Masa Pengabdian yang Belum Usai
Kita adalah apa yang secara
berulang-ulang kita lakukan. Oleh karena itu, keunggulan bukanlah suatu
tindakan, melainkan suatu kebiasaan.
Aristoteles,
Filsuf Yunani
Syahdan.
Suatu waktu di tahun 2004. Tanpa sengaja kami membuka-buka sebuah buku yang
berisi nama-nama bupati seluruh Indonesia lengkap dengan alamat dan nomor
kontaknya. Sepintas kami membaca nama Awang Faroek Ishak, yang ketika itu
tertulis sebagai Bupati Kutai Timur, lengkap dengan nomor kontak telepon
seluler (ponsel). Sebagai entitas penerbitan buku, spontan kami tergerak untuk
berkirim pesan singkat (SMS) kata-kata pengenalan diri sembari berharap ada feedback positif dari sang bupati.
Tak
terlalu berharap memang. Sebab, sebagaimana galibnya nomor-nomor ponsel pada
buku alamat, kerapkali hanya hiasan belaka. Nyaris tidak bersambung bilamana
kita hubungi atau hanya mesin penjawab yang memberikan feedback. Apalagi, dua-tiga hari setelah kami kirim SMS ke ponsel
Awang Faroek ketika itu tidak berjawab.
Namun,
asa itu rupanya tidak serta merta padam. Sekitar empat hari berselang, ponsel
kami berbunyi. Sebuah pesan singkat masuk. Isinya, ucapan terima kasih dari
Awang Faroek atas perkenalan kami dan berucap kata maaf karena sedang berada di
Tanah Suci menunaikan ibadah umrah. Kami pun maklum dengan hati penuh harapan
bahwa tali rajutan silaturrahim lewat SMS ini dapat membuka pintu rezeqi.
Benar,
beberapa saat setelah kami membaca SMS, ponsel kami kembali berdering. Kami
lihat nomor yang tertera adalah nomor ponsel milik Awang Faroek. Lalu kami
angkat, terdengar suara Awang Faroek yang menyampaikan kata maaf dan ucapan
terima kasih atas perkenalannya lantas beliau minta bertemu kami begitu tiba
kembali di Tanah Air. Kami sempat terpana, rasanya jarang-jarang kami
memperoleh sambungan langsung dengan seorang bupati kepala daerah. Selama ini,
tanggapan atas proposal yang kami kirim ke bupati, walikota dan gubernur, kami
biasa terima dari ajudan bupati atau kepala bagian humas pemkab, pemko atau
pemprov. Dan, urusan-urusan lanjutan pun cukup dengan mereka yang berada entah
di lingkar ke berapa dalam tahta seorang kepala daerah.
Begitu
tiba kembali di Tanah Air, Awang Faroek memenuhi janjinya untuk mengontak kami.
Beliau meminta kami bertemu jam enam pagi (tidak boleh terlambat barang sedetik
pun) di sebuah hotel berbintang di kawasan Jakarta Pusat. Kami yang berdomisili
di pinggiran Jakarta harus putar otak agar tidak telat tiba di tempat. Kira-kira
pukul 05.50 kami sampai di tempat yang dijanjikan Awang Faroek. Kami belum pernah
mengenal dan bertemu sebelumnya. Kendati begitu kami tidak kesulitan karena
banyak orang telah mengenal sosok yang kini menjadi Gubernur Kalimantan Timur
itu.
Tanpa
mesti melewati basa-basi para ajudan, kami dapat langsung berjabat tangan
dengan Awang Faroek. Tanpa basa-basi pula, Awang Faroek langsung berbincang
pada pokok persoalan: penulisan buku biografi dirinya. Sebab, di belakang kami
telah antre banyak orang yang hendak bertemu dengan beliau.
Satu
hal yang kami tangkap dari perjumpaan dengan Awang Faroek kali pertama itu,
beliau adalah sosok yang amat sederhana, ringkas dan tidak suka birokrasi yang
berbelit. Kesederhanaan memang bukan hal yang mudah ketika seseorang menapak di
puncak karir dan tahta. Namun, Awang Faroek dapat dikatakan sebagai sosok yang
amat langka, penuh kesederhanaan dan ringkas dalam bekerja dan berkomunikasi
dengan orang-orang seperti kami dari entitas penerbitan buku yang sangat belum
dikenal. Dan, kami dengar memang demikianlah keseharian Awang Faroek dalam
memimpin rakyatnya –baik saat menjabat Bupati Kutai Timur maupun ketika kini mengemban
amanah sebagai Gubernur Kalimantan Timur.
Kesan
kami tidaklah berlebihan. Koleganya, Bupati Kutai Barat Ismael Thomas, pernah berucap,
“Dalam aspek pergaulan, Pak Awang Faroek dapat secara mudah bergaul dengan
siapa saja. Dia merupakan pribadi yang sangat supel. Walaupun dia keturunan
bangsawan, namun dia adalah sosok bangsawan yang bersahaja dan sangat merakyat.
Dia merupakan tokoh yang bisa dekat dengan siapa saja. Maka, tidaklah
mengherankan bila teman-temannya amat banyak dan berasal dari beragam
golongan.”
Tanggal
31 Juli 2012, Awang Faroek Ishak genap berusia delapan windu atau 64 tahun. Kesederhanaan
masih tetap melekat dalam dirinya kendati ladang pengabdiaannya sudah demikian
luas. Dan warga masyarakat mengenalnya sebagai sosok pemimpin yang sederhana,
ikhlas, sopan dan santun. Dia cukup sukses menanamkan kredo “pemimpin yang
melayani” ketika memimpin Kabupaten Kutai Timur dan Provinsi Kalimantan Timur. Dalam
kepemimpinannya, dia senantiasa menanamkan kepada segenap aparatur di bawahnya
untuk mengedepankan Senyum, Salam dan
Sapa (3S). Selain itu, aparatur di
bawahnya juga harus berpedoman pada tiga
jangan: jangan terlambat atau menunda pekerjaan, jangan membuat kesalahan
dan jangan menerima sesuatu yang bukan haknya. Satu hal lagi, aparatur di
bawahnya mesti melaksanakan tugas secara profesional agar wilayah yang
dipimpinnya semakin maju, berkembang, solid dan sehat, sehingga kesejahteraan
warga meningkat.
Pendek
kata, tahta Awang Faroek adalah sebuah tahta yang sepenuhnya untuk melayani rakyat.
Bukan tahta buat dirinya semata, hanya untuk keluarganya, atau tahta sebatas buat
selingkar kroninya. Awang Faroek memaknai tahta bukan berarti terkurung dalam
singgasana yang dikelilingi para abdi dalem, tahta bukanlah sangkar emas yang
penghuninya senantiasa dilayani. Tahta, bagi Awang Faroek, bermakna pamong,
melayani, merakyat, dan tiada bersekat dengan siapa saja.
A.
Kerja
Keras Mewujudkan Kaltim Bangkit 2013
Awang
Faroek adalah seorang pekerja keras yang nyaris tidak kenal waktu. Saban pagi,
dia bekerja dari pukul 07.30 WITA dan berakhir sampai larut malam, bahkan
menjelang dinihari. Esok pagi, sekitar pukul 04.00 dia sudah kembali bangun
pagi. Praktis, waktu istirahatnya cuma sekitar 3-4 jam. Tempatnya bekerja pun
tak terbatas di ruang kerja gubernur, di ruang publik (bertemu rakyat di
pedalaman dan di pelosok), bersua calon investor di lapangan, negosiasi di
hotel, dan lain-lain, semua itu dia lakukan dengan sepenuh hati. Sampai-sampai,
dia sengaja merekrut sekretaris pribadi untuk keperluan native speaker. Sebab itu, jangan heran bila dalam suatu kesempatan
Awang Faroek tampak serius tengah bertatap-muka, berbincang-bincang santai
dengan rakyatnya, yakni para buruh, petani, nelayan, demi mendengarkan langsung
unek-unek maupun keluh-kesah mereka. Dia merupakan sosok pemimpin yang
benar-benar serius bersedia mendengarkan keluhan-keluhan mereka, kemudian
berempati, hingga akhirnya membuat program dan kebijakan guna memberikan solusi
bagi kepentingan rakyatnya. Prinsipnya, dia selalu menempatkan masyarakat kecil
(buruh, petani, nelayan dan pedagang) sebagai bagian terpenting dalam
pemerintahannya.
Pada
kali lain, kita bisa pula melihat Awang Faroek sedang berbincang serius dengan
para bupati/walikota se-Kaltim, dengan Kepala Daerah (bupati/walikota,
gubernur) dari daerah lainnya, kalangan politisi nasional, kalangan pejabat
tinggi militer (TNI/Polri), para penegak hukum, sejumlah menteri, para duta
besar negara-negara sahabat, pengusaha nasional, kalangan akademisi, maupun
anggota DPR dan DPD RI di Jakarta. Intinya, mereka semua mesti dilayani secara
baik. Sebagai politisi senior, Awang Faroek memang dikenal memiliki jaringan
politik dan relasi yang sangat luas. Dia sangat memahami bahwa untuk membangun
Kaltim yang lebih maju diperlukan team
work yang solid plus kebersamaan serta keluwesan pemimpinnya untuk membina
dan membangun jejaring kerja (networking)
dengan berbagai kalangan. Dia meyakini, organisasi pemerintahan daerah yang
demikian besar seperti Pemerintah Provinsi Kaltim ini tidak bisa
bertumbuh-kembang sendirian tanpa kontribusi mereka.
Di
lain waktu, Awang Faroek masih menyempatkan diri mengasah kemampuan
intelektualnya. Di satu ruang kuliah, dia tampak serius mengikuti materi kuliah
S3 (Program Doktoral) di Universitas Airlangga (Unair) yang telah dirampungkannya
pada November 2010 lalu. Pada waktu lain dia pun tampak santai menjadi penyaji
makalah pada sebuah simposium nasional di Jakarta serta di beberapa kampus di
luar Kaltim, bahkan masih meluangkan waktunya buat mengajar di Universitas
Mulawarman dan Universitas 17 Agustus Samarinda.
Masih
aktif mengajar di kampus? “Oh ya, saya tetap jadi Lektor Kepala di Unmul,
Samarinda. Saya mengajar mata kuliah Sumber Daya Manusia. Juga memberikan
bimbingan mahasiswa. Mengajar ini menjadi profesi lain yang harus dipertahankan,
sebab suatu saat mungkin karir saya di jalur pendidikan,” tandas Awang Faroek.
Pada
kesempatan yang lain lagi, dia sudah berada di sebuah hotel berbintang di
Jakarta, bertemu dan berbincang serius dengan sejumlah calon investor yang
tertarik menanamkan modalnya di Kaltim. Bagi suami Hj. Amelia Suharni ini, buat
mengembangkan Kaltim yang lebih maju, mandiri dan bermartabat, dia memang harus
lincah dan luwes bergerak. Mencari terobosan sumber-sumber pendanaan alternatif
bagi pembangunan daerah. Singkat cerita, untuk mengembangkan dan membangun Kaltim
ini memang tidak harus selalu menggunakan uang Pemerintah Daerah yang teralokasi
dalam APBD, Dana Perimbangan, DAU, DAK, dan lain-lain. Kendati Kaltim merupakan
daerah relatif kaya, namun kekayaan itu masih belum cukup. Arti kata, dia harus
menempuh berbagai skema portofolio
pembiayaan alternatif yang lain. Ringkasnya, dia harus pula pandai-pandai menggandeng
pihak ketiga, dalam hal ini sektor swasta (investor). Pokoknya, dia memposisikan
dirinya sebagai motor dan kreator bagi kemajuan Kaltim guna mewujudkan visi “Kaltim Bangkit 2013”.
Begitulah,
di rentang usianya yang kini genap 64 tahun pada 31 Juli 2012, tidak sedikit
pun ayah tiga anak dan kakek tiga cucu ini menyurutkan aktivitasnya. “Menurut
saya, Pak Awang Faroek adalah seorang pekerja keras, gigih dan dia itu pantang
menyerah,” ujar seorang sahabatnya, yang kini menjadi Menteri Pertahanan, Prof.
Dr. Purnomo Yusgiantoro, suatu kesempatan.
Lelaki
ramah dan humanis kelahiran Tenggarong (Kutai Kartanegara) ini memang memiliki
kemampuan tinggi dalam memimpin dan mengelola daerahnya. Gaya kepemimpinannya (leadership style) yang khas dan
karismatik memudahkan untuk mengelola stafnya dengan baik. Pada saat memimpin
Kabupaten Kutai Timur misalkan, “Pak Awang itu mampu menunjukkan lead by example, yaitu suatu prinsip
kepemimpinan dengan memberikan contoh yang baik, sehingga akan mudah ditiru
oleh para stafnya tanpa harus memberikan instruksi,” tutur mantan External Manager
PT Kaltim Prima Coal (KPC) Dr. Harry Marsiono.
Begitu
pun secara teknis. Awang Faroek mempunyai kemampuan dan pemahaman yang mendalam
tentang teori perencanaan pembangunan wilayah. Kepemimpinannya yang berkualitas
mumpuni tersebut, masih menurut Harry, “Akan sulit untuk dikalahkan oleh
stafnya dan semakin memberikan legitimasi kepada dirinya. Hal ini terbukti
dengan kerja keras dan semangatnya yang tinggi serta tidak mengenal lelah dalam
menjalankan tugas-tugasnya. Bahkan, dirinya juga mampu bekerja berjam-jam dan
berhari-hari nyaris tiada henti, namun tetap mempunyai semangat yang tinggi.”
Sungguh,
demikian padatnya aktivitas dan waktu Awang Faroek. Demi mengangkat harkat dan
martabat rakyat Kalimantan Timur agar tidak diolok-olok atau diplesetkan lagi
menjadi “Kalimantan Tidur”, sosok hard worker ini berjibaku tiada kenal
waktu. Apalagi, sejak remaja dia memang sudah dikenal sebagai sosok pekerja
keras yang smart. Karenanya, dia
mengusung kredo bekerja keras dan bekerja cerdas. Sampai-sampai dia hanya
memiliki waktu relatif sempit untuk beristirahat.hampir 80 persen waktunya
digunakan untuk pengabdian kepada Kalimantan Timur dan rakyat yang memilihnya
pada Pilkada langsung 2008 lalu. Prinsipnya, Awang Faroek ingin berbuat,
berkarya, dan terus memberikan yang terbaik untuk daerahnya. Demikianlah, di
antaranya, warna dan gaya kepemimpinan Awang Faroek sejak dia diberikan mandat
bupati pada 2001 ketika memimpin Kabupaten Kutai Timur, yang kemudian dipilih
dan didaulat lagi secara langsung oleh rakyat untuk menjadi Gubernur,
menakhodai Provinsi Kalimantan Timur periode 2008-2013.
Kiprah
dan pengabdian Awang Faroek nyaris tak bertepi. Namun, laiknya sebagai manusia
biasa, Awang Faroek termasuk Kepala Daerah yang terus berusaha untuk selalu
menjaga keseimbangan hidup. Baginya, hidup ini ibarat cuma mampir sebentar
untuk berteduh di bawah pohon. Sebagai sosok nasionalis yang religius, dia
paham sesungguhnya bahwa kehidupan yang kekal adalah di akhirat kelak. Karena
itu, dia mencoba mengumpulkan “bekal” berupa ladang amal di dunia yang fana ini
sebanyak-banyaknya buat kehidupan abadi kelak. Mengingat sekarang ini dia
diberikan amanah sebagai pemimpin nomor satu di Kaltim, maka melalui organisasi
anministrasi pemerintahan daerah inilah dia berupaya menjadikannya lebih baik,
sehingga semakin besar manfaatnya bagi kemaslahatan rakyat. Dia ingin
organisasi sebesar dan sekaya Kaltim ini dapat segera bangkit menjadi lokomotif
pembaruan bagi Pemerintahan Daerah di era otonomi daerah dewasa ini.
Apalagi,
untuk retang waktu lima tahun (2008-2013), Awang Faroek mengusung visi
pembangunan yang cukup berat menuju grand
strategy “Kaltim Bangkit 2013”, yakni “Mewujudkan
Kaltim sebagai Pusat Agroindustri dan Energi Terkemuka Menuju Masyarakat Adil
dan Sejahtera”. Namun, sebagai visioner sejati, Awang Faroek memahami
sepenuhnya bahwa visi tersebut sangatlah rasional untuk direalisasikan, karena
pilihan visinya itu sangat membumi dan realistis dengan kondisi riil
wilayahnya, meliputi unggulan komparatif dan kompetitif Provinsi Kaltim pada masa
kini serta untuk menjawab kebutuhan daerah ini di masa depan.
Tentu,
sesuatu hal yang wajar bilamana Awang Faroek terobsesi membawa Kaltim sebagai
lokomotif pembaruan bagi pembangunan di daerah. Dengan bekal pengalaman yang
kaya dan penuh warna di berbagai bidang kehidupan, dipadu kecerdasan visinya,
keluwesan pergaulannya, serta kemampuan akademiknya, sehingga saat dipercaya
menakhodai Kaltim, Awang Faroek yang memang sudah dibiasakan berpikir dan
merencanakan tugas besar kemudian melakukan perubahan pada sesuatu yang besar
pula. Persis seperti petuah Burnham (2003): “Buatlah
Rencana Besar! Rencana Kecil Tidak Akan Membuat Seseorang Berpikir dan
Bergairah. Buatlah Rencana Besar!”
Wujud
keberhasilan kepemimpinan Awang Faroek sudah dia buktikan saat memimpin
Kabupaten Kutai Timur. Dia memang menganut prinsip kepemimpinan yang lurus.
Bahwa seorang pemimpin itu harus amanah, jujur dan lurus, selalu berpikir
positif dan berpegang teguh pada profesionalisme. Dia adalah pemimpin yang
berintegritas dan penuh dedikasi pada daerahnya. Karena itu, dalam memimpin dia
memulainya dengan modal niat, semangat, serta keyakinan yang sungguh-sungguh.
Kemudian, dia juga memulainya dengan menancapkan visi dan
pemikiran-pemikirannya yang besar. Berikutnya, baru menyingsingkan lengan baju
untuk bekerja keras dan berikhtiar dengan kemampuan maksimal guna mewujudkan
visinya itu. Selanjutnya, bagaimana hasil akhirnya nanti, dia pasrahkan kepada
Allah SWT, Tuhan Semesta Alam. Cara berpikir dan bertindak pun, dia selaraskan
dengan konsep dan teori manajemen modern (POAC), yakni dimulai dari perencanaan
(planning) yang matang,
pengorganisasian (organizing) yang
mantap, pelaksanaan (actuating) yang
tepat sasaran, hingga pengawasan yang ketat (controlling).
Pemimpin
yang sukses memang memiliki gaya dan warna kepemimpinan tersendiri. Bagitu pula
halnya dengan Awang Faroek. Dia memimpin dengan warna dan gayanya sendiri yang
khas. Yakni, dalam memimpin Kaltim, dia memulai dengan cara dan pemikiran yang
sederhana. Dia mulai dengan melihat, memahami, lalu menganalisa apa yang
menjadi kekuatan (strength),
kelemahan (weakness), termasuk
peluang (opprtunity), serta ancaman (treatment) Kaltim. Baru kemudian membuat
mapping kebijakan, program dan
strategi untuk mengimplementasikannya.
Alhasil,
selama empat tahun (2008-2012) kepemimpinannya sebagai Gubernur Kaltim, relatif
banyak kinerja dan harya yang telah diretas. Seperti kinerjadan capaian
hasil-hasil pembangunan pada sektor pendidikan, kesehatan dan perekonomian daerah,
yang pada akhirnya mampu mendongkrak secara signifikan angka komposit Human Development Index/Indeks
Pembangunan Manusia (HDI/IPM) Kaltim pada 2010 menjadi 75,56, sekaligus
menempatkan posisi IPM Kaltim pada urutan kelima secara nasional. Namun, kinerja
dan hasil-hasil pembangunan di Kaltim tidak hanya berkutat pada peningkatan
IPM, juga menyasar ke sektor atau bidang lainnya. sebutlah, di antaranya
peningkatan kinerja pada sektor infrastruktur, pertanian (dalam arti luas),
pemerintahan dan aparatur, pengelolaan keuangan daerah, keagamaan, menciptakan
pula kohesi sosial yang aman dan damai di masyarakat Provinsi Kaltim. Di luar
itu, berbagai prestasi dan perngahargaan (reward)
pun terus mengalir sebagai wujud apresiasi atas kinerja dan kerya sang pemimpin/
Kepemimpinan
Awang Faroek adalah motor sekaligus inspirator bagi kemajuan dan kejayaan masa
depan Kaltim. Gubernur populis dan karismatis yang dipilih secara langsung oleh
rakyat Kaltim ini adalah tipikal pemimpin pekerja keras (hard worker), ramah, bersahaja, dan tidak banyak bicara. Kerja
keras penuh amanah, komitmen dan konsisten dalam bericara dan bertindak,
senantiasa mengayomi dan melayani rakyatnya dengan sepenuh hati. Dia
betul-betul memosisikan dirinya sebagai pamong,
bukan pangreh. Kendati tidak banyak
berbicara, sosoknya ibarat sekumpulan nilai (value) bernas yang berjalan. Pada setiap gerak dan langkahnya
mencerminkan bahwa lulusan terbaik Sespanas dan Lemhanas ini sungguh sarat
dengan nilai-nilai keteladanan (panutan) sebagai pemimpin yang amanah, visioner
dan mumpuni. Di depan dia tampil memberikan contoh, di tengah memberikan
inspirasi, dan di belakang dia terus memberikan dorongan atau motivasi kepada
para staf dan aparaturnya. Tidak mengherankan, ada inspirasi dan kenyamanan di
dalam perasaan atau kedekatan hubungan dengan orang-orang yang dipimpinnya.
Pantas pula, bila segenap staf dan aparatur di bawahnya, termasuk warga
masyarakat Kaltim, memberi rasa hormat yang tinggi atas kompetensi, reputasi,
dan kepemimpinan Gubernur Awang Faroek saat ini.
B. Merekatkan Tapal Batas dengan
Infrastruktur
Salah
satu karya menarik seorang Awang Faroek yang cukup membumi adalah konsep Kota
Terpadu Mandiri (KTM) yang dikembangkan di Kabupaten Kutai Timur. Konsep ini
mampu menjadi terobosan guna mengatasi kebekuan penanganan program transmigrasi
di Tanah Air. Sampai-sampai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (saat itu)
dibuatnya sangat terkesan.
Sebagaimana
petuah orang tua dulu “Berbaik-baiklah kepada tamu niscaya berkah akan
senantiasa mengampiri”. Kata-kata bijak itu tampaknya telah teruji dalam diri
Awang Faroek. Bermula dari upayanya membenahi kawasan transmigrasi, yang
sebelumnya terkesan telantar –kerap pula ditelantarkan— Awang Faroek kemudian
melontarkan konsep cerdas. Dia mengembangkan eks lahan transmigrasi menjadi
kawasan Kota Terpadu Mandiri (KTM).
Hasilnya?
Pada tanggal 29 Maret 2006, Pemerintah Republik Indonesia menganugerahinya
penghargaan tertinggi di bidang transmigrasi. Penghargaan tersebut diberikan
secara langsung oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (waktu itu) Erman
Suparno atas Motivasi, Partisipasi dan
Komitmen dalam Pengembangan Transmigrasi di Kutai Timur. Awang Faroek
menyadari benar peran dan kontribusi penting kaum transmigran dalam mengembangkan
wilayah Kutai Timur khususnya dan Kalimantan Timur umumnya.
Wajar
saja bila Awang Faroek memperoleh penghargaan tersebut. Dengan grand strategy Gerdabangagri dia ingin
memanfaatkan semua lahan tidur menjadi lebih produktif, termasuk lahan kawasan
eks transmigrasi yang selama ini terkesan banyak terlantar dan tidak
dimanfaatkan secara maksimal.
Kepedulian
dan komitmen tinggi Awang Faroek itu di kemudian hari menuai hasil positif.
Terbukti, sejak tahun 2002 hingga kini Kabupaten Kutai Timur menjadi salah satu
kabupaten penerima warga transmigran dari Pulau Jawa dan Bali. Guna menunjukkan
keseriusannya, pada tahun 2002, Awang Faroek mengeluarkan Surat Keputusan (SK)
Nomor 175 Tahun 2002 tanggal 29 Mei 2002 tentang pengembangan wilayah eks lahan
transmigrasi dan menjadi daerah penerimaan warga transmigran. Sejak terbitnya
SK tersebut hingga tahun 2005, Kutai Timur telah menerima warga transmigran
dari luar daerah sebanyak 775 Kepala Keluarga (KK) atau 2.982 jiwa. Pada tahun
2006, Kutai Timur menerima lagi warga transmigran sebanyak 275 KK.
Belakangan,
SK tersebut ditindak-lanjuti dengan membuat program khusus. Dia termotivasi
untuk membangun unit pemukiman transmigrasi dengan konsep Kota Terpadu Mandiri
(KTM) pada tiga lokasi. Ketiganya eks lokasi transmigrasi, masing-masing
Kaliorang, Rantau Pulung dan Tepian Langsat. “Dengan dibangunnya wilayah dengan
konsep KTM ini diharapkan akan tumbuh sentra-sentra produksi pertanian,
perkebunan yang mandiri, yang kelak dapat memberikan kontribusi bagi
pembangunan daerah Kutai Timur ke depan,” ujar Awang Faroek ketika itu.
Rupanya
konsep itu telah membuat Menakertrans Erman Suparno menaruh respek terhadap
pengembangan KTM di Kutai Timur. “Berkat kepedulian Pemerintah Kabupaten Kutai
Timur terhadap persoalan transmigrasi tersebut, kabupaten ini ditetapkan
menjadi salah satu contoh untuk dikembangkan menjadi Kota Terpadu Mandiri di
kawasan transmigrasi,” jelas Awang Faroek.
Dibandingkan
kabupaten-kabupaten yang lain, Kutai Timur memiliki keistimewaan, karena
terdapat tiga kawasan yang ditetapkan menjadi KTM. Sementara
kabupaten-kabupaten lain pada umumnya hanya memiliki satu kawasan. Inilah salah
satu alasan mengapa Menakertrans Erman Suparno memilih Awang Faroek sebagai
penerima penghargaan bidang transmigrasi.
Penghargaan
Menakertrans kepada Bupati Awang Faroek itu diberikan bertepatan dengan Hari
Ulang Tahun (HUT) ke-28 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Diberikan
kepada orang-orang yang memiliki kepedulian tinggi terhadap pengembangan
kawasan transmigrasi di daerahnya. Awang Faroek berharap penghargaan tersebut
memantik semangat aparatur untuk lebih giat membina warga transmigran. “Kami
patut bersyukur dan bangga, meski Kabupaten Kutai Timur merupakan kabupaten
relatif baru, namun memperoleh kepercayaan menjadi pilot project pembangunan KTM di kawasan transmigrasi, sampai-sampai
di tiga lokasi sekaligus,” Awang Faroek menandaskan.
Ketika
ini Awang Faroek dipercaya memimpin Kaltim, dia tidak hanya sebatas membangun
KTM. Tapi, bagaimana pembangunan Kaltim yang menyatu, terutama dari sisi
infrastruktur jalan dan transportasi. Dalam kurun empat tahun kepemimpinannya
(2008-2012), ratusan kilometer jalan dibangunan untuk menghubungkan berbagai
wilayah di Kaltim. Telah dilakukan pembangunan jalan, antara lain ruas jalan
Sekatak Biji – Malianu – Mansalong – Simanggaris – Serudong – Batas Negara
sepanjang 180 km dan jalan lingkar Pulau Sebatik sepanjang 85 km. Lalu pembangunan
secara bertahap ruas jalan Batas Negara – Long Nawang – Long Ampung – Sungai
Barang – Mahak Baru sepanjang 84 km, ruas Malinau – Paking – Long Bawan – Long
Midang – Batas Negara sepanjang 323 km yang direncanakan tuntas pada tahun
2013. Awang Faroek menyadari, infrastruktur menuju wilayah perbatasan mesti
memperoleh perhatian yang cukup agar kehidupan dan kesejahteraan masyarakat
dapat ditingkatkan.
Masih
perhatian untuk wilayah perbatasan, Awang Faroek juga berkonsentrasi membangun
bandara di kawasan perbatasan seperti di Nunukan, Long Bawan dan Data Dawai di
mana landas pacunya akan dikembangkan menjadi 1.600 meter. Tingkat
pencapaiannya kini memang baru sekitar 40 persen. Untuk ketiga bandara, Pemprov
Kaltim telah menganggarkan dana sebesar Rp500 miliar.
Untuk
meningkatkan kualitas SDM di wilayah perbatasan, pada tahun 2011, Pemprov
Kaltim telah memprogramkan beasiswa khusus untuk tiga kawasan perbatasan,
masing-masing sebesar Rp1 miliar melalui bantuan keuangan.
Lalu,
untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi warga masyarakat berpenghasilan
rendah dan jauh dari akses pelayanan rumah sakit, terutama masyarakat di daerah
pedalaman, terpencil dan perbatasan, Pemprov Kaltim telah membantu upaya
peningkatan pelayanan Puskesmas 24 jam sebagai 49 Puskesmas, 18 di antaranya di
wilayah perbatasan. Rinciannya: 9 Puskesmas di Nunukan (Sedadap, Setabu,
Pembeliangan, Sanur, Atap, S. Nyamuk, Aji Kuning, Mensalong dan Long Bawan), 3
Puskesmas di Malinau (Long Nawang, Long Alango, Long Loreh), dan enam di Kutai
Barat (Melak, Muara Pahu, Long Apari, Long Pahangai, Blusuh dan Penyinggahan).
Selain
infrastruktur jalan kawasan perbatasan, permukaan jalan nasional di Kaltim
meningkat dari 1.760,1 km (tahun 2010) menjadi 1.773,82 km (2011). Sayangnya
kondisi jalan nasional mantap mengalami penurunan dari 72,04 persen ke 71,16
persen. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan skala prioritas dari program
pemeliharaan ke penanganan jalan-jalan yang kritis (rusak berat). Permukaan
jalan provinsi juga meningkat dari 1.118,47 km menjadi 1.147,11 km.
Lalu
ada pembangunan Jembatan Pulau Balang, Jembatan Mahkota II, Jalan Tol
Balikpapan-Samarinda, Terminal Petikemas Kariangau, dan Jalan Akses Maloy
sepanjang 12 km. Selanjutnya, tampak pula hasil pembangunan Pelabuhan Maloy,
Pelabuhan Tanah Kuning (Kabupaten Bulungan), Bandara Sepinggan (Balikpapan),
Bandara Samarinda Baru, Bandara Kalimarau (Berau), dan Bandara Juwata
(Tarakan).
Kemudian
untuk memenuhi kebutuhan air bersih, peningkatan produktivitas pertanian dan
pengendalian daya rusak air, sedang dibangun sumber daya air yang meliputi
pembangunan bendungan dan embung untuk penyediaan air baku Pulau Sebatik,
Nunukan dan Tarakan. Juga pembangunan Bendungan Marangkayu dan Muara Bangun
serta jaringan irigasi sepanjang 23.278 meter. Pun merealisasikan pembangunan
Embung Muru (Kabupaten Paser) yang masih terkendala pembebasan lahan.
Yang
menarik selama kepemimpinan Awang Faroek, Pemprov Kaltim berhasil menata ruang
dan cipta karya yang cukup representatif di wilayah yang kaya SDA ini. Hal tersebut
tampak pada hasil kini 13 kabupaten/kota telah menyusun Rancangan Peraturan
Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Raperda RTRW) dan telah dikonsultasikan kepada
BKPRD Provinsi Kaltim, di mana 9 kabupaten/kota telah memperoleh persetujuan
Gubernur dan tiga lainnya (PPU, Paser dan Bulungan) dalam proses persetujuan.
Sementara Kabupaten Kutai Timur belum melakukan proses pengajuan dokumen
Raperda RTRW.
Dalam
kurun waktu 2009-2011 telah dibangun Rumah Layak Huni sebanyak 2.678 unit yang
tersebar di 14 kabupaten/kota dari rencana keseluruhan 5.000 unit hingga tahun
2013 sebagaimana target RPJMD 2009-2013.
Cakupan
pelayanan air bersih pada tahun 2010 adalah sebesar 40,52 persen di pedesaan
dan 65,41 persen di pedesaan dengan kapasistas produksi 5.030 liter per detik
dan 287.088 SSR, di mana target cakupan pelayanan air bersih di tahun 2013
sebesar 42,94 persen di pedesaan dan 76,12 persen di perkotaan. Progres
pembangunan SPAM Samarinda Utara berkapasitas 100 liter/detik mencapai 47
persen dan 46 persen keuangan dengan total nilai kontrak Rp75,8 miliar. Saat
ini masih terkendala perubahan site plan pembangunan IPA, Boosterpump, dan
design intake, sehingga diusulkan penambahan dana sebesar Rp18 miliar melalui
adendum kontrak dan pekerjaan baru.
Kemudian
pembangunan KIPI Maloy saat ini telah menyelesaikan dokumen studi kelayakan,
masterplan, business plan, dan DED pelabuhan internasional. Di mana tahun 2011 lalu
dalam proses penyusunan KLHS dan Amdal yang selanjutnya pada tahun 2012
dilakukan penyusunan DED Kawasan Industri dan pembangunan fisik pelabuhan
dengan nilai investasi sebesar Rp3,4 triliun.
Dan
pembangunan Convention Hall telah menyelesaikan dokumen DED dan MK, di mana
tahun 2011 telah dianggarkan Rp30 miliar untuk pembangunan fisik dan dokumen.
Diharapkan akan tuntas pada tahun 2013 dengan total biaya Rp256 miliar.
Dengan
tekad meujudkan Kaltim sebagai pusat energi, Gubernur Awang Faroek tidak lupa memacu
produksi batubara yang amat potensial. Cadangan batubara Kaltim sampai tahun
2011 sebanyak 8,184 miliar ton, di mana produksi pada tahun 2009 sebesar
130,727 juta ton, 148,166 juta ton (2010), dan 148,289 juta ton pada tahun
2011. Prediksi umur tambang 50 tahun dengan asumsi produksi sebesar 150 juta
ton per tahun. Jumlah produksi tersebut terdiri dari izin PKP2B sebanyak 33,
Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebanyak 1.305 atau total izin di Kaltim sebanyak
1.338 izin.
Kemudian
produksi tenaga listrik juga cukup mendukung. Tahun 2008 produksi tenaga
listrik sebesar 1,9 juta MWh, naik menjadi 2,12 juta MWh (2009), dan 2,39 juta
MWh (2010).
Melalui
pembangunan infrastruktur, kota terpadu, tata ruang wilayah, wilayah
perbatasan, dan memacu sektor energi, Kaltim di era kepemimpinan Gubernur Awang
Faroek betul-betul bangkit untuk mampu sejajar dengan provinsi lain telah lebih
dulu maju.
C.
Peduli
Nasib Petani dan Gerakkan Ekonomi Mikro
Karya
penting tahun 2012, tepatnya tanggal 3 Mei 2012, ditorehkan Gubernur Kalimantan
Timur Awang Faroek lewat langkah penanda-tanganan
nota kesepahaman Pemerintah Provinsi Kaltim dengan perusahaan benih PT Sang
Hyang Seri (Persero). Nota kesepahaman ini selanjutnya akan diwujudkan dengan langkah
membangun kawasan pertanian terpadu seluas 9.000 hektar di Kabupaten Berau.
Kawasan ini akan dilengkapi dengan sawah mekanisasi, embung air untuk jaringan irigasi,
dan rumah petani yang representatif. Di sini petani betul-betul dibimbing mulai
hulu sampai hilir industri pertanian. Mereka menjadi subyek utama industri
pertanian. Tidak seperti selama ini di mana petani kerap dipinggirkan atau
dimarjinalkan. Petani senantiasa menjadi korban kebijakan harga beras, strategi
harga peralatan produksi pertanian, dan politik harga pupuk.
Bukan
cuma kali ini Awang Faroek peduli kepada kaum tani. Semasa masih menjadi Bupati
Kutai Timur, dia cukup peduli pada nasib petani. Pada tahun 2001, sebagai
Bupati Kutai Timur, dia membuat terobosan besar di bidang pertanian, yakni menggelontorkan
kebijakan populis yang disebut redistribusi lahan pertahian seluas lima hektar
per kepala keluarga (KK) di daerahnya.
Langkah
dan kebijakan strategis Awang Faroek yang pro-petani tersebut diapresiasi oleh
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan memberikan penghargaan Bhumi Bhakti Adiguna pada tahun 2006. Bahkan,
pengamat politik Yudi Latif sampai menyejajarkan kebijakan Awang Faroek
tersebut nyaris seperti yang dilakukan oleh pemimpin legendaris China Deng
Xiaoping. “Apa yang dilakukan Awang Faroek hampir seperti kebijakan Deng
Xiaoping, yang melakukan revolusi agraria dengan membagikan sekitar lima herkar
tanah kepada setiap penduduk. Dan dengan itu, mereka memiliki akses dalam
sektor produktif,” ujar Yudi yang juga Pemimpin Redaksi Majalah Biografi Politik ini (2008).
Tidak
hanya sampai di situ. Awang Faroek memberikan pula secara gratis 7.000
sertifikat hak milik atas lahan tersebut, sembari melakukan revitalisasi
pertanian dalam arti luas. Antara lain menggulirkan program Sarjana Penggerak
Pembangunan Agribisnis (SP2AP), Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), Da’i
Pembangunan, beragam bantuan pertanian, dan mendirikan Sekolah Tinggi Pertanian
(Stiper). Bahkan, Awang Faroek mengalokasikan khusus 15 persen dari APBD
Kabupaten Kutai Timur untuk menggerakkan sektor pertanian.
Berkat
serangkaian program dan kebijakannya yang sangat peduli dan pro-petani
tersebut, cukup beralasan bila Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberinya
penghargaan “Satya Lencana Pembangunan Bidang Pertanian 2007”. Dan Menteri
Pertanian (waktu itu) Anton Apriyantono tidak ketinggalan, juga memberikan penghargaan
pada tokoh ini sebagai “Bupati Berprestasi di Bidang Pertanian”. Kemudian,
Awang Faroek sempat pula meraih penghargaan Lencana
Emas (2007) dari Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA).
Ketika
menjabat Gubernur Kaltim, Awang Faroek pun terus menggenjot pembangunan sektor
pertanian, perkebunan dan perternakan. Hasil yang telah tampak, luas panen
157.341 hektar tahun 2008 turun menjadi 146.177 hektar (2009) naik kembali
menjadi 150.031 hektar (2010). Produksi padi berturut-turut (2008-2010):
586.030 ton, 555.561 ton dan 588.877 ton. Tahun 2013 ditargetkan produksi padi
sebanyak 718.151 ton.
Kemudian
perkembangan luas tanaman kelapa sawit mengalami kenaikan yang cukup berarti.
Tahun 2008 seluas 409.564 hektar menjadi 530.554 hektar (2009), 663.553 hektar
(2010), dan 735.537 hektar (2011). Produksi kelapa sawit juga turut meningkat:
1.664.331 ton (2008), 2.298.185 ton (2009), 3.054.707 ton (2010), dan 3.465.426
ton (2011). Target RPJMD 2013 produksi kelapa sawit sebesar 1.186.403 ton telah
terpenuhi.
Selanjutnya
populasi ternak mengalami peningkatan pula. Tahun 2008 ternak sapi berjumlah
91.297 ekor, 101.176 ekor (2009), 108.460 ekor (2010) dan 113.737 ekor (2011).
Sedangkan populasi ayam ras pedaging sebagai 26.945.910 ekor (2008), 37.603.169
ekor (2009), 36.510.357 ekor (2010), dan 40.942.716 ekor (2011).
Berikutnya,
produksi perikanan laut di Kaltim tidak kalah potensial. Tahun 2008 produksi
perikanan sebanyak 92.175,2 ton, 94.937,5 ton (2009) dam 111.702,9 ton (2010). Untuk
perikanan darat, tahun 2008 berproduksi sebanyak 95.050,1 ton, naik menjadi
142.446,1 ton (2009) dan 194.918,7 ton (2010).
Awang
Faroek tidak melupakan sektor ekonomi mikro. Hal ini tampak pada konsentrasi
pembangun koperasi di Kalimantan Timur. Tahun 2008, koperasi aktif tercatat
sebanyak 2.849 buah naik menjadi 3.458 buah (2009-2010). Diperkirakan jumlah
itu akan terus meningkat pada tahun 2011 dan tahun 2012. Jumlah unit industri
kecil tahun 2008 sebanyak 15.038 unit naik menjadi 15.590 unit (2009-2010) dan
16.038 unit (2011).
Jelas
bahwa Gubernur Awang Faroek Ishak demikian peduli pada rakyat kecil, mulai dari
petani, nelayan sampai pelaku usaha kecil dan mikro. Inilah capaian yang tidak
mudah mengingat selama ini mereka seolah terpinggirkan. Dengan menggerakkan
perekonomian menengah dan mikro, perekonomian Kaltim mampu tumbuh pada kisaran
4-5 persen per tahun.sebuah pertumbuhan tertinggi dalam tempo sepuluh tahun
terakhir.
Kondisi
ekspor Kaltim 2008 senilai US$24,70 miliar mengalami penurunan pada 2009 (yakni
US$18,92 miliar) lalu kembali naik menjadi US$25,12 miliar pada tahun 2010.
Pencapaian ini menempatkan Kaltim pada posisi kedua ekspor nasional. Ekspor
non-migas pada 2008 sebesar US$7,67 miliar, naik menjadi US$9,63 miliar (2009)
dan US$13,80 miliar (2010). Sedangkan ekspor migas sebesar US$17,025 miliar
(2008), US$9,29 miliar dan US$11,32 miliar. Ekspor Kaltim telah melampaui
target RPJMD 2013 sebesar US$23,24 miliar.
Berkat
infrastruktur yang pelayanan yang relatif baik, iklim investasi di Kaltim pun
cukup kondusif. Untuk investasi PMDN tercatat Rp2,54 miliar (2008), Rp1,52
triliun (2009) dan Rp17,88 triliun (2010). Kaltim menempati rangking ketiga
PMDN nasional setelah Jawa Barat dan Jawa Timur. Sementara itu pada investasi
PMA tercatat US$20,50 juta (2008), US$253,05 juta dan Rp10 triliun (2010). Kaltim
menempati urutan kelima PMA setelah DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat dan
Banten. Target investasi versi RPJMD 2013 ialah Rp39 triliun.
Kaltim
kini mampu tampil sebagai enam besar PDRB secara nasional setelah Provinsi
Riau. Tahun 2008, PDRB Kaltim sebesar Rp314,81 triliun meningkat menjadi
Rp320,96 triliun (2010) dan Rp359,50 triliun (2011). Pendapatan per kapita
tahun 2008 sebesar Rp95,10 juta sempat mengalami penurunan pada 2009 sebesar
Rp82,96 juta, Rp90,33 juta (2010) lalu naik menjadi Rp93,395 juta (2011).
Telah
banyak kemajuan, baik secara matematis-ekonomis maupun kualitatif, dicapai oleh
masyarakat Kaltim di bawah kepemimpinan Gubernur Awang Faroek Ishak. Pencapaian
peningkatan kualitatif yang dicerminkan dari peningkatan kualitas manusia dapat
dirunut dari indikator pendidikan dan kesehatan masyarakat Kaltim dalam rentang
waktu empat tahun terakhir.
Sebagai
sosok yang pernah meniti karir di jalur akademik, Awang Faroek menyadari betul
bahwa suatu bangsa tidak akan pernah besar bilamana semata-mata mengandalkan
pembangunan fisik. Kita juga harus membangun fondasi dasar pengembangan dan
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
D. Peduli Pendidikan dan Kesehatan Murah
Membangun
SDM merupakan kunci sukses membangun sebuah negeri dan medianya adalah
pembangunan bidang pendidikan. Selama ini, peningkatan kualitas SDM terhambat
karena arah pembangunan SDM tidak jelas fokusnya. Karena itu, perlu dilakukan
pergeseran paradigma pembangunan ke arah yang lebih berorientasi dan fokus kepada
peningkatan kualitas SDM. Aset Sumber Daya Alam (SDA) di negeri ini sangat
kaya, sayangnya para pelaku ekonominya masih diisi oleh kalangan ekspatriat
dari mancanegara. Salah satu contoh, SDA Kalimantan memberikan kontribusi yang
cukup berarti terhadap aset nasional namun dalam kenyataan SDM pada tingkat middle manager lebih banyak diisi oleh
orang-orang dari luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Jepang, Amerika dan
Inggris. Sebagai modal, pada SDM dapat dilakukan investasi. Sektor pendidikan
adalah salah satu investasi utama dalam meningkatkan kualitas SDM (Schults;
1971).
Dalam
paradigma fokus pada peningkatan kualitas SDM, jauh sebelum menerima mandat
sebagai Gubernur Kalimantan Timur (saat masih Bupati Kutai Timur), Awang Faroek
sempat meluncurkan program Kutai Timur
Cemerlang (Cerdas, Merata dan Prestasi Gemilang) yang terbagi ke dalam
tiga aksi. Aksi cerdas, meliputi
pemberlakuan Perda tentang penyelenggaraan pendidikan, pembuatan renstra
pendidikan, pemutakhiran database
pendidikan, pemetaan kualitas pendidikan, pemetaan tenaga kerja dan kebutuhan
tenaga kerja, pemetaan program wajib belajar 12 tahun, peningkatan
profesionalisme tenaga kependidikan, dan beberapa program lainnya. Aksi merata, meliputi program bebas biaya pendidikan,
bebas akses pendidikan, insentif dan honorarium yang memadai, reward bagi guru-guru berprestasi,
pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan. Sementara itu aksi prestasi gemilang, meliputi pembenahan
kurikulum, orientasi kejuruan, penciptaan iklim kompetisi, pemberian beasiswa
prestasi dan program lainnya.
Salah
satu prioritas dari aksi-aksi tersebut adalah memenuhi amanat UUD 1945 dan UU
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dengan
mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBD. Diperkirakan,
dengan APBD Kabupaten Kutai Timur 2006 sebesar Rp1,133 triliun maka alokasi
dana 20 persen untuk pendidikan di Kutai Timur mencapai Rp202 miliar.
Prioritas
lainnya, pembenahan biaya pendidikan dengan memberikan Bantuan Operasional
Sekolah (BOS). Untuk Taman Kanak-kanak (TK) sebesar Rp15 ribu – Rp20 ribu
setiap siswa per bulan, Sekolah Dasar/MI (Rp50 ribu), SMP/MTs (Rp70 ribu), dan
SMA/SMK/MA (Rp75 ribu).
Sejalan
dengan kebijakan itu, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur juga memberikan insentif
kepada guru SD, SLTP dan SMA negeri/swasta; beasiswa S1, S2 dan S3 sebanyak 155
orang; beasiswa kepada 10 lulusan terbaik SMA negeri unggulan; pengiriman
guru-guru SMA negeri untuk mengikuti program S2; pendirian sekolah unggulan SD,
SLTP dan SMA di Kecamatan Sangkulirang, dan Muara Ancalong atau Muara Wahau.
Dalam
kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Pendidikan Kalimantan Timur, Awang Faroek
dikenal sebagai sosok yang gigih memperjuangkan agar seluruh 13 kabupaten/kota
di wilayah Provinsi Kalimantan Timur mengalokasikan anggaran 20 persen dari
APBD untuk sektor pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh UU Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sisdiknas. Perjuangannya pun menorehkan hasil gemilang. Terbukti,
Kalimantan Timur akhirnya menyetujui alokasi anggaran 20 persen dari APBD untuk
sektor pendidikan di daerahnya.
Berkat
komitmen dan kepeduliannya yang tinggi terhadap peningkatan pembangunan sektor
pendidikan, pada Oktober 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyematkan
penghargaan “Satya Lencana Bidang Pendidikan” kepada Awang Faroek. Dia
merupakan satu-satunya bupati/walikota di wilayah Kalimantan yang menerima
anugerah tersebut bersama Gubernur Kalimantan Selatan (waktu itu) Rudy Arifin.
Sebelum itu, dia pun pernah menggapai Education
Award dari FKIP Universitas Mulawarman (2006), serta dinobatkan sebagai Tokoh Peduli Pendidikan oleh DPW Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) Provinsi Kalimantan Timur (2007).
Komitmen
dan kepedulian Awang Faroek terhadap pembangunan pendidikan dan peningkatan
kualitas manusia terus berlanjut ketika dirinya menjadi Gubernur Kaltim
(2008-2013). Dengan prioritas pembangunan sektor pendidikan, angka melek huruf
penduduk usia 10 tahun di Kaltim terus mengalami kenaikan. Dari 96,71 persen
(2008) menjadi 98,3 persen (2009), 99,87 persen (2010) dan 99,91 persen (2011).
Bagaimana
pula dengan angka partisipasi kasar (APK) yang merupakan proporsi jumlah
penduduk yang sedang bersekolah pada suatu jenjang pendidikan terhadap jumlah
penduduk usia sekolah yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut? APK SD
tahun 2008 sebesar 110,95 persen, kemudian 11,43 persen (2009) dan 112,86
persen (2010). Untuk APK SMP, pada 2008 87,53 persen, tahun 2009 sebesar 85,24
persen dan tahun 2010 menjadi 89,36 persen. Sedangkan APK SMA mencapai 68,89
persen (2008), 69,78 persen (2009), 73,98 persen (2010) dan 82,39 persen
(2011).
Kualitas
manusia juga tampak dari kualitas kesehatan. Yang kini terasa menggembirakan
dari bidang kesehatan adalah semakin meningkatnya jumlah kelahiran yang
ditolong oleh tenaga kesehatan seperti dokter, bidan dan tenaga kesehatan
lainnya, pada kisaran 77,27 persen, 80,04 persen dan 82,17 persen (2008-2010). Perkembangan
ini tidak terlepas dari peran pemerintah dalam meningkatkan infrastruktur
kesehatan seperti rumah sakit dan Puskesmas, termasuk pula peningkatan jumlah
tenaga kesehatan. Kondisi ini berdampak terhadap peningkatan indikator
kesehatan masyarakat seperti angka usia harapan hidup pada periode 2008-2010,
yaitu 70,80 tahun, 71 tahun dan 71,20 tahun. Seiring itu juga terjadi penurunan
angka kematian bayi, dari 19 bayi meninggal per 1.000 kelahiran menjadi 17,80
bayi (2009) dan 16,70 bayi (2010). Untuk Puskesmas 24 jam di Provinsi Kaltim,
tahun 2009 berjumlah 49 Puskesmas dan 51 Puskesmas (2010-2011) yang tersebar di
14 kabupaten/kota.
Tampak
bahwa kualitas manusia Kaltim semakin meningkat, tampak pada peningkatan usia
harapan hidup dan penurunan angka kematian bayi lahir, berkat pembangunan
pendidikan dan kesehatan yang diprioritaskan oleh Awang Faroek Ishak.
E. Terus Mengabdi dan Mengabdi
Dan
sang waktu terus berjalan. Pada tanggal 31 Juli 2012, Awang Faroek Ishak
menapaki usia 64 tahun. Sebuah rentang usia yang telah melewati usia manusia
sarat keteladanan Nabi Muhammad saw. Kata orang, Awang Faroek telah menapaki
usia bonus. Sebab itu, Awang Faroek tak ingin menyia-nyiakan bonus umur dari
Allah Yang Maha Pemberi Hidup. Dia ingin tetap terus membaktikan dirinya di
ladang pengabdian masyarakat.
Di
usianya yang 64 tahun, Awang Faroek merasakan waktu semakin cepat berlalu.
Sebab itu, dia terus berusaha berbuat yang lebih banyak lagi untuk agama dan
masyarakat. Dalam pengabdiannya kepada agama (Islam), dia memanfaatkan momentum
Ramadhan 1433 H untuk berbagi pada umat melalui safari Ramadhan. Selama sebulan
penuh, dia bersafari menyambangi masjid-masjid dan komunitas muslim di Samarinda,
Kutai Kartanegara, Balikpapan, Paser, Penajam Paser Utara, Bontang, Kutai
Timur, Malinau, Tana Tidung, Nunukan, Berau, Bulungan, Tarakan dan Kutai Barat.
Pada kesempatan di bulan penuh berkah ini, di setiap masjid atau komunitas yang
dikunjunginya, dia tidak lupa berbagi santunan untuk anak-anak yatim piatu,
kaum dhu'afa, panti sosial dan pondok pesantren.
Hari
pertama tarawih pada 20 Juli 2012, Awang Faroek menunaikan shalat tarawih
berjamaah di Masjid Al Mu’min, Kota Samarinda. Selain itu di hari pertama
puasa, 21 Juli 2012, dia berbuka bersama dengan warga masyarakat sekitar masjid
di lingkungan Lamin Etam itu. Usai berbuka bersama dan shalat tarawih
berjamaah, Gubernur Awang Faroek memberikan santunan untuk anak-anak yatim
piatu, kaum dhu'afa, panti sosial dan pondok pesantren yang ada di sekitar
Masjid Al Mu’min.
Selama
bulan Ramadhan 1433 H, jadwal safari Gubernur Awang Faroek cukup padat. Tanggal
28 Juli 2012, Awang Faroek berbuka bersama dengan Menteri Informasi dan
Komunikasi Ir. H. Tifatul Sembiring. Tifatul Sembiring ke Bumi Etam Kalimantan
Timur dalam rangka safari Ramadhan, Bedah Buku "Sepanjang Jalan
Dakwah" hasil karyanya dan silaturahim dengan pemuka masyarakat, tokoh
agama dan tokoh adat setempat.
Dalam
kesempatan bedah buku di Pendopo Lamin Etam, Gubernur Awang Faroek menandaskan
bahwa Bangsa Indonesia saat ini sangat memerlukan figur-figur negarawan yang
dalam kiprahnya dapat membantu mengatasi persoalan bangsa dan negara, yaitu
negarawan yang dapat dicontoh dan diteladani oleh masyarakat. "Saya
melihat figur negarawan itu di antaranya ada pada pribadi Pak Tifatul Sembiring,"
ujarnya.
Menurut
Gubernur, umat Islam di Indonesia mayoritas yang jumlahnya lebih dari dua ratus
juta jiwa atau lebih dari 80 persen dibanding dengan umat agama lain, harus
terus meningkatkan kualitasnya. "Jumlah umat Islam mayoritas tapi kita
perlu terus meningkatkan kualitas umat Islam agar bisa memberikan kontribusi yang
baik bagi pembangunan, kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Untuk meningkatkan
kualitas umat, maka peran para negarawan, terlebih lagi sebagai pendakwah
sangat penting," kata Awang.
Gubernur
Awang Faroek pun memuji Tifatul Sembiring yang seorang negarawan, tetapi juga
bisa menjadi sebagai seorang pendakwah, karena tidak semua orang bisa
melakoninya.
Tanggal
6 Agustus 2012 yang bertepatan dengan hari ke-17 Ramadhan, Gubernur Awang
Faroek bersafari ke Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara. Selain bersafari
Ramadhan bersama umat Muslim Tenggarong dan menyantuni anak-anak yatim-piatu
dan sejumlah panti asuhan, di sini Awang Faroek yang bersiap maju kembali dalam
Pilgub Kaltim 2013 mendatang juga sudah ditunggu untuk bersilaturahmi dengan kader
Partai Golkar daerah Kutai Kartanegara.
Awang
Faroek terus bergerak dan bergerak. Energi positif dan kekuatan spiritualnya
terus diasah dengan mendekatkan diri pada umat dan rakyat yang dipimpinnya saat
ini. Dengan bekal kesehatan yang masih prima dan pikiran yang senantiasa jernih
serta tajam, Awang Faroek tak ingin berhenti di ujung jalan periode pertama
amanah sebagai Gubernur Kalimantan Timur di tahun 2013. Dia ingin tetap terus
berjalan, berkarya, dan mengabdi sampai di tapal batas sang waktu.
Dia
senantiasa teringat pada negarawan asal Jawa, Sri Sultan Hamengku Buwono IX,
pada pada usia 70 tahun masih tampak enerjik dan mudah dijumpai dalam deretan
nama pimpinan berbagai usaha bisnis. Misalkan dalam proyek Duta Merlin dan
pabrik gula. Wakil Presiden era 1970-an itu, dalam kegiatan lain seperti
aktivitas kepanduan, baik dalam skala nasional maupun internasional,
menempatkan posisinya secara jelas. Banyak orang masih ingat bahwa konsep scouting, yang pernah diajukan oleh
Indonesia di forum internasional dan diterapkan di beberapa negara, antara lain
datang dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Masih
di usianya 70 tahun (tahun 1982), Hamengku Buwono IX tetap mencurahkan tenaga
dan pikirannya bagi kemajuan dan peningkatan prestasi olahraga di Indonesia.
Dia memberikan perhatian besar untuk meningkatkan pembinaan cabang-cabang
olahraga yang lebih terarah dan lebih ilmiah dibandingkan era sebelumnya.
Tujuannya agar dunia olahraga Indonesia memegang peran penting dan mampu
‘berbicara’ di forum internasional, terutama di Asia Tenggara. “Kesemrawutan”
yang terjadi, menurut Hamengku Buwono IX, hanya dapat diatasi apabila olahraga
tidak dipolitisir. Dan, syarat bagi ketua cabang olahraga ialah adanya
pribadi-pribadi yang jujur dan berani membuat keputusan. Agaknya, senja hari
belum memberikan kesempatan kepada Hamengku Buwono IX untuk lebih banyak
beristirahat duduk manis di kursi goyang. Masih banyak orang yang tetap
berharap sumbangan tenaga dan pemikirannya, masih memerlukan daya reaktif dan
sikap tanggapnya saat-saat tertentu dengan pikiran dalam benak mereka bahwa,
“Ah, andaikan Pak Sultan masih ada ...”
Sebagai
negarawan dari Kutai, Awang Faroek tetap menaruh asa bahwa rakyat Kalimantan
Timur kembali memberikan amanah untuk memimpin wilayah yang amat kaya SDA itu. Wilayah
yang membutuhkan seorang pemimpin yang visioner, rendah hati, santun, berjiwa entrepreneur, dan negarawan. “Kita harus
membangun dunia baru, suatu dunia yang jauh lebih baik, yang mana martabat
manusia yang abadi dihormati,” tutur Awang Faroek mengutip pendapat Presiden
Amerika Serikat yang ke-33 Harry S. Truman
Harapan
Awang Faroek tidaklah berlebihan. Pada pertengahan Mei 2012, Kalima Plus
kembali mencalonkan Awang Faroek Ishak untuk maju dalam kompetisi Pemilihan
Gubernur (Pilgub) Kalimantan Timur 2013. Kalima Plus yang memilki slogan The Power Knowledge, pro integrity, pro poverty,
pro education, pro job, pro health dan pro
environment itu mendorong pencalonan kembali Awang Faroek karena melihat keberhasilan
Pembangunan Kaltim sejak tahun 2009 di bawah kepemimpinan Awang Faroek sebagai
Gubernur Kaltim.
Ketua
Umum Kalima Plus Daddy Ruchiyat mengingatkan terpilihnya Awang Faroek menjadi
Gubernur periode 2008-2013 merupakan keberhasilan Kalima yang dibentuk pada
tahun 2007. Keberhasilan Kalima lainnya adalah kesuksesan organisasi ini
terbentuk dan berfungsinya di 14 Kabupaten Kota di wilayah Provinsi Kaltim.
"Ini
menjadi bukti Kalima meraih 2 dari 3 tahap keberhasilannya. Bagaimana tahapan
ketiga sukses pembangunan. Terpilihnya Awang mengakomodir program-program
Kalima dalam program pemerintahan," kata Daddy Ruchiyat membacakan
sambutannya pada acara Pelantikan Dewan Pembina, Dewan Pakar dan Pengurus
Kalima Plus di Samarinda, pertengahan Mei 2012.
Hadir
dalam acara pelantikan pengurus Kalima itu sejumlah Kepala Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi Kaltim. Antara lain Irianto Lambrie yang
menjabat Sekretaris Daerah, Rusmadi menjabat Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda), Ibrahim sebagai Kepala Dinas Peternakan, Zairin
Zein sebagai Kepala Dinas Perhubungan, dan Sigit Muryono menjabat Kepala
Dispora. Mereka menjadi pengurus Kalima dilantik oleh Awang Faroek yang
menjabat Ketua Dewan Pembina Kalima. Para pejabat Pemprov ini mengenakan jas
warna coklat kebanggaan Kalima Plus.
Program
Kalima itu adalah Kaltim Bangkit 2013, yaitu kemandirian kedaulatan pangan,
pemberantasan kemiskinan, mencegah degradasi lingkungan dan lainnya. Menurut
Awang, dia dan jajaran Pemprov Kaltim telah berhasil melaksanakan amanah
tersebut. Dia berterima kasih atas dukungan jajarannya dan dari rekan-rekan
anggota legislatif yang tergabung dalam Kalima.
Ya,
Awang Faroek Ishak, di usianya yang delapan windu ini, ingin tetap mencurahkan
pengabdiannya buat rakyat Kalimantan Timur yang terus berkelanjutan. Dia ingin
menuntaskan pengabdian melalui tahta Gubernur guna mewujudkan Provinsi Kaltim
yang benar-benar mandiri, sejahtera dan berkeadilan. Serta terus menggaungkan
aparatur Pemprov Kaltim yang mengedepankan ikon pelayanan Senyum, Salam dan Sapa
(S-3) serta berpedoman tiga Jangan (Jangan terlambat, Jangan membuat kesalahan
dan Jangan menerima sesuatu yang bukan haknya).
Awang
Faroek ingin betul-betul mewujudkan pemerintahan yang good governance dalam satu tatanan birokrasi yang dilandasi
nilai-nilai kesantunan, keramahan dan tanggung jawab. Pun sebuah bangunan
birokrasi yang berangkat dari pelayanan yang cepat, ringkas, tanggap, dan
trengginas. Sebuah tekad, yang sudah barang tentu, tidak mudah digapai. Awang
Faroek benar-benar tidak ingin berhenti di tengah jalan. Tahta pengabdian untuk
melayani rakyat belum usai. ***
No comments:
Post a Comment