oleh: Drs. Achmad
Subianto, MBA.
Pendiri dan Ketua Umum KJI (Komunitas
Jamsosnas Indonesia)
Ketua Komisi Pengawas BAZNAS
Penasehat ISEI Jaya
Mantan Dirut Taspen
Mantan Ketua AAJSI
PENGERTIAN BPJS
Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah suatu Badan Usaha baru dalam sistem
hukum di Indonesia. Sesuai dengan “Rumah Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)”
ala Indonesia yang coba saya dan KJI (Komunitas Jamsosnas Indonesia) susun
(lihat tulisan saya pada bagian sebelumnya), terdapat tiga kelompok BPJS, yaitu
BPJS WARGANEGARA, BPJS PROFESI dan BPJS PENUNJANG.
Dari
ketiga kelompok BPJS tersebut ada yang bersifat tunggal dan ada pula yang
bersifat jamak. Menurut hemat saya, BPJS Warganegara bersifat tunggal. BPJS
Warganegara (Basic Social Security)
disebut pula BP Jaminan Sosial Nasional Dasar (Jamsosnasda) mencakup jaminan
sosial para pekerja non-formal dan harus melaksanakan 5 program jaminan sosial
dasar, yakni jaminan pensiun, jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan
kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Sekadar pengetahuan, di China, BP
Jamsosnasda dinamakan National Social
Security Fund (NSSF) yang didirikan pada tahun 1997 atas saran World Bank. Sedangkan di Korea Selatan,
BP Jamsosnasda disebut Nation Pension
System (NPS). Kendati namanya Pensiun namun pelayanan yang diberikannya
menyangkut berbagai jaminan sosial.
Kembali
kepada BPJS versi “Rumah SJSN ala
Indonesia”, saya berpendapat bahwa BPJS Profesi dan BPJS Penunjang bersifat
jamak. Termasuk ke dalam BPJS Profesi adalah BPJS Pegawai Negeri Sipil (PNS). BPJS
ini melaksanakan 5 program jaminan sosial, yakni jaminan pensiun, jaminan hari
tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. BPJS PNS
disebut pula BP Jamsospen. Melihat badan penyelenggara jaminan sosial yang
telah ada, BP Jamsospen dapat saja merupakan konversi dari PT Taspen (Persero).
Kemudian BPJS TNI/Polri. BPJS ini pun melaksanakan 5 program jaminan sosial
(jaminan pensiun, jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja
dan jaminan kematian). BPJS TNI/Polri dinamakan juga BP Jamsosta dan bisa
merupakan proses konversi dari PT ASABRI (Persero). Selanjutnya BPJS Karyawan
Swasta yang juga melaksanakan 5 program jaminan sosial (jaminan pensiun,
jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja dan jaminan
kematian). BPJS Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dengan nama lain BP Jamsostek
dan bisa sebagai konversi dari PT Jamsostek (Persero).
Masih
BPJS Profesi, perlu ditambahkan BPJS Karyawan BUMN yang juga mengemban amanah melaksanakan
5 program jaminan sosial. BPJS Karyawan BUMN bisa kita sebut sebagai BP
Jamsosbun (Jamsospeg). Lalu BPJS Guru Swasta yang melaksanakan 5 program
jaminan sosial dengan peserta para guru (pendidik) sekolah swasta. BPJS Guru
Swasta bias kita namakan BP Jamsosdik. Selanjutnya BPJS Tenaga Medis Swasta
yang bekerja menyelenggarakan program jaminan sosial dengan peserta para profesional
medis. BPJS Tenaga Medis Swasta bisa kita sebut misalnya dengan nama BP Jamsosdis.
Sementara
itu, termasuk ke dalam BPJS Penunjang adalah
BP Jaminan Sosial Kesehatan (Jamsoskes) sebagai hasil konversi dari PT Askes (Persero), BP Jaminan Sosial Kecelakaan
Lalu-lintas (Jamsoslin) yang dibentuk sebagai konversi dari PT
Jasa Rahardja (Persero), dan BP Jaminan Sosial Perumahan (Jamsosrum) yang
didirikan dengan mengkonversi Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan
(Bapertarum) PNS. Untuk BPJS Penunjang ini perlu pula ditambahkan BP Jaminan
Sosial Kematian (Jamsoskem).
Sebagai
Badan Usaha baru, BPJS pertama kali dibentuk dengan modal Pemerintah dari APBN
dan pengalihan kekayaan dari BUMN atau Badan Usaha lainnya. BPJS bukanlah
merupakan Persero, Perum (Perusahaan Umum) ataupun Perjan (Perusahaan Jawatan).
Karena terdapat modal pemerintah di dalamnya, BPJS merupakan “BUMN Khusus”
dengan kekayaan negara yang dipisahkan, tidak ada dividen, tidak ada pajak dan
tunduk kepada UU No.40 Tahun 2004 yang disempurnakan. Selanjutnya BPJS dibangun
dengan iuran bersama antara peserta dan pemberi kerja dengan pola pendanaan
penuh (fully funded system). BPJS
merupakan usaha berbentuk wali amanat lantaran mengelola dana titipan peserta.
BPJS MENURUT UU
NO.40 TAHUN 2004 (SJSN)
Pasal
1 ayat (6) UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merumuskan
bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Jaminan sosial adalah
salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak (pasal 1 ayat 1). Terkait dengan
jaminan sosial, pasal 1 ayat 2 memperkenalkan Sistem Jaminan Sosial (SJSN) yang
merupakan suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa BPJS.
Lebih lanjut, pasal 5 ayat 1 UU ini mengatur bahwa BPJS harus dibentuk dengan
undang-undang.
Sejak
berlakunya UU No.40 Tahun 2004 ini, demikian rumusan pasal 5 ayat
(2), BPJS yang telah ada dinyatakan sebagai BPJS menurut UU ini. BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tadi adalah:
·
Perusahaan
Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek);
·
Perusahaan
Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen);
·
Perusahaan
Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ASABRI); dan
·
Perusahaan
Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (Askes).
Semua
ketentuan yang mengatur mengenai keempat BPJS
tersebut, sebagaimana ditegaskan oleh pasal 52 ayat (2) UU No.40 Tahun 2004,
harus disesuaikan dengan UU ini paling
lambat lima tahun sejak UU ini
diundangkan.
Kemudian,
dalam hal diperlukan BPJS yang baru selain keempat BPJS tersebut maka
dapat dibentuk BPJS yang baru dengan UU (pasal 5 ayat
[4] UU No.40 Tahun 2004). Artinya, untuk membentuk BPJS Warganegara (jaminan sosial dasar, social security) misalnya, dibutuhkan UU tersendiri. Begitu pula jika perlu membentuk
Jamsosdik ataupun Jamsosdis, perlu UU tersendiri.
Untuk
kepesertaan, pasal 13 ayat (1) UU No.40 Tahun 2004 mengatur bahwa secara
bertahap pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai
peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan yang diikuti. Selain itu,
pasal 14 ayat (1) UU ini mengatur bahwa secara bertahap Pemerintah mendaftarkan
penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada BPJS.
Mengenai
iuran, pasal 17 ayat (1) UU No.40 Tahun 2004 merumuskan bahwa setiap peserta
wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah
atau suatu jumlah nominal tertentu. Selanjutnya, ayat (2) pasal ini menyebut
bahwa setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan
iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada BPJS
secara berkala.
Tentang
program jaminan sosial, pasal 18 UU No.40 Tahun 2004 menegaskan bahwa setiap
BPJS wajib melaksanakan lima program jaminan sosial, yakni jaminan kesehatan,
jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan
kematian. Boleh jadi BPJS yang merupakan hasil konversi tidak akan menghadapi
persoalan dalam melaksanakan kelima program jaminan sosial. Persoalan akan terjadi
pada BPJS baru sebagaimana diamanatkan oleh UU ini, misalnya BPJS Warganegara
yang wajib melaksanakan dan mengelola jaminan sosial nasional dasar
(Jamsosnasda). BPJS Warganegara yang juga dinamakan BP Jamsosnasda tentu belum
memiliki dana yang cukup untuk melaksanakan sekaligus kelima program jaminan
sosial tersebut secara bersamaan. Menurut hemat saya, ada baiknya BPJS
Jamsosnasda membuat skala prioritas program yang hendak dilaksanakan, misalnya program
jaminan kesehatan.
Sebagai
badan usaha, BPJS wajib mengelola dan mengembangkan Dana Jaminan Sosial secara
optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian,
keamanan dana, dan hasil yang memadai (pasal 47 ayat [1] UU No.40 Tahun 2004). BPJS
juga diwajibkan membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria
yang lazim dan berlaku umum.
REKOMENDASI
Dengan
mengacu pada pengertian dan pemahaman tentang BPJS sesuai dengan UU No.40 Tahun
2004, saya mengajukan beberapa usul perbaikan, di antaranya:
·
Rumusan
pada Bab VII Ketentuan Peralihan pasal 52 ayat (1) yang menyebutkan “Pada saat
Undang-undang ini mulai berlaku: Perusahaan Perseroan Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (Jamsostek) ... tetap berlaku sepanjang belum disesuaikan dengan
Undang-undang ini” perlu direvisi atau diperbaiki. Tidak perlu menyebutkan nama
PT Jamsostek, PT Asabri, PT Taspen dan PT Askes karena keempatnya bukan
perusahaan dengan aktivitasnya di bidang Jaminan Sosial, tapi di bidang
asuransi.
Dengan
demikian sebaiknya bunyi rumusannya diubah menjadi sebagai berikut: “Pada saat
Undang-undang ini mulai berlaku, BUMN, BUMD dan BUMS yang bergerak di bidang
Jaminan Sosial tetap melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan pembentukannya dengan kewajiban secara bertahap menyesuaikan
sistem pengelolaan Jaminan Sosial dengan Undang-undang ini.” Di sini, DPR dan Pemerintah harus segera
menyempurnakan UU No.40 Tahun 2004.
·
Sembari
menyempurnakan naskah UU No.40 Tahun 2004 dan menuntaskan RUU BPJS menjadi UU
BPJS, selain memproses konversi BPJS yang telah ada sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, Pemerintah juga harus segera membentuk BPJS
baru.
·
Pemerintah
perlu segera membentuk tim kerja untuk mewujudkan BPJS baru. Komunitas
Jamsosnas Indonesia (KJI) siap membantu membentuk tim kerja tersebut.
·
DPR
dan Pemerintah harus bisa memisahkan antara bentuk/status BPJS dan program
jaminan sosial yang akan dilaksanakan.
No comments:
Post a Comment