Pemerintahan di Indonesia saat ini terbagi dua,
Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah. dua bentuk pemerintahan tersebut juga
memiliki caranya masing-masing dalam mengelola keuangannya.
walau terdapat auditor independen negara yang dapat
melihat perbedaan dan persamaan keduanya untuk kemudian memberikan pendapat
dalam konteks parameter yang sama mengenai pengelolaan keuangan yang dilakukan
keduanya, pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memiliki caranya sendiri dalam
melaksanakan pengelolaan keuangan.
salah satu bentuk perbedaan tersebut adalah
misalnya pada pembedaan Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung oleh
Pemerintah Daerah sebagai Kelompok
Belanja.
Kelompok Belanja tidak dikenal oleh Pemerintah
Pusat dalam pelaksanaan pengurutan pekerjaan pengelolaan keuangannya.
pada awalnya pembedaan Belanja Langsung dan Belanja
Tidak Langsung didasarkan pada adanya asumsi bahwa pemerintah daerah memiliki
urusan wajib dan urusan pilihan yang membedakannnya dengan pemerintah pusat,
dimana pemerintah pusat, juga tidak mengelompokkan bentuk urusan ini, merupakan
sumber acuan dari pembedaan Urusan ini oleh Pemerintah Daerah.
pada perkembangannya, pembedaan belanja langsung
dan tidak langsung ini didasarkan pada pendefinisian bahwa Belanja Langsung
adalah belanja yang langsung berkaitan dengan Program dan Kegiatan Pemerintah
daerah, sebagai turunan dari Urusannya, dan Belanja tidak Langsung adalah yang
tidak berkaitan dengan Program dan Kegiatan.
Belanja yang tidak berkaitan dengan Program dan
Kegiatan adalah belanja yang dilakukan secara rutin, tanpa bersentuhan langsung
dengan obyek pemangku kepentingan utama Pemerintah Daerah, Rakyat. dalam
pemahaman sederhana Belanja tidak langsung adalah Belanja yang diperuntukkan
untuk pegawai pemerintah daerah yang telah diangkat (baca:PNS daerah) dan
belanja lain yang “rutin”, tok, sepenuhnya berkaitan dengan kesejahteraan
Pegawai, dan kebijakan pimpinan daerah.
Belanja Langsung adalah sebaliknya. Belanja
Langsung diutamakan dirasakan oleh pemangku kepentingan terbesar pemerintah
daerah, yaitu rakyat. seharusnya. Program dan kegiatan yang menjadi acuan dari
terjadinya belanja langsung didasarkan pada program dan kegiatan sebagau suatu
pernyataan kesiapan yang dapat diukur oleh pihak lain secara objektif. beda
misalnya dengan belanja tidak langsung yang, sebenarnya memiliki acuan program
dan kegiatan juga, namun kinerjanya tidak bisa atau tidak perlu diukur.
sehingga tidak di aplikasikan dalam wacana formal, a.k.a ditulis.
pernyataan kesiapan ini misalnya, “pemberdayaan
masyrakat pedesaan” sebagai program dengan salah satu kegiatannya adalah
“pelaksanaan rembug desa”. pernyataan ini bisa diuji dalam hasil laporan yang
telah dilaporkan. segala belanja dan uang yang telah dibayarkan dapat
dipertanggungjawabkan.
sebaliknya pada belanja tidak langsung, hanya akan
ada bentuk belanjanya saja, misalnya gaji, tunjangan, Hibah dan atau Bantuan
Sosial.
dalam filosofi akuntansi , segala uang yang
dikeluarkan maka akan ada segala input yang diterima. dan bentuk praktek dalam
metode filosofi tersebut terdapat pada buku-buku besar dan neraca dua sisi yang
menjadi suatu indikator yang menyeimbangkan satu sama lainnya. Dan segala
bentuk pengelolaan keuangan, menggunakan metode akuntansi yang diakui semua
pihak. termasuk pengelolaan keuanagan pemerintah pusat dan pemerintah daerah .
Hibah dan Bantuan Sosial,sebagai misal, yang
terdapat pada Belanja Tidak Langsung merupakan uang yang dikeluarkan tanpa
mendapatkan input yang terukur dari pelaksanaannya. berbeda misalnya dengan
belanja barang atau belanja jasa yang jelas motif umpan balik yang diterima.
input yang terukur dari pelaksanaannya inilah yang
menjadikan Hibah dan Bantuan Sosial dikategorikan sebagai kata tersebut. karena
sebutan tersebut, Hibah dan bantuan Sosial terkadang dapat dicatat pada Belanja
Langsung Pemerintah Daerah. Hibah dan Bantuan Sosial dapat dikategorikan
sebagai Belanja Langsung maupun Tidak Langsung. kunci pembedaan Hibah dan
Bantuan Sosial pada Belanja Langsung dan Tidak Langsung yang di lakukan oleh
Pemerintah Daerah terletak pada urutan pelaksanaan pengelolaannya. berbeda misalnya dengan Belanja Hibah dan
Belanja Bantuan Sosial pada Pemerintah Pusat yang tidak mengurutkan Kelompok
Belanja.
Hibah dan Bantuan Sosial pada Belanja Langsung
diurutkan setara dengan penyebutan Program pada Belanja Langsung. walau pada urutan terkecil rician objek, keduanya
disebut dengan kata yang sama, tapi kembali lagi kepada pendefinisian Program
dan kegiatan sebagai pernyataan kesiapan yang dapat diukur oleh pihak lain
secara objektif dan metode akuntansi mengenai input yang terukur dari
pelaksanaannya, Hibah dan Bantuan Sosial berbeda dari bentuk uang yang
dikeluarkan oleh belanja lainnya.
Prosedur pemberian Hibah dan Bantuan Sosial oleh
Pemerintah kepada rakyatnya adalah didasari penilaian dan kebijaksanaan pribadi
dari sosok pemimpin yang memimpin pemerintahan. sebagai manusia, pemimpin pasti
memiliki nilai kepatutan yang sangat besar diantara lingkkungan sosial atau
persatuan individu-individu lain hingga ia akhirnya berkekuatan untuk menduduki
dirinya di posisi itu. Pemimpin dari Pemerintah Pusat maupun pemimpin
Pemerintahan di Daerah mendapatkan masukan politis, ekonomis,hukum dan berbagai
dimensi ilmu untuk penentuan pemberian Hibah dan Bantuan Sosial di Masyarakat.
Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial di Pemerintah Pusat misalnya Pemberian
Bantuan Langsung Tunai yang sempat kesemuanya melahirkan efek masif dalam
berbagai dimensi ilmu pada berbagai golongan pada lapisan masyarakat.
Sementara kini Belanja Hibah dan Bantuan Sosial
yang terbesar pada Pemerintah pusat adalah belanja pada mata anggaran terkecil
: beasiswa pendidikan. juga pemberian bantuan pada pemberdayaan masyarakat
dalam program nasional pemberdayaan masyarakat.
Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial pada
Pemerintahan Daerah adalah lebih dekat dengan pemilik hak pengelolaan
kepentingan yaitu rakyat dibandingkan dengan pemerintah pusat. Administrasi dan
birokrasi yang terlibat adalah ada dalam ruang lingkup yang lebih kecil
daripada pemerintah pusat. perincian prosedur pemberian Hibah dan Bantuan
Sosial adalah lebih mudah pada Pemerintah Daerah.
dengan Standar Akuntansi yang belum Fixed sejauh
ini mengenai pengelolaan keuangan sektor Publik/pemerintahan, maka pelaksanaan
pengelolaan keuangan sektor Publik/pemerintahan ini wajib dikembangkan
seefektif dan seefisien mungkin dalam kesementaraan kekininian, demi menjadi
landasan masa depan berkelanjutan yang lebih baik dengan segala keterbatasannya
.
Hibah dan Bantuan Sosial pada awalnya dapat
dilakukan secara ‘gelondongan’ dengan alokasi tertentu pada tahap perencanaan
anggaran. artinya Belanja Hibah dan
Bantuan Sosial dialokasikan jumlah uangnya, namun penerima dan
pertanggungjawaban dari uang yang nantinya dicairkan tidak terintegrasi. pemberian hibah dan bentuan sosial dapat
dilakukan seenaknya dan diberikan pada meantime demi kepopuleran kepemimpinan
sesaat tanpa memikirkan keberlanjutan dari pencapaian kesejahteraaan yang lebih
besar. dan Issu korupsi yang beredar mengenai pemberian Hibah dan Bantuan
Sosial dikarenakan celah tersebut, beredar luas di masyarakat secara merata di
seluruh Indonesia. Kasus Korupsi yang melibatkan Kepala Daerah sebagai pemimpin
di daerah banyak terjadi karena ketidakjelasan penerima dan pertanggungjaawaban
integrasi dari uang yang nantinya dicairkan ini.
pada masa sekarang dan kedepannya melalui Komisi
Pemberantasan Korupsi/KPK, pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang dilakukan
oleh Pemerintah Daerah adalah menyesuaikan diri dengan kaidah sosial,
hukum, akuntansi dan administrasi yang
rapi yang diminta tuntutan perkembangan
zaman. artinya Hibah dan Bantuan Sosial akan diawali oleh Proposal dari
penerima untuk dimasukkan ke dalam rencana anggaran pemerintah daerah. setelah
itu obyek penerima akan mencatat dan menghasilkan laporan keuangan atas dana
hibah dan Bantuan Sosial yang diterimanya, untuk dipertanggungjawabkan, juga
menge link dengan pemberi hibah dan bantuan sosial dalam hal ini pemerintah
daerah. juga tidak boleh rutin tiap
tahun diberikan, kecuali ditentukan lain.
Terlepas dari misalnya, rancunya, pemberian barang
kepada pihak ketiga/masyarakat yang terdapat pada Belanja langsung yang
sebenarnya bersimilar dengan Hibah dan Bantuan Sosial yang sangat banyak
terdapat pada Program-Kegiatan, Pengelompokan Belanja Itu sendiri, atau
penyatuan dari pengelolaan keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, Prosedur pemberian Hibah dan
Bantuan Sosial oleh pemerintah kepada rakyatnya seharusnya dapat dijalankan
dengan baik mulai hari ini ke depannya. itu kalau mau memperhatikan, kalau
tidak ya wassalam lah, masa wa high five.
Febrian Arham/www.ekonomi.kompasiana.com
No comments:
Post a Comment