Sunday, January 6, 2013

MENCARI FORMAT BPJS Yang Sesuai UU Nomor 40 Tahun 2004 (SJSN)


oleh: Drs. Achmad Subianto, MBA.
Pendiri dan Ketua Umum KJI (Komunitas Jamsosnas Indonesia)
Ketua Komisi Pengawas BAZNAS
Penasehat ISEI Jaya
Mantan Dirut Taspen
Mantan Ketua AAJSI



PENGERTIAN BPJS

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah suatu Badan Usaha baru dalam sistem hukum di Indonesia. Sesuai dengan “Rumah Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)” ala Indonesia yang coba saya dan KJI (Komunitas Jamsosnas Indonesia) susun (lihat tulisan saya pada bagian sebelumnya), terdapat tiga kelompok BPJS, yaitu BPJS WARGANEGARA, BPJS PROFESI dan BPJS PENUNJANG.

Dari ketiga kelompok BPJS tersebut ada yang bersifat tunggal dan ada pula yang bersifat jamak. Menurut hemat saya, BPJS Warganegara bersifat tunggal. BPJS Warganegara (Basic Social Security) disebut pula BP Jaminan Sosial Nasional Dasar (Jamsosnasda) mencakup jaminan sosial para pekerja non-formal dan harus melaksanakan 5 program jaminan sosial dasar, yakni jaminan pensiun, jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Sekadar pengetahuan, di China, BP Jamsosnasda dinamakan National Social Security Fund (NSSF) yang didirikan pada tahun 1997 atas saran World Bank. Sedangkan di Korea Selatan, BP Jamsosnasda disebut Nation Pension System (NPS). Kendati namanya Pensiun namun pelayanan yang diberikannya menyangkut berbagai jaminan sosial.

Kembali kepada BPJS versi “Rumah SJSN ala Indonesia”, saya berpendapat bahwa BPJS Profesi dan BPJS Penunjang bersifat jamak. Termasuk ke dalam BPJS Profesi adalah BPJS Pegawai Negeri Sipil (PNS). BPJS ini melaksanakan 5 program jaminan sosial, yakni jaminan pensiun, jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. BPJS PNS disebut pula BP Jamsospen. Melihat badan penyelenggara jaminan sosial yang telah ada, BP Jamsospen dapat saja merupakan konversi dari PT Taspen (Persero). Kemudian BPJS TNI/Polri. BPJS ini pun melaksanakan 5 program jaminan sosial (jaminan pensiun, jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian). BPJS TNI/Polri dinamakan juga BP Jamsosta dan bisa merupakan proses konversi dari PT ASABRI (Persero). Selanjutnya BPJS Karyawan Swasta yang juga melaksanakan 5 program jaminan sosial (jaminan pensiun, jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian). BPJS Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dengan nama lain BP Jamsostek dan bisa sebagai konversi dari PT Jamsostek (Persero).

Masih BPJS Profesi, perlu ditambahkan BPJS Karyawan BUMN yang juga mengemban amanah melaksanakan 5 program jaminan sosial. BPJS Karyawan BUMN bisa kita sebut sebagai BP Jamsosbun (Jamsospeg). Lalu BPJS Guru Swasta yang melaksanakan 5 program jaminan sosial dengan peserta para guru (pendidik) sekolah swasta. BPJS Guru Swasta bias kita namakan BP Jamsosdik. Selanjutnya BPJS Tenaga Medis Swasta yang bekerja menyelenggarakan program jaminan sosial dengan peserta para profesional medis. BPJS Tenaga Medis Swasta bisa kita sebut misalnya dengan nama BP Jamsosdis.

Sementara itu, termasuk ke dalam BPJS Penunjang adalah BP Jaminan Sosial Kesehatan (Jamsoskes) sebagai hasil konversi dari PT Askes (Persero), BP Jaminan Sosial Kecelakaan Lalu-lintas (Jamsoslin) yang dibentuk sebagai konversi dari PT Jasa Rahardja (Persero), dan BP Jaminan Sosial Perumahan (Jamsosrum) yang didirikan dengan mengkonversi Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum) PNS. Untuk BPJS Penunjang ini perlu pula ditambahkan BP Jaminan Sosial Kematian (Jamsoskem).

Sebagai Badan Usaha baru, BPJS pertama kali dibentuk dengan modal Pemerintah dari APBN dan pengalihan kekayaan dari BUMN atau Badan Usaha lainnya. BPJS bukanlah merupakan Persero, Perum (Perusahaan Umum) ataupun Perjan (Perusahaan Jawatan). Karena terdapat modal pemerintah di dalamnya, BPJS merupakan “BUMN Khusus” dengan kekayaan negara yang dipisahkan, tidak ada dividen, tidak ada pajak dan tunduk kepada UU No.40 Tahun 2004 yang disempurnakan. Selanjutnya BPJS dibangun dengan iuran bersama antara peserta dan pemberi kerja dengan pola pendanaan penuh (fully funded system). BPJS merupakan usaha berbentuk wali amanat lantaran mengelola dana titipan peserta.


BPJS MENURUT UU NO.40 TAHUN 2004 (SJSN)

Pasal 1 ayat (6) UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merumuskan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak (pasal 1 ayat 1). Terkait dengan jaminan sosial, pasal 1 ayat 2 memperkenalkan Sistem Jaminan Sosial (SJSN) yang merupakan suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa BPJS. Lebih lanjut, pasal 5 ayat 1 UU ini mengatur bahwa BPJS harus dibentuk dengan undang-undang.

Sejak berlakunya UU No.40 Tahun 2004 ini, demikian rumusan pasal 5 ayat (2), BPJS yang telah ada dinyatakan sebagai BPJS menurut UU ini. BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tadi adalah:

·         Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek);
·         Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen);
·         Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI); dan
·         Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (Askes).

Semua ketentuan yang mengatur mengenai keempat BPJS tersebut, sebagaimana ditegaskan oleh pasal 52 ayat (2) UU No.40 Tahun 2004, harus disesuaikan dengan UU ini paling lambat lima tahun sejak UU ini diundangkan.

Kemudian, dalam hal diperlukan BPJS yang baru selain keempat BPJS tersebut maka dapat dibentuk BPJS yang baru dengan UU (pasal 5 ayat [4] UU No.40 Tahun 2004). Artinya, untuk membentuk BPJS Warganegara (jaminan sosial dasar, social security) misalnya, dibutuhkan UU tersendiri. Begitu pula jika perlu membentuk Jamsosdik ataupun Jamsosdis, perlu UU tersendiri.

Untuk kepesertaan, pasal 13 ayat (1) UU No.40 Tahun 2004 mengatur bahwa secara bertahap pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan yang diikuti. Selain itu, pasal 14 ayat (1) UU ini mengatur bahwa secara bertahap Pemerintah mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada BPJS.

Mengenai iuran, pasal 17 ayat (1) UU No.40 Tahun 2004 merumuskan bahwa setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah atau suatu jumlah nominal tertentu. Selanjutnya, ayat (2) pasal ini menyebut bahwa setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada BPJS secara berkala.

Tentang program jaminan sosial, pasal 18 UU No.40 Tahun 2004 menegaskan bahwa setiap BPJS wajib melaksanakan lima program jaminan sosial, yakni jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Boleh jadi BPJS yang merupakan hasil konversi tidak akan menghadapi persoalan dalam melaksanakan kelima program jaminan sosial. Persoalan akan terjadi pada BPJS baru sebagaimana diamanatkan oleh UU ini, misalnya BPJS Warganegara yang wajib melaksanakan dan mengelola jaminan sosial nasional dasar (Jamsosnasda). BPJS Warganegara yang juga dinamakan BP Jamsosnasda tentu belum memiliki dana yang cukup untuk melaksanakan sekaligus kelima program jaminan sosial tersebut secara bersamaan. Menurut hemat saya, ada baiknya BPJS Jamsosnasda membuat skala prioritas program yang hendak dilaksanakan, misalnya program jaminan kesehatan.

Sebagai badan usaha, BPJS wajib mengelola dan mengembangkan Dana Jaminan Sosial secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai (pasal 47 ayat [1] UU No.40 Tahun 2004). BPJS juga diwajibkan membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazim dan berlaku umum.


REKOMENDASI

Dengan mengacu pada pengertian dan pemahaman tentang BPJS sesuai dengan UU No.40 Tahun 2004, saya mengajukan beberapa usul perbaikan, di antaranya:
·         Rumusan pada Bab VII Ketentuan Peralihan pasal 52 ayat (1) yang menyebutkan “Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku: Perusahaan Perseroan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) ... tetap berlaku sepanjang belum disesuaikan dengan Undang-undang ini” perlu direvisi atau diperbaiki. Tidak perlu menyebutkan nama PT Jamsostek, PT Asabri, PT Taspen dan PT Askes karena keempatnya bukan perusahaan dengan aktivitasnya di bidang Jaminan Sosial, tapi di bidang asuransi.
Dengan demikian sebaiknya bunyi rumusannya diubah menjadi sebagai berikut: “Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, BUMN, BUMD dan BUMS yang bergerak di bidang Jaminan Sosial tetap melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan pembentukannya dengan kewajiban secara bertahap menyesuaikan sistem pengelolaan Jaminan Sosial dengan Undang-undang ini.” Di sini, DPR dan Pemerintah harus segera menyempurnakan UU No.40 Tahun 2004.
·         Sembari menyempurnakan naskah UU No.40 Tahun 2004 dan menuntaskan RUU BPJS menjadi UU BPJS, selain memproses konversi BPJS yang telah ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Pemerintah juga harus segera membentuk BPJS baru.
·         Pemerintah perlu segera membentuk tim kerja untuk mewujudkan BPJS baru. Komunitas Jamsosnas Indonesia (KJI) siap membantu membentuk tim kerja tersebut.
·         DPR dan Pemerintah harus bisa memisahkan antara bentuk/status BPJS dan program jaminan sosial yang akan dilaksanakan.

Semoga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bersih, sehat dan benar serta sejahtera dengan manajemen (pengelolaan) sistem jaminan sosial nasional yang bersih, sehat dan benar. ***

No comments:

Post a Comment