpengharapan pada segenap aparatur Pemerintah
Kabupaten Aceh Jaya. Seorang pemimpin pemerintahan yang benar-benar
mempertaruhkan hati, pikiran dan langkahnya serta siap mempertanggung-jawabkan
kepemimpinannya kepada rakyat-masyarakat dan mitra institusional.
C.
Sepenuh
Hati Melayani Warga Masyarakat
Selain visi, kekuatan
seorang pemimpin (penggerak perubahan) juga terletak pada hatinya. Yang
dimaksud pemimpin dengan hati adalah pemimpin yang memiliki serta mengedepankan
nilai-nilai budaya unggul dan prinsip-prinsip dalam bekerja dan dalam
menjalankan amanah. Pemimpin dengan hati tidak hanya mengandalkan kecerdasan
otak (IQ, Intelligence Quotient). Lebih
penting daripada hal itu adalah kecerdasan emosi (Emotional Quotiient) dan kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient). Sebab, kecerdasan intelektual tanpa diimbangi
EQ dan SQ dapat merusak segalanya. Sebagaimana pernah dikemukakan Pejuang
Kemerdekaan India, Mahatma Gandhi, tentang “dosa yang mematikan” (deadly sins) bahwa bekerja dengan hanya
mengandalkan IQ tanpa diimbangi EQ dan SQ, maka akan tercipta pemerintahan
tanpa moralitas.
Secara universal,
nulai-nilai kultur pemerintahan yang unggul dimiliki dan dikedepankan oleh
seorang pemimpin, antara lain orientasi pelayanan kepada rakyat-masyarakat
dengan sikap tindak yang andal, responsif,
jujur dan dapat dipercaya. Pun bekerja secara profesional yang dinafasi
dengan integritas, meningkatkan keahlian, mengedepankan kualitas dan kerja sama
tim. Kemudian respek kepada pelayanan masyarakat dan lingkungan sekitar dengan
landasan sikap dan tindakan yang lebih peduli, progresif dan pro-aktif.
Di era otonomi daerah
ini, pemerintahan daerah harus benar-benar mampu menjadi pelayan
rakyat-masyarakat yang makin cerdas. Sehingga, rakyat-masyarakat menaruh respek
dan kepercayaan yang tinggi pada kinerja aparatur pemerintahan. Kepercayaan
masyarakat merupakan soko guru pemerintahan dalam meraih apresiasi dengan cara
yang baik dan benar. Kepercayaan adalah pertaruhan awal sebelum pertaruhan
akhir, yakni merebut apresiasi dan prestasi. Kepercayaan itu sendiri tidak
hanya berkaitan dengan mutu, melainkan juga dengan nilai-nilai kejujuran,
komitmen dan tepat janji dalam kaitan dengan pelayanan masyarakat.
Kemudian,
profesionalisme, yang merupakan senjata ampuh bagi upaya meningkatkan kinerja
dan performa pemerintahan. Profesionalisme akan pula menjadi keunggulan
pemerintahan daerah untuk menarik mitra penanam modal. Sebab itu, setiap insan aparatur
pemerintahan harus bekerja secara profesional sesuai dengan kompetensi
(kemampuan), peran, fungsi dan tanggung-jawab masing-masing. Termasuk bagi sang
pemimpin pemerintahan. Dalam diri seorang pemimpin dengan hati, kepedulian dan
simpati harus menjadi bagian integral dalam kehidupan sehari-hari pemerintahan.
Dengan peduli, berbagi dan berempati, maka pemerintahan akan menjadi bagian
kehidupan bersama. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa kegagalan dalam
berbagi dan berempati menjadi alasan yang kuat seseorang (termasuk pemimpin)
itu gagal.
Nilai-nilai kedisiplinan
harus pula ditegakkan. Yakni disiplin manusianya, disiplin tindakannya dan
disiplin perilakunya. Disiplin berarti kepatuhan pada peraturan dan tata tertib
yang ada. Faktor terpenting dari kedisiplinan adalah kemauan untuk
mengaplikasikan peraturan-peraturan yang berlaku secara baik. Dalam manajemen
pemerintahan, kedisiplinan memiliki dampak yang kuat terhadap organisasi dalam
rangka mewujudkan kerberhasilan. Segala kebijakan tidak akan pernah memiliki
arti apa-apa bilamana tidak didukung oleh disiplin para pengelola dan
pelaksananya (manusianya).
Pemimpin dengan hati
senantiasa mengingatkan semua pihak agar selalu berprinsip “mengendalikan hati
yang bersih”. Untuk itu, saling percaya dan mempercayai harus dikedepankan.
Tidak boleh ada yang merasa lebih hebat, karena kehebatan itu milik bersama
(tim). Dalam kerangka itu pula sistem komunikasi yang the boundaryless collaboration mesti ditegakkan. Sistem komunikasi
dibuat efektif: cepat, cermat dan ringkas. Kekakuan birokrasi sebisa mungkin
dihilangkan. Tidak ada jurang pemisah antara pimpinan dan bawahan, bahkan
dengan staf paling bawah sekalipun. Dengan team
work yang solid dan sistem komunikasi yang efektif, tentu ada semangat yang
besar untuk mencapai sasaran dan tujuan pemerintahan secara baik dan benar.
Pemimpin yang memiliki
prinsip-prinsip kerja yang luhur. Di antaranya bekerja sebagai bagian dari
ibadah. Bekerja adalah sebuah amanah yang harus dilaksanakan sebaik mungkin dan
semaksimal kemampuan yang dimiliki, dengan sepenuh kejujuran, komitmen dan profesionalisme.
Prinsip lainnya adalah bekerja keras, bekerja cerdas dan bekerja ikhlas.
Bekerja keras dalam arti bahwa bekerja adalah untuk kepentingan pemerintahan
(yang berarti untuk kepentingan diri, aparatur dan rakyat-masyarakat) tidak
boleh mengenal batas ruang dan waktu. Banyak bekerja lebih baik ketimbang
banyak bicara. Bekerja keras dengan sepenuh integritas, tanggung jawab dan
disiplin.
Lantas bekerja cerdas. Bahwa
dalam bekerja harus menggunakan kemampuan berpikir, kemampuan menganalisa, dan
kemampuan mengatasi masalah secara tepat melalui metode yang terprogram. Bukan
dengan tenaga otot. Tuhan telah membekali karunia dan potensi yang besar. Sebab
itu, seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk membuat langkah dan dan
strategi yang andal, serta mampu memprediksi kesulitan-kesulitan yang mungkin
timbul. Agar menjadi cerdas (antara lain) seorang pemimpin harus terus belajar.
Menjadi seorang pembelajar. Belajar kepada siapa saja, di mana saja dan kapan
saja. Belajar dan terus belajar. Itu pula yang terus dilakukan oleh seorang
Azhar Abdurrahman.
Pengetahuan dan kemampuan
seseorang, bila tidak terus diasah atau menganggap diri sudah pintar, maka akan
berhenti atau tidak berkembang. Melalui proses belajar, pemimpin yang cerdas
akan terus mampu mengevaluasi, membenahi dan mengambil langkah dan strategi
serta kebijakan dan program yang tepat bagi pemerintahan dan masyarakat. Dengan
segala upayanya, seorang pemimpin bekerja demi kemajuan dan perkembangan
pemerintahan dan kemajuan masyarakat.
Lantas bekerja ikhlas. Bekerja
sebaik mungkin, komitmen tinggi dan penuh tanggung jawab. Bahwa yang menilai
atau yang menentukan hasil kerja adalah Tuhan. Bahwa Tuhan senantiasa mengawasi
setiap saat. Karena itu, pekerjaan yang dijalankan merupakan amanah dan
ditujukan demi kebaikan diri sendiri dan orang banyak. Bekerja ikhlas untuk
melengkapi ibadahnya. Bilamana ibadah ritualnya kurang, maka bekerja ikhlas
dimaksudkan buat melangkapi. Dengan bekerja dalam perasaan tulus-ikhlas,
seorang pemimpin tak kenal waktu dalam bekerja. Apapun hasilnya, selalu
disyukuri. Prinsip kerja ikhlas itulah sesungguhnya yang membuat seorang
pemimpin (dan segenap aparatur pemerintahan) menjadi senantiasa optimis dan tak
pernah ragu dalam bersikap dan bertindak. Ini pula yang selalu dikedepankan
oleh sosok Azhmar Abdurrahman dalam memimpin rakyat Kabupaten Aceh Jaya.
Dalam bekerja, Azhar
Abdurrahman juga mengedepankan pelayanan. Pemimpin yang melayani (the servant leader). Dia selalu
mendengarkan, empati dan memiliki jiwa melayani yang tinggi. Pelayan sebagai
pemimpin, pemimpin sebagai pelayan. Tujuan utama seorang pemimpin adalah
melayani orang-orang yang dipimpinnya. Orientasi pemimpin itu bukanlah
kepentigan diri sendiri atau golongan, namun kepentingan pemerintahan yang
dipimpinnya. Dan tidaklah mudah menjadi pemimpin yang melayani kecuali mereka
yang mau berendah hati, bersahaja, berhati bersih dan berpikiran jernih. Premis
atau hukum jati diri sebagai pemimpin tak bisa cuma diukur dari pola pikir yang
brilian, visioner dan profesional. Lebih dari itu, pemimpin harus pula melayani.
Agar pemerintahan bisa meraih kemajuan, maka seorang pemimpin harus melayani segenap
aparatur dan rakyat-masyarakat.
D.
Terus
Memacu Potensi di Tengah Keterbatasan
Jelas tidaklah gampang menggapai masa depan
yang lebih sarat asa di tengah suasana pasca bencana tsunami akhir 2004.
Pemulihan dan rehabilitasi wilayah paling parah paparan gempa dan tsunami ini
dapat dikatakan memakan waktu yang relatif panjang. Banyak warga masyarakat
yang bertahun-tahun hidup di pengungsian atau kembali ke tengah-tengah hutan
lantaran merasa tidak ada lagi harapan. Untuk itulah, Bupati Azhar Badurrahman
berusaha membangkitkan spirit berusaha dan menatap masa depan dengan
puing-puing asa yang masih tersisa.
Kendati termasuk luluh
lantak dihantam gelombang tsunami bukan berarti Aceh Jaya kehilangan potensi
sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA).
Dari sisi SDA, bila
dicermati, berbagai jenis komoditi pertanian –baik jenis tanaman pangan
(seperti padi, palawija, buah-buahan dan sayur-sayuran) maupun perkebunan
(seperti karet, kelapa sawit, dan kelapa), cukup potensial buat dikembangkan
dan diandalkan. Persoalannya sebagian besar lahan pertanian masih mengandalkan
air hujan sebagai sumber pengairan.
Dari 13.074 hektar luas
lahan baku sawah, sebanyak 10.454 hektar merupakan sawah tadah hujan dan 275
hektar yang menggunakan sistem pompanisasi. Produksi padi selama tahun 2011
mencapai 42.123 ton setara dengan rata-rata produksi 4,9 ton per hektar. Produksi
jagung mencapai 601,3 ton dengan rata-rata produksi 2,9 ton per hektar; kedelai
menghasilkan 199,4 ton dengan rata-rata produksi 1,1 ton per hektar; kacang
tanah menghasilkan 146 ton dengan rata-rata produksi 1,3 ton per hektar; ubi
kayu menghasilkan 431,9 ton dengan rata-rata produksi 11,4 ton per hektar; ubi
jalar menghasilkan 163,9 ton dengan rata-rata produksi 10,1 ton/hektar. Ke
depan, Kabupaten Aceh Jaya memprioritaskan penganeka-ragaman pangan untuk
memenuhi kebutuhan standar gizi masyarakat.
Tabel
7.1
Banyaknya
Produksi Padi dan Palawija di Kabupaten Aceh Jaya
Tahun
|
Padi
|
Jagung
|
Ubi Kayu
|
Ubi Jalar
|
2000
|
26.768,61
|
351,27
|
0,00
|
340,20
|
2001
|
56.820,69
|
438,21
|
0,00
|
492,75
|
2002
|
57.339,46
|
442,21
|
0,00
|
492,75
|
2003
|
57.339,46
|
442,21
|
0,00
|
492,75
|
2004
|
32.892,00
|
148,00
|
0,00
|
491,00
|
2005
|
0,00
|
107,00
|
333,00
|
210,00
|
2006
|
0,00
|
109,00
|
310,00
|
235,20
|
2007
|
7.812,50
|
145,40
|
578,10
|
151,00
|
2008
|
12.705,00
|
145,00
|
578,85
|
151,00
|
2009
|
53.003,00
|
300,60
|
578,85
|
220,00
|
2010
|
32.010,00
|
231,50
|
623,10
|
271,80
|
2011
|
42.123,00
|
601,30
|
431,90
|
163,90
|
Sumber:
Aceh Jaya dalam Angka 2012
Kemudian produksi
sayuran-sayuran telah mencapai enam (6) komoditas pertanian. Sedangkan
buah-buahan mencapai 13 komoditas pertanian.
Di sektor perkebunan,
terdapat tiga perusahaan besar perkebunan dengan Hak Guna Usaha (HGU) mencapai
14.489 hektar di wilayah Kabupaten Aceh Jaya. Sementara untuk perkebunan rakyat
mencapai 24.993 hektar untuk 12 komoditas.
Tabel
7.2
Luas
Area dan Produksi Tanaman Perkebunan Besar di Aceh Jaya 2011
Perusahaan
|
Lokasi
|
HGU (hektar)
|
Tanaman
|
Luas tanaman
|
PT
Bosowa Megapolis
|
Krueng
Sabee, Setia Bakti, Teunom
|
5.660
|
Sawit
|
2.000
|
PT
Beuna Coklat
|
Crak
Mong
|
4.500
|
Sawit
|
850
|
Jumlah
|
|
14.489
|
|
2.850
|
Sumber:
Aceh Jaya dalam Angka 2012
Lalu perkebunan rakyat
yang ada meliputi komoditas kelapa, kelapa sawit, karet, coklat, kopi, pinang,
pala, cengkeh, kapuk randu, sagu, aren dan nilam.
Pada sektor industri,
potensi yang ada antara lain berupa industri pangan, industri sandang, kimia
dan bahan bangunan serta industri logam dan elektronik. Tersedia pula industri
kerajinan rumah tangga. Sampai tahun 2011, jumlah industri yang memiliki nilai
investasi tertinggi terletak pada industri minyak nilam. Hal ini berkaitan
dengan harga minyak nilam yang relatif tinggi dan mendorong meningkatkan animo
warga masyarakat untuk memproduksinya. Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya terus
berusaha menggenjot produksi komoditas-komoditas yang secara langsung mampu
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Sektor yang juga terbatas
namun layak dikembangkan adalah pariwisata. Potensi wisata alam dengan jenis
wisata alam pegunungan di sekitar Gunung Gerutee. Selain itu, masih ada potensi
wisata sejarah dan purbakala yang laik dijual. Beberapa obyek dan daya tarik
wisata di Kabupaten Aceh Jaya, antara lain:
·
Arung
Jeram Sungai Teunom. Arung jeram ini dimulai di hulu sungai
sampai ke Desa Sarah Raya atau Desa Alue Jang, selama tiga jam, 24 kilometer
dari Kota Teunom.
·
Danau
Laut Nie Pineung. Tempat wisata ini terdapat di Desa Pasi
Timon, Kecamatan Teunom, yang dikelilingi pohon pinang merah dan bunga-bunga
langka, serta dihuni ikan yang bisa dipancing pengunjung.
·
Lhok
Geulumpang. Tempat wisata ini merupakan kawasan hutan alami
menghadap Samudera Hindia, dengan pantai landai berpasir putih untuk berjemur,
snorkeling, menyelam menikmati biota laut yang dilindungi, monyet-monyet dan
pemandangan perbukitan.
·
Pantai
Kuala Dhoi. Tempat wisata ini berada di Desa Kuala
Dhoi, berbatas Samudera Hindia, tiga kilometer dari Lageun, 12 kilometer dari
Calang, dengan pantai landai berpasir putih bersih.
·
Pantai
Kuala Merisi. Tempat wisata ini terkenal dengan legenda
Bate Putri Ratu Meurendam Dewi, untuk berenang, renang, dan tersedia
warung-warung makanan-minuman.
·
Pantai
Pasir Saka. Tempat wisata ini berupa pantai berpasir
putih bersih yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, untuk berenang,
berjemur dan snorkeling, 14 kilometer dari Sampoiniet.
·
Pulau
Reusam. Obyek wisata dengan pantai landai berpasir putih
bersih untuk berenang dan snorkeling. Panorama alam indah, meriam tua
peninggalan Belanda dan Jepang, dicapai dengan kapal dari Desa Batee Tutong dan
Desa Rigaih selama 15 menit.
·
Pulau
Tsunami. Tempat wisata ini berada di Kecamatan Jaya (Lamno),
sekitar dua jam dari ibukota Provinsi Aceh (Kota Banda Aceh), merupakan pulau
yang muncul akibat gempa bumi dan gelombang tsunami pada akhir 2004. Akses dari
Desa Ujong Sudhen dengan kapal sekitar 15 menit.
·
Teluk
Rigaih. Obyek dan daya tarik wisata ini berada di antara Desa
Batee Tutong, Pulau Seumot, dan Desa Rigaih, di mana wisatawan bisa snorkeling,
menyelam dan memancing, dengan terumbu karang dan ikan aneka rupa yang indah.
Untuk mendukung akomodasi
para wisatawan ditunjang oleh keberadaan tiga buah hotel di Kecamatan Jaya dan
Kecamatan Krueng Sabee, yaitu di Desa Keutapang dan Desa Sentosa.
Di tengah keterbatasan
potensi (SDM dan SDA) yang ada, Bupati Aceh Jaya Azhar Abdurrahman terus memacu
gerak langkah rakyat-masyarakat untuk meningkatkan produksi komoditas-komoditas
yang dinilai memberikan nilai tambah. Hal ini sejalan dengan misi: melakukan
pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis sumber daya ekonomi lokal
(revitalisasi sektor pertanian dalam arti luas) dan pengembangan usaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM) secara menyeluruh dengan konsep Satu Gampong Satu Produksi (one
village one product), yaitu satu desa satu produksi. Misi ini didukung pula
dengan misi peningkatan sumber daya manusia Aceh Jaya dengan peningkatan mutu
pendidikan. (*)
No comments:
Post a Comment