UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN
2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial
untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan
martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan
makmur;
b. bahwa untuk memberikan jaminan sosial yang
menyeluruh, negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh
rakyat Indonesia;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan Persetujuan Bersama:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Jaminan sosial adalah salah satu bentuk
perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya yang layak.
2. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata
cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara
jaminan sosial.
3. Asuransi sosial adalah suatu mekanisme
pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan
perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota
keluarganya.
4. Tabungan wajib adalah simpanan yang bersifat
wajib bagi peserta program jaminan sosial.
5. Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh
Pemerintah bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program
jaminan sosial.
6. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.
7. Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik
seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya
yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk pembayaran manfaat
kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program jaminan
sosial.
8. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang
asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah
membayar iuran.
9. Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang
menjadi hak peserta dan/atau anggota keluarganya.
10. Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara
teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah.
11. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan
menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.
12. Pemberi kerja adalah orang perseorangan,
pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga
kerja atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan
membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
13. Gaji atau upah adalah hak pekerja yang diterima
dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada
pekerja yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja,
kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja
dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan
dilakukan.
14. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi
dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari
rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan oleh
lingkungan kerja.
15. Cacat adalah keadaan berkurang atau hilangnya
fungsi tubuh atau hilangnya anggota badan yang secara langsung atau tidak
langsung mengakibatkan berkurang atau hilangnya kemampuan pekerja untuk
menjalankan pekerjaannya.
16. Cacat total tetap adalah cacat yang
mengakibatkan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan.
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN PRINSIP PENYELENGGARAAN
Pasal 2
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan
berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Pasal 3
Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan
jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta
dan/atau anggota keluarganya.
Pasal 4
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan
berdasarkan pada prinsip
a. kegotong-royongan;
b. nirlaba;
c. keterbukaan;
d. d, kehati-hatian;
e. akuntabilitas;
f. portabilitas;
g. kepesertaan bersifat wajib;
h. dana amanat; dan
i. hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar
kepentingan peserta.
BAB III
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
Pasal 5
(1) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus
dibentuk dengan Undang-Undang.
(2) Sejak berlakunya Undang-Undang ini, badan
penyelenggara jaminan sosial yang ada dinyatakan sebagai Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial menurut Undang-Undang ini.
(3) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial
Tenaga Kerja (JAMSOSTEK);
b. Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan
Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN);
c. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI); dan
d. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi
Kesehatan Indonesia (ASKES).
(4) Dalam hal diperlukan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial selain dimaksud pada ayat (3), dapat dibentuk yang baru dengan
Undang-Undang.
BAB IV
DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL
Pasal 6
Untuk penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial
Nasional dengan Undang-Undang ini dibentuk Dewan Jaminan Sosial Nasional.
Pasal 7
(1) Dewan Jaminan Sosial Nasional bertanggung jawab
kepada Presiden.
(2) Dewan Jaminan Sosial Nasional berfungsi
merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
(3) Dewan Jaminan Sosial Nasional bertugas:
a. melakukan kajian dan penelitian yang berkaitan
dengan penyelenggaraan jaminan sosial;
b. mengusulkan kebijakan investasi Dana Jaminan
Sosial Nasional; dan
c. mengusulkan anggaran jaminan sosial bagi
penerima bantuan iuran dan tersedianya anggaran operasional kepada Pemerintah.
(4) Dewan Jaminan Sosial Nasional berwenang
melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial.
Pasal 8
(1) Dewan Jaminan Sosial Nasional beranggotakan 15
(lima belas) orang, yang terdiri dari unsur Pemerintah, tokoh dan/atau ahli
yang memahami bidang jaminan sosial, organisasi pemberi kerja, dan organisasi
pekerja.
(2) Dewan jaminan Sosial Nasional dipimpin oleh
seorang Ketua merangkap anggota dan anggota lainnya diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden.
(3) Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berasal dari unsur Pemerintah.
(4) Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Jaminan
Sosial Nasional dibantu oleh Sekretariat Dewan yang dipimpin oleh seorang
sekretaris yang diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Dewan Jaminan Sosial
Nasional.
(5) Masa jabatan anggota Dewan Jaminan Sosial
Nasional adalah 5 (lima) tahun, dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa
jabatan.
(6) Untuk dapat diangkat menjadi anggota Dewan
Jaminan Sosial Nasional harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Warga Negara Indonesia;
b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. sehat jasmani dan rohani;
d. berkelakuan baik;
e. berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh)
tahun dan setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun pada saat menjadi anggota;
f. lulusan pendidikan paling rendah jenjang strata
I (satu);
g. memiliki keahlian di bidang jaminan sosial;
h. memiliki kepedulian terhadap bidang jaminan
sosial; dan
i. tidak pernah dipidana berdasarkan keputusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana kejahatan.
Pasal 9
Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Jaminan Sosial
Nasional dapat meminta masukan dan bantuan tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 10
Susunan organisasi dan tata kerja Dewan Jaminan
Sosial Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal
9 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
Pasal 11
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional dapat
berhenti atau diberhentikan sebelum berakhir masa jabatan karena:
a. meninggal dunia;
b. berhalangan tetap;
c. mengundurkan diri;
d. tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (6).
Pasal 12
(1) Untuk pertama kali, Ketua dan anggota Dewan
Jaminan Sosial Nasional diusulkan oleh Menteri yang bidang tugasnya meliputi
kesejahteraan sosial.
(2) Tata cara pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Presiden.
BAB V
KEPESERTAAN DAN IURAN
Pasal 13
(1) Pemberi kerja secara bertahap wajib
mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial, sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.
(2) Pentahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
Pasal 14
(1) Pemerintah secara bertahap mendaftarkan
penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara jaminan
sosial.
(2) Penerima bantuan iuran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah fakir miskin dan orang tidak mampu.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib
memberikan nomor identitas tunggal kepada setiap peserta dan anggota
keluarganya.
(2) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib
memberikan informasi tentang hak dan kewajiban kepada peserta untuk mengikuti
ketentuan yang berlaku.
Pasal 16
Setiap peserta berhak memperoleh manfaat dan
informasi tentang pelaksanaan program jaminan sosial yang diikuti.
Pasal 17
(1) Setiap peserta wajib membayar iuran yang
besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah atau suatu jumlah nominal
tertentu.
(2) Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari
pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran
tersebut kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial secara berkala.
(3) Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) ditetapkan untuk setiap jenis program secara berkala sesuai
dengan perkembangan sosial, ekonomi dan kebutuhan dasar hidup yang layak.
(4) Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin
dan orang yang tidak mampu dibayar oleh Pemerintah.
(5) Pada tahap pertama, iuran sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dibayar oleh Pemerintah untuk program jaminan kesehatan.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PROGRAM JAMINAN SOSIAL
Bagian Kesatu
Jenis Program Jaminan Sosial
Pasal 18
Jenis program jaminan sosial meliputi:
a. jaminan kesehatan;
b. jaminan kecelakaan kerja;
c. jaminan hari tua;
d. jaminan pensiun; dan
e. jaminan kematian.
Bagian Kedua
Jaminan Kesehatan
Pasal 19
(1) Jaminan kesehatan diselenggarakan secara
nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.
(2) Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan
menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Pasal 20
(1) Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang
yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.
(2) Anggota keluarga peserta berhak menerima
manfaat jaminan kesehatan.
(3) Setiap peserta dapat mengikutsertakan anggota
keluarga yang lain yang menjadi tanggungannya dengan penambahan iuran.
Pasal 21
(1) Kepesertaan jaminan kesehatan tetap berlaku
paling lama 6 (enam) bulan sejak seorang peserta mengalami pemutusan hubungan
kerja.
(2) Dalam hal peserta sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) setelah 6 (enam) bulan belum memperoleh pekerjaan dan tidak mampu,
iurannya dibayar oleh Pemerintah.
(3) Peserta yang mengalami cacat total tetap dan
tidak mampu, iurannya dibayar oleh Pemerintah.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden..
Pasal 22
(1) Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan
perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai
yang diperlukan.
(2) Untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan
penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya.
(3) Ketentuan mengenai pelayanan kesehatan dan urun
biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Presiden.
Pasal 23
(1) Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 diberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta
yang menjalin kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
(2) Dalam keadaan darurat, pelayanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak
menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
(3) Dalam hal di suatu daerah belum tersedia
fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medik sejumlah
peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan kompensasi.
(4) Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di
rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas
standar.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Pasal 24
(1) Besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan
untuk setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah
tersebut.
(2) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib
membayar fasilitas kesehatan alas pelayanan yang diberikan kepada peserta
paling lambat 15 (lima belas) hari sejak permintaan pembayaran diterima.
(3) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan; dan
sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas jaminan kesehatan.
Pasal 25
Daftar dan harga tertinggi obat-obatan, serta bahan
medis habis pakai yang dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 26
Jenis-jenis pelayanan yang tidak dijamin Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Pasal 27
(1) Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk peserta
penerima upah ditentukan berdasarkan persentase dari upah sampai batas
tertentu, yang secara bertahap ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi
kerja.
(2) Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk peserta
yang tidak menerima upah ditentukan berdasarkan nominal yang ditinjau secara
berkala.
(3) Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk penerima
bantuan iuran ditentukan berdasarkan nominal yang ditetapkan secara berkala.
(4) Batas upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditinjau secara berkala.
(5) Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3), serta batas upah sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden,
Pasal 28
(1) Pekerja yang memiliki anggota keluarga lebih
dari 5 (lima) orang dan ingin mengikutsertakan anggota keluarga yang lain wajib
membayar tambahan iuran.
(2) Tambahan Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Bagian Ketiga
Jaminan Kecelakaan Kerja
Pasal 29
(1) Jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara
nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial.
(2) Jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan dengan
tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan
santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau
menderita penyakit akibat kerja.
Pasal 30
Peserta jaminan kecelakaan kerja adalah seseorang
yang telah membayar iuran.
Pasal 31
(1) Peserta yang mengalami kecelakaan kerja berhak
mendapatkan manfaat berupa pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya
dan mendapatkan manfaat berupa uang tunai apabila terjadi cacat total tetap
atau meninggal dunia.
(2) Manfaat jaminan kecelakaan kerja yang berupa
uang tunai diberikan sekaligus kepada ahli waris pekerja yang meninggal dunia
atau pekerja yang cacat sesuai dengan tingkat kecacatan.
(3) Untuk jenis-jenis pelayanan tertentu atau
kecelakaan tertentu, pemberi kerja dikenakan urun biaya.
Pasal 32
(1) Manfaat jaminan kecelakaan kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) diberikan pada fasilitas kesehatan milik
Pemerintah atau swasta yang memenuhi syarat dan menjalin kerja sama dengan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
(2) Dalam keadaan darurat, pelayanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak
menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
(3) Dalam hal kecelakaan kerja terjadi di suatu
daerah yang belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat, maka guna
memenuhi;kebutuhan medis bagi peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib
memberikan kompensasi.
(4) Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di
rumah sakit, maka kelas perawatan di rumah sakit diberikan kelas standar.
Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya manfaat
uang tunai, hak ahli waris, kompensasi, dan pelayanan medis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32 diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 34
(1) Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja adalah
sebesar persentase tertentu dari upah atau penghasilan yang ditanggung
seluruhnya oleh pemberi kerja.
(2) Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja untuk
peserta yang tidak menerima upah adalah jumlah nominal yang ditetapkan secara
berkala oleh Pemerintah.
(3) Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bervariasi untuk setiap kelompok pekerja sesuai dengan risiko lingkungan
kerja.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Jaminan Hari Tua
Pasal 35
(1) Jaminan hari tua diselenggarakan secara
nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib.
(2) Jaminan hari tua diselenggarakan dengan tujuan
untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun,
mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
Pasal 36
Peserta jaminan hari tua adalah peserta yang telah
membayar iuran.
Pasal 37
(1) Manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai
dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia,
atau mengalami cacat total tetap.
(2) Besarnya manfaat jaminan hari tua ditentukan
berdasarkan seluruh akumulasi iuran yang telah disetorkan ditambah hasil
pengembangannya.
(3) Pembayaran manfaat jaminan hari tua dapat
diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal
10 (sepuluh) tahun.
(4) Apabila peserta meninggal dunia, ahli warisnya
yang sah berhak menerima manfaat jaminan hari tua.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
(1) Besarnya iuran jaminan hari tua untuk peserta
penerima upah ditetapkan berdasarkan persentase tertentu Bari upah atau
penghasilan tertentu yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja.
(2) Besarnya iuran jaminan hari tua untuk peserta
yang tidak menerima upah ditetapkan berdasarkan jumlah nominal yang ditetapkan
secara berkala oleh Pemerintah.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Jaminan Pensiun
Pasal 39
(1) Jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib.
(2) Jaminan pensiun diselenggarakan untuk
mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau
berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat
total tetap.
(3) Jaminan pensiun diselenggarakan berdasarkan
manfaat pasti.
(4) Usia pensiun ditetapkan menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 40
Peserta jaminan pensiun adalah pekerja yang telah
membayar iuran.
Pasal 41
(1) Manfaat jaminan pensiun berwujud uang tunai
yang diterima setiap bulan sebagai:
a. Pensiun hari tua, diterima peserta setelah
pensiun sampai meninggal dunia;
b. Pensiun cacat, diterima peserta yang cacat
akibat kecelakaan atau akibat penyakit sampai meninggal dunia;
c. Pensiun janda/duda, diterima janda/duda ahli
waris peserta sampai meninggal dunia atau menikah lagi;
d. Pensiun anak, diterima anak ahli waris peserta
sampai mencapai usia 23 (dua puluh tiga) tahun, bekerja, atau menikah; atau
e. Pensiun orang tua, diterima orang tua ahli waris
peserta lajang sampai batas waktu tertentu sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Setiap peserta atau ahli warisnya berhak
mendapatkan pembayaran uang pensiun berkala setiap bulan setelah memenuhi masa
iur minimal 15 (lima belas) tahun, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan
perundang-undangan.
(3) Manfaat jaminan pensiun dibayarkan kepada
peserta yang telah mencapai usia pensiun sesuai formula yang ditetapkan.
(4) Apabila peserta meninggal dunia sebelum
mencapai usia pensiun atau belum memenuhi masa iur 15 (lima belas) tahun, ahli
warisnya tetap berhak mendapatkan manfaat jaminan pensiun.
(5) Apabila peserta mencapai usia pensiun sebelum
memenuhi masa iur 15 (lima belas) tahun, peserta tersebut berhak mendapatkan
seluruh akumulasi iurannya ditambah hasil pengembangannya.
(6) Hak ahli waris atas manfaat pensiun anak
berakhir apabila anak tersebut menikah, bekerja tetap, atau mencapai usia 23
(dua puluh tiga) tahun.
(7) Manfaat pensiun cacat dibayarkan kepada peserta
yang mengalami cacat total tetap meskipun peserta tersebut belum memasuki usia
pensiun.
(8) Ketentuan mengenai manfaat pensiun sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Pasal 42
(1) Besarnya iuran jaminan pensiun untuk peserta
penerima upah ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari upah atau
penghasilan atau suatu jumlah nominal tertentu . yang ditanggung bersama antara
pemberi kerja dan pekerja.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Jaminan Kematian
Pasal 43
(1) Jaminan kematian diselenggarakan secara
nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial.
(2) Jaminan kematian diselenggarakan dengan tujuan
untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta
yang meninggal dunia.
Pasal 44
Peserta jaminan kematian adalah setiap orang yang
telah membayar iuran.
Pasal 45
(1) Manfaat jaminan kematian berupa uang tunai
dibayarkan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah klaim diterima dan
disetujui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
(2) Besarnya manfaat jaminan kematian ditetapkan
berdasarkan suatu jumlah nominal tertentu.
(3) Ketentuan mengenai manfaat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 46
(1) Iuran jaminan kematian ditanggung oleh pemberi
kerja.
(2) Besarnya iuran jaminan kematian bagi peserta
penerima upah ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari upah atau
penghasilan.
(3) Besarnya iuran jaminan kematian bagi peserta
bukan penerima upah ditentukan berdasarkan jumlah nominal tertentu dibayar oleh
peserta.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PENGELOLAAN DANA JAMINAN SOSIAL
Pasal 47
(1) Dana Jaminan Sosial wajib dikelola dan dikembangkan
oleh Badan Penyelenggara jaminan Sosial secara optimal dengan mempertimbangkan
aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang
memadai.
(2) Tata cara pengelolaan dan pengembangan Dana
Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 48
Pemerintah dapat melakukan tindakan-tindakan khusus
guna menjamin terpeliharanya tingkat kesehatan keuangan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
Pasal 49
(1) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengelola
pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.
(2) Subsidi silang antarprogram dengan membayarkan
manfaat suatu program dari dana program lain tidak diperkenankan.
(3) Peserta berhak setiap saat memperoleh informasi
tentang akumulasi iuran dan basil pengembangannya serta manfaat dari jenis
program jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.
(4) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib
memberikan informasi akumulasi iuran berikut hasil pengembangannya kepada
setiap peserta jaminan hari tua sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun.
Pasal 50
(1) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib
membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktek aktuaria yang lazim dan
berlaku umum.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur Iebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 51
Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial dilakukan oleh instansi yang berwenang sesuai
dengan peraturan perundangan-undangan.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 52
(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial
Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36
Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 59), berdasarkan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3468);
b. Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan
Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan dan
Asuransi Pegawai Negeri Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 198'1 Nomor 38), berdasarkan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2906), Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
(Lembaran. Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3014) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun
1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3890), dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981
tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3200);
c. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) yang dibentuk dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 68 Tahun 1991 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum
(Perum) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menjadi
Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991
Nomor 88);
d. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi
Kesehatan Indonesia (ASKES) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 1992 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Husada Bhakti
menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 16);
tetap berlaku sepanjang belum disesuaikan dengan
Undang-Undang ini.
(2) Semua ketentuan yang mengatur mengenai Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan
dengan Undang-Undang ini paling lambat 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini
diundangkan.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53
Undang-Undang ini mulai berlaku sejak tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 19 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MEGAWATT SOEKARNOPUTRI
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 19 Oktober 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR
150 _________________________________________________________________
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2004
TENTANG
SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL
UMUM
Pembangunan sosial ekonomi sebagai salah satu
pelaksanaan kebijakan pembangunan nasional telah menghasilkan banyak kemajuan,
di antaranya telah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan tersebut
harus dapat dinikmati secara berkelanjutan, adil, dan merata menjangkau seluruh
rakyat.
Dinamika pembangunan bangsa Indonesia telah
menumbuhkan tantangan berikut 1untutan penanganan berbagai persoalan yang belum
terpecahkan. Salah satunya adalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh
rakyat, yang diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (3) mengenai hak terhadap jaminan
sosial dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Jaminan sosial juga dijamin dalam Deklarasi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia Tahun 1948 dan ditegaskan dalam
Konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1952 yang menganjurkan semua negara untuk
memberikan perlindungan minimum kepada setiap tenaga kerja. Sejalan dengan
ketentuan tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam TAP
Nomor X/MPR/2001 menugaskan Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial
Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan
terpadu.
Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya
merupakan program Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap
penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila
terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan,
karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki
usia lanjut, atau pensiun.
Selama beberapa dekade terakhir ini, Indonesia
telah menjalankan beberapa program jaminan sosial. Undang-Undang yang secara
khusus mengatur jaminan sosial bagi tenaga kerja swasta adalah Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), yang
mencakup program jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja,
jaminan hari tua dan jaminan kematian.
Untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), telah
dikembangkan program Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri ('ASPEN) yang
dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 dan program Asuransi
Kesehatan (ASKES) yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
69 Tahun 1991 yang bersifat wajib bagi PNS/Penerima Pensiun/Perintis
Kemerdekaan/ Veteran dan anggota keluarganya.
Untuk prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI),
anggota Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), dan PNS Departemen
Pertahanan/TNI/POLRI beserta keluarganya, telah dilaksanakan program Asuransi
Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 67 tahun 1991 yang merupakan perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 44 Tahun 1971.
Berbagai program tersebut di atas baru mencakup
sebagian kecil masyarakat. Sebagian besar rakyat belum memperoleh perlindungan
yang memadai. Di samping itu, pelaksanaan berbagai program jaminan sosial
tersebut belum mampu memberikan perlindungan yang adil dan memadai kepada para
peserta sesuai dengan manfaat program yang menjadi hak peserta.
Sehubungan dengan hal di atas, dipandang perlu
menyusun Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mampu mensinkronisasikan
penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang dilaksanakan oleh beberapa
penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta
memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta.
Prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah
sebagai berikut:
- Prinsip kegotong-royongan. Prinsip ini diwujudkan
dalam mekanisme gotong royong dari peserta yang mampu kepada peserta yang
kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang
berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu
yang sakit. Melalui prinsip kegotong-royongan ini, jaminan sosial dapat
menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Prinsip nirlaba. Pengelolaan dana amanat tidak
dimaksudkan untuk mencari laba (nirlaba) bagi Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial, akan tetapi tujuan utama penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk
memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana amanat, hasil
pengembangannya, dan surplus anggaran akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kepentingan peserta.
- Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas,
efisiensi dan efektivitas. Prinsip-prinsip manajemen ini diterapkan dan
mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan
hasil pengembangannya.
- Prinsip portabilitas. Jaminan sosial dimaksudkan
untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah
pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Prinsip kepesertaan bersifat wajib. Kepesertaan
wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat
terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat,
penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan Pemerintah
serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja
di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta
secara suka rela, sehingga dapat mencakup petani, nelayan, dan mereka yang
bekerja secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional
dapat mencakup seluruh rakyat.
- Prinsip dana amanat. Dana yang terkumpul dari
iuran peserta merupakan titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola
sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan
peserta.
- Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
Nasional dalam Undang-Undang ini adalah hasil berupa dividen dari pemegang
saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.
Dalam Undang-Undang ini diatur penyelenggaraan
Sistem Jaminan Sosial Nasional yang meliputi jaminan kesehatan, jaminan
kecelakaan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari tua, dan jaminan kematian bagi
seluruh penduduk melalui iuran wajib pekerja. Program-program jaminan sosial
tersebut diselenggarakan oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam Undang-Undang ini adalah transformasi
dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sekarang telah berjalan dan
dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika
perkembangan jaminan sosial.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Asas kemanusiaan berkaitan dengan penghargaan
terhadap martabat manusia. Asas manfaat merupakan asas yang bersifat
operasional menggambarkan pengelolaan yang efisien dan efektif. Asas keadilan
merupakan asas yang bersifat idiil. Ketiga asas tersebut dimaksudkan untuk
menjamin kelangsungan program dan hak peserta.
Pasal 3
Yang dimaksud dengan kebutuhan dasar hidup adalah
kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pasal 4
Prinsip kegotong-royongan dalam ketentuan ini
adalah prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan
sosial, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai
dengan tingkat gaji, upah, atau penghasilannya.
Prinsip nirlaba dalam ketentuan ini adalah prinsip
pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh peserta.
Prinsip keterbukaan dalam ketentuan ini adalah
prinsip mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap
peserta.
Prinsip kehati-hatian dalam ketentuan ini adalah
prinsip pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib.
Prinsip akuntabilitas dalam ketentuan ini adalah
prinsip pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Prinsip portabilitas dalam ketentuan ini adalah
prinsip memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah
pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Prinsip kepesertaan wajib dalam ketentuan ini
adalah prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta jaminan
sosial, yang dilaksanakan secara bertahap.
Prinsip dana amanat dalam ketentuan ini adalah
bahwa iuran dan hasil pengembangannya merupakan dana titipan dari peserta untuk
digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan peserta jaminan sosial.
Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
Nasional dalam ketentuan ini adalah hasil berupa dividen dari pemegang saham
yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
menurut ketentuan ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan dinamika
perkembangan jaminan sosial dengan tetap memberi kesempatan kepada Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial yang telah ada/atau yang baru, dalam mengembangkan
cakupan kepesertaan dan program jaminan sosial.
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Kajian dan penelitian yang dilakukan dalam
ketentuan ini antara lain penyesuaian masa transisi, standar operasional dan
prosedur Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, besaran iuran dan manfaat,
pentahapan kepesertaan dan perluasan program, pemenuhan hak peserta, dan
kewajiban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Huruf b
Kebijakan investasi yang dimaksud dalam ketentuan
ini adalah penempatan dana dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian,
optimalisasi hasil, keamanan dana, dan transparansi.
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (4)
Kewenangan melakukan monitoring dan evaluasi dalam
ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin terselenggaranya program jaminan
sosial, termasuk tingkat kesehatan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Pasal 8
Ayat (1)
Jumlah 15 (lima belas) orang anggota dalam
ketentuan ini terdiri dari unsur pemerintah 5 (lima) orang, unsur tokoh
dan/atau ahli 6 (enam) orang, unsur organisasi pemberi kerja 2 (dua) orang, dan
unsur organisasi pekerja 2 (dua) orang.
Unsur pemerintah dalam ketentuan ini berasal dari
departemen yang bertanggung jawab di bidang keuangan, ketenagakerjaan,
kesehatan, sosial, dan kesejahteraan rakyat dan/atau bidang pertahanan dan
keamanan, masing-masing 1 (satu) orang.
Unsur ahli dalam ketentuan ini meliputi ahli di
bidang asuransi, keuangan, investasi, dan aktuaria.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Frasa "secara bertahap" dalam ketentuan
ini dimaksudkan agar memperhatikan syarat-syarat kepesertaan dan program yang
dilaksanakan dengan memperhatikan kemampuan anggaran negara, seperti diawali
dengan program jaminan kesehatan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Informasi yang dimaksud dalam ketentuan ini
mencakup hak dan kewajiban sebagai peserta, akun pribadi secara berkala minimal
satu tahun sekali, dan perkembangan program yang diikutinya.
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud pembayaran iuran secara berkala dalam
ketentuan ini adalah pembayaran setiap bulan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Fakir miskin dan orang yang tidak mampu dalam
ketentuan ini adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Prinsip asuransi sosial meliputi:
a. kegotongroyongan antara yang kaya dan miskin,
yang sehat dan sakit, yang tua dan muda, dan yang berisiko tinggi dan rendah;
b. kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak
selektif;
c. iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan;
d. bersifat nirlaba.
Prinsip ekuitas yaitu kesamaan dalam memperoleh
pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisnya yang tidak terikat dengan besaran.
iuran yang telah dibayarkannya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Anggota keluarga adalah istri/suami yang sah, anak
kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah
sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan anggota keluarga yang lain
dalam ketentuan ini adalah anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua.
Untuk mengikutsertakan anggota keluarga yang lain, pekerja memberikan surat
kuasa kepada pemberi kerja untuk menambahkan iurannya kepada Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini.
Pasal 21
Ayat (1)
Ketentuan ini memungkinkan seorang peserta yang
mengalami pemutusan hubungan kerja dan keluarganya tetap dapat menerima jaminan
kesehatan hingga 6 (enam) bulan berikutnya tanpa mengiur.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud pelayanan kesehatan dalam pasal ini
meliputi pelayanan dan penyuluhan kesehatan, imunisasi, pelayanan Keluarga
Berencana, rawat jalan, rawat inap, pelayanan gawat darurat dan tindakan medis
lainnya, termasuk cuci darah dan operasi jantung. Pelayanan tersebut diberikan
sesuai dengan pelayanan standar, baik mutu maupun jenis pelayanannya dalam
rangka menjamin kesinambungan program dan kepuasan peserta.
Luasnya pelayanan kesehatan disesuaikan dengan
kebutuhan peserta yang dapat berubah dan kemampuan keuangan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial. Hal ini diperlukan untuk kehati-hatian.
Ayat (2)
Jenis pelayanan yang dimaksud adalah pelayanan yang
membuka peluang moral hazard (sangat dipengaruhi selera dan perilaku peserta),
misalnya pemakaian obat-obat suplemen, pemeriksaan diagnostik, dan tindakan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan medik.
Urun biaya harus menjadi bagian upaya pengendalian,
terutama upaya pengendalian dalam menerima pelayanan kesehatan. Penetapan urun
biaya dapat berupa nilai nominal atau persentase tertentu dari biaya pelayanan,
dan dibayarkan kepada fasilitas kesehatan pada saat peserta memperoleh
pelayanan kesehatan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Fasilitas kesehatan meliputi rumah sakit, dokter
praktek, klinik, laboratorium, apotek dan fasilitas kesehatan lainnya.
Fasilitas kesehatan memenuhi syarat tertentu apabila fasilitas kesehatan
tersebut diakui dan memiliki izin dari instansi Pemerintah yang bertanggung
jawab di bidang kesehatan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Kompensasi yang diberikan pada peserta dapat dalam
bentuk uang tunai, sesuai dengan hak peserta.
Ayat (4)
Peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi
dari pada haknya (kelas standar), dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti
asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang
dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan biaya yang harus dibayar
akibat peningkatan kelas perawatan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan ini menghendaki agar Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial membayar fasilitas kesehatan secara efektif dan efisien. Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial dapat memberikan anggaran tertentu kepada suatu
rumah sakit di suatu daerah untuk melayani sejumlah peserta atau membayar
sejumlah tetap tertentu per kapita per bulan (kapitasi). Anggaran tersebut
sudah mencakup jasa medis, biaya perawatan, biaya penunjang, dan biaya
obat-obatan yang penggunaan rincinya diatur sendiri oleh pimpinan rumah sakit.
Dengan demikian, sebuah rumah sakit akan lebih leluasa menggunakan dana
seefektif dan seefisien mungkin.
Ayat (3)
Dalam pengembangan pelayanan kesehatan, Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial menerapkan sistem kendali mutu dan kendali biaya
termasuk menerapkan iur biaya untuk mencegah penyalahgunaan pelayanan
kesehatan.
Pasal 25
Penetapan daftar dan plafon harga dalam ketentuan
ini dimaksudkan agar mempertimbangkan perkembangan kebutuhan medik
ketersediaan, serta efektifitas dan efisiensi obat atau bahan medis habis
pakai.
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pengertian secara berkala dalam ketentuan ini
adalah jangka waktu tertentu untuk melakukan peninjauan atau perubahan sesuai
dengan perkembangan kebutuhan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Kompensasi dalam ketentuan ini dapat berbentuk
penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan, atau penyediaan fasilitas
kesehatan tertentu.
Ayat (4)
Peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi
dari pada haknya (kelas standar), dapat meningkatkan kelasnya dengan mengikuti
asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang
dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan biaya yang harus dibayar
akibat peningkatan kelas perawatan.
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Variasi besarnya iuran disesuaikan dengan tingkat
risiko lingkungan kerja dimaksudkan pula untuk mendorong pemberi kerja
menurunkan tingkat risiko lingkungan kerjanya dan terciptanya efisiensi usaha.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Prinsip asuransi sosial dalam jaminan hari tua
didasarkan pada mekanisme asuransi dengan pembayaran iuran antara pekerja dan
pemberi kerja.
Prinsip tabungan wajib dalam jaminan hari tua
didasarkan pada pertimbangan bahwa manfaat jaminan hari tua berasal dari
akumulasi iuran dan hasil pengembangannya.
Ayat (2)
Jaminan hari tua diterimakan kepada peserta yang
belum memasuki usia pensiun karena mengalami cacat total tetap sehingga tidak
bisa lagi bekerja dan iurannya berhenti.
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pemerintah menjamin terselenggaranya pengembangan
dana jaminan hari tua sesuai dengan prinsip kehati-hatian minimal setara
tingkat suku bunga deposito bank Pemerintah jangka waktu satu tahun sehingga
peserta memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
Ayat (3)
Sebagian jaminan hari tua dapat dibayarkan untuk
membantu peserta mempersiapkan diri memasuki masa pensiun.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang akan diatur oleh Pemerintah adalah besarnya
persentase iuran yang dibayar oleh pekerja dan pemberi kerja.
Pasal 39
Ayat (1)
Pada dasarnya mekanisme jaminan pensiun berdasarkan
asuransi sosial, namun ketentuan ini memberi kesempatan kepada pekerja yang
memasuki usia pensiun tetapi masa iurannya tidak mencapai waktu yang
ditentukan, untuk diberlakukan sebagai tabungan wajib dan dibayarkan pada saat
yang bersangkutan berhenti bekerja, ditambah hasil pengembangannya.
Ayat (2)
Derajat kehidupan yang layak yang dimaksud dalam
ketentuan ini adalah besaran jaminan pensiun mampu memenuhi kebutuhan pokok
pekerja dan keluarganya.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan manfaat pasti adalah terdapat
batas minimum dan maksimum manfaat yang akan diterima peserta.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Manfaat pensiun anak adalah pemberian uang pensiun
berkala kepada anak sebagai ahli waris peserta, paling banyak 2 (dua) orang
yang belum bekerja, belum menikah, atau sampai berusia 23 (dua puluh tiga)
tahun, yang tidak mempunyai sumber penghasilan apabila seorang peserta
meninggal dunia.
Huruf e
Manfaat pensiun orang tua adalah pemberian uang
pensiun berkala kepada orang tua sebagai ahli waris peserta lajang apabila
seorang peserta meninggal dunia.
Ayat (2)
Ketentuan 15 (lima belas) tahun diperlukan agar ada
kecukupan dan akumulasi dana untuk memberi jaminan pensiun sampai jangka waktu
yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Ayat (3)
Formula jaminan pensiun ditetapkan berdasarkan masa
kerja dan upah terakhir.
Ayat (4)
Meskipun peserta belum memenuhi masa iur selama 15
(lima belas) tahun, sesuai dengan prinsip asuransi sosial, ahli waris berhak
menerima jaminan pensiun sesuai dengan formula yang ditetapkan.
Ayat (5)
Karena belum memenuhi syarat masa iur, iuran
jaminan pensiun diberlakukan sebagai tabungan wajib.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan likuiditas adalah kemampuan
keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam memenuhi kewajibannya jangka
pendek.
Yang dimaksud dengan solvabilitas adalah kemampuan
keuangan l3adan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam memenuhi semua kewajiban
jangka pendek dan jangka panjang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Subsidi silang yang tidak diperkenankan dalam
ketentuan ini misalnya dana pensiun tidak dapat digunakan untuk membiayai
jaminan kesehatan dan sebaliknya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Cadangan teknis menggambarkan kewajiban Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial yang timbul dalam rangka memenuhi kewajiban di
masa depan kepada peserta.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
4456
No comments:
Post a Comment