Thursday, April 11, 2013

Prosedur Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial oleh Pemerintah


Pemerintahan di Indonesia saat ini terbagi dua, Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah. dua bentuk pemerintahan tersebut juga memiliki caranya masing-masing dalam mengelola keuangannya.

walau terdapat auditor independen negara yang dapat melihat perbedaan dan persamaan keduanya untuk kemudian memberikan pendapat dalam konteks parameter yang sama mengenai pengelolaan keuangan yang dilakukan keduanya, pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memiliki caranya sendiri dalam melaksanakan pengelolaan keuangan.

salah satu bentuk perbedaan tersebut adalah misalnya pada pembedaan Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung oleh Pemerintah Daerah  sebagai Kelompok Belanja.

Kelompok Belanja tidak dikenal oleh Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan pengurutan pekerjaan pengelolaan keuangannya.

pada awalnya pembedaan Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung didasarkan pada adanya asumsi bahwa pemerintah daerah memiliki urusan wajib dan urusan pilihan yang membedakannnya dengan pemerintah pusat, dimana pemerintah pusat, juga tidak mengelompokkan bentuk urusan ini, merupakan sumber acuan dari pembedaan Urusan ini oleh Pemerintah Daerah.

pada perkembangannya, pembedaan belanja langsung dan tidak langsung ini didasarkan pada pendefinisian bahwa Belanja Langsung adalah belanja yang langsung berkaitan dengan Program dan Kegiatan Pemerintah daerah, sebagai turunan dari Urusannya, dan Belanja tidak Langsung adalah yang tidak berkaitan dengan Program dan Kegiatan.

Belanja yang tidak berkaitan dengan Program dan Kegiatan adalah belanja yang dilakukan secara rutin, tanpa bersentuhan langsung dengan obyek pemangku kepentingan utama Pemerintah Daerah, Rakyat. dalam pemahaman sederhana Belanja tidak langsung adalah Belanja yang diperuntukkan untuk pegawai pemerintah daerah yang telah diangkat (baca:PNS daerah) dan belanja lain yang “rutin”, tok, sepenuhnya berkaitan dengan kesejahteraan Pegawai, dan kebijakan pimpinan daerah.

Belanja Langsung adalah sebaliknya. Belanja Langsung diutamakan dirasakan oleh pemangku kepentingan terbesar pemerintah daerah, yaitu rakyat. seharusnya. Program dan kegiatan yang menjadi acuan dari terjadinya belanja langsung didasarkan pada program dan kegiatan sebagau suatu pernyataan kesiapan yang dapat diukur oleh pihak lain secara objektif. beda misalnya dengan belanja tidak langsung yang, sebenarnya memiliki acuan program dan kegiatan juga, namun kinerjanya tidak bisa atau tidak perlu diukur. sehingga tidak di aplikasikan dalam wacana formal, a.k.a ditulis.

pernyataan kesiapan ini misalnya, “pemberdayaan masyrakat pedesaan” sebagai program dengan salah satu kegiatannya adalah “pelaksanaan rembug desa”. pernyataan ini bisa diuji dalam hasil laporan yang telah dilaporkan. segala belanja dan uang yang telah dibayarkan dapat dipertanggungjawabkan.

sebaliknya pada belanja tidak langsung, hanya akan ada bentuk belanjanya saja, misalnya gaji, tunjangan, Hibah dan atau Bantuan Sosial.

dalam filosofi akuntansi , segala uang yang dikeluarkan maka akan ada segala input yang diterima. dan bentuk praktek dalam metode filosofi tersebut terdapat pada buku-buku besar dan neraca dua sisi yang menjadi suatu indikator yang menyeimbangkan satu sama lainnya. Dan segala bentuk pengelolaan keuangan, menggunakan metode akuntansi yang diakui semua pihak. termasuk pengelolaan keuanagan pemerintah pusat dan  pemerintah daerah .

Hibah dan Bantuan Sosial,sebagai misal, yang terdapat pada Belanja Tidak Langsung merupakan uang yang dikeluarkan tanpa mendapatkan input yang terukur dari pelaksanaannya. berbeda misalnya dengan belanja barang atau belanja jasa yang jelas motif umpan balik yang diterima.

input yang terukur dari pelaksanaannya inilah yang menjadikan Hibah dan Bantuan Sosial dikategorikan sebagai kata tersebut. karena sebutan tersebut, Hibah dan bantuan Sosial terkadang dapat dicatat pada Belanja Langsung Pemerintah Daerah. Hibah dan Bantuan Sosial dapat dikategorikan sebagai Belanja Langsung maupun Tidak Langsung. kunci pembedaan Hibah dan Bantuan Sosial pada Belanja Langsung dan Tidak Langsung yang di lakukan oleh Pemerintah Daerah terletak pada urutan pelaksanaan pengelolaannya.  berbeda misalnya dengan Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial pada Pemerintah Pusat yang tidak mengurutkan Kelompok Belanja.

Hibah dan Bantuan Sosial pada Belanja Langsung diurutkan setara dengan penyebutan Program pada Belanja Langsung. walau  pada urutan terkecil rician objek, keduanya disebut dengan kata yang sama, tapi kembali lagi kepada pendefinisian Program dan kegiatan sebagai pernyataan kesiapan yang dapat diukur oleh pihak lain secara objektif dan metode akuntansi mengenai input yang terukur dari pelaksanaannya, Hibah dan Bantuan Sosial berbeda dari bentuk uang yang dikeluarkan oleh belanja lainnya.

Prosedur pemberian Hibah dan Bantuan Sosial oleh Pemerintah kepada rakyatnya adalah didasari penilaian dan kebijaksanaan pribadi dari sosok pemimpin yang memimpin pemerintahan. sebagai manusia, pemimpin pasti memiliki nilai kepatutan yang sangat besar diantara lingkkungan sosial atau persatuan individu-individu lain hingga ia akhirnya berkekuatan untuk menduduki dirinya di posisi itu. Pemimpin dari Pemerintah Pusat maupun pemimpin Pemerintahan di Daerah mendapatkan masukan politis, ekonomis,hukum dan berbagai dimensi ilmu untuk penentuan pemberian Hibah dan Bantuan Sosial di Masyarakat. Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial di Pemerintah Pusat misalnya Pemberian Bantuan Langsung Tunai yang sempat kesemuanya melahirkan efek masif dalam berbagai dimensi ilmu pada berbagai golongan pada lapisan masyarakat.

Sementara kini Belanja Hibah dan Bantuan Sosial yang terbesar pada Pemerintah pusat adalah belanja pada mata anggaran terkecil : beasiswa pendidikan. juga pemberian bantuan pada pemberdayaan masyarakat dalam program nasional pemberdayaan masyarakat.

Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial pada Pemerintahan Daerah adalah lebih dekat dengan pemilik hak pengelolaan kepentingan yaitu rakyat dibandingkan dengan pemerintah pusat. Administrasi dan birokrasi yang terlibat adalah ada dalam ruang lingkup yang lebih kecil daripada pemerintah pusat. perincian prosedur pemberian Hibah dan Bantuan Sosial adalah lebih mudah pada Pemerintah Daerah.

dengan Standar Akuntansi yang belum Fixed sejauh ini mengenai pengelolaan keuangan sektor Publik/pemerintahan, maka pelaksanaan pengelolaan keuangan sektor Publik/pemerintahan ini wajib dikembangkan seefektif dan seefisien mungkin dalam kesementaraan kekininian, demi menjadi landasan masa depan berkelanjutan yang lebih baik dengan segala keterbatasannya .

Hibah dan Bantuan Sosial pada awalnya dapat dilakukan secara ‘gelondongan’ dengan alokasi tertentu pada tahap perencanaan anggaran.  artinya Belanja Hibah dan Bantuan Sosial dialokasikan jumlah uangnya, namun penerima dan pertanggungjawaban dari uang yang nantinya dicairkan tidak terintegrasi.  pemberian hibah dan bentuan sosial dapat dilakukan seenaknya dan diberikan pada meantime demi kepopuleran kepemimpinan sesaat tanpa memikirkan keberlanjutan dari pencapaian kesejahteraaan yang lebih besar. dan Issu korupsi yang beredar mengenai pemberian Hibah dan Bantuan Sosial dikarenakan celah tersebut, beredar luas di masyarakat secara merata di seluruh Indonesia. Kasus Korupsi yang melibatkan Kepala Daerah sebagai pemimpin di daerah banyak terjadi karena ketidakjelasan penerima dan pertanggungjaawaban integrasi dari uang yang nantinya dicairkan ini.

pada masa sekarang dan kedepannya melalui Komisi Pemberantasan Korupsi/KPK, pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah adalah menyesuaikan diri dengan kaidah sosial, hukum,  akuntansi dan administrasi yang rapi  yang diminta tuntutan perkembangan zaman. artinya Hibah dan Bantuan Sosial akan diawali oleh Proposal dari penerima untuk dimasukkan ke dalam rencana anggaran pemerintah daerah. setelah itu obyek penerima akan mencatat dan menghasilkan laporan keuangan atas dana hibah dan Bantuan Sosial yang diterimanya, untuk dipertanggungjawabkan, juga menge link dengan pemberi hibah dan bantuan sosial dalam hal ini pemerintah daerah.  juga tidak boleh rutin tiap tahun diberikan, kecuali ditentukan lain.

Terlepas dari misalnya, rancunya, pemberian barang kepada pihak ketiga/masyarakat yang terdapat pada Belanja langsung yang sebenarnya bersimilar dengan Hibah dan Bantuan Sosial yang sangat banyak terdapat pada Program-Kegiatan, Pengelompokan Belanja Itu sendiri, atau penyatuan dari pengelolaan keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,  Prosedur pemberian Hibah dan Bantuan Sosial oleh pemerintah kepada rakyatnya seharusnya dapat dijalankan dengan baik mulai hari ini ke depannya. itu kalau mau memperhatikan, kalau tidak ya wassalam lah, masa wa high five.

Febrian Arham/www.ekonomi.kompasiana.com 

No comments:

Post a Comment