Sunday, April 14, 2013

Bangsawan dari Kutai (7-Habis)


Masa Pengabdian yang Belum Usai

Kita adalah apa yang secara berulang-ulang kita lakukan. Oleh karena itu, keunggulan bukanlah suatu tindakan, melainkan suatu kebiasaan.
Aristoteles, Filsuf Yunani

Syahdan. Suatu waktu di tahun 2004. Tanpa sengaja kami membuka-buka sebuah buku yang berisi nama-nama bupati seluruh Indonesia lengkap dengan alamat dan nomor kontaknya. Sepintas kami membaca nama Awang Faroek Ishak, yang ketika itu tertulis sebagai Bupati Kutai Timur, lengkap dengan nomor kontak telepon seluler (ponsel). Sebagai entitas penerbitan buku, spontan kami tergerak untuk berkirim pesan singkat (SMS) kata-kata pengenalan diri sembari berharap ada feedback positif dari sang bupati.
Tak terlalu berharap memang. Sebab, sebagaimana galibnya nomor-nomor ponsel pada buku alamat, kerapkali hanya hiasan belaka. Nyaris tidak bersambung bilamana kita hubungi atau hanya mesin penjawab yang memberikan feedback. Apalagi, dua-tiga hari setelah kami kirim SMS ke ponsel Awang Faroek ketika itu tidak berjawab.
Namun, asa itu rupanya tidak serta merta padam. Sekitar empat hari berselang, ponsel kami berbunyi. Sebuah pesan singkat masuk. Isinya, ucapan terima kasih dari Awang Faroek atas perkenalan kami dan berucap kata maaf karena sedang berada di Tanah Suci menunaikan ibadah umrah. Kami pun maklum dengan hati penuh harapan bahwa tali rajutan silaturrahim lewat SMS ini dapat membuka pintu rezeqi.
Benar, beberapa saat setelah kami membaca SMS, ponsel kami kembali berdering. Kami lihat nomor yang tertera adalah nomor ponsel milik Awang Faroek. Lalu kami angkat, terdengar suara Awang Faroek yang menyampaikan kata maaf dan ucapan terima kasih atas perkenalannya lantas beliau minta bertemu kami begitu tiba kembali di Tanah Air. Kami sempat terpana, rasanya jarang-jarang kami memperoleh sambungan langsung dengan seorang bupati kepala daerah. Selama ini, tanggapan atas proposal yang kami kirim ke bupati, walikota dan gubernur, kami biasa terima dari ajudan bupati atau kepala bagian humas pemkab, pemko atau pemprov. Dan, urusan-urusan lanjutan pun cukup dengan mereka yang berada entah di lingkar ke berapa dalam tahta seorang kepala daerah.
Begitu tiba kembali di Tanah Air, Awang Faroek memenuhi janjinya untuk mengontak kami. Beliau meminta kami bertemu jam enam pagi (tidak boleh terlambat barang sedetik pun) di sebuah hotel berbintang di kawasan Jakarta Pusat. Kami yang berdomisili di pinggiran Jakarta harus putar otak agar tidak telat tiba di tempat. Kira-kira pukul 05.50 kami sampai di tempat yang dijanjikan Awang Faroek. Kami belum pernah mengenal dan bertemu sebelumnya. Kendati begitu kami tidak kesulitan karena banyak orang telah mengenal sosok yang kini menjadi Gubernur Kalimantan Timur itu.
Tanpa mesti melewati basa-basi para ajudan, kami dapat langsung berjabat tangan dengan Awang Faroek. Tanpa basa-basi pula, Awang Faroek langsung berbincang pada pokok persoalan: penulisan buku biografi dirinya. Sebab, di belakang kami telah antre banyak orang yang hendak bertemu dengan beliau.
Satu hal yang kami tangkap dari perjumpaan dengan Awang Faroek kali pertama itu, beliau adalah sosok yang amat sederhana, ringkas dan tidak suka birokrasi yang berbelit. Kesederhanaan memang bukan hal yang mudah ketika seseorang menapak di puncak karir dan tahta. Namun, Awang Faroek dapat dikatakan sebagai sosok yang amat langka, penuh kesederhanaan dan ringkas dalam bekerja dan berkomunikasi dengan orang-orang seperti kami dari entitas penerbitan buku yang sangat belum dikenal. Dan, kami dengar memang demikianlah keseharian Awang Faroek dalam memimpin rakyatnya –baik saat menjabat Bupati Kutai Timur maupun ketika kini mengemban amanah sebagai Gubernur Kalimantan Timur.
Kesan kami tidaklah berlebihan. Koleganya, Bupati Kutai Barat Ismael Thomas, pernah berucap, “Dalam aspek pergaulan, Pak Awang Faroek dapat secara mudah bergaul dengan siapa saja. Dia merupakan pribadi yang sangat supel. Walaupun dia keturunan bangsawan, namun dia adalah sosok bangsawan yang bersahaja dan sangat merakyat. Dia merupakan tokoh yang bisa dekat dengan siapa saja. Maka, tidaklah mengherankan bila teman-temannya amat banyak dan berasal dari beragam golongan.”
Tanggal 31 Juli 2012, Awang Faroek Ishak genap berusia delapan windu atau 64 tahun. Kesederhanaan masih tetap melekat dalam dirinya kendati ladang pengabdiaannya sudah demikian luas. Dan warga masyarakat mengenalnya sebagai sosok pemimpin yang sederhana, ikhlas, sopan dan santun. Dia cukup sukses menanamkan kredo “pemimpin yang melayani” ketika memimpin Kabupaten Kutai Timur dan Provinsi Kalimantan Timur. Dalam kepemimpinannya, dia senantiasa menanamkan kepada segenap aparatur di bawahnya untuk mengedepankan Senyum, Salam dan Sapa (3S). Selain itu, aparatur di bawahnya juga harus berpedoman pada tiga jangan: jangan terlambat atau menunda pekerjaan, jangan membuat kesalahan dan jangan menerima sesuatu yang bukan haknya. Satu hal lagi, aparatur di bawahnya mesti melaksanakan tugas secara profesional agar wilayah yang dipimpinnya semakin maju, berkembang, solid dan sehat, sehingga kesejahteraan warga meningkat.
Pendek kata, tahta Awang Faroek adalah sebuah tahta yang sepenuhnya untuk melayani rakyat. Bukan tahta buat dirinya semata, hanya untuk keluarganya, atau tahta sebatas buat selingkar kroninya. Awang Faroek memaknai tahta bukan berarti terkurung dalam singgasana yang dikelilingi para abdi dalem, tahta bukanlah sangkar emas yang penghuninya senantiasa dilayani. Tahta, bagi Awang Faroek, bermakna pamong, melayani, merakyat, dan tiada bersekat dengan siapa saja.  

A.   Kerja Keras Mewujudkan Kaltim Bangkit 2013   
Awang Faroek adalah seorang pekerja keras yang nyaris tidak kenal waktu. Saban pagi, dia bekerja dari pukul 07.30 WITA dan berakhir sampai larut malam, bahkan menjelang dinihari. Esok pagi, sekitar pukul 04.00 dia sudah kembali bangun pagi. Praktis, waktu istirahatnya cuma sekitar 3-4 jam. Tempatnya bekerja pun tak terbatas di ruang kerja gubernur, di ruang publik (bertemu rakyat di pedalaman dan di pelosok), bersua calon investor di lapangan, negosiasi di hotel, dan lain-lain, semua itu dia lakukan dengan sepenuh hati. Sampai-sampai, dia sengaja merekrut sekretaris pribadi untuk keperluan native speaker. Sebab itu, jangan heran bila dalam suatu kesempatan Awang Faroek tampak serius tengah bertatap-muka, berbincang-bincang santai dengan rakyatnya, yakni para buruh, petani, nelayan, demi mendengarkan langsung unek-unek maupun keluh-kesah mereka. Dia merupakan sosok pemimpin yang benar-benar serius bersedia mendengarkan keluhan-keluhan mereka, kemudian berempati, hingga akhirnya membuat program dan kebijakan guna memberikan solusi bagi kepentingan rakyatnya. Prinsipnya, dia selalu menempatkan masyarakat kecil (buruh, petani, nelayan dan pedagang) sebagai bagian terpenting dalam pemerintahannya.
Pada kali lain, kita bisa pula melihat Awang Faroek sedang berbincang serius dengan para bupati/walikota se-Kaltim, dengan Kepala Daerah (bupati/walikota, gubernur) dari daerah lainnya, kalangan politisi nasional, kalangan pejabat tinggi militer (TNI/Polri), para penegak hukum, sejumlah menteri, para duta besar negara-negara sahabat, pengusaha nasional, kalangan akademisi, maupun anggota DPR dan DPD RI di Jakarta. Intinya, mereka semua mesti dilayani secara baik. Sebagai politisi senior, Awang Faroek memang dikenal memiliki jaringan politik dan relasi yang sangat luas. Dia sangat memahami bahwa untuk membangun Kaltim yang lebih maju diperlukan team work yang solid plus kebersamaan serta keluwesan pemimpinnya untuk membina dan membangun jejaring kerja (networking) dengan berbagai kalangan. Dia meyakini, organisasi pemerintahan daerah yang demikian besar seperti Pemerintah Provinsi Kaltim ini tidak bisa bertumbuh-kembang sendirian tanpa kontribusi mereka.
Di lain waktu, Awang Faroek masih menyempatkan diri mengasah kemampuan intelektualnya. Di satu ruang kuliah, dia tampak serius mengikuti materi kuliah S3 (Program Doktoral) di Universitas Airlangga (Unair) yang telah dirampungkannya pada November 2010 lalu. Pada waktu lain dia pun tampak santai menjadi penyaji makalah pada sebuah simposium nasional di Jakarta serta di beberapa kampus di luar Kaltim, bahkan masih meluangkan waktunya buat mengajar di Universitas Mulawarman dan Universitas 17 Agustus Samarinda.
Masih aktif mengajar di kampus? “Oh ya, saya tetap jadi Lektor Kepala di Unmul, Samarinda. Saya mengajar mata kuliah Sumber Daya Manusia. Juga memberikan bimbingan mahasiswa. Mengajar ini menjadi profesi lain yang harus dipertahankan, sebab suatu saat mungkin karir saya di jalur pendidikan,” tandas Awang Faroek.
Pada kesempatan yang lain lagi, dia sudah berada di sebuah hotel berbintang di Jakarta, bertemu dan berbincang serius dengan sejumlah calon investor yang tertarik menanamkan modalnya di Kaltim. Bagi suami Hj. Amelia Suharni ini, buat mengembangkan Kaltim yang lebih maju, mandiri dan bermartabat, dia memang harus lincah dan luwes bergerak. Mencari terobosan sumber-sumber pendanaan alternatif bagi pembangunan daerah. Singkat cerita, untuk mengembangkan dan membangun Kaltim ini memang tidak harus selalu menggunakan uang Pemerintah Daerah yang teralokasi dalam APBD, Dana Perimbangan, DAU, DAK, dan lain-lain. Kendati Kaltim merupakan daerah relatif kaya, namun kekayaan itu masih belum cukup. Arti kata, dia harus menempuh berbagai skema portofolio pembiayaan alternatif yang lain. Ringkasnya, dia harus pula pandai-pandai menggandeng pihak ketiga, dalam hal ini sektor swasta (investor). Pokoknya, dia memposisikan dirinya sebagai motor dan kreator bagi kemajuan Kaltim guna mewujudkan visi “Kaltim Bangkit 2013”.
Begitulah, di rentang usianya yang kini genap 64 tahun pada 31 Juli 2012, tidak sedikit pun ayah tiga anak dan kakek tiga cucu ini menyurutkan aktivitasnya. “Menurut saya, Pak Awang Faroek adalah seorang pekerja keras, gigih dan dia itu pantang menyerah,” ujar seorang sahabatnya, yang kini menjadi Menteri Pertahanan, Prof. Dr. Purnomo Yusgiantoro, suatu kesempatan.
Lelaki ramah dan humanis kelahiran Tenggarong (Kutai Kartanegara) ini memang memiliki kemampuan tinggi dalam memimpin dan mengelola daerahnya. Gaya kepemimpinannya (leadership style) yang khas dan karismatik memudahkan untuk mengelola stafnya dengan baik. Pada saat memimpin Kabupaten Kutai Timur misalkan, “Pak Awang itu mampu menunjukkan lead by example, yaitu suatu prinsip kepemimpinan dengan memberikan contoh yang baik, sehingga akan mudah ditiru oleh para stafnya tanpa harus memberikan instruksi,” tutur mantan External Manager PT Kaltim Prima Coal (KPC) Dr. Harry Marsiono.
Begitu pun secara teknis. Awang Faroek mempunyai kemampuan dan pemahaman yang mendalam tentang teori perencanaan pembangunan wilayah. Kepemimpinannya yang berkualitas mumpuni tersebut, masih menurut Harry, “Akan sulit untuk dikalahkan oleh stafnya dan semakin memberikan legitimasi kepada dirinya. Hal ini terbukti dengan kerja keras dan semangatnya yang tinggi serta tidak mengenal lelah dalam menjalankan tugas-tugasnya. Bahkan, dirinya juga mampu bekerja berjam-jam dan berhari-hari nyaris tiada henti, namun tetap mempunyai semangat yang tinggi.”
Sungguh, demikian padatnya aktivitas dan waktu Awang Faroek. Demi mengangkat harkat dan martabat rakyat Kalimantan Timur agar tidak diolok-olok atau diplesetkan lagi menjadi “Kalimantan Tidur”, sosok hard worker ini berjibaku tiada kenal waktu. Apalagi, sejak remaja dia memang sudah dikenal sebagai sosok pekerja keras yang smart. Karenanya, dia mengusung kredo bekerja keras dan bekerja cerdas. Sampai-sampai dia hanya memiliki waktu relatif sempit untuk beristirahat.hampir 80 persen waktunya digunakan untuk pengabdian kepada Kalimantan Timur dan rakyat yang memilihnya pada Pilkada langsung 2008 lalu. Prinsipnya, Awang Faroek ingin berbuat, berkarya, dan terus memberikan yang terbaik untuk daerahnya. Demikianlah, di antaranya, warna dan gaya kepemimpinan Awang Faroek sejak dia diberikan mandat bupati pada 2001 ketika memimpin Kabupaten Kutai Timur, yang kemudian dipilih dan didaulat lagi secara langsung oleh rakyat untuk menjadi Gubernur, menakhodai Provinsi Kalimantan Timur periode 2008-2013.
Kiprah dan pengabdian Awang Faroek nyaris tak bertepi. Namun, laiknya sebagai manusia biasa, Awang Faroek termasuk Kepala Daerah yang terus berusaha untuk selalu menjaga keseimbangan hidup. Baginya, hidup ini ibarat cuma mampir sebentar untuk berteduh di bawah pohon. Sebagai sosok nasionalis yang religius, dia paham sesungguhnya bahwa kehidupan yang kekal adalah di akhirat kelak. Karena itu, dia mencoba mengumpulkan “bekal” berupa ladang amal di dunia yang fana ini sebanyak-banyaknya buat kehidupan abadi kelak. Mengingat sekarang ini dia diberikan amanah sebagai pemimpin nomor satu di Kaltim, maka melalui organisasi anministrasi pemerintahan daerah inilah dia berupaya menjadikannya lebih baik, sehingga semakin besar manfaatnya bagi kemaslahatan rakyat. Dia ingin organisasi sebesar dan sekaya Kaltim ini dapat segera bangkit menjadi lokomotif pembaruan bagi Pemerintahan Daerah di era otonomi daerah dewasa ini.
Apalagi, untuk retang waktu lima tahun (2008-2013), Awang Faroek mengusung visi pembangunan yang cukup berat menuju grand strategy “Kaltim Bangkit 2013”, yakni “Mewujudkan Kaltim sebagai Pusat Agroindustri dan Energi Terkemuka Menuju Masyarakat Adil dan Sejahtera”. Namun, sebagai visioner sejati, Awang Faroek memahami sepenuhnya bahwa visi tersebut sangatlah rasional untuk direalisasikan, karena pilihan visinya itu sangat membumi dan realistis dengan kondisi riil wilayahnya, meliputi unggulan komparatif dan kompetitif Provinsi Kaltim pada masa kini serta untuk menjawab kebutuhan daerah ini di masa depan.
Tentu, sesuatu hal yang wajar bilamana Awang Faroek terobsesi membawa Kaltim sebagai lokomotif pembaruan bagi pembangunan di daerah. Dengan bekal pengalaman yang kaya dan penuh warna di berbagai bidang kehidupan, dipadu kecerdasan visinya, keluwesan pergaulannya, serta kemampuan akademiknya, sehingga saat dipercaya menakhodai Kaltim, Awang Faroek yang memang sudah dibiasakan berpikir dan merencanakan tugas besar kemudian melakukan perubahan pada sesuatu yang besar pula. Persis seperti petuah Burnham (2003): “Buatlah Rencana Besar! Rencana Kecil Tidak Akan Membuat Seseorang Berpikir dan Bergairah. Buatlah Rencana Besar!”
Wujud keberhasilan kepemimpinan Awang Faroek sudah dia buktikan saat memimpin Kabupaten Kutai Timur. Dia memang menganut prinsip kepemimpinan yang lurus. Bahwa seorang pemimpin itu harus amanah, jujur dan lurus, selalu berpikir positif dan berpegang teguh pada profesionalisme. Dia adalah pemimpin yang berintegritas dan penuh dedikasi pada daerahnya. Karena itu, dalam memimpin dia memulainya dengan modal niat, semangat, serta keyakinan yang sungguh-sungguh. Kemudian, dia juga memulainya dengan menancapkan visi dan pemikiran-pemikirannya yang besar. Berikutnya, baru menyingsingkan lengan baju untuk bekerja keras dan berikhtiar dengan kemampuan maksimal guna mewujudkan visinya itu. Selanjutnya, bagaimana hasil akhirnya nanti, dia pasrahkan kepada Allah SWT, Tuhan Semesta Alam. Cara berpikir dan bertindak pun, dia selaraskan dengan konsep dan teori manajemen modern (POAC), yakni dimulai dari perencanaan (planning) yang matang, pengorganisasian (organizing) yang mantap, pelaksanaan (actuating) yang tepat sasaran, hingga pengawasan yang ketat (controlling).
Pemimpin yang sukses memang memiliki gaya dan warna kepemimpinan tersendiri. Bagitu pula halnya dengan Awang Faroek. Dia memimpin dengan warna dan gayanya sendiri yang khas. Yakni, dalam memimpin Kaltim, dia memulai dengan cara dan pemikiran yang sederhana. Dia mulai dengan melihat, memahami, lalu menganalisa apa yang menjadi kekuatan (strength), kelemahan (weakness), termasuk peluang (opprtunity), serta ancaman (treatment) Kaltim. Baru kemudian membuat mapping kebijakan, program dan strategi untuk mengimplementasikannya.
Alhasil, selama empat tahun (2008-2012) kepemimpinannya sebagai Gubernur Kaltim, relatif banyak kinerja dan harya yang telah diretas. Seperti kinerjadan capaian hasil-hasil pembangunan pada sektor pendidikan, kesehatan dan perekonomian daerah, yang pada akhirnya mampu mendongkrak secara signifikan angka komposit Human Development Index/Indeks Pembangunan Manusia (HDI/IPM) Kaltim pada 2010 menjadi 75,56, sekaligus menempatkan posisi IPM Kaltim pada urutan kelima secara nasional. Namun, kinerja dan hasil-hasil pembangunan di Kaltim tidak hanya berkutat pada peningkatan IPM, juga menyasar ke sektor atau bidang lainnya. sebutlah, di antaranya peningkatan kinerja pada sektor infrastruktur, pertanian (dalam arti luas), pemerintahan dan aparatur, pengelolaan keuangan daerah, keagamaan, menciptakan pula kohesi sosial yang aman dan damai di masyarakat Provinsi Kaltim. Di luar itu, berbagai prestasi dan perngahargaan (reward) pun terus mengalir sebagai wujud apresiasi atas kinerja dan kerya sang pemimpin/
Kepemimpinan Awang Faroek adalah motor sekaligus inspirator bagi kemajuan dan kejayaan masa depan Kaltim. Gubernur populis dan karismatis yang dipilih secara langsung oleh rakyat Kaltim ini adalah tipikal pemimpin pekerja keras (hard worker), ramah, bersahaja, dan tidak banyak bicara. Kerja keras penuh amanah, komitmen dan konsisten dalam bericara dan bertindak, senantiasa mengayomi dan melayani rakyatnya dengan sepenuh hati. Dia betul-betul memosisikan dirinya sebagai pamong, bukan pangreh. Kendati tidak banyak berbicara, sosoknya ibarat sekumpulan nilai (value) bernas yang berjalan. Pada setiap gerak dan langkahnya mencerminkan bahwa lulusan terbaik Sespanas dan Lemhanas ini sungguh sarat dengan nilai-nilai keteladanan (panutan) sebagai pemimpin yang amanah, visioner dan mumpuni. Di depan dia tampil memberikan contoh, di tengah memberikan inspirasi, dan di belakang dia terus memberikan dorongan atau motivasi kepada para staf dan aparaturnya. Tidak mengherankan, ada inspirasi dan kenyamanan di dalam perasaan atau kedekatan hubungan dengan orang-orang yang dipimpinnya. Pantas pula, bila segenap staf dan aparatur di bawahnya, termasuk warga masyarakat Kaltim, memberi rasa hormat yang tinggi atas kompetensi, reputasi, dan kepemimpinan Gubernur Awang Faroek saat ini.

B.    Merekatkan Tapal Batas dengan Infrastruktur
Salah satu karya menarik seorang Awang Faroek yang cukup membumi adalah konsep Kota Terpadu Mandiri (KTM) yang dikembangkan di Kabupaten Kutai Timur. Konsep ini mampu menjadi terobosan guna mengatasi kebekuan penanganan program transmigrasi di Tanah Air. Sampai-sampai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (saat itu) dibuatnya sangat terkesan.
Sebagaimana petuah orang tua dulu “Berbaik-baiklah kepada tamu niscaya berkah akan senantiasa mengampiri”. Kata-kata bijak itu tampaknya telah teruji dalam diri Awang Faroek. Bermula dari upayanya membenahi kawasan transmigrasi, yang sebelumnya terkesan telantar –kerap pula ditelantarkan— Awang Faroek kemudian melontarkan konsep cerdas. Dia mengembangkan eks lahan transmigrasi menjadi kawasan Kota Terpadu Mandiri (KTM).
Hasilnya? Pada tanggal 29 Maret 2006, Pemerintah Republik Indonesia menganugerahinya penghargaan tertinggi di bidang transmigrasi. Penghargaan tersebut diberikan secara langsung oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (waktu itu) Erman Suparno atas Motivasi, Partisipasi dan Komitmen dalam Pengembangan Transmigrasi di Kutai Timur. Awang Faroek menyadari benar peran dan kontribusi penting kaum transmigran dalam mengembangkan wilayah Kutai Timur khususnya dan Kalimantan Timur umumnya.
Wajar saja bila Awang Faroek memperoleh penghargaan tersebut. Dengan grand strategy Gerdabangagri dia ingin memanfaatkan semua lahan tidur menjadi lebih produktif, termasuk lahan kawasan eks transmigrasi yang selama ini terkesan banyak terlantar dan tidak dimanfaatkan secara maksimal.
Kepedulian dan komitmen tinggi Awang Faroek itu di kemudian hari menuai hasil positif. Terbukti, sejak tahun 2002 hingga kini Kabupaten Kutai Timur menjadi salah satu kabupaten penerima warga transmigran dari Pulau Jawa dan Bali. Guna menunjukkan keseriusannya, pada tahun 2002, Awang Faroek mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 175 Tahun 2002 tanggal 29 Mei 2002 tentang pengembangan wilayah eks lahan transmigrasi dan menjadi daerah penerimaan warga transmigran. Sejak terbitnya SK tersebut hingga tahun 2005, Kutai Timur telah menerima warga transmigran dari luar daerah sebanyak 775 Kepala Keluarga (KK) atau 2.982 jiwa. Pada tahun 2006, Kutai Timur menerima lagi warga transmigran sebanyak 275 KK.
Belakangan, SK tersebut ditindak-lanjuti dengan membuat program khusus. Dia termotivasi untuk membangun unit pemukiman transmigrasi dengan konsep Kota Terpadu Mandiri (KTM) pada tiga lokasi. Ketiganya eks lokasi transmigrasi, masing-masing Kaliorang, Rantau Pulung dan Tepian Langsat. “Dengan dibangunnya wilayah dengan konsep KTM ini diharapkan akan tumbuh sentra-sentra produksi pertanian, perkebunan yang mandiri, yang kelak dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah Kutai Timur ke depan,” ujar Awang Faroek ketika itu.
Rupanya konsep itu telah membuat Menakertrans Erman Suparno menaruh respek terhadap pengembangan KTM di Kutai Timur. “Berkat kepedulian Pemerintah Kabupaten Kutai Timur terhadap persoalan transmigrasi tersebut, kabupaten ini ditetapkan menjadi salah satu contoh untuk dikembangkan menjadi Kota Terpadu Mandiri di kawasan transmigrasi,” jelas Awang Faroek.
Dibandingkan kabupaten-kabupaten yang lain, Kutai Timur memiliki keistimewaan, karena terdapat tiga kawasan yang ditetapkan menjadi KTM. Sementara kabupaten-kabupaten lain pada umumnya hanya memiliki satu kawasan. Inilah salah satu alasan mengapa Menakertrans Erman Suparno memilih Awang Faroek sebagai penerima penghargaan bidang transmigrasi.
Penghargaan Menakertrans kepada Bupati Awang Faroek itu diberikan bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-28 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Diberikan kepada orang-orang yang memiliki kepedulian tinggi terhadap pengembangan kawasan transmigrasi di daerahnya. Awang Faroek berharap penghargaan tersebut memantik semangat aparatur untuk lebih giat membina warga transmigran. “Kami patut bersyukur dan bangga, meski Kabupaten Kutai Timur merupakan kabupaten relatif baru, namun memperoleh kepercayaan menjadi pilot project pembangunan KTM di kawasan transmigrasi, sampai-sampai di tiga lokasi sekaligus,” Awang Faroek menandaskan.         
Ketika ini Awang Faroek dipercaya memimpin Kaltim, dia tidak hanya sebatas membangun KTM. Tapi, bagaimana pembangunan Kaltim yang menyatu, terutama dari sisi infrastruktur jalan dan transportasi. Dalam kurun empat tahun kepemimpinannya (2008-2012), ratusan kilometer jalan dibangunan untuk menghubungkan berbagai wilayah di Kaltim. Telah dilakukan pembangunan jalan, antara lain ruas jalan Sekatak Biji – Malianu – Mansalong – Simanggaris – Serudong – Batas Negara sepanjang 180 km dan jalan lingkar Pulau Sebatik sepanjang 85 km. Lalu pembangunan secara bertahap ruas jalan Batas Negara – Long Nawang – Long Ampung – Sungai Barang – Mahak Baru sepanjang 84 km, ruas Malinau – Paking – Long Bawan – Long Midang – Batas Negara sepanjang 323 km yang direncanakan tuntas pada tahun 2013. Awang Faroek menyadari, infrastruktur menuju wilayah perbatasan mesti memperoleh perhatian yang cukup agar kehidupan dan kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan.
Masih perhatian untuk wilayah perbatasan, Awang Faroek juga berkonsentrasi membangun bandara di kawasan perbatasan seperti di Nunukan, Long Bawan dan Data Dawai di mana landas pacunya akan dikembangkan menjadi 1.600 meter. Tingkat pencapaiannya kini memang baru sekitar 40 persen. Untuk ketiga bandara, Pemprov Kaltim telah menganggarkan dana sebesar Rp500 miliar.
Untuk meningkatkan kualitas SDM di wilayah perbatasan, pada tahun 2011, Pemprov Kaltim telah memprogramkan beasiswa khusus untuk tiga kawasan perbatasan, masing-masing sebesar Rp1 miliar melalui bantuan keuangan.
Lalu, untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi warga masyarakat berpenghasilan rendah dan jauh dari akses pelayanan rumah sakit, terutama masyarakat di daerah pedalaman, terpencil dan perbatasan, Pemprov Kaltim telah membantu upaya peningkatan pelayanan Puskesmas 24 jam sebagai 49 Puskesmas, 18 di antaranya di wilayah perbatasan. Rinciannya: 9 Puskesmas di Nunukan (Sedadap, Setabu, Pembeliangan, Sanur, Atap, S. Nyamuk, Aji Kuning, Mensalong dan Long Bawan), 3 Puskesmas di Malinau (Long Nawang, Long Alango, Long Loreh), dan enam di Kutai Barat (Melak, Muara Pahu, Long Apari, Long Pahangai, Blusuh dan Penyinggahan).
Selain infrastruktur jalan kawasan perbatasan, permukaan jalan nasional di Kaltim meningkat dari 1.760,1 km (tahun 2010) menjadi 1.773,82 km (2011). Sayangnya kondisi jalan nasional mantap mengalami penurunan dari 72,04 persen ke 71,16 persen. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan skala prioritas dari program pemeliharaan ke penanganan jalan-jalan yang kritis (rusak berat). Permukaan jalan provinsi juga meningkat dari 1.118,47 km menjadi 1.147,11 km.
Lalu ada pembangunan Jembatan Pulau Balang, Jembatan Mahkota II, Jalan Tol Balikpapan-Samarinda, Terminal Petikemas Kariangau, dan Jalan Akses Maloy sepanjang 12 km. Selanjutnya, tampak pula hasil pembangunan Pelabuhan Maloy, Pelabuhan Tanah Kuning (Kabupaten Bulungan), Bandara Sepinggan (Balikpapan), Bandara Samarinda Baru, Bandara Kalimarau (Berau), dan Bandara Juwata (Tarakan).
Kemudian untuk memenuhi kebutuhan air bersih, peningkatan produktivitas pertanian dan pengendalian daya rusak air, sedang dibangun sumber daya air yang meliputi pembangunan bendungan dan embung untuk penyediaan air baku Pulau Sebatik, Nunukan dan Tarakan. Juga pembangunan Bendungan Marangkayu dan Muara Bangun serta jaringan irigasi sepanjang 23.278 meter. Pun merealisasikan pembangunan Embung Muru (Kabupaten Paser) yang masih terkendala pembebasan lahan.
Yang menarik selama kepemimpinan Awang Faroek, Pemprov Kaltim berhasil menata ruang dan cipta karya yang cukup representatif di wilayah yang kaya SDA ini. Hal tersebut tampak pada hasil kini 13 kabupaten/kota telah menyusun Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Raperda RTRW) dan telah dikonsultasikan kepada BKPRD Provinsi Kaltim, di mana 9 kabupaten/kota telah memperoleh persetujuan Gubernur dan tiga lainnya (PPU, Paser dan Bulungan) dalam proses persetujuan. Sementara Kabupaten Kutai Timur belum melakukan proses pengajuan dokumen Raperda RTRW.
Dalam kurun waktu 2009-2011 telah dibangun Rumah Layak Huni sebanyak 2.678 unit yang tersebar di 14 kabupaten/kota dari rencana keseluruhan 5.000 unit hingga tahun 2013 sebagaimana target RPJMD 2009-2013.
Cakupan pelayanan air bersih pada tahun 2010 adalah sebesar 40,52 persen di pedesaan dan 65,41 persen di pedesaan dengan kapasistas produksi 5.030 liter per detik dan 287.088 SSR, di mana target cakupan pelayanan air bersih di tahun 2013 sebesar 42,94 persen di pedesaan dan 76,12 persen di perkotaan. Progres pembangunan SPAM Samarinda Utara berkapasitas 100 liter/detik mencapai 47 persen dan 46 persen keuangan dengan total nilai kontrak Rp75,8 miliar. Saat ini masih terkendala perubahan site plan pembangunan IPA, Boosterpump, dan design intake, sehingga diusulkan penambahan dana sebesar Rp18 miliar melalui adendum kontrak dan pekerjaan baru.
Kemudian pembangunan KIPI Maloy saat ini telah menyelesaikan dokumen studi kelayakan, masterplan, business plan, dan DED pelabuhan internasional. Di mana tahun 2011 lalu dalam proses penyusunan KLHS dan Amdal yang selanjutnya pada tahun 2012 dilakukan penyusunan DED Kawasan Industri dan pembangunan fisik pelabuhan dengan nilai investasi sebesar Rp3,4 triliun.
Dan pembangunan Convention Hall telah menyelesaikan dokumen DED dan MK, di mana tahun 2011 telah dianggarkan Rp30 miliar untuk pembangunan fisik dan dokumen. Diharapkan akan tuntas pada tahun 2013 dengan total biaya Rp256 miliar.
Dengan tekad meujudkan Kaltim sebagai pusat energi, Gubernur Awang Faroek tidak lupa memacu produksi batubara yang amat potensial. Cadangan batubara Kaltim sampai tahun 2011 sebanyak 8,184 miliar ton, di mana produksi pada tahun 2009 sebesar 130,727 juta ton, 148,166 juta ton (2010), dan 148,289 juta ton pada tahun 2011. Prediksi umur tambang 50 tahun dengan asumsi produksi sebesar 150 juta ton per tahun. Jumlah produksi tersebut terdiri dari izin PKP2B sebanyak 33, Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebanyak 1.305 atau total izin di Kaltim sebanyak 1.338 izin.
Kemudian produksi tenaga listrik juga cukup mendukung. Tahun 2008 produksi tenaga listrik sebesar 1,9 juta MWh, naik menjadi 2,12 juta MWh (2009), dan 2,39 juta MWh (2010).  
Melalui pembangunan infrastruktur, kota terpadu, tata ruang wilayah, wilayah perbatasan, dan memacu sektor energi, Kaltim di era kepemimpinan Gubernur Awang Faroek betul-betul bangkit untuk mampu sejajar dengan provinsi lain telah lebih dulu maju. 

C.   Peduli Nasib Petani dan Gerakkan Ekonomi Mikro
Karya penting tahun 2012, tepatnya tanggal 3 Mei 2012, ditorehkan Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek lewat langkah  penanda-tanganan nota kesepahaman Pemerintah Provinsi Kaltim dengan perusahaan benih PT Sang Hyang Seri (Persero). Nota kesepahaman ini selanjutnya akan diwujudkan dengan langkah membangun kawasan pertanian terpadu seluas 9.000 hektar di Kabupaten Berau. Kawasan ini akan dilengkapi dengan sawah mekanisasi, embung air untuk jaringan irigasi, dan rumah petani yang representatif. Di sini petani betul-betul dibimbing mulai hulu sampai hilir industri pertanian. Mereka menjadi subyek utama industri pertanian. Tidak seperti selama ini di mana petani kerap dipinggirkan atau dimarjinalkan. Petani senantiasa menjadi korban kebijakan harga beras, strategi harga peralatan produksi pertanian, dan politik harga pupuk.
Bukan cuma kali ini Awang Faroek peduli kepada kaum tani. Semasa masih menjadi Bupati Kutai Timur, dia cukup peduli pada nasib petani. Pada tahun 2001, sebagai Bupati Kutai Timur, dia membuat terobosan besar di bidang pertanian, yakni menggelontorkan kebijakan populis yang disebut redistribusi lahan pertahian seluas lima hektar per kepala keluarga (KK) di daerahnya.
Langkah dan kebijakan strategis Awang Faroek yang pro-petani tersebut diapresiasi oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan memberikan penghargaan Bhumi Bhakti Adiguna pada tahun 2006. Bahkan, pengamat politik Yudi Latif sampai menyejajarkan kebijakan Awang Faroek tersebut nyaris seperti yang dilakukan oleh pemimpin legendaris China Deng Xiaoping. “Apa yang dilakukan Awang Faroek hampir seperti kebijakan Deng Xiaoping, yang melakukan revolusi agraria dengan membagikan sekitar lima herkar tanah kepada setiap penduduk. Dan dengan itu, mereka memiliki akses dalam sektor produktif,” ujar Yudi yang juga Pemimpin Redaksi Majalah Biografi Politik ini (2008).
Tidak hanya sampai di situ. Awang Faroek memberikan pula secara gratis 7.000 sertifikat hak milik atas lahan tersebut, sembari melakukan revitalisasi pertanian dalam arti luas. Antara lain menggulirkan program Sarjana Penggerak Pembangunan Agribisnis (SP2AP), Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), Da’i Pembangunan, beragam bantuan pertanian, dan mendirikan Sekolah Tinggi Pertanian (Stiper). Bahkan, Awang Faroek mengalokasikan khusus 15 persen dari APBD Kabupaten Kutai Timur untuk menggerakkan sektor pertanian.
Berkat serangkaian program dan kebijakannya yang sangat peduli dan pro-petani tersebut, cukup beralasan bila Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberinya penghargaan “Satya Lencana Pembangunan Bidang Pertanian 2007”. Dan Menteri Pertanian (waktu itu) Anton Apriyantono tidak ketinggalan, juga memberikan penghargaan pada tokoh ini sebagai “Bupati Berprestasi di Bidang Pertanian”. Kemudian, Awang Faroek sempat pula meraih penghargaan Lencana Emas (2007) dari Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA).
Ketika menjabat Gubernur Kaltim, Awang Faroek pun terus menggenjot pembangunan sektor pertanian, perkebunan dan perternakan. Hasil yang telah tampak, luas panen 157.341 hektar tahun 2008 turun menjadi 146.177 hektar (2009) naik kembali menjadi 150.031 hektar (2010). Produksi padi berturut-turut (2008-2010): 586.030 ton, 555.561 ton dan 588.877 ton. Tahun 2013 ditargetkan produksi padi sebanyak 718.151 ton.
Kemudian perkembangan luas tanaman kelapa sawit mengalami kenaikan yang cukup berarti. Tahun 2008 seluas 409.564 hektar menjadi 530.554 hektar (2009), 663.553 hektar (2010), dan 735.537 hektar (2011). Produksi kelapa sawit juga turut meningkat: 1.664.331 ton (2008), 2.298.185 ton (2009), 3.054.707 ton (2010), dan 3.465.426 ton (2011). Target RPJMD 2013 produksi kelapa sawit sebesar 1.186.403 ton telah terpenuhi.
Selanjutnya populasi ternak mengalami peningkatan pula. Tahun 2008 ternak sapi berjumlah 91.297 ekor, 101.176 ekor (2009), 108.460 ekor (2010) dan 113.737 ekor (2011). Sedangkan populasi ayam ras pedaging sebagai 26.945.910 ekor (2008), 37.603.169 ekor (2009), 36.510.357 ekor (2010), dan 40.942.716 ekor (2011).
Berikutnya, produksi perikanan laut di Kaltim tidak kalah potensial. Tahun 2008 produksi perikanan sebanyak 92.175,2 ton, 94.937,5 ton (2009) dam 111.702,9 ton (2010). Untuk perikanan darat, tahun 2008 berproduksi sebanyak 95.050,1 ton, naik menjadi 142.446,1 ton (2009) dan 194.918,7 ton (2010).
Awang Faroek tidak melupakan sektor ekonomi mikro. Hal ini tampak pada konsentrasi pembangun koperasi di Kalimantan Timur. Tahun 2008, koperasi aktif tercatat sebanyak 2.849 buah naik menjadi 3.458 buah (2009-2010). Diperkirakan jumlah itu akan terus meningkat pada tahun 2011 dan tahun 2012. Jumlah unit industri kecil tahun 2008 sebanyak 15.038 unit naik menjadi 15.590 unit (2009-2010) dan 16.038 unit (2011).
Jelas bahwa Gubernur Awang Faroek Ishak demikian peduli pada rakyat kecil, mulai dari petani, nelayan sampai pelaku usaha kecil dan mikro. Inilah capaian yang tidak mudah mengingat selama ini mereka seolah terpinggirkan. Dengan menggerakkan perekonomian menengah dan mikro, perekonomian Kaltim mampu tumbuh pada kisaran 4-5 persen per tahun.sebuah pertumbuhan tertinggi dalam tempo sepuluh tahun terakhir.
Kondisi ekspor Kaltim 2008 senilai US$24,70 miliar mengalami penurunan pada 2009 (yakni US$18,92 miliar) lalu kembali naik menjadi US$25,12 miliar pada tahun 2010. Pencapaian ini menempatkan Kaltim pada posisi kedua ekspor nasional. Ekspor non-migas pada 2008 sebesar US$7,67 miliar, naik menjadi US$9,63 miliar (2009) dan US$13,80 miliar (2010). Sedangkan ekspor migas sebesar US$17,025 miliar (2008), US$9,29 miliar dan US$11,32 miliar. Ekspor Kaltim telah melampaui target RPJMD 2013 sebesar US$23,24 miliar.
Berkat infrastruktur yang pelayanan yang relatif baik, iklim investasi di Kaltim pun cukup kondusif. Untuk investasi PMDN tercatat Rp2,54 miliar (2008), Rp1,52 triliun (2009) dan Rp17,88 triliun (2010). Kaltim menempati rangking ketiga PMDN nasional setelah Jawa Barat dan Jawa Timur. Sementara itu pada investasi PMA tercatat US$20,50 juta (2008), US$253,05 juta dan Rp10 triliun (2010). Kaltim menempati urutan kelima PMA setelah DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat dan Banten. Target investasi versi RPJMD 2013 ialah Rp39 triliun.   
Kaltim kini mampu tampil sebagai enam besar PDRB secara nasional setelah Provinsi Riau. Tahun 2008, PDRB Kaltim sebesar Rp314,81 triliun meningkat menjadi Rp320,96 triliun (2010) dan Rp359,50 triliun (2011). Pendapatan per kapita tahun 2008 sebesar Rp95,10 juta sempat mengalami penurunan pada 2009 sebesar Rp82,96 juta, Rp90,33 juta (2010) lalu naik menjadi Rp93,395 juta (2011).
Telah banyak kemajuan, baik secara matematis-ekonomis maupun kualitatif, dicapai oleh masyarakat Kaltim di bawah kepemimpinan Gubernur Awang Faroek Ishak. Pencapaian peningkatan kualitatif yang dicerminkan dari peningkatan kualitas manusia dapat dirunut dari indikator pendidikan dan kesehatan masyarakat Kaltim dalam rentang waktu empat tahun terakhir.   
Sebagai sosok yang pernah meniti karir di jalur akademik, Awang Faroek menyadari betul bahwa suatu bangsa tidak akan pernah besar bilamana semata-mata mengandalkan pembangunan fisik. Kita juga harus membangun fondasi dasar pengembangan dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

D.   Peduli Pendidikan dan Kesehatan Murah
Membangun SDM merupakan kunci sukses membangun sebuah negeri dan medianya adalah pembangunan bidang pendidikan. Selama ini, peningkatan kualitas SDM terhambat karena arah pembangunan SDM tidak jelas fokusnya. Karena itu, perlu dilakukan pergeseran paradigma pembangunan ke arah yang lebih berorientasi dan fokus kepada peningkatan kualitas SDM. Aset Sumber Daya Alam (SDA) di negeri ini sangat kaya, sayangnya para pelaku ekonominya masih diisi oleh kalangan ekspatriat dari mancanegara. Salah satu contoh, SDA Kalimantan memberikan kontribusi yang cukup berarti terhadap aset nasional namun dalam kenyataan SDM pada tingkat middle manager lebih banyak diisi oleh orang-orang dari luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Jepang, Amerika dan Inggris. Sebagai modal, pada SDM dapat dilakukan investasi. Sektor pendidikan adalah salah satu investasi utama dalam meningkatkan kualitas SDM (Schults; 1971).
Dalam paradigma fokus pada peningkatan kualitas SDM, jauh sebelum menerima mandat sebagai Gubernur Kalimantan Timur (saat masih Bupati Kutai Timur), Awang Faroek sempat meluncurkan program Kutai Timur Cemerlang (Cerdas, Merata dan Prestasi Gemilang) yang terbagi ke dalam tiga aksi. Aksi cerdas, meliputi pemberlakuan Perda tentang penyelenggaraan pendidikan, pembuatan renstra pendidikan, pemutakhiran database pendidikan, pemetaan kualitas pendidikan, pemetaan tenaga kerja dan kebutuhan tenaga kerja, pemetaan program wajib belajar 12 tahun, peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan, dan beberapa program lainnya. Aksi merata, meliputi program bebas biaya pendidikan, bebas akses pendidikan, insentif dan honorarium yang memadai, reward bagi guru-guru berprestasi, pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan. Sementara itu aksi prestasi gemilang, meliputi pembenahan kurikulum, orientasi kejuruan, penciptaan iklim kompetisi, pemberian beasiswa prestasi dan program lainnya.
Salah satu prioritas dari aksi-aksi tersebut adalah memenuhi amanat UUD 1945 dan UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dengan mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBD. Diperkirakan, dengan APBD Kabupaten Kutai Timur 2006 sebesar Rp1,133 triliun maka alokasi dana 20 persen untuk pendidikan di Kutai Timur mencapai Rp202 miliar.
Prioritas lainnya, pembenahan biaya pendidikan dengan memberikan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Untuk Taman Kanak-kanak (TK) sebesar Rp15 ribu – Rp20 ribu setiap siswa per bulan, Sekolah Dasar/MI (Rp50 ribu), SMP/MTs (Rp70 ribu), dan SMA/SMK/MA (Rp75 ribu).
Sejalan dengan kebijakan itu, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur juga memberikan insentif kepada guru SD, SLTP dan SMA negeri/swasta; beasiswa S1, S2 dan S3 sebanyak 155 orang; beasiswa kepada 10 lulusan terbaik SMA negeri unggulan; pengiriman guru-guru SMA negeri untuk mengikuti program S2; pendirian sekolah unggulan SD, SLTP dan SMA di Kecamatan Sangkulirang, dan Muara Ancalong atau Muara Wahau.
Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Pendidikan Kalimantan Timur, Awang Faroek dikenal sebagai sosok yang gigih memperjuangkan agar seluruh 13 kabupaten/kota di wilayah Provinsi Kalimantan Timur mengalokasikan anggaran 20 persen dari APBD untuk sektor pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas. Perjuangannya pun menorehkan hasil gemilang. Terbukti, Kalimantan Timur akhirnya menyetujui alokasi anggaran 20 persen dari APBD untuk sektor pendidikan di daerahnya.
Berkat komitmen dan kepeduliannya yang tinggi terhadap peningkatan pembangunan sektor pendidikan, pada Oktober 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyematkan penghargaan “Satya Lencana Bidang Pendidikan” kepada Awang Faroek. Dia merupakan satu-satunya bupati/walikota di wilayah Kalimantan yang menerima anugerah tersebut bersama Gubernur Kalimantan Selatan (waktu itu) Rudy Arifin. Sebelum itu, dia pun pernah menggapai Education Award dari FKIP Universitas Mulawarman (2006), serta dinobatkan sebagai Tokoh Peduli Pendidikan oleh DPW Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Provinsi Kalimantan Timur (2007).
Komitmen dan kepedulian Awang Faroek terhadap pembangunan pendidikan dan peningkatan kualitas manusia terus berlanjut ketika dirinya menjadi Gubernur Kaltim (2008-2013). Dengan prioritas pembangunan sektor pendidikan, angka melek huruf penduduk usia 10 tahun di Kaltim terus mengalami kenaikan. Dari 96,71 persen (2008) menjadi 98,3 persen (2009), 99,87 persen (2010) dan 99,91 persen (2011).
Bagaimana pula dengan angka partisipasi kasar (APK) yang merupakan proporsi jumlah penduduk yang sedang bersekolah pada suatu jenjang pendidikan terhadap jumlah penduduk usia sekolah yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut? APK SD tahun 2008 sebesar 110,95 persen, kemudian 11,43 persen (2009) dan 112,86 persen (2010). Untuk APK SMP, pada 2008 87,53 persen, tahun 2009 sebesar 85,24 persen dan tahun 2010 menjadi 89,36 persen. Sedangkan APK SMA mencapai 68,89 persen (2008), 69,78 persen (2009), 73,98 persen (2010) dan 82,39 persen (2011).
Kualitas manusia juga tampak dari kualitas kesehatan. Yang kini terasa menggembirakan dari bidang kesehatan adalah semakin meningkatnya jumlah kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan seperti dokter, bidan dan tenaga kesehatan lainnya, pada kisaran 77,27 persen, 80,04 persen dan 82,17 persen (2008-2010). Perkembangan ini tidak terlepas dari peran pemerintah dalam meningkatkan infrastruktur kesehatan seperti rumah sakit dan Puskesmas, termasuk pula peningkatan jumlah tenaga kesehatan. Kondisi ini berdampak terhadap peningkatan indikator kesehatan masyarakat seperti angka usia harapan hidup pada periode 2008-2010, yaitu 70,80 tahun, 71 tahun dan 71,20 tahun. Seiring itu juga terjadi penurunan angka kematian bayi, dari 19 bayi meninggal per 1.000 kelahiran menjadi 17,80 bayi (2009) dan 16,70 bayi (2010). Untuk Puskesmas 24 jam di Provinsi Kaltim, tahun 2009 berjumlah 49 Puskesmas dan 51 Puskesmas (2010-2011) yang tersebar di 14 kabupaten/kota.  
Tampak bahwa kualitas manusia Kaltim semakin meningkat, tampak pada peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka kematian bayi lahir, berkat pembangunan pendidikan dan kesehatan yang diprioritaskan oleh Awang Faroek Ishak.

E.    Terus Mengabdi dan Mengabdi
Dan sang waktu terus berjalan. Pada tanggal 31 Juli 2012, Awang Faroek Ishak menapaki usia 64 tahun. Sebuah rentang usia yang telah melewati usia manusia sarat keteladanan Nabi Muhammad saw. Kata orang, Awang Faroek telah menapaki usia bonus. Sebab itu, Awang Faroek tak ingin menyia-nyiakan bonus umur dari Allah Yang Maha Pemberi Hidup. Dia ingin tetap terus membaktikan dirinya di ladang pengabdian masyarakat.
Di usianya yang 64 tahun, Awang Faroek merasakan waktu semakin cepat berlalu. Sebab itu, dia terus berusaha berbuat yang lebih banyak lagi untuk agama dan masyarakat. Dalam pengabdiannya kepada agama (Islam), dia memanfaatkan momentum Ramadhan 1433 H untuk berbagi pada umat melalui safari Ramadhan. Selama sebulan penuh, dia bersafari menyambangi masjid-masjid dan komunitas muslim di Samarinda, Kutai Kartanegara, Balikpapan, Paser, Penajam Paser Utara, Bontang, Kutai Timur, Malinau, Tana Tidung, Nunukan, Berau, Bulungan, Tarakan dan Kutai Barat. Pada kesempatan di bulan penuh berkah ini, di setiap masjid atau komunitas yang dikunjunginya, dia tidak lupa berbagi santunan untuk anak-anak yatim piatu, kaum dhu'afa, panti sosial dan pondok pesantren.
Hari pertama tarawih pada 20 Juli 2012, Awang Faroek menunaikan shalat tarawih berjamaah di Masjid Al Mu’min, Kota Samarinda. Selain itu di hari pertama puasa, 21 Juli 2012, dia berbuka bersama dengan warga masyarakat sekitar masjid di lingkungan Lamin Etam itu. Usai berbuka bersama dan shalat tarawih berjamaah, Gubernur Awang Faroek memberikan santunan untuk anak-anak yatim piatu, kaum dhu'afa, panti sosial dan pondok pesantren yang ada di sekitar Masjid Al Mu’min.
Selama bulan Ramadhan 1433 H, jadwal safari Gubernur Awang Faroek cukup padat. Tanggal 28 Juli 2012, Awang Faroek berbuka bersama dengan Menteri Informasi dan Komunikasi Ir. H. Tifatul Sembiring. Tifatul Sembiring ke Bumi Etam Kalimantan Timur dalam rangka safari Ramadhan, Bedah Buku "Sepanjang Jalan Dakwah" hasil karyanya dan silaturahim dengan pemuka masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat setempat.
Dalam kesempatan bedah buku di Pendopo Lamin Etam, Gubernur Awang Faroek menandaskan bahwa Bangsa Indonesia saat ini sangat memerlukan figur-figur negarawan yang dalam kiprahnya dapat membantu mengatasi persoalan bangsa dan negara, yaitu negarawan yang dapat dicontoh dan diteladani oleh masyarakat. "Saya melihat figur negarawan itu di antaranya ada pada pribadi Pak Tifatul Sembiring," ujarnya.
Menurut Gubernur, umat Islam di Indonesia mayoritas yang jumlahnya lebih dari dua ratus juta jiwa atau lebih dari 80 persen dibanding dengan umat agama lain, harus terus meningkatkan kualitasnya. "Jumlah umat Islam mayoritas tapi kita perlu terus meningkatkan kualitas umat Islam agar bisa memberikan kontribusi yang baik bagi pembangunan, kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Untuk meningkatkan kualitas umat, maka peran para negarawan, terlebih lagi sebagai pendakwah sangat penting," kata Awang.
Gubernur Awang Faroek pun memuji Tifatul Sembiring yang seorang negarawan, tetapi juga bisa menjadi sebagai seorang pendakwah, karena tidak semua orang bisa melakoninya.
Tanggal 6 Agustus 2012 yang bertepatan dengan hari ke-17 Ramadhan, Gubernur Awang Faroek bersafari ke Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara. Selain bersafari Ramadhan bersama umat Muslim Tenggarong dan menyantuni anak-anak yatim-piatu dan sejumlah panti asuhan, di sini Awang Faroek yang bersiap maju kembali dalam Pilgub Kaltim 2013 mendatang juga sudah ditunggu untuk bersilaturahmi dengan kader Partai Golkar daerah Kutai Kartanegara.
Awang Faroek terus bergerak dan bergerak. Energi positif dan kekuatan spiritualnya terus diasah dengan mendekatkan diri pada umat dan rakyat yang dipimpinnya saat ini. Dengan bekal kesehatan yang masih prima dan pikiran yang senantiasa jernih serta tajam, Awang Faroek tak ingin berhenti di ujung jalan periode pertama amanah sebagai Gubernur Kalimantan Timur di tahun 2013. Dia ingin tetap terus berjalan, berkarya, dan mengabdi sampai di tapal batas sang waktu.
Dia senantiasa teringat pada negarawan asal Jawa, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, pada pada usia 70 tahun masih tampak enerjik dan mudah dijumpai dalam deretan nama pimpinan berbagai usaha bisnis. Misalkan dalam proyek Duta Merlin dan pabrik gula. Wakil Presiden era 1970-an itu, dalam kegiatan lain seperti aktivitas kepanduan, baik dalam skala nasional maupun internasional, menempatkan posisinya secara jelas. Banyak orang masih ingat bahwa konsep scouting, yang pernah diajukan oleh Indonesia di forum internasional dan diterapkan di beberapa negara, antara lain datang dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX.      
Masih di usianya 70 tahun (tahun 1982), Hamengku Buwono IX tetap mencurahkan tenaga dan pikirannya bagi kemajuan dan peningkatan prestasi olahraga di Indonesia. Dia memberikan perhatian besar untuk meningkatkan pembinaan cabang-cabang olahraga yang lebih terarah dan lebih ilmiah dibandingkan era sebelumnya. Tujuannya agar dunia olahraga Indonesia memegang peran penting dan mampu ‘berbicara’ di forum internasional, terutama di Asia Tenggara. “Kesemrawutan” yang terjadi, menurut Hamengku Buwono IX, hanya dapat diatasi apabila olahraga tidak dipolitisir. Dan, syarat bagi ketua cabang olahraga ialah adanya pribadi-pribadi yang jujur dan berani membuat keputusan. Agaknya, senja hari belum memberikan kesempatan kepada Hamengku Buwono IX untuk lebih banyak beristirahat duduk manis di kursi goyang. Masih banyak orang yang tetap berharap sumbangan tenaga dan pemikirannya, masih memerlukan daya reaktif dan sikap tanggapnya saat-saat tertentu dengan pikiran dalam benak mereka bahwa, “Ah, andaikan Pak Sultan masih ada ...”
Sebagai negarawan dari Kutai, Awang Faroek tetap menaruh asa bahwa rakyat Kalimantan Timur kembali memberikan amanah untuk memimpin wilayah yang amat kaya SDA itu. Wilayah yang membutuhkan seorang pemimpin yang visioner, rendah hati, santun, berjiwa entrepreneur, dan negarawan. “Kita harus membangun dunia baru, suatu dunia yang jauh lebih baik, yang mana martabat manusia yang abadi dihormati,” tutur Awang Faroek mengutip pendapat Presiden Amerika Serikat yang ke-33 Harry S. Truman
Harapan Awang Faroek tidaklah berlebihan. Pada pertengahan Mei 2012, Kalima Plus kembali mencalonkan Awang Faroek Ishak untuk maju dalam kompetisi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalimantan Timur 2013. Kalima Plus yang memilki slogan The Power Knowledge, pro integrity, pro poverty, pro education, pro job, pro health dan pro environment itu mendorong pencalonan kembali Awang Faroek karena melihat keberhasilan Pembangunan Kaltim sejak tahun 2009 di bawah kepemimpinan Awang Faroek sebagai Gubernur Kaltim.
Ketua Umum Kalima Plus Daddy Ruchiyat mengingatkan terpilihnya Awang Faroek menjadi Gubernur periode 2008-2013 merupakan keberhasilan Kalima yang dibentuk pada tahun 2007. Keberhasilan Kalima lainnya adalah kesuksesan organisasi ini terbentuk dan berfungsinya di 14 Kabupaten Kota di wilayah Provinsi Kaltim.
"Ini menjadi bukti Kalima meraih 2 dari 3 tahap keberhasilannya. Bagaimana tahapan ketiga sukses pembangunan. Terpilihnya Awang mengakomodir program-program Kalima dalam program pemerintahan," kata Daddy Ruchiyat membacakan sambutannya pada acara Pelantikan Dewan Pembina, Dewan Pakar dan Pengurus Kalima Plus di Samarinda, pertengahan Mei 2012.  
Hadir dalam acara pelantikan pengurus Kalima itu sejumlah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi Kaltim. Antara lain Irianto Lambrie yang menjabat Sekretaris Daerah, Rusmadi menjabat Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Ibrahim sebagai Kepala Dinas Peternakan, Zairin Zein sebagai Kepala Dinas Perhubungan, dan Sigit Muryono menjabat Kepala Dispora. Mereka menjadi pengurus Kalima dilantik oleh Awang Faroek yang menjabat Ketua Dewan Pembina Kalima. Para pejabat Pemprov ini mengenakan jas warna coklat kebanggaan Kalima Plus.
Program Kalima itu adalah Kaltim Bangkit 2013, yaitu kemandirian kedaulatan pangan, pemberantasan kemiskinan, mencegah degradasi lingkungan dan lainnya. Menurut Awang, dia dan jajaran Pemprov Kaltim telah berhasil melaksanakan amanah tersebut. Dia berterima kasih atas dukungan jajarannya dan dari rekan-rekan anggota legislatif yang tergabung dalam Kalima.
Ya, Awang Faroek Ishak, di usianya yang delapan windu ini, ingin tetap mencurahkan pengabdiannya buat rakyat Kalimantan Timur yang terus berkelanjutan. Dia ingin menuntaskan pengabdian melalui tahta Gubernur guna mewujudkan Provinsi Kaltim yang benar-benar mandiri, sejahtera dan berkeadilan. Serta terus menggaungkan aparatur Pemprov Kaltim yang mengedepankan ikon pelayanan Senyum, Salam dan Sapa (S-3) serta berpedoman tiga Jangan (Jangan terlambat, Jangan membuat kesalahan dan Jangan menerima sesuatu yang bukan haknya).
Awang Faroek ingin betul-betul mewujudkan pemerintahan yang good governance dalam satu tatanan birokrasi yang dilandasi nilai-nilai kesantunan, keramahan dan tanggung jawab. Pun sebuah bangunan birokrasi yang berangkat dari pelayanan yang cepat, ringkas, tanggap, dan trengginas. Sebuah tekad, yang sudah barang tentu, tidak mudah digapai. Awang Faroek benar-benar tidak ingin berhenti di tengah jalan. Tahta pengabdian untuk melayani rakyat belum usai. ***     

       

No comments:

Post a Comment