Karena direksi BPJS Kesehatan dinilai menerbitkan peraturan yang merugikan peserta.
Koordinator BPJS Watch, Indra Munaswar mendesak Presiden Jokowi untuk meminta pertanggungjawaban dan memberhentikan Direksi Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Menurutnya, langkah itu perlu dilakukan karena direksi BPJS Kesehatan dianggap menerbitkan kebijakan yang merugikan peserta.
Indra mengatakan BPJS bertanggungjawab langsung kepada Presiden sebagaimana ketentuan Pasal 7 ayat (2) jo Pasal 34 huruf c UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Makanya, Presiden memiliki kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban BPJS Kesehatan.
Salah satu kebijakan direksi BPJS Kesehatan yang merugikan peserta menurut Indra dapat dilihat dengan diterbitkannya Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 4 Tahun 2014 yang direvisi oleh Keputusan BPJS Kesehatan
Nomor 4 Tahun 2014.
Dalam regulasi itu peserta mandiri yang ingin mendaftar harus punya rekening bank. Setelah membayar iuran pertama, peserta baru dapat menggunakan kartunya tujuh hari kemudian. Jika peserta melahirkan, bayinya tidak dijamin karena tidak otomatis menjadi peserta BPJS Kesehatan.
“Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 4 Tahun 2014 merugikan serta menyengsarakan peserta dan bayi yang dilahirkannya,” kata Indra di Jakarta, Selasa (16/12).
Padahal, dikatakan Indra, sebelum Peraturan BPJS Nomor 4 Tahun 2014 itu terbit, kartu BPJS Kesehatan yang diterima peserta dapat langsung digunakan. Bahkan berlaku sekalipun peserta sudah masuk RS.
BPJS Watch pun sempat mengadvokasi peserta yang dirugikan karena Peraturan BPJS Kesehatan tersebut. Yakni Lusiana, peserta BPJS Kesehatan dengan nomor kartu 0001483924702 itu harus membeli obat sendiri. Padahal, ia sangat membutuhkan obat-obatan itu karena usai melahirkan lewat operasi cesar.
Begitu pula dengan Bayi yang dilahirkan Lusiana, Gita Alexa. Walau bayi itu sudah didaftarkan jadi peserta BPJS Kesehatan dengan nomor kartu 0001793934595 tapi untuk mendapat pelayanan inkubator harus membayar sendiri karena tidak ditanggung BPJS Kesehatan. Ujungnya, bayi yang dirawat di RS Islam Sukapura itu belum bisa dibawa pulang sebelum orang tuanya melunasi biaya perawatan.
Atas dasar itu Indra berpendapat peraturan BPJS Kesehatan itu bertentangan dengan UU SJSN dan BPJS serta Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013. Sebab, kebijakan BPJS Kesehatan itu menyulitkan peserta dan bayinya untuk mendapat pelayanan kesehatan. Guna membenahi berbagai hal tersebut, BPJS Watch telah melayangkan surat resmi kepada Presiden Jokowi.
Beberapa waktu lalu, Ketua Umum Apindo, Haryadi B Sukamdani, menilai BPJS Kesehatan belum siap menerima peserta kategori penerima upah pada 1 Januari 2015. Sebab, pelaksanaan BPJS Kesehatan di lapangan masih bermasalah. Ia khawatir itu akan merugikan peserta dan pemberi kerja (perusahaan).
Apalagi, Hariyadi melanjutkan, jaminan kesehatan yang selama ini diberikan oleh perusahaan skala menengah-besar kepada pekerjanya tergolong lebih baik dari BPJS Kesehatan. Agar jaminan Kesehatan yang digelar itu tidak berkurang kualitasnya, harusnya BPJS Kesehatan mengaturnya dalam Coordination Of Benefit (COB). Sayangnya, sampai saat ini peraturan teknis COB belum jelas.
Maka dari itu Apindo mengusulkan agar pelaksanaan BPJS Kesehatan untuk peserta penerima upah ditunda, jangan 1 Januari 2015. Hariyadi berharap Presiden Jokowi mempertimbangkan usulan Apindo tersebut.
“Tidak jelasnya peraturan COB membuat pengusaha membayar lebih untuk jaminan kesehatan pekerjanya. Bakal bayar premi double yaitu untuk BPJS Kesehatan dan top up,” urainya.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, mengatakan untuk COB, BPJS Kesehatan sudah membahasnya dengan berbagai perusahaan asuransi yang tergabung dalam dua wadah organisasi. Yakni Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI). Jika masih ada hal yang belum jelas maka dapat digelar pertemuan untuk dilakukan pembahasan.
Soal usulan Apindo yang menginginkan penundaan kepesertaan bagi peserta penerima upah, Fachmi menegaskan BPJS Kesehatan bertindak sesuai peraturan yang ada. Kewajiban perusahaan skala menengah-besar mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BPJS Kesehatan itu sebagaimana amanat Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang direvisi Perpres Nomor 111 Tahun 2013. “Kami (BPJS Kesehatan) institusi yang bekerja berdasarkan regulasi,” paparnya.
Sekalipun nanti usulan penundaan kepesertaan peserta penerima upah itu diakomodir Presiden Jokowi dengan merevisi Perpres Nomor 111 Tahun 2013, Fachmi mengatakan BPJS Kesehatan bakal memberi penjelasan secara profesional tentang bagaimana membangun sistem jaminan sosial yang baik. Salah satunya mengedepankan prinsip gotong royong. (www.hukumonline.com)
No comments:
Post a Comment